REVIEW MK.
PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PRODI S1 PENDIDIKAN
ANTROPOLOGI
Skor Nilai:
NIM : 3193322003
DOSEN PENGAMPU
MEDAN
MARET 2020
KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan
berkatNya sehingga saya dapat menyelesaikan Critical Journal Review tentang
“PERBEDAAN GENDER DALAM PENGUASAAN BAHASA DIPANDANG DARI
PERSFEKTIF PSIKOLOGI PENDIDIKAN”. Critical Journal Review ini telah saya susun
dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan Critical Journal Review ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan Critical Journal
Review ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki Critical
Journal Review ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………………... 12
4.2 Saran…………………………………………………………………………. 12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Jurnal merupakan majalah publikasi yang memuat KTI (Karya Tulis Ilmiah) yang secara
nyata mengandung data dan informasi yang mengajukan iptek dan ditulis sesuai dengan
kaidah-kaidah penulisan ilmiah serta diterbitkan secara berkala (Hakim, 2012). Sekarang ini
banyak jurnal nasional online maupun non online yang terbit kurang memberikan wawasan
pengetahuan bukan hanya pada pendidik tapi juga bagi anak didik sehingga kurang berminat
terutama dalam membaca jurnal. Walaupun begitu banyak jurnal-jurnal kurang menarik
namun ada juga jurnal-jurnal yang baik dan menarik perhatian orang untuk membaca salah
satunya jurnal yang akan menjadi referensi Critical Journal Review saat ini.
Jurnal ini sengaja dikritik dan disusun sedemikian rupa agar untuk membantu mahasiswa
sebagai calon pendidik yang tingkat keprofesionalisme yang berpengetahuan dan wawasan
luas tentang konsep psikologi pendidikan secara umum dan bagaimana harus menerapkannya
pada anak didiknya. Semoga dengan adanya Critical Journal Review ini dapat membantu dan
bermanfaat bagi semua orang yang membacanya.
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan Critical Journal Review (CJR) ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi tugas kkni CJR mata kuliah Psikologi Pendidikan.
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perspektif psikologi pendidikan.
3. Untuk menambah wawasan dalam pembuatan Critical Journal Review (CJR).
Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan Critical Journal Review (CJR) ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi reviewer; untuk menambah wawasan mengenai pembuatan Critical Journal
Review (CJR).
1
2. Bagi penulis; untuk memperbaiki isi jurnal dalam pencetakan selanjutnya, untuk
memberitahukan kepada penulis apa yang menjadi kekurangan dalam jurnal tersebut dan apa
yang sebaiknya penulis lakukan terhadap isi jurnal tersebut.
3. Bagi pembaca; untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca dan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan pembaca dimasa yang akan datang dalam
pembuatan Critical Journal Review (CJR) yang baik dan benar.
2
BAB II
Ketika kita bicara tentang gender dalam bahasa maka yang umum kita nilai adalah
cara mengungkapkan, gaya bahasa, dan larangan kosakata bahasa yang diucapkan oleh si
penutur. Ini bisa dilihat oleh penutur laki-laki maupun penutur perempuan. Sepertinya hal ini
umum saja tetapi sebenarnya bila dinilai lebih dalam lagi maka bisa diperhatikan bahwa
penguasaan bahasa untuk masing-masing gender laki-laki dan perempuan ada
perbedaannya.Kosa kata tertentu yang ditutur oleh masing–masing gender juga dapat dilihat
sebagai suatu perbedaan.
Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Nyikos dan Ehrman (1988),” Women
encourage conversational to talk, remember more details, are more, polite and more likely to
try to reach consensus”. Dari penelitian ini Nyikos dan Ehrman (1988) mendapati bahwa
penguasaan bahasa dari gender perempuan itu lebih banyak kosakata yang dikuasai
dibandingkan gender laki - laki. Dalam penuturannya lebih sopan dan perempuan berusaha
untuk menjelaskan makna kandungan pembicaraannya lebih banyak penjelasan secara
mendetil untuk menyakinkan lawan bicaranya.
