Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ETIKA PROFESI DAN PERUNDANG-UNDANGAN

“MACAM-MACAM HUKUM&PENTINGNYA LANDASAN HUKUM


DALAM PRAKTIK PROFESI”

Dosen Pembimbing : Summy Dwi Antono,S.Kep.Ns., M.Kes

DISUSUN OLEH :

No. Nama Mahasiswa NIM


1. Ninne Gerdha F P17321181001
2. Pepsilia Fransiska P17321181003
3. Yustina Dewi A P17321183018
4. Rike Puspitasari P17321183035
5. Victoria Adelina K P17321183038

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI

1
TAHUN 2019/2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepadat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Etika Profesi dan Perundang-undangan ini
dengan tepat waktu yang berjudul “Macam-macam Hukum”.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapat banyak bantuan oleh
berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Summy Dwi Antono, S.Kep.Ns.,M.Kes selaku dosen mata kuliah Etika Profesi dan
Perundan-undangan yang telah memberikan tugas makalah dan bantuan dalam
penyelesaian makalah ini.
2 Teman-teman tingkat II yang telah memberikan motivasi dan saran-saran dalam
penyelesaian makalah ini.
3.  Orang tua kami yang tidak pernah lelah memberikan motivasi dan doa dalam
penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Besar harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai informasi
ataupun pengetahuan bagi pembaca dan dapat menjadi literatur guna membantu
mahasiswa dalam belajar mata kuliah Etika Profesi dan Perundangan-undangan.

Kediri, 30 Agustus 2019

2
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Macam-macam Hukum 5
2.2 Pentingnya landasan hukum dalam praktik profesi 10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan 14
3.2 Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu Hukum adalah kumpulan pengetahuan tentang hukum yang telah dibuat
sistematikanya. Filosofis dasarnya adalah bahwa manusia adalah makhluk hidup yang
mempunyai rasa, karsa dan karya, akal dan perasaan. Manusia adalah makhluk social
yang selalu akan berhubungan atau memerlukan manusia lainnya dan dikodratkan
untuk selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Manusia dengan keunikan
sendiri-sendiri berpotensi untuk konflik, karena itu membutuhkan apa yang disebut
sebagai nilai. Nilai adalah suatu yang berharga untuk diwujudkan. Untuk
mewujudkan nilai diperlukan pedoman yang disebut sebagai kaidah atau norma.
Kumpulan kaidah atau norma disebut sebagai peraturan. Peraturan terdiri dari
peraturan tertulis dan tidak tertulis, peraturan sosial dan eksakta. Kumpulan peraturan
hukum disebut sebagai hukum.Hukum diperlukan untuk mewujudkan keadilan.
Keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Hukum
bertujuan untuk memberikan pengayoman bagi manusia. Hukum juga bertujuan
untuk mewujudkan apa yang berguna atau berfaedah bagi orang yakni mewujudkan
kebahagiaan sebanyak – banyaknya.
(Heni Puji Wahyuningsih,2008:153)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja macam-macam Hukum ?
2. Bagaimana pentingnya landasan hukum dalam praktik profesi ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami macam-macam hukum
2. Mampu memahami pentingnya landasan hukum dalam praktik profesi

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Macam-macam Hukum

Macam – macam hukum adalah sebagai berikut :

1. Hukum Perdata
a. Hukum Perdata adalah kumpulan peraturan hukum yang berisi aturan
yang mengatur hubungan hukum antara subjek hukum dengan subjek
hukum
b. Subjek hukum bisa pribadi dan badan hukum.
c. Badan hukum adalah subjek hukum karena diakui oleh hukum,Dengan
akta pendirian dan didaftarkan di Departemen Kehakiman.
d. Hukum keluarga, hukum dagang, hukum waris dan hukum harta kekayaan
dan hukum perikatan termasuk hukum perdata.
(Heni Puji Wahyuningsih, 2008: 154)
2. Hukum Pidana
Hukum Pidana adalah kumpulan peraturan yang berisi aturan tentang
hukuman (Straft). (Heni Puji Wahyuningsih, 2008: 155)
3. Hukum Tata Negara
a. Hukum Tata Negara adalah kumpulan peraturan yang berisi aturan tentang
tata negara, termasuk hukum publik.
b. Terdiri dari Undang-Undang Dasar, peraturan-peraturan lain yang
mengatur tentang lembaga negara, PEMILU, pemilihan Kepala Daerah.
(Heni Puji Wahyuningsih, 2008: 155)
4. Hukum Tata Usaha Negara
a. Hukum Tata Usaha Negara adalah kumpulan peraturan yang berisi
pengaturan tentang tata usaha (administrasi) negara, termasuk hukum
publik.

