Anda di halaman 1dari 31

CRITICAL BOOK REPORT

PSIKOLOGI BELAJAR

(Muhibbin Syah, M.Pd)

NAMA MAHASISWA : LAMSAR LATINUS SIHOMBING

NIM : 3183321002

KELAS :REGULER C 2018

DOSEN PENGAMPU : SITI MAHARANI SIMBOLON, S.Pd.,M.Pd

MATA KULIAH : PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

T.A 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Mang Maha Esa atas berkat dan
karunianya saya dapat mengerjakan dan memenuhi tugas Critical Book Report pada mata kuliah
Psikologi Pendidikan. Penulisan ini saya saya sajikan secara singkat dan sederhana sesuai
dengan kemampuan yang saya miliki,dan tugas ini disusun dalam rangka memenuhi tugas CBR
pada mata kuliah Psikologi Pendidikan.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan tugas ini.

Akhirnya, semoga laporan ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi setiap pihak
terutama bagi mereka para pembaca.

Medan, februari 2019

Penulis

Lamsar L. Sihombing
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat

BAB II RINGKASAN BUKU

BAB III PEMBAHASAN

A. Buku Utama
 Kelebihan
 Kekurangan
B. Buku Pembanding
 Kelebihan
 Kekeurangan

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk me numbuhkembangkan potensi sumber
daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka.
Secara detail, dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab I Pasal 1 (1) pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Dalam hal ini, tentu saja diperlukan adanya pendidik yang profesional terutama guru di
sekolah-sekolah dasar dan menengah dan dosen. di perguruan tinggi.

Untuk melaksanakan profesinya, tenaga pendidik khususnya. guru sangat memerlukan aneka
ragam pengetahuan psikologis. yang memadai dalam arti sesuai dengan tuntutan zaman dan
kemajuan sains dan teknologi. Di antara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan
juga calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belaiar
peserta didik dalam suasana zaman yang berbeda dan penuh tantangan seperti sekarang ini.

Psikologi belajar (bukan: Ilmu Jiwa Belajar seperti yang disebut orang beberapa dekade yang
lalu) adalah sebuah disiplin (cabang ilmu) psikologi yang berisi teori-teori psikologis mengenai
belajar yakni teori-teori yang khusus mengupas cara individu belajar atau mempelajari sesuatu.
Teori-teori ini, menuruti Tardif et al (1989: 193) berupaya mengungkapkan hakikat umum
belajar dan syarat-syarat yang diperlukan agar peristiwa belajar itu terjadi. Harapan penyusun,
semoga laporan Critical Book Report ini dapat berguna kepada setiap pembaca.
B. TUJUAN

Adapun tujuan dalam penyusunan laporan CBR ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui kajian psikologis belajar


b. Untuk mengetahui apa hubungan antara perkembangan dengan belajar
c. Untuk mempelajari konsep dasar dalam belajar

C. MANFAAT

Adapun manfaat dari penyusunan laporan CBR ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui bagaimana cara mengkritik sebuah buku


b. Untuk menambah wawasan tentang psikologi belajar
BAB II

RINGKASAN BUKU

A. BUKU UTAMA

IDENTITAS BUKU

1. Judul Buku : Psikologi Belajar


2. Penulis : Muhibbin Syah, M.Pd
3. Penerbit : PT. Raja Grafindo Persada
4. Tahun terbit : 2006
5. Cetakan :5
6. Jumlah Halaman : xx-250 halaman
7. ISBN : 979-421-933-9
RINGKASAN BUKU

BAB II HUBUNGAN ANTARA PERKEMBANGAN DENGAN BELAJAR

Perkembangan Psiko-Fisik Siswa

Penekanan arti perkembangan terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang


disandang oleh organ-organ fisik. Perkembangan akan berlanjut terus hingga manusia
mengakhiri hayatnya. Sementara itu, pertumbuhan hanya terjadi sampai manusia mencapai
kematangan fisik.

Proses-proses perkembangan tersebut meliputi:

1. Perkembangan Motor (Fisik) Siswa

Proses perkembangan fisik anak berlangsung kurang lebih selama dua decade sejak ia lahir.
Semburan perkembangan (spurt) terjadi pada masa anak menginjak usia remaja antara 12 atau 13
tahun hingga 21 atau 22 tahun. Pada saat perkembangan berlangsung, beberapa bagian jasmani
seperti kepala dan otak yang pada waktu dalam rahim berkembang tidak seimbang (tidak secepat
badan dan kaki), mulai menunjukkkan perkembangan yang cukup berarti hingga bagian-bagian
lainnya menjadi matang.

Ada empat macam factor yang mendorong kelanjutan perkembangan motor skills anak yang
juga memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam mengarahkannya, yaitu: 1).
Pertubuhan dan perkembangan system syaraf; 2). Pertumbuhan otot-otot; 3). Perkembangan dan
pertumbuhan fungsi kelenjar endoktrin; 4). Perubahan struktur jasmani.

Pertama, pertumbuhan dan perkembangan system syaraf.pertumbuhan syaraf dan


perkembangan kemampuannya membuat inteligensi (kecerdasan) anak meningkata dan
mendorong timbulnya pola-pola tingkah laku baru. Semakin baik perkembangan kemampuan
system syaraf seseorang anak akan semakin baik dan beraneka ragam pula pola-pola tingkah
laku yang dimilikinya. Namun uniknya, berbeda dengan organ tubuh lainnya, oragan system
syaraf apabila rusak tak dapat diganti atau tumbuh lagi.