Penelitian Biologi yang diterbitkan di penerbitan terkenal yang dilakukan oleh Legato
(2005), ditemukan bahwa adanya perbedaan hormon antara otak perempuan dan lelaki. Otak
perempuan memiliki lebih banyak sel syaraf dibagian kiri otak (left hemisphere) dimana
pusat untuk pengendalian bahasa ada di otak sisi kiri dan ditemukan lebih banyak syaraf
penghubung antara kedua belah sisi otak baik sisi kiri dan sisi kanan (left hemisphere and
right hemisphere). Di dukung dengan adanya CT scan otak antara lelaki dan perempuan yang
dilakukan oleh ahli syaraf, Legato (2005) menemukan bahwa perempuan menggunakan
3
daerah otak yang sama seperti juga lelaki untuk memproses bahasa tetapi ianya tergantung
pada tugas bahasa itu sendiri. Legato (2005),” … women often use both sides of the brains
and given identical assignments, women activate more areas in their brains than men do”.
Penemuan ini diperjelas lagi dengan penelitian yang dilakukan oleh Tyre (2005). Di
mana dipenelitian ini Tyre mendapatkan bahwa perempuan menggunakan otak sisi kirinya
untuk mendengarkan dan berbicara dimana kegiatan komunikasi terjadi lebih banyak
menggunakan otak sisi kiri. Sehingga, otak kiri bermain sebagai peran utama dalam
penguasaan bahasa oleh para perempuan.
Dari penelitian ini, khusus untuk para pendidik khususnya pendidik di bidang bahasa
untuk mengetahui psikologi perbedaan penguasaan bahasa pada gender yang berbeda laki-
laki dan perempuan. Penelitian psikologi oleh Legato (2005), mendapati bahwa faktor
pembeda untuk perbedaan kedua gender terdapat pada bahasa dan skill lain. Orang tua lebih
senang berkomunikasi kepada anak perempuan daripada anak laki-laki, sehingga penguasaan
kosakata anak perempuan diperkirakan lebih banyak dibanding dengan anak laki-laki.
Perbandingan kedua gender ini membuat perempuan kelihatan lebih aktif berbicara
dibanding dengan gender laki-laki. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh para psikologi
pada tahun 2005 di Institut Psikologi di London, Universitas Oxford dan Universitas
Missouri-Columbia di Amerika Serikat, yang menemukan bahwa anak laki-laki dan anak
perempuan sangat berbeda dalam menguasai keterampilan berbahasa. Di temukan fakta
bahwa anak perempuan lebih dulu berbicara dibandingkan anak laki-laki dan lebih cepat dan
lebih banyak dalam penguasaan kosakata, penelitian ini diterbitkan di Website daerah
Michigan.
Anak perempuan bisa menguasai ungkapan lebih dari dua suku kata dibandingkan
anak laki-laki. Alasan ini dikarenakan adanya perubahan kognitif anak perempuan terjadi
diantara umur 14 hingga 20 bulan, sementara anak laki-laki terjadi perubahan kognitif diumur
20 dan 24 bulan. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa anak perempuan lebih unggul dalam
penguasaan bahasa dibandingkan anak laki-laki. Pengaruh perubahan kognitif anak
perempuan yang lebih cepat membuat penguasaan kosakata lebih banyak.
4
dengan memberikan beragam tes bahasa dan tes menulis. Ditemukan disini bahwa dua daerah
otak anak perempuan beraktifitas bekerja lebih keras untuk penguasaan bahasa dibandingkan
anak laki-laki ketika aktifitas tes penguasaan bahasa dan menulis sedang berlangsung.
Ditemukan juga bahwa bagian otak anak laki-laki hanya sebagian saja yang bekerja
dibandingkan perempuan ketika menyelesaikan tes bahasa dan menulis.
Perbedaan penguasaan bahasa ini membuat penulis tertarik ingin menjabarkan aspek-
aspek apa saja yang memberikan sumbangsih dalam keterlibatan perbedaan penguasaan
bahasa dari gender laki-laki dan perempuan. Penulis akan membatasi aspek pendidikan di
keluarga, superioritas dan sosio kultural.
Pendidikan yang pertama kali diterima seorang anak bermula dirumah. Orangtua
mengarahkan, membimbing, dan memberikan contoh untuk perkembangan anak. Begitu juga
contoh yang diberikan keluarga, peran ibu yang selalu kelihatan lebih cerewet karena begitu
peduli dengan anak-anaknya dibanding ayah yang lebih banyak diam bila ada masalah
dengan anakanaknya.
