Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. P
Usia : 40 tahun
Alamat : Kp. Kebon Kembang RT 004 / RW010
Kel. Sriwedari, Kec. Gunung Puyuh

Status Kawin : Menikah


Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal Masuk RS : 2 -11- 2018

Tanggal Keluar RS : 7- 11- 2018

1.2 Anamnesis
1. Keluhan utama : Sesak
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak ± 10 hari sebelum masuk rumah
sakit, sesak dirasakan semakin parah setiap harinya. Pasien juga mengatakan
sesak disertai dengan nyeri di dada terutama di dada bagian kanan bawah dan
bertambah parah ketika sedang bernafas dalam. Keluhan tersebut tidak
dipengaruhi oleh kegiatan ataupun aktivitas.
Pasien juga mengatakan badan terasa demam dan nyeri ulu hati, juga mual tanpa
disertai muntah, nafsu makan menurun.
3. Riwayat penyakit dahulu :
 Pasien menyangkal pernah mengalami

 kejadian serupa Diabetes Melitus disangkal,

 Hipertensi disangkal

 Pengobatan TB disangkal

4. Riwayat kebiasaan : Aktivitas fisik rutin, Olahraga jarang dilakukan,


merokok -
5. Riwayat pengobatan : Tidak ada Riwayat Pengobatan TB
6. Riwayat keluarga : tidak ada riwayat keluarga yang memiliki penyakit
serupa
7. Riwayat sosial : Tetangga pasien ada yang menderita serupa.
1
1.3 Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
 GCS : E4M6V5, Compos Mentis
 TTV : Nadi : 89 x/menit
TD : 100/60mmHg

Suhu : 36,8 0C

Respirasi : 24 x/menit

 Kepala : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-


 Leher : KGB (-) tidak teraba.
 Toraks
Paru
Inspeksi = Bentuk : simetris
= Retraksi sela iga : (+), flail chest -, jejas -
Palpasi = Pergerakan : Simetris
Perkusi = Suara ketok : redup di bagian paru kiri
Auskultasi = Suara tambahan : wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
Inspeksi = Iktus cordis: tidak tampak
Palpasi = Iktus cordis: teraba, tidak kuat angkat
Thrill: tidak didapat
Perkusi = Batas atas: ICS II sinistra
Batas kanan: ICS III-IV Parasternal line dextra
Batas kiri: ICS V, 1 cm lateral MCL sinistra
Auskultasi = S1, S2 tunggal
Murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi = Supel, datar
Auskultasi = Bising usus (+) normal
Palpasi = Defans muscular (-), Nyeri tekan (-)
Perkusi = Timpani
 Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema pretibial -/-

2
Foto X Ray Thorax

GAMBAR 1.1 Foto X-Ray Thorax PA Pasien

1.4 Diagnosis
Dyspepsia Syndrome
Hidrothorax paru ec Tb Paru aktif dd malignancy

1.5 Tatalaksana
 IFVD RL 1500cc/24 jam
 Inj OMZ 1x40mg
 Inj Ondansentrone 2x4mg
 Sucralfat Syr 3x I C
 Levofloxacin 1x500mg
 Paracetamol 3x500mg
 Cefixime 2x100mg
 Azytromicin 1x500mg
 Konsul Ke Sp.P

3
1.6 Follow Up
1. Hari Perawatan Ke-1 : Tanggal 2 November 2018
Subjektif Objektif Diagnosis Penatalaksanaan
Kerja
Sesak  Pemeriksaan Dyspepsia  IFVD RL 1500cc/24
fisik sesuai Syndrome, jam
02/11/ laporan 1.3 Hidrothorax  Inj OMZ 1x40mg
2018 paru ec Tb  Inj Ondansentrone
TD : 110/70 Paru aktif dd 2x4mg
R : 21 malignancy  Sucralfat Syr 3x I C
N : 89  Levofloxacin
S : 36,5°C 1x500mg
 Paracetamol 3x500mg
 Cefixime 2x100mg
 Azytromicin
1x500mg

2. Hari Perawatan Ke-2 : Tanggal 3 November 2018


Subjektif Objektif Diagnosis Penatalaksanaan
Kerja
Sesak  Pemeriksaan Dyspepsia  IFVD RL 1500cc/24
fisik sesuai Syndrome, jam
laporan 1.3 Hidrothorax  Inj OMZ 1x40mg
03/11/
paru ec Tb  Inj Ondansentrone
2018 TD : 110/70 Paru aktif dd 2x4mg
R : 20 malignancy  Sucralfat Syr 3x I C
N : 70  Levofloxacin
S : 36,5°C 1x500mg
 Paracetamol 3x500mg
 Cefixime 2x100mg
 Azytromicin
1x500mg

4
3. Hari Perawatan Ke-3 : Tanggal 4 November 2018
Subjektif Objektif Diagnosis Penatalaksanaan
Kerja
Sesak  Pemeriksaan Dyspepsia  IFVD RL 1500cc/24
fisik sesuai Syndrome, jam
laporan 1.3 Hidrothorax  Inj OMZ 1x40mg
04/11/ paru ec Tb  Inj Ondansentrone
2018 TD : 120/70 Paru aktif dd 2x4mg
R : 20 malignancy  Sucralfat Syr 3x I C
N : 76
 Levofloxacin
S : 36,4°C
1x500mg
 Paracetamol 3x500mg
 Cefixime 2x100mg
 Azytromicin
1x500mg