5
b. Terdiri dari Undang-Undang Kepegawaian termasuk pula kewenangan
dari pemerintah dan peraturan tentang Good Governance.
c. Hukum Internasional terdiri hukum perdata internasional dan hukum
publik internasioanal. (Heni Puji Wahyuningsih, 2008: 155)
5. Hukum Publik Internasional
a. Mengatur hubungan hukum antar negara
b. Perjanjian Internasional, Konvensi Internasional, Traktat
c. Menjadi hukum positif, apabila dilakukan ratifikasi dan menjadi undang
-undang nasional.
d. Selama belum diratifikasi dapat menjadi sumber hukum saja, tidak
mengikat.
e. UU tentang penghapusan kekerasan terhadap wanita dasarnya adalah
konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap perempuan. (Heni Puji Wahyuningsih,2008:155)
6. Hukum Persata Internasional
a. Hukum Perdata Internasional adalah kumpulan peraturan hukum yang
mengatur hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum dimana
salah satu pihak adalah asing.
b. Apabila terdapat pihak asing sebagai salah satu pihak dalam perjanjian
c. Hukum yang digunakan tergantung dari pihak yang terikat didalam
perjanjian.
d. Penyelesaian perselisihan juga tergantung dari apa yang ditetapka didalam
perjanjian
e. Tempat penyelesaian sengketa juga ditentukan oleh para pihak yang
terikat dalam perjanjian.
f. Asas Kebebasan berkontrak menjadi dasar dari perjanjian (Heni Puji
Wahyuningsih, 2008: 156)

7. Hukum Adat
a. Hukum adat adalah istilah yang diberikan oleh Van Vollenhoven.

6
b. Masyarakat adat mengenalnya sebagai “Adat”
c. Dibagi menjadi 19 lingkaran hukum adat
d. Disebut juga sebagai hukum kebiasaan, dan hukum tidak tertulis
e. Tidak tertulis, sanksi diberikan oleh kepala adat
f. Tumbuh dan hidup didalam masyarakat adat
g. Tidak diakui sebagai hukum positif, kecuali diatur melalui peraturan
perundang-undangan.
h. Kehilangan kekuatan mengikat kecuali didalam hukum perkawinan
terdapat beberapa ketentuan adat yang diambil, sebagai missal tentang
harta benda perkawinan.
i. Perkembangan hukum nasional ke arah hukum yang modern,
menyebabkan kaidah-kaidah adat kehilangan tempatnya.
j. Hukum waris bagi masyarkat adat masih berlaku, namun juga telah
kehilangan tempat. Karena hukum waris islam, semakin banyak dianut.
( Heni Puji Wahyuningsih, 2008: 156)

Hukum Berdasarkan Bentuk kaidahnya

1. Hukum tertulis
Kaidah-kaidah hukum yang dinyatakan dengan tegas dalam bentuk
perundang-undangan tertulis dan ditetapkan oleh badan atau lembaga
berwenang. Contohnya, Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapkan MPR,
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dll. (Suyarni Soepardan & Dadi
Anwar, 2008: 116)
2. Hukum Tidak Tertulis
Kaidah-Kaidah hukum yang dalam kenyataannya diterima, diakui, dan
mengikat masyarakat, tidak dituangkan secara tertulis. Kaidah hukum ini
biasanya tumbuh dari kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat dan diterima
oleh masyarakat sebagai hukum. Contohnya, hukum adat di Indonesia.
(Suryani Soepardan & Dadi Anwar, 2008: 116)