Sebagai contoh, sang anak yang sering bermain dengan anak tetangga, selalu ibunya
yang akan sibuk memanggil nama anak untuk keperluan tertentu, sementara sang ayah hanya
melihat anak dari kejauhan tanpa memanggil nama anaknya. Dari contoh diatas dapat dilihat
bahwa ibu sebagai gender perempuan dalam rumah tangga lebih banyak berkomunikasi
dibanding sang ayah, sehingga konsep pembentukan bahasa gender perempuan dengan
melihat contoh ibunya yang lebih banyak berkomunikasi dibandingkan ayah.
Orangtua juga akan memperlakukan perbedaan dalam merawat anak laki-laki dan
anak perempuan. Pada artikel terbitan Universitas Michigan, perbedaan gender terjadi ketika
pendidikan pertama kali terjadi di lingkungan keluarga. Perbedaan perlakuan gender ini
mempengaruhi pola yang berbeda antara anak lakilaki dan anak perempuan. Sebagai contoh,
ayah akan bermain dengan anak laki-laki dan bentuk permainannya adalah permainan fisik.
Ketika ayah bermain dengan anak perempuan, ayah lebih cenderung banyak
menggunakan keterampilan berbicara. Sehingga, anak perempuan terlatih dengan penguasaan
bahasa dan tentu saja kosakata anak perempuan akan bertambah banyak dibandingkan anak
laki-laki, sedangkan keterampilan fisik tidak diadapatkan anak perempuan dari ayahnya.
5
Begitu pula sebaliknya, ayah lebih banyak memberikan latihan fisik anak laki-laki dan sedikit
melatih komunikasi pada anak laki-lakinya.
Orangtua biasanya akan membedakan perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak
perempuan. Pekerjaan yang dikerjakan dirumah antara anak perempuan dan anak laki-laki
juga dibedakan. Anak laki-laki bisanya akan diberikan pekerjaan yang lebih keras dan kasar
dibanding anak perempuan. Pekerjaan kasar seperti membantu mengangkat barang lebih
banyak diberikan tugas orangtua kepada anak laki-laki. Anak perempuan diberikan pekerjaan
yang lebih ringan seperti memasak, menyapu, mengemas dan lainnya yang tidak
menggunakan banyak otot untuk menyelesaikan pekerjaan rumah.
Anak perempuan diberikan mainan berupa boneka, alat-alat dapur / masak yang
diidentikkan dengan tugas sebagai seorang gender perempuan merawat anak dan pekerjaan
rumah. Pola perlakuan yang dibedakan antara kedua gender laki-laki dan perempuan yang
dibentuk dari rumahlah sebagai pola cetakan pertama yang diterima anak laki-laki dan anak
perempuan, sehingga dari hal tersebut membuat kedua gender menguasai pola bahasa yang
berbeda.
Penelitian telah banyak dilakukan bagaimana gender laki-laki dan perempuan dalam
menunjukkan gaya bicaranya. Penelitian itu mencantumkan teori-teori pendukung
penggunaan bahasa antara kedua gender, laki-laki dan perempuan.
6
Ungkapan “Saya yang telah menyelesaikan permasalahan ini”, yang diutarakan
gender laki-laki menunjukkan bahwa secara implisit gaya bahasa ini menggambarkan
superioritas.
Gender perempuan lebih banyak menggunakan gaya yang meminta suatu persetujuan
atau terjadi suatu keragu-raguan sehingga bahasa ini menunjukkan bahwa gender perempuan
merupakan bahasa subordinate. Ungkapan “Gadis itu anak ibu, kan? Cantik, ya”,
menunjukkan bahwa gaya bahasa gender perempuan meminta pendapat persetujuan orang
lain mengenai ungkapan perasaannya terhadap suatu pernyataan.
Arah pembicaraan bila terjadi antara kedua gender, gender laki-laki akan
meningkatkan sikap psikologi yang melindungi dan memperhatikan lawan gender. Sikap
emosi sangat sopan dan menunjukkan perhatian yang besar terhadap isi pembicaraan,
sementara gender perempuan akan banyak menggunakan kalimat-kalimat pertanyaan dengan
7
tujuan mencari perhatian terhadap lawan gender dan menginginkan pembicaraan yang
berkelanjutan. Sikap otoritas akan ditonjolkan oleh gender laki-laki didepan gender
perempuan dengan menggunakan gaya bahasa yang dominan terhadap gender perempuan.