Kedua, pertumbuhan otot otot. otot adalah jaringan sel-sel yang dapat berubah memanjang
dan juga Sekaligus merupakan unit atau kesatuan sel yang memiliki daya mengkerut. diantara
fungsi-fungsi pokoknya ialah sebagai pengikat organ-organ lainnya dan sebagai jaringan
pembuluh yang mendistribusikan sari makanan ( Reber, 1988). peningkatan tonus (tegangan
otot) anak dapat menimbulkan perubahan dan peningkatan aneka ragam kemampuan dan
kekuatan jasmaninya. perubahan ini tampak sangat jelas pada anak yang sehat dari tahun
ketahun dengan semakin banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang
bermacam-macam atau dalam bentuk kerajinan tangan yang semakin meningkat kualitas dan
kuantitasnya dari masa ke masa. Peruri catat bahwa dalam pengembangan keterampilan
terutama dalam berkarya nyata seperti membuat mainan sendiri, melukis, dan seterusnya,
peningkatan, dan perluasan pendayagunaan otot-otot anak tadi bergantung pada kualitas pusat
sistem saraf dalam otak nya.

Ketiga, perkembangan dan perubahan fungsi kelenjar kelenjar endokrin endocrine glands
kelenjar adalah alat tubuh yang menghasilkan cairan atau getah seperti kelenjar keringat
selanjutnya kelenjar endokrin secara umum merupakan kelenjar dalam tubuh yang memproduksi
hormon yang disalurkan ke seluruh bagian dalam tubuh melalui aliran darah lawan endokrin
adalah eksokrin yang memiliki pembuluh tersendiri untuk menyalurkan hasil sekresinya ( proses
pembuatan cairan atau getah) seperti kelenjar ludah (Gleitman, 1987).

Keempat, perubahan struktur jasmani semakin meningkat usia anak akan semakin meningkat
Ukuran tinggi dan bawah serta proporsi perbandingan bagian tubuh pada umumnya. perubahan
jasmani ini akan banyak berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapan motor
skills anak. kecepatan berlari kecepatan bergerak Kecermatan menyalin pelajaran, keindahan
melukis dan sebagainya akan terus meningkat seiring dengan proses penyempurnaan struktur
jasmani siswa namun kemungkinan perbedaan hasil belajar psikomotor seorang siswa dengan
siswa siswa lainnya selalu ada karena kapasitas ranah kognitif juga banyak berperan dalam
menentukan kualitas dan kuantitas prestasi ranah karsa.

2. Perkembangan Kognitif Siswa


istilah kognitif berasal dari kata cognition yang padanannya knowning, berarti mengetahui.
Dalam arti yang luas cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan
(Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah
satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang
berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,
kesengajaan, dankl keyakinan. Ranah kejiwaan yang berfungsi di otak ini juga berhubungan
dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa ( Chaplin,
1972).

a. Tahap Sensori motor (0-2 tahun)

selama perkembangan dalam periode sensorimotor yang berlangsung sejak lahir sampai usia 2
tahun inteligensi yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif dalam arti masih
didasarkan pada perilaku terbuka. meskipun primitif dan terkesan tidak penting intelegensi
sensorimotor sesungguhnya merupakan intelegensi dasar yang amat berarti karena ia menjadi
fondasi untuk tipe-tipe intervensi tertentu yang akan dimiliki anak tersebut kelak.

inteligensi sensorimotor dipandang sebagai intelegensi praktis yang berfaedah bagi anak usia 0
sampai 2 tahun untuk wilayah berbuat terhadap lingkungannya sebelum ia mampu berpikir
mengenai apa yang sedang ia perbuat. anak pada periode ini belajar bagaimana mengikuti dunia
kebendaan secara praktis dan belajar menimbulkan efek tertentu tanpa memahami apa yang
sedang ia perbuat kecuali hanya mencari cara melakukan perbuatan Seperti di atas.

b. Tahap Praoperasional ( 2-7 tahun)

periode perkembangan kognitif pra operasional terjadi dalam diri anak ketika berumur 2 sampai
7 tahun. perkembangan ini bermula pada saat anak telah memiliki penguasaan sempurna
mengenai object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksis
nya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan
atau sudah dilihat dan tak didengar lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut
berbeda dari pandangan pada periode sensorimotor yakni tidak lagi bergantung pada
pengamatannya belaka.
perolehan kemampuan berupa kesadaran terhadap eksistensi object permanence (ketetapan
adanya benda) adalah hasil dari munculnya kapasitas kognitif baru yang disebut representation
atau mental representation (gambaran mental). secara singkat representasi adalah sesuatu yang
mewakili atau menjadi simbol atau sesuatu yang lainnya. representasi mental merupakan bagian
penting dari skema kognitif yang memungkinkan anak berpikiran menyimpulkan eksistensi
sebuah benda atau kejadian tertentu walaupun benda atau kejadian itu berada diluar pandangan,
pendengaran, atau jangkauan tangannya.

representasi mental juga memungkinkan anak untuk mengembangkan deffered-imitation


(peniruan yang tertunda), yakni kapasitas meniru perilaku orang lain yang sebelumnya pernah
IA lihat untuk merespon lingkungan. perilaku-perilaku yang ditiru terutama perilaku-perilaku
orang lain khususnya orang tua dan guru yang pernah ia lihat ketika orang itu merespon barang,
orang, keadaan, dan kejadian yang dihadapi pada masa lampau.

c. Tahap Konkret Operasional (7-11 tahun)

berakhirnya tahap perkembangan pra operasional tidak berarti berakhirnya pula tahap berpikir
inti yakni berpikir dengan mengandalkan Ilham seperti yang telah dicontohkan pada huruf b.
Menurut Piaget, tidak sedikit pemikiran orang dewasa yang juga menggunakan intuisi seperti
pemikiran pra operasional anak-anak. contohnya ialah ketika orang dewasa sedang berangan-
angan. perbedaan memang ada yakni orang dewasa dapat berpikir mengubah maju dan mundur
dari intelegensi intuitif ( kecerdasan ilhami) ke inteligensi operasional kognitif ( kecerdasan
akli), sedangkan anak anak belum bisa melakukannya.