7
Hukum berdasarkan sifat dan kekuatan sanksinya

1. Kaidah Hukum yang memaksa


Kaidah hukum yang berisi ketentuan-ketentuan hukum yang dalam
keadaan apapun pada kenyataanya, tidak dapat dikesampingkan melalui
perjanjian individual yang dibuat oleh berbagai pihak. Kaidah hukum
semacam ini dalam keadaan apapun harus ditaati dan daya ikatnya bersifat
mutlak. Contohnya, menurut pasal 80 UU No.23 tahun 1992 tentang
kesehatan.
“Barang siapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarkat untuk
menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan yang tidak berbentuk badan
hukum dan tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan
ketentuan tentang jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat,sebagai
mana dimaksud dalam pasal 66 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak
Rp.500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah)”. (Suyarni Soepardan &
Dadi Anwar, 2008: 117)
2. Kaidah Hukum yang mengatur
Kaidah Hukum yang dalam kenyataannya dapat dikesampingkan oleh
para pihak dengan memuat ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan khusus
dalam perjanjian yang mereka adakan sendiri. Kaidah hukum semacam ini
baru akan berlaku (sehingga akan memaksa). Jika para pihak tidak
menetapkan peraturan sendiri dalam perjanjian yang mereka adakan.
Contohnya, dalam perjanjian jual beli, menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Pada saat penjual menyerahkan barang, saat itulah
pemebeli seharusnya membayar biaya barangnya, akan tetapi dalam
praktiknya, kedua pihak dapat saja mengaturnya dengan cara berbeda
sesuai kebutuhan seperti barang dapat diserahkan kepada pembeli,
walaupun pembayaran dilakukan secara berangsur. (Suryani Soepardan
& Dadi Anwar, 2008: 117)

8
Hukum Berdasarkan Isi Kaidahnya

1. Hukum Publik
Menurut Prof. Bellefroid, hukum publik adalah kaidah hukum yang
mengatur ketata negaraan, khususnya yang menyangkut badan atau
lembaga negara yang menjalankan tugas dan wewenangnya; perwujudan
hukuman hukum antara pemerintah dan masyarakat; perwujudan
hubungan hukum anatar lembaga negara atau pemerintah. Prof. Van
Apeldorn berpendapat bahwa Hukum Publik adalah kaidah hukum yang
mengatur kepentingan umum. (Suryani Soepardan & Dadi Anwar, 2088:
117)
2. Hukum Privat
Menurut Prof Bellefroid Hukum Privat adalah kaidah hukum yang
mengatur tata tertib masyarakat, khususnya yang mengatur hubungan
keluarga; pengurusan kekayaan pribadi; hubungan-hubungan antar
individu atau perorangan dan masyarakat; hubungan yang menyangkut
masyarakat dengan pemerintah atau negara. (Suryani Soepardan & Dadi
Anwar. 2008: 118)

Hukum Berdasarkan Fungsi Kaidahnya

1. Kaidah Hukum Material


Kaidah hukum yang mengatur tentang isi hubungan anatar manusia atau yang
menetapkan perbuatan atau tingkah laku apa yang diharuskan / dilarang /
diperbolehkan termasuk akibat hukum dan hukuman bagi pelanggarnya.
Contohnya, ketentuan hukum dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana /
KUHP dan Perdata / KUH Perdata atau KUH Dagang. (Suryani Soepardan &
Dadi Anwar. 2008: 118)
2. Kaidah Hukum Formal
Kaidah Hukum yang mengatur tata cara yang harus ditempuh dalam
mempetahankan atau menegakkan kaidah-kaidah hukum material, khususnya

9
dalam upaya penyelesaian perselisihan dengan bantuan hakim atau
pengadilan. Contohnya, kaidah-kaidah hukum dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana ( KUHAP ) dan KUH Perdata. (Suryani Soepardan &
Dadi Anwar. 2008: 118)

2.2 Pentingnya Landasan Hukum praktik profesi kebidanan

Pada dasarnya hukum merupakan cerminan nilai-nilai yang berlaku


dimasyarakat dan memegang nilai-nilai secara konsisten merupakan tindakan yang
etis , sehingga antara hukum dan etika juga memiliki keterkaitan.Digunakan sebagai
pedoman bagi Bidan dalam menjalankan tugas profesinya.

Tujuan :
1. Menjamin pelayanan yang aman dan berkualitas.
2. Sebagai landasan untuk standarisasi dan perkembangan profesi.
(Supriadi, 2008: 93)

Landasan Hukum praktik profesi kebidanan

1. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Tugas Dan Tanggung Jawab


Tenaga Kesehatan (Heni Puji Wahyuningsih, 2005: 137)
Pada peraturan pemerintah ini berisikan tanggung jawab dan tugas tenaga
kesehatan termasuk di dalamnya tenaga bidan :

Tenaga Kesehatan
Pasal 50
Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan
sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang
bersangkutan.
Ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga kesehatan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah

10
Kesehatan Keluarga
Pasal 12
Kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga sehat, kecil,
bahagia, dan sejahtera.
Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kesehatan
suami istri, anak, dan anggota keluarga lainnya.