Gender perempuan akan menunjukkan suatu ketertarikan dengan gaya bahasa yang otoriter
untuk menunjukkan kewibawaan seorang gender laki-laki.
Perbedaan karakter laki-laki dan perempuan yang dipengaruhi sosial budaya yaitu
keberadaan yang berhubungan dengan status antara kedua gender baik laki-laki maupun
perempuan, posisi gedua gender dan peran yang dimainkan di masyarakat. Status ditunjukkan
dengan penempatan pembagian pekerjaan di masyarakat, gender laki-laki lebih banyak
dilibatkan di luar ruangan sementara gender perempuan lebih banyak dilibatkan di kegiatan
dalam ruangan.
Posisi ditunjukkan dengan adanya pemberian tanggung jawab biasanya gender laki-
laki merupakan pemimpin disuatu kegiatan masyarakat dibandingkan gender perempuan yang
hanya sebagai pendukung, sementara peran dimasyarakat dilihat dari sisi gender laki-laki dan
gender perempuan adalah peran masing-masing untuk kepentingan masyarakat.
8
panjang, dimana tujuan celana panjang untuk gender perempuan adalah untuk lebih aktif
bergerak dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Pandangan contoh yang diberikan diatas
membuat gaya bahasa dipengaruhi oleh sosio kultural yang dianut oleh masyarakat dimana
gaya bahasa ini berkembang. Pembentukan bahasa dari kedua gender bisa juga terpengaruh
oleh adanya pengaruh kebiasaan sosio kultural.
Perbedaan penguasaan bahasa untuk kedua gender baik laki – laki dan gender
perempuan dipengaruhi oleh beragam aspek baik aspek pendidikan di keluarga, superioritas
dan sosio kultural. Sehingga dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa ekspresi bahasa
itu mencerminkan gaya penuturnya.
Dalam masyarakat Indonesia bila terjadi ketidak cocokkan gaya penuturannya maka
bisa saja disebut dengan adanya ketidak umuman dipandangan masyarakat. Aspek pembeda
yang sudah diterapkan dilingkungan keluarga, tingkat superioritas antara kedua gender dan
aspek sosio kultural sehingga pola pensosialisasian yang diterapkan pada tiap gender terbentuk
pola gaya bahasa kedua gender.
9
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tyre (2005). Di mana dipenelitian ini
Tyre mendapatkan bahwa perempuan menggunakan otak sisi kirinya untuk mendengarkan
dan berbicara dimana kegiatan komunikasi terjadi lebih banyak menggunakan otak sisi kiri.
Sehingga, otak kiri bermain sebagai peran utama dalam penguasaan bahasa oleh para
perempuan. Perbandingan kedua gender ini membuat perempuan kelihatan lebih aktif
berbicara dibanding dengan gender laki-laki.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh para psikologi pada tahun 2005 di Institut
Psikologi di London, Universitas Oxford dan Universitas Missouri-Columbia di Amerika
Serikat, yang menemukan bahwa anak laki-laki dan anak perempuan sangat berbeda dalam
menguasai keterampilan berbahasa. Anak perempuan bisa menguasai ungkapan lebih dari
dua suku kata dibandingkan anak laki-laki.
Alasan ini dikarenakan adanya perubahan kognitif anak perempuan terjadi diantara
umur 14 hingga 20 bulan, sementara anak laki-laki terjadi perubahan kognitif diumur 20 dan
24 bulan. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa anak perempuan lebih unggul dalam
penguasaan bahasa dibandingkan anak laki-laki. Pengaruh perubahan kognitif anak
perempuan yang lebih cepat membuat penguasaan kosakata lebih banyak.
10
3.2 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal Utama
Penulisan judul sudah benar, dicetak dengan huruf besar/kapital, dicetak tebal (bold)
tidak melebihi jumlah kata maksimum 15. Penulisan nama penulis juga sudah benar, nama
penulis ditulis di bawah judul tanpa gelar, tidak boleh disingkat, diawali dengan huruf
kapital, tanpa diawali dengan kata ”oleh”, urutan penulis adalah penulis pertama diikuti oleh
penulis kedua, ketiga dan seterusnya. Nama perguruan tinggi dan alamat surel (email) semua
penulis ditulis di bawah nama penulis.
Tata cara penulisan dan isi abstrak sudah baik karena penulis dapat memberikan
gambaran menyeluruh mengenai perbedaan gender dalam penguasaan bahasa dipandang
dari perspektif psikologi pendidikan. Serta menjelaskan latar belakang jurnal penelitian
yang dibuat secara ringkas, tepat dan jelas.