dalam periode konkret operasional yang berlangsung hingga usia menjelang remaja anak
memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system of operation (satuan langkah berpikir).
kemampuan satuan langkah berpikir ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan
pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri. satuan
langkah berpikir anak terdiri atas aneka ragam Operation (tatanan langkah) yang masing-masing
berfungsi sebagai skema kognitif khusus yang merupakan perbuatan intern yang tertutup
(interiorized action) yang dapat dibolak-balik atau ditukar dengan operasi-operasi lainnya.
satuan langkah berpikir anak kelak akan menjadi dasar terbentuknya intelegensi intuitif.
intelegensi menurut Piaget bukan sifat yang biasa digambarkan dengan skor IQ it. intelegensi
adalah proses yang dalam hal ini berupa tahapan langkah operasional tertentu yang mendasari
semua pemikiran dan pengetahuan Manusia disamping merupakan proses pembentukan
pemahaman.

d. Tahap Formal Operasional (11- 15 tahun)

dalam tahap perkembangan formal operasional anak yang sudah menjelang atau sudah
menginjak masa remaja yakni usia 11 sampai 13 tahun akan dapat mengatasi masalah
keterbatasan pemikiran concrete operational seperti yang telah di singgung dalam uraian
sebelumnya. tahap perkembangan kognitif terakhir yang menghapus keterbatasan-keterbatasan
tersebut sesungguhnya tidak hanya berlaku bagi remaja hingga usia 15 tahun tetapi juga bagi
remaja dan bahkan orang dewasa yang berusia lebih tua. hal ini perlu dikemukakan sebab upaya
riset Piaget yang mengambil subjek anak dan remaja hingga usia 15 tahun itu dianggap sudah
cukup representative bagi usia selanjutnya.

Dalam perkembangan kognitif tahap akhir ini seorang remaja telah memiliki kemampuan
mengoordinasikan baik secara simultan atau serentak maupun berurutan 2 dalam kemampuan
kognitif yakni : (1). Kapasitas menggunakan hipotesis ;(2). Kapasitas menggunakan prinsip
prinsip abstrak.

3. Perkembangan Sosial dan Moral Siswa

Pendidikan ditinjau dari sudut psikososial adalah upaya penumbuhkembangan sumber daya
manusia melalui proses hubungan interpersonal atau hubungan antar pribadi yang berlangsung
dalam lingkungan masyarakat yang terorganisasi dalam hal ini masyarakat pendidikan dan
keluarga. berdasarkan Hal ini tentu tak mengherankan apabila seorang siswa sering
menggantungkan responnya terhadap pelajaran di kelas pada persepsi nya terhadap guru
pengajar dan teman-teman sekelasnya. positif atau negatifnya persepsi siswa terhadap guru dan
teman-temannya itu sangat mempengaruhi kualitas hubungan sosial para siswa dengan
lingkungan sosial kelasnya dan bahkan mungkin dengan lingkungan sekolahnya.
Dalam dunia psikologi belajar terdapat aneka ragam mazhab atau aliran pemikiran yang
berhubungan dengan perkembangan sosial. Diantara ragam mazhab, perkembangan sosial ini
yang paling menonjol dan layak dijadikan rujukan ialah, 1) aliran teori cognitive psychology
dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrance Kohlberg; 2) aliran teori social learning dengan
tokoh utama Albert Bandura dan R.H Walters. tokoh-tokoh psikologi tersebut telah banyak
melakukan penelitian dan pengkajian perkembangan sosial anak-anak usia sekolah dasar dan
menengah dengan penekanan khusus pada perkembangan moralitas mereka. maksudnya setiap
tahapan perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan perkembangan perilaku moral
yakni perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

a. Perkembangan Sosial dan Moral Versi Piaget dan Kohlberg

Pendekatan terhadap perkembangan sosial atau moral anak dalam aliran psikologi kognitif
lebih banyak dilakukan Kohlberg daripada oleh Piaget sendiri selaku tokoh utama
perkembangani. Namun, kohlbert mendasarkan teori perkembangan sosial dan moral nya pada
prinsip-prinsip dasar hasil temuan Piaget terutama yang berkaitan dengan prinsip perkembangan
moral.

Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan sama dengan perkembangan moral sebuah
perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial.
seorang siswa hanya akan mampu berperilaku sosial dalam situasi sosial tertentu secara memadai
apabila menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk situasi sosial tersebut.

Ada dua macam metode yang diaplikasikan untuk melakukan studi mengenai perkembangan
moral anak dan remaja yaitu:

1) Melakukan observasi terhadap sejumlah anak yang bermain kelereng dan menanyai
mereka tentang aturan yang mereka ikuti.
2) Melakukan tes dengan menggunakan beberapa kisah yang menceritakan perbuatan salah
dan benar yang dilakukan anak-anak, lalu meminta responden (yang terdiri atas anak-
anak dan remaja) untuk menilai kisah-kisah tersebut berdasarkan pertimbangan moral
mereka sendiri
Selanjutnya, pengikut Piaget, Lawrence kohlberg menemukan tiga tingkat perkembangan
moral yang dilalui manusia prayuwana, yuwana, dan pasca wuyana. setiap tingkat
perkembangan terdiri atas dua tahap perkembangan sehingga secara keseluruhan perkembangan
moral manusia terdiri dalam 6 tahap.