Pasal 13
Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran dalam rangka
menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis.
Pasal 14
Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa prakehamilan, kehamilan,
persalinan, pasca persalinan dan masa di luar kehamilan, dan persalinan

Pasal 15
Dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat
dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya. (Marimbi Hanum, 2006:138)

2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 900/


Menkes/SK/VII/2002 Tentang Registrasi Dan Praktik Bidan. (Marimbi Hanum,
2006:139)

11
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
369/Menkes/Sk/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan. Bidan merupakan suatu
profesi yang selalu mempunyai ukuran atau standar profesi . Standar profesi bidan
yang diatur dalam Kepmenkes RI No.369/Menkes/SK/III/2007 yang berisi
mengenai latar belakang praktik kebidanan, berbagai definisi dalam pelayanan
kebidanan, falsafah kebidanan, paradigma kebidanan, ruang lingkup pelayanan
kebidanan, kualifikasi pendidikan bidan , standar kompetensi bidan, standar
pendidikan bidan, standar pendidikan berkelanjutan bagi bidan, standar pelayanan
kebidanan, standar praktik kebidanan dank ode etik bidan Indonesia. (Marimbi
Hanum, 2006:140)
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/149/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
(Marimbi Hanum, 2006:140)
5. Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 Tentang Ijin dan
Penyelenggaraan Praktek Bidan. (Marimbi Hanum, 2006:140)

Hubungan Perikatan antara bidan dengan pasien termasuk dalam kategori


perikatan ikhtiar . Bidan berupaya semaksimal mungkin , sebagai contoh perikatan
atas dasar perjanjian adalah ketika pasien dating ke tempat praktik bidan untuk
memperoleh pelayanan kebidanan , maka perikatan yang terjadi atas dasar perjanjian .
(Heni Puji Wahyuningsih, 2005: 162)
Sebagai contoh kasus yang lain mengenai perikatan antara bidan dengan pasien
adalah ketika di suatu tempat umum tiba-tiba ada ibu hamil yang akan melahirkan ,
ada seorang bidan diantara sekian banyak orang yang ada ditempat tersebut, maka
secara hokum bidan tersebut mempunyai kewajiban menolong ibu yang akan
melahirkan tersebut. Apabila bidan tersebut tidak menolong, berarti melakukan
perbuatan melawan hukum , melanggar hak orang lain , tidak melaksanakan
kewajiban. Karena tidak melakukan kewajiban berarti perbuatan melawan hukum.
Menurut pasal 1365 KUH Perdata Bahwa tiap perbuatan melawan hukum , yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya

12
menerbitkan kerugian itu atau mengganti kerugian tersebut . (Heni Puji
Wahyuningsih, 2005: 162)
Perikatan bidan dengan rumah sakit adalah dalam hubungan ketenagakerjaan ,
yaitu terbentuk hubungan antara rumah sakit sebagai pemberi kerjaan dan bidan
sebagai penerima kerja. Berlaku ketentuan tentang ketenagakerjaan (UU No.
13/2003) . Rumah sakit mempunyai tanggung jawab untuk membayar gugatan ganti
rugi. Bidan sebagai profesi dalam melakukan pekerjaannya , tunduk pada hukum,
standar profesi dan etika profesi. Sebaiknya perlu dibuat perjanjian khusus karena
menyangkut pekerjaan bidan diruang tertentu dengan sistem shift. (Heni Puji
Wahyuningsih, 2005: 163)

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada peraturan pemerintah ini berisikan tanggung jawab dan tugas tenaga
kesehatan .Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran dalam
rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis. Tenaga kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga
kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang
bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.

3.2 Saran
Jika terdapat kekurangan dalam hal penyajian makalah ini dan dalam hal
penyusunan kata-kata yang kurang efektif penulis mohon kritik dan saran yang
berguna bagi penulisan makalah selanjutnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih, Heni Puji. 2008. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya


Puji, Heni . 2005. Etika Profesi Kebidanan Sebuah Pengantar. Yogyakarta:
Fitramaya.
Soepardan, Suryani. 2005. Etika Kebidanan & Hukum Kesehatan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Supriadi. 2008. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika
Hanum, Marimbi. 2006. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan. Jakarta: Kedokteran
EGC.

15

Anda mungkin juga menyukai