Dalam penulisan jurnal jenis huruf yang digunakan sama, penggunaan sistem penomoran
(numbering) juga tersusun dengan baik.Jurnal mudah dipahami,disertai dengan table dan
gambar. Referensi yang digunakan peneliti sudah cukup baik. Ditambah lagi peneliti
membuat kesimpulan yang jelas.
11
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perbedaan penguasaan bahasa untuk kedua gender baik laki – laki dan gender
perempuan dipengaruhi oleh beragam aspek baik aspek pendidikan di keluarga,
superioritas dan sosio kultural. Sehingga dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa
ekspresi bahasa itu mencerminkan gaya penuturnya.
Dalam masyarakat Indonesia bila terjadi ketidak cocokkan gaya penuturannya
maka bisa saja disebut dengan adanya ketidak umuman dipandangan masyarakat. Aspek
pembeda yang sudah diterapkan dilingkungan keluarga, tingkat superioritas antara kedua
gender dan aspek sosio kultural sehingga pola pensosialisasian yang diterapkan pada tiap
gender terbentuk pola gaya bahasa kedua gender
4.2 Saran
Saran saya teerhadap setiap guru harus mengetahui bagaimana perbedaan penguasaan
bahasa untuk kedua gender baik laki – laki dan gender perempuan. Saya berharap dalam
penulisan jurnal selanjutnya agar lebih memfokuskan pembahasan mengenai bagaiiamana
penerapan belajar ketika terjadinya perbedaan bahasa untuk kedua gender baik laki-laki
maupun perempuan.
12
DAFTAR PUSTAKA
JURNAL :
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/pedagogi/article/view/2228
13
CRITICAL BOOK REPORT (CBR)
“PSIKOLOGI PENDIDIKAN”
DISUSUN OLEH :
D REGULER 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas Critical Book Review yang
telah diberikan oleh dosen dengan tepat waktu. Hasil critical book ini ditulis guna
memenuhi tugas mata kuliah “Psikologi Pendidikan” pada semester ini. Semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
saya dalam pembuatan CBR ini, khususnya kepada Ibu DWI SEPTI A. WULAN
S.Pd,. M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah “Psikologi Pendidikan”.
Saya menyadari bahwa hasil critical book ini jauh dari kata sempurna,
maka kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan guna
penyempurnaan penulisan ini. Akhir kata ini saya ucapkan terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam pembuatan Critical Book Review ini ialah:
1
2. Menilai kekurangan dan kelebihan buku Psikologi Pendidikan karya Prof.
Dr. Sri Milfayetty, S.Pso., MS.Kons dengan buku Psikologi Pendidikan
dalam Perspektif Baru karya Purwa Almaja Prawira.
3. Memenuhi tugas individu Critical Book Report mata kuliah Psikologi
Pendidikan.
1.3 Manfaat
Adapun yang menjadi manfaat dalam pembuatan Critical Book Riview ini ialah:
2
BAB II
PEMBAHASAN
BAB 1
PENDAHULUAN
Generasi data ini adalah generasi yang telah bergeser dari Generasi X
(1960-1980) dan Generasi Y (1980-2000) ke generasi C atau Gen C mulai tahun
2000 hingga sekarang. Genersi X ciri khasnya berpendidikan tinggi, aktif,
menjunjung keluarga. Generasi Y, ciri khasnya adalah sika menunda kedewasaan
dan terlalu dekat dengan orang tua. Generaasi C mewakili generasi yang selalu
clicking, conncted, communicating, content-centric, computerized, dan
community-centric.
3
psikologi pendidikan yang berbeda dari yang sebelumnya. Perubahan tersebut
meliputi tujuan belajar, materi, strategi, media, dan evaluasi.
Perkembangan kebutuhan belajar peserta didik saat ini sudah jauh berbeda
sehingga tidak mencukupi lagi jika dilaksanakan dengan pembelajaran yang
konvensional. Saat ini diharapkan pendidik mampu melaksanakan pembelajaran
yang menyenangkan untuk menumbuhkan kegemaran peserta didik belajar. Selain
itu, pendidik diharapkan terampil menggunakan teknologi agar proses
pembelajaran menjadi efektif.