Alhasil menurut Kohlberg, perkembangan sosial dan moral manusia terdiri dalam tiga
tingkatan besar, yakni:

1) tingkat moralitas pra konvensional yaitu ketika manusia berada dalam fase perkembangan
prayuwana ( usia 4 - 10 tahun) yang belum menganggap moral sebagai kesepakatan
tradisi sosial.
2) tingkat moralitas konvensional yaitu ketika manusia menjelang dan mulai memasuki fase
perkembangan yuwana ( usia 10 - 13 tahun) yang sudah menganggap moral sebagai
kesepakatan tradisi sosial.
3) tingkat moralitas pasca konvensional yaitu ketika manusia telah memasuki fase
perkembangan Yuwana dan pascayuwana (usia 13 tahun keatas) yang memandang moral
lebih dari sekedar kesepakatan tradisi sosial.

b. Perkembangan sosial dan moral versi teori belajar sosial

Teori belajar social adalah sebuah teori belajar yang relative masih baru dibandingkan
dengan teori-teori belajar lainnya. Salah seorang tokoh tokoh utama teori ini adalah Albert
Bandura, seoran psikolog pada Universitas Stanfoord Amerika Serikat yang oleh banyak ahli
dianggap sebagai seorang behavioris masa kini yang moderat.

Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura meliputi hasil proses belajar social dan moral.
Menurut Bandura seperti yang dikutip Barlow (1985), sebagian besar dari yang dipelajari
manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Dalam
hal ini, seorang siswa belajar mengubah perilakunya sendiri melalui penyaksian cara orang atau
sekelompok orang mereaksi atau merespon sebuah stimulus tertentu. Siswa ini juga dapat
mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang
lain, misalnya guru atau orang tuanya.
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa
ditekankan pada perlunya :

1. Pembiasaan merespons (conditioning)


2. Peniruan (imitation)

BAB III KONSEP DASAR BELAJAR

A. ARTI PENTING BELAJAR


1. Arti Penting Belajar bagi Perkembangan Manusia

Banyak sekali-kalau bukan seluruhnya-bentuk-bentuk perkembangan yang terdapat dalam diri


manusia yang bergantung pada belajar antara lain misalnya perkembangan kecakapan berbicara.
Menurut fitrahnya, setiap bayi yang normal memiliki otensi untuk cakap berbicara seperti ayah
bundanya. Namun, kecakapan berbicara sang bayi itu takkan pernah terwujud dengan baik tanpa
upaya belajar walaupun proses kematangan per. embangan organ-organ mulutnya telah selesai.

2. Arti Penting Belajar bagi Kehidupan Manusia

Belajar juga memainkan peran penting dalam nemperta. hankan kehidupan sekelompok umat
manusia (bangsa) di tengah engah persaingan yang semakin ketat di antata bangsa- bangsa.
lainnya yang lebih dahulu maju kaena belajar. Akibat persaing in tersebut, kenyataan tragis bisa
pula terjadi karena belajaf. Contoh, tidak sedikit orang pintar yang tnenggunakan kepintarannya
untuk membuat orang lain terpuruk atau bahkan menghancurkan kehidupan orang tersebut.

B. BELAJAR, MEMORI, DAN PENGETAHUAN

1. Perspektif Psikologi

a. Pusat Memori dan Pengetahuan


Menurut Bruno (1987), memori ialah proses mental yang meliputi pengkodean, penyimpanan,
dan pemanggilan kemball informasi dan pengetahuan yang semuanya terpusat dalam otak.
Bagaimana hubungannya dengan belajar, dapat anda ketahui dari contoh berikut ini.

Menurut Best (1990), setiap informasi yang kita terima se- belum masuk dan diproses oleh
subsistem akal pendek (short term memory) terlebih dahulu disimpan sesaat atau tepatnya lewat
(karena hanya dalam waktu sepersekian detik) dalam tempat penyim- panan sementara yang
disebut sensory memory alias sensory register. yakni subsistem penyimpanan pada syarat indera
penerima informasi. Dalam dunia kedokteran subsistem ini lazim disebut syaraf sendori yang
berfungsi mengirim impuls-impuls ke otak.

Secara global, otak terdiri atas dua bagian besar, yakni 1) bagian atas yang disebut cortex atau
neocortex; 2) bagian bawah yang disebut medulla dan sekitarnya. Otak atas yang terdapat dalam
spesis makhluk yang berderajat tinggi seperti manusia bersifat dinamis dan potensinya dapat
dikembangkan seluas-luasnya dengan otak bawah (yang terdapat dalam spesis tinggi dan juga
persis rendah yakni kera, kucing, dan seterusnya) bersifat statis. kendatipun sitatnya statis,
namun otak bawah memiliki fungsi- ungsi dasar sebagai berikut:

1) Medulla, berfungsi mengendalikan pernatasan, penclanan, pencernaan, dan detak jantung

2) Cerebellm, bertungsi mengoordinasikan pelbagai gerakan. organ jasmani dan refleks-


refleks;

3) Thalamus, berungsi terutama sebagai stasiun penyambung (relay station) informasi motor
(berupa gerakan jastmaniah) dan informasi sensori (hasil penginderaan mata, telinga, dan
seterusnya) dari sub-sub bagian otak bawah ke otak atas (cortex);

4) Hypothalamus, berfungsi mengatur eksprest-ekspresi yang berasal dari dorongan-


dorongan dasar seperti dorongan rasa lapar dan dorongan seksual.

b. Ragam Memori dan Pengetahuan

Ditinjau dari sudut jenis informasi dan pengetahuan yang disimpan, memori manusia itu terdiri
atas dua macam yakni:
1) Semantic memory (memori semantik), yaitu memori khusus yang menyimpan arti-arti
atau pengertian-pengertian.

2) Episodic memory (memori episodik), yaitu memori khusus. yang menyimpan informasi
tentang peristiwa-peristiwa.

Menurut Reber (1988), dalam memori semantik informasi yang diterima ditransformasikan
dan diberi kode arti, lalu di- simpan atas dasar arti itu. Jadi, informasi yang kita simpan tidak
dalam bentuk aslinya, tetapi dalam bentuk kode yang memiliki arti. Seorang siswa yang
memiliki informasi hasil proses seman tik seperti itu akan dapat mempertahankan dan
mendayagu- nakannya dalam waktu yang lebih lama dan dalam situasi yang lebih kompleks.

Sebual pengetahuan yang kompleks (yang melibatkan banyak item intormasi), umpamanya
pengetahuan Ibnu mengenai kegiatan adiknya, Diny, dapat dinyatakan dalam sebuah kalimat,
"Diny membaca buku agama yang dibelinya kemarin”. Pengetahuan ini dalam memori ibnu
tersimpan dalam bentuk proposisi- proposisi sebagai berikut:

1. Diny membaca buku

2. Buku itu tentang agama

3. Diny membeli buku agama itu kemarin.

Selanjutnya, memori episodik adalah memori yang menerima dan menyimpan peristiwa-
peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang bertungsi
sebagai. referensi otobiografi, (Daehler dan Bukatko, 1985). Apa yang anda makan tadi pagi ke
mana anda pergi kemarin, dan peris- tiwa apa yang andn alami pada hari pertama menjadi
mahasiswia. atau guru dan sebagainya adalah contoh-contoh informasi yang tersimpan dalam
tnemori episodik anda.

c. Memori dan IQ (Intelligence Quotient)


Tak dapat diragukan lagi, bahwa antara memori dan IQ atau i tingkat kecerdasan seseorang
terdapat hubungan yang sangati erat dan tak mungkin dipisahkan. Oleh karenanya, sebagian
orang menganggap bahwa IQ itu adalah memori itu sendiri atau sebaliknya, memori adalah IQ.
Anggapan ini tidak sepenuhnya benar, tetapi juga tidak bisa dipandang keliru sama sekali karena
tinggi rendahnva IO itu memang berhubungan dengan kuat atau lemahnya memori seseorang.

Intelligence quotient (IQ) merupakan istilah baku dalam dunia psikologi yang kini, dalam
kajian psikologi kognitif sudah berkurang gaungnya karena tes-tes yang selama ini digunakan
sering tidak akurat dan tidak konsisten dengan kemampuan nyata sese- orang. Namun, sebagai
salah satu alternatif pengukuran, tes IQ hingga kini masih populer dan cukup layak untuk
memperkirakan (bukan memastikan!) tingkat kecerdasan orang.

Intelligence quotient (IQ) pada dasarnya merupakan sebuah ukuran tingkat kecerdasan yang
berkaitan dengan usia (Reber, 1989: 368), bukan kecerdasan itu sendiri. Secara harfiah,
intelligence quotient berarti hasil bagi inteligensi (skor yang dihasilkan dari pembagian sebuah
skor dengan skor lainnya yang berhubu ngan dengan kemampuan mental orang). Inteligensi
sendiri da lam perspektif psikologi memiliki arti yang beraneka ragam antaral lain yang paling
pokok adalah kemampuan menyesuaikan dir dengan situasi baru secara cepat dan efektif atau
kemampuan menggunakan konsep-konsep abstrak secara efekrif (Chaplin, 1972: 244). Dengan
demikian, inteligensi dapat disinonimkan dengan kecerdasan.

2. Perspektif Agama

a. Arti Penting Memori dan Pengetahuan

Dalam hal ini, system memori yang terdiri atas memori sensori, memori jangka pendek,
dan memori jangka panjang berperan sangat aktif dan menentukan berhasil atau gagalnya
seseorang dalam meraih pengetahuan dan keterampilan. Betapa pentingnya fungsi memori
dalam kaitannya dengan pengetahuan dapat kita ketahui setelah merenungkan konotasi arti
kata-kata dan mengikuti penafsiran Ibnu Katsir terhadap surat Al-Nahl:78 seperti terurai
sesudah ini.

b. Alat Psiko-Fisik untuk Belajar


Adapun ragan alat fisio psikis itu, seperti yang terungkap dalam beberapa firman Tuhan, adalah
sebagai berikut:

1. Indera penglihat (mata), yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi visual
2. Indera pendengar (telinga), yankni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi
verbal atau stimulus suara atau bunyi-buyian
3. Akal, yakni potensi kejiwaan manusia berupa system psikis yang kompleks untuk
menyerap, mengolah, menyimpan, dan memproduksi kembali item-item informasi dan
pengetahuan (ranah kognitif).

C. TEORI-TEORI POKOK BELAJAR

Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip
yang salng berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang
berkaitan dengan peristiwa belajar. Diantara sekian banyak teori yang berdasarkan hasil
eksperimen terdapat tiga macam yang sangat menonjol, yakni:

1. Connectionism (Koneksionisme)

Teori koneksionisme adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L.
Thorndike (1874 – 1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an.
Eksperimen Thorndike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untukmengetahui
fenomena belajar.

2. Classical Conditioning (Pembiasaan Klasik)

Teori pembiasaa klasik ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh
Ivan Pavlov (1849 – 1936), seorang ilmuan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah Nobel
tahun 1909. Pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan reflex baru
dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya reflex tersebut (Terrace, 1973).

Kata classical yang mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya
Pavlov yang dianggap paling dahulu di bidang conditioning (upaya pembiasaan) dan untuk
menbedakannya dari teori conditioning lainnya (Gleitman, 1986). Selanjutnya mungkin karena
fungsinya, teori Pavlov ini juga dapat disebut respondent conditioning (pembiasaan yang
dituntut).

Dalam eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan hubungan


antara conditioned stimulus (CS), unconditioned stimulus(UCS), conditioned response(CR),
unconditioned response (UCR). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respon yang
dipelajari, sedangkan respon yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun UCS berarti
rangsangan yang menimbulkan respon yang tidak dipelajari, dan respon yang tidak dipelajari iti
disebut UCR.