BAB 2
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
4
cultural yang berbeda dan teknologi, memiliki motivasi dan komitmen kerja.
Meningkatkan diri dengan menggunakan riset yang dilakukan sendiri ataupun
yang dilakukan orang lain.
BAB 3
BELAJAR
5
mencakup proses-proses, yaitu skema, asimilasi, akomodasi, organisasi, dan
equiblibrasi.
d. Perkembangan diri
Konsep diri berkembang melalui evaluasi diri yang konstan pada berbagai
macam situasi. Pada diri remaja proses perkembangan konsep dapat berlangsung
pada saat mempertanyakan hasil kerjanya. Pada usia remaja konsep diri sering
dihubungkan dengan penampilan fisik dan penerimaan sosial maupun prestasi
sekolah. Konsep diri sering dianggap sebagai dasar perkembangan sosial maupun
emosional.
e. Perkembangan moral
6
bukan pada moralitas dari pemikiran dan dalam domain emosional penekanannya
pada bagaimana siswa merasakan secara moral.
BAB 4
KARAKTERISTIK BELAJAR
Selain kecerdasan gaya belajar dan gaya berpikir juga mempengaruhi cara
individu dalam belajar. Gaya belajar meliputi kecenderungan seseorang dalam
memasukkan informasi. Gaya tersebut antara lain visual, auditori, dan kinestetik.
Mengacu kepada elemen yang mempenaruhi gaya belajar ini ada ind ividu yang
7
memiliki cara belajar mandiri dan tergantung. Gaya belajar terganting lebih
menyenangi lingkungan belajar yang tenang dan tertib, sedangkan gaya belajar
tergantung memerlukan lingkungan belajar dalam bentuk fisik,psikologi,
emosional, dan sosial. Gaya beroikir seperti gaya implusif, reflektif, mendalam
dan dangkal merupakan karakteristik individu yang mempengaruhi proses belajar
seseorang.
8
BAB 5
a. Pendekatan Behavior
Sebagai implikasi dari pendekatan belajar behavior dan kognitif maka dalam
belajar dapat digunakan teknik-teknik mempersiapkan diri dalam belajar maupun
dalam mendukung proses belajar.
b. Pendekatan kognitif
c. Tekniik belajar
9
Teknik belajar merupakan cara yang dapat ditempuh untuk belajar efektif.
Beberapa bentuk teknik belajar yang diterapkan adalah:
1. Sikap mental.
2. Rencana belajar.
3. Berkonsentrasi.
4. Mengikuti pelajaran.
5. Tujuan belajar.
6. Teknik mengingat.
10
BAB 6
MODEL PEMBELAJARAN
11
pengalaman nyata atau stimulasi dan lain; tealistis sesuai kehidupan siswa, konsep
sesuai dengan kebutuhan siswa, memupuk sifat inquiri siswa, retensi konsep
menjadi kuat, memupuk kemampuan memecahkan masalah. Kelemahan model ini
antara lain; persiapan pembelajaran kompleks (alat, problem, dan konsep),
sulitnya mencaari problem yang relevan, terjadi miss konsepsi, memerlukan
waktu yang lebih lama.
d. Pembelajaran Kontekstual
12
BAB 7
MOTIVASI BELAJAR
13
BAB 8
DESAIN PEMBELAJARAN
BAB 9
PENILAIAN
14
Tes sebagai seperangkat pertanyaan atau tugas yang memiliki kriteria benar atau
salah. Pengukuran juga digunakan dalam rangka pengumpulan data untuk
melakukan evaluasi atau asesmen. Pengukuran merupakan instrument
pengumpulan data kuantitatif atau sesuatu atau objek.
1. Tahap persiapan.
2. Tahap pelaksanaan.
3. Tahap penilaian.
15
2.3 Kelebihan dan Kelemahan Buku
16
penulis membuat garis
miring pada kata tersebut.
✓ Adanya rangkuman singkat
serta catatan pada setiap
bab maupun keseluruhan
bab yang jelaskan.
✓ Adanya rangkaian soal
ataupun uji kompetensi
diakhir bab untuk menguji
seberapa banyak
pengetahuan pembaca
dalam memahami materi.
✓ Pada buku utama banyak
terdapat kutipan dan kata-
kata bijak yang dapat
memotivasi para
pembaca.(terdapat pada
halaman 28)
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
18
DAFTAR PUSTAKA
19