3. Operant Conditioning (Pembiasaan Perilaku Respons)

Teori pembiasan perilaku respons (operant conditioning) ini merupakan teori belajar yang
berusia paling muda dan masih. sangat berpengaruh di kalangan para ahli psikologi belajar masa
kini. Penciptanya bernama Burrhus Frederic Skinner (lahir ta- hun 1904), seorang penganut
behaviorisme yang dianggap kon roversial. Karya tulisnya yang dianggap baru/ terakhir berjudul
About Behaviorism diterbitkan pada tahun 1974. Tema pokokl ang mewarnai karya-karyanya
adalah bahwa tingkah laku itu erbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh
ingkah laku itu sendiri (Bruno, 1987).

Operant adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan yang dekat (Reber, 1988). Tidak seperti dalam respondent conditioning (yang
respons ya didatangkan oleh stimulus tertentu), respons dalam operant conditioning terjadi tanpa
didahului oleh stimulus, melainkan. oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu
sendiri sesungguhnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah
tespons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam
classical respondent Conditioning.

4. Contiguous Conditioning (Pembiasaan Asosiasi Dekat)


Teori belajar pembiasaan asosiasi dekat (contiguous condi- tioning) adalah sebuah teori
belajar yang mengasumsikan terjadi- nya peristiwa belajar berdasarkan kedekatan hubungan
antara stimulus dengan respons yang relevan. Contiguous conditioning sering disebut sebagai
teori belajar istimewa dalam arti paling sederhana dan efisien, karena di dalamnya hanya
terdapat satu prinsip, yaitu kontiguitas (contiguity) yang berarti kedekatan asu siasi antar
stimulus respons.

Menurut teori ini, apa yang sesungguhnya dipelajari orang, misalnya seorang siswa, adalah
reaksi atau respons terakhir yang muncul atas sebuah rangsangan atau stimulus. Artinya, setiap
peristiwa belajar hanya mungkin terjadi sekali saja untuk sela- manya atau sama sekali tak terjadi
(Reber, 1989: 153). Dalam pandangan penemu teori tersebut yakni Edwin R. Guthrie (1886-
1959), peningkatan berangsur-angsur kinerja hasil belajar yang lazim dicapai seorang siswa
bukanlah hasil dari pelbagai respons kompleks terhadap stimulus-stimulus sebagaimana yang
diyakini para behavioris lainnya, melainkan karena dekatnya asosiasi antara stimulus dengan
respons yang diperlukan.

5. Cognitive Theory (Teori Kognitif)

Teori psikologi kognitif adalah bagian terpenting dari sains kognitit vang telah memberi
kontribusi yang sangat berarti da- lam perkembangan psikologi belajar. Sains kognitif
merupakan himpunan disiplin yang terdiri atas: psikologi kognitif, ilmu-ilmu komputer,
linguistik, intelegensi buatan, matematika, epistemologi, dan neuropsychology (psikologi
syaraf).

Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental
manusia. Dalam pandangan para ahili kognitif, tingkah laku manusia yang tampak tak dapat
diukur dan. diterangkan tanpa melibatkan proses mental, yakni: motivasi, kesengajaan,
keyakinan, dan sebagainya.

Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan
peristiwa behavioral (yang ber sifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat behavioral
tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa. Secara lahiriah, seorang anak
yang sedang belajar membaca dan menulis, misalnya, tentu menggunakan perangkat jasmaniah
(dalam hal ini mulut dan tangan) untuk mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi,
perilaku mengucapkan kata-kata . dan menggoreskan pena yang dilakukan anak tersebut bukan
semata-mata respons atas stimulus yang ada, melainkan yang lebih penting karena dorongan
mental yang diatur oleh otaknya.

6. Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)

Teori belajar sosial yang juga masyhur dengan sebutan teor bservational learning, 'belajar
observasional/ dengan pengamatan tu (Pressly & McCormick, 1995: 216) adalah sebuah teori
belajar yang relatit masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Tokoh utama
teori ini adalah Albert Bandura, seorang psikolog pada Universitas Stanford Amerika Serikat,
yang oleh anyak ahli dianggap sebagai seorang behavioris masa kini yang moderat. Tidak
seperti rekan-rekannya sesama penganut aliran behaviorisme, Bandura memandang tingkah laku
manusia bukan sematamata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat
reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitit manusia itu
sendiri.

Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa
ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).

BAB IV KARAKTERISTIK, MANIFESTASI, DAN RAGAM BELAJAR

A. KARAKTERISTIK PERUBAHAN HASIL BELAJAR

Setiap perilaku belajar sellu ditandai oleh ciri ciri perubahan yang spesifik. Karakteristik perilaku
belajar ini dalam beberapa pustaka rujukan, antara lain psikologi pendidikan oleh Surya (1982),
disebut juga sebagai prinsip-prinsip belajar. Diantara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi
karakteristik perilaku belajar yang terpenting adalah :

1. Perubahan Intensional

Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktek yang
dilakukan dengan sengaja dan disadari, atu dengan kata lain bukan kebetulan.karak teristik ini
mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya perubahan dalam dirinya, seperti
penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap dan pandangan tertentu, keterampilan dan
seterusnya. Sehubungan dengn itu, perubahan yang diakibatkan mabuk, gila, dan lelah tidak
termasuk dalam karakteristik belajar, karena individu yang bersangkutan tidak menyadari atau
tidak menghendaki keberadaannya.

2. Perubahan Positif-Aktif

Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya baik,
bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perubahan tersebut
senantiasa merupakan penambahan, yakni diperolehnya sesuatu yang baru seperti pemahaman
dan keterampilan baru) ang lebih baik dari pada apa yang telah ada sebelumnya. Adapun
perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya seperti karena proses kematangan
(misalnya, bayi yang bias merangkak setelah bias duduk), tetapi karena usaha siswa itu sendiri.

3. Perubahan Efektif-Fungsional

Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif, yakni berhasil guna. Artinya,
perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu,
perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa ia relative menetap dan
setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan.
Perubahan fungsional dapat diharapkan memberi manfaat yang luas misalnya ketika siswa
menempuh ujian dan menyesuaikan diri dengan lingkungan kehidupan sehari-hari dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya.

B. MANIFESTASI PERILAKU BELAJAR

Dalam hal memahami arti belajar dan esensi perubahan karena belajar, para ahli sependapat
atau sekurang-kurangnya terdapat titik temu diantara mereka mengenai hal-hal yang principal.
Akn tetapi, mengenai apa yang dipelajari siswa dan bagaimana perwujudan atau manifestasinya,
agaknya masih tetap merupakan teka-teki yang sering menimbulkan silang pendapat yang cukup
tajam diantara para ahli itu.

1. Manifestasi Kebiasaan
Setiap siswa yang telah mengalami proses belajar, kebiasaan-kebiasaannya akan tampak
berubah. Menurut Burghardt (1973), kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan
kecenderungan respon dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. Dalam proses
belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses
penyusutan/pengurangan inilah, muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relative menetap
dan otomatis.

2. Manifestasi Keterampilan

Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang
lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya.
Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan
kesadaran yang tinggi. Dengan demikian, siswa yang melakukan gerakan motoric dengan
koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.

3. Manifestasi pengamatan

Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk
melalui indera-indera seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar seorang siswa akan
akan mampu mencapai pengamatan yang benar obyektif sebelum mencapai pengertian.

4. Manifestasi Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat

Secara sederhana, berfikir asosiatif adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu
dengan lainnya. Berpikir asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan anara
rangsangan dengan respon.

5. Manifestasi Berfikir Rasional dan Kritis

Berfikir rasional dan kritiss adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian
dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berfikir rasional akan menggunakan
prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan “bagaimana” dan
“mengapa”.

6. Manifestasi Sikap
Dalam arti yang sempit sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. Menurut Bruno
(1987), sikap adalah kecenderungan yangrelatif menetap untik bereaksi dengan cara baik atau
buruk terhadap orang atau barang tertentu.

7. Manifestasi Inhibisi

Secara ringkas, inhibisi adalah upaya pengurangan atau pen- cegahan timbulnya suatu
respons tertentu karena adanya proses. respons lain yang sedang berlangsung (Reber, 1988).
Dalam hal belajar, yang dimaksud dengan inhibisi ialah kesanggupan siswa untuk mengurangi
atau menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau melakukan tindakan lainnya
yang lebih baik ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya.

8. Manifestasi Apresiasi

Pada dasarnya, apresiasi berarti suatu pertimbangan (judgement) mengenai arti penting atau
nilai sesuatu (Chaplin, 1982). Dalam penerapannya, apresiasi sering diartikan sebagai
penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda-baik abstrak maupun konkret yang memiliki
nilai luhur. Apresiasi adalah gejala ranah afektif yang pada umumnya ditujukan pada karya-
karya seni budaya seperti, seni sastra, seni musik, seni lukis, drama, dan sebagainya.

9. Manifestasi Tingkah Laku Afekutif

Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan,
seperti takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainva. Tingkah
laku. seperti ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar. Oleh. karenanya, ia juga dapat
dianggap sebagai perwujudan perilaku belajar.

C. RAGAM-RAGAM BELAJAR

Dalam proses belajar dikenal adanya bermacam-macam kegiatan yang memiliki corak yang
berbeda antara satu dengan lainnya, baik dalam aspek materi dan metodenya maupun dalam
aspek tujuan dan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Keanekaragaman jenis belajar ini
muncul dalam dunia pendidikan sejalan dengan kebutuhan kehidupan manusia yang juga
bermacam-macam.
1. Ragam Abstrak

Belajar abstrak ialah belajar yang menggunakan cara-cara berpikir abstrak. Tujuannya
adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata.
Dalam mempelajari hal-hal yang abstrak diperlukan peranan akal yang kuat di samping
penguasaan atas prinsip, konsep, dan generalisasi. Termasuk dalam jenis ini misalnya belajar
matematika, kimia, kosmografi, astronomi, dan juga sebagian materi bidang studi agama seperti
tauhid.

2. Ragam Keterampilan

Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan getakan-gerakan motorik yakni


yang berhubungan dengan urat-urat syarat dan otot-otot/ neuromuscular. Tujuannya adalah mem
peroleh dan menguasai keterampilan jasmaniah tertentu. Dalam belajar jenis ini latihan-latihan
intensif dan teratur amat diperlukan. Termasuk belajar dalam jenis ini misalnya belajar olahraga,
musik, menari, melukis, memperbaiki benda-benda elektronik, dan juga sebagian materi
pelajaran agama, seperti ibadah salat dan haji.

3. Ragam Sosial

Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik
untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuannva adalah untuk menguasai pemahaman dan
kecakapan dalam memecahkan masalah-masalah sosial seperti masalah keluarga, masalah
persahabatan, masalah kelompok, dan masalah-masalah lain yang bersifat kemasyarakatan.

4. Ragam Pemecahan Masalah

Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar. menggunakan metode-metode


ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya ialah untuk
memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional,
lugas, dan tuntas. Untuk itu, kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep, prinsip-prinsip,
dan generalisasi serta insight (tilikan akal) amat diperlukan.

5. Ragam Rasional
Belajar rasional ialah belajar dengan menggunakan kemam- puan berpikir secara logis dan
sistematis (sesuai dengan akal sehat). Tujuannya ialah untuk memperoleh aneka ragam
kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep. Jenis belajar ini sangat erat
kaitannya dengan belajar pemecahan masalah. Dengan belajar rasional, siswa diharapkan
memiliki kemampuan rational problem solving, yaitu kemampuan memecahkan masalah dengan
menggunakan pertimbangan dan strategi akal sehat, logis, dan sistematis (Reber, 1988).

6. Ragam Kebiasaan

Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan


kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. belajar kebiasaan, selain menggunakan perintah, suri
teladan dan pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar
siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan. kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan
positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual).

7. Ragam Apresiasi

Belajar apresiasi adalah belajar mempertimbangkan (judgement) arti penting atau nilai suatu
objek. Tujuannya adalah agar siswa memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa.
(affective skills) yang dalam hal ini kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek
tertentu misalnya apresiasi sastra, apresiasi musik, dan sebagainya.

8. Ragam Pengetahuan

Belajar pengetahuan (studi) ialah belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam
terhadap objek pengetahuan tertentu. Studi ini juga dapat diartikan sebagai sebuah program
belajar terencana untuk menguasai materi pelajaran dengan melibatkan kegiatan investigasi dan
eksperimen (Reber, 1988). Tujuan belajar pengetahuan ialah agar siswa memperoleh atau
menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu yang biasanya lebih rumit
dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya, misalnya dengan menggunakan alat-alat
laboratorium dan penelitian lapangan.
B. BUKU PEMBANDING

IDENTITAS BUKU

1. Judul Buku : Psikologi Pendidikan


2. Penulis : Prof.Dr. Sri Milfayetty, S.Psi.,MS.Kons., DKK
3. Penerbit : PPs UNIMED
4. Tahun terbit : 2018
5. Cetakan : VII
6. Jumlah Halaman : iii + 204 halaman
7. ISBN : 978-602-8207-18-8
BAB III

PEMBAHASAN

A. BUKU UTAMA
 Kelebihan
a. Buku ini menggunakan pendahuluan sebelum memasuki pembahasan inti sari.
Dalam pendahuluan tersebut penulis buku ini memberi “Kiat Mempelajari Buku
Ini”.
b. Buku ini memuat rangkuman pada setiap akhir pembahasan per bab, sehingga
mempermudah pemahaman pembaca di dalam memahami buku ini.
c. Buku ini menggunakan indeks
d. Buku ini menggunakan banyak referensi lain, sehingga dapat meyakinkan
pembaca dalam penyampaian materi.

 Kekurangan
a. Salah satu kekurangan dari buku ini adalah tidak menggunakan gambar yang
dapat menarik minat baca para pembaca buku ini
b. Sebagian besar buku ini menggunakan kata-kata/kaliamt-kalimat yang sukar
sehingga pembaca tidak dapat apa yang dijelaskan buku ini.
c. Halaman sampul buku ini tidak menarik, sehingga tidak dapat menarik minat
pembaca untuk membaca buku ini.
B. BUKU PEMBANDING
 Kelebihan
a. Sama seperti buku utama, buku ini juga menyajikan pendahuluan. Tetapi
bedanya, pada buku utama menyajikan inti sari buku dan pada buku pembanding
menyajikan capaian pembelajaran, tujuan penyusunan buku, sistematika
penyusunan buku, dan pengorganisasian materi.
b. Setiap akhir bab buku ini menyajikan sepatah kata-kata inspirasi, sehingga
menarik minat baca.
c. Buku ini menyajikan tugas-tugas yang dapat dijawab oleh pembaca untuk
mendalami pemahaman isi buku
d. Buku ini menggunakan daftar pustaka pada akhir bab, sehingga pembaca mudah
mencari buku referensi tersebut

 Kekurangan
a. Buku ini masih banyak menggunakan kata-kata sukar yang dapat menghambat
pemahaman pembaca.
b. Buku ini tidak menggunakan gambar-gambar yang dapat menarik minat baca
pembaca
c. Cover buku ini juga kurang menarik warna dan gambarnya
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Belajar adalah syarat mutlak untuk membuat orang pandai dalam semua hal, baik dalam hal
ilmu pengetahuan maupun dalam hal bidang keterampilan atau kecakapan Seorang bayi
misalnya, dia harus belajar berbagai kecakapan terutama sekali kecakapan motorik seperti belajar
menelungkup, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita melakukan banyak kegiatan yang sebenarnya merupakan
“gejala belajar” dalam arti mustahillah melakukan kegiatan itu kalau kita tidak belajar terlebih
dahulu. Misalnya, kita mengenakan pakaian, menggunakan alat-alat makan, berkomunikasi satu
sama lain dalam bahasa nasional, kita bertindak sopan, kita menghormati atasan, kita
mengemudikan kendaraan bermotor, dan lain sebagainya. Gejala-gejala belajar semacam itu
terlalu banyak untuk disebutkan satu-persatu, karena jumlahnya ribuan, namun mengisi
kehidupan sehari-hari.

Belajar merupakan kegiatan manusia untuk merubah dirinya dari ketidak tahuan menjadi
tahu, dari ke samaran menjadi jelas, dan tentunya dalam proses pelaksanaan belajar tidak akan
terlepas dari pengaruh-pengaruh yang datang sebagai stimulus yang dapat merangsang cepat atau
lambatnya bahkan berhasil atau tidaknya sebuah proses belajar

B. SARAN

Dalam penyusunan tugas Critical Book Report ini saya menyadari bahwa masih banyak
kesalahan baik dalam penyampaian maupun dalam segi susunan kalimat dan tata bahasa dalam
format penulisan. Maka dari itu, saya mengharapkan saran dan kritik dari semua pembaca agar
laporan ini dapat sebagai pertimbangan pada tugas-tugas berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Syah, Muhibbin.2006. Psikologi Belajar.Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada

Milfayetty,Sri.,DKK. 2018.Psikologi Pendidikan.Medan: PPs UNIMED

Anda mungkin juga menyukai