4. Hari Perawatan Ke-4 : Tanggal 5 November 2018


Subjektif Objektif Diagnosis Penatalaksanaan
Kerja
Sesak  Pemeriksaan Dyspepsia  IFVD RL 1500cc/24
fisik sesuai Syndrome, jam
05/11/ laporan 1.3 Hidrothorax  Inj OMZ 1x40mg
2018 paru ec Tb  Sucralfat Syr 3x I C
TD : 110/70 Paru aktif dd  Levofloxacin
R : 21 malignancy 1x500mg
N : 89  Paracetamol 3x500mg
S : 36,5°C  Cefixime 2x100mg
 Azytromicin
1x500mg

5. Hari Perawatan Ke-5 : Tanggal 6 November 2018


Subjektif Objektif Diagnosis Penatalaksanaan
Kerja
Sesak  Pemeriksaan Dyspepsia  IFVD RL 1500cc/24
fisik sesuai Syndrome, jam
laporan 1.3 Hidrothorax  Inj OMZ 1x40mg
06/11/
paru ec Tb  Sucralfat Syr 3x I C
2018 TD : 110/70 Paru aktif dd  Levofloxacin
R : 20 malignancy 1x500mg
N : 70  Paracetamol 3x500mg
S : 36,5°C  Cefixime 2x100mg
 Azytromicin
1x500mg
 Konsul Sp.P

5
6. Hari Perawatan Ke-6 : Tanggal 7 November 2018
Subjektif Objektif Diagnosis Penatalaksanaan
Kerja
Sesak  Pemeriksaan Efusi Pleura  USG thorax
fisik sesuai + TB Paru  Cek Sputum BTA
laporan 1.3  Pungsi Pleura
07/11/ sebanyak 1500cc
2018 TD : 120/70 warna
R : 20 xeroxantrokrom
N : 76
 Rimfapisin 1x450mg
S : 36,4°C
 Tb vit 1x1 tab
 Etambutol 1x2 tab
 Pirazinamid 1x2 tab
 Besok Boleh Pulang

6
1.7 Prognosis
 Quo ad vitam : ad bonam
 Quo ad functionam : ad bonam
 Quo ad sanationam : ad bonam
1.8 Resume
Seorang Perempuan 40 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak ±
10 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan semakin parah setiap harinya.
Pasien juga mengatakan sesak disertai dengan nyeri di dada terutama di dada
bagian kiri bawah dan bertambah parah ketika sedang bernafas dalam. Keluhan
tersebut tidak dipengaruhi oleh kegiatan ataupun aktivitas. Pasien juga
mengatakan badan terasa demam dan nyeri ulu hati juga mual dan muntah, nafsu
makan menurun.
Dari Pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dan status generalis
dalam batas normal. Hasil Laboratorium darah tidak menunjukan hal yang
menunjang diagnosis. Hasil Foto polos Thorax PA menunjukan adanya gambaran
hydrothorax peru kiri ec. Tb Paru aktif.
Berdasarkan hasil tersebut, pasien dirawat atas indikasi evaluasi keluhan
pasien dan tatalaksana / tindakan selanjutnya. Pasien dirawat dengan terapi infus
RL 20 Tpm, inj. Omeprazole 1x40mg, Inj, Ondansentrone 2x4mg, Sucralfat 3Xic,
Levofloxacin 1x500mg, Cefixime 2x100mg, azytromicin 1x500mg, dan
selanjutnya dikonsul ke dokter spesialis paru.
Pasien dilakukan pungsi pleura pada tanggal 7 November 2018 dengan hasil
±1500cc cairan berwarna xeroxantokrom. Pasien diperbolehkan pulang tanggal 8
November 2018 selanjutnya kontrol rutin ke poli paru RS Bhayangkara Setukpa,
Sukabumi.

7
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang
diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura.
Efusi pleura selalu abnormal dan mengindikasikan terdapat penyakit yang
mendasarinya. Efusi pleura dibedakan menjadi eksudat dan transudat berdasarkan
penyebabnya. Rongga pleura dibatasi oleh pleura parietal dan pleura visceral.1
Cairan efusi dapat berbentuk cairan transudat atau eksudat. Dalam keadaan
normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit adalah transudat. Transudat terjadi
apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik.
menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan
melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya.2
Didalam rongga pleura teradapat ± 5 ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura visceralis. Cairan ini
dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatis,
tekanan koloid, dan daya tarik elastis. Terkumpulnya cairan di rongga pleura
disebut dengan efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan
absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan
osmotik, peningkatan tekanan vena (gagal jantung).3
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan global dengan
perkiraan 1,4 juta kematian dan 8,7 juta kasus baru pertahun yang dilaporkan pada
tahun 2011. TB paru sering bermanifestasi ke organ-organ lain selain paru.
Manifestasi ke pleura berupa pleuritis TB atau efusi pleura TB merupakan salah
satu manifestasi TB ekstra paru sekitar 15% kasus. Efusi pleura TB hampir selalu
eksudat. Diagnosis efusi pleura TB ditegakkan dengan menemukan basil
Microbacterium tuberculosis (M.Tb) pada cairan pleura dan gambaran granuloma
pada spesimen biopsi pleura.4

8
1.2 Tujuan dan Kegunaan Laporan Kasus
Tujuan dari pembuatan laporan kasus adalah untuk mengetahui diagnosis
dan tatalaksana pada Efusi Pleura.
Kegunaan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk menambah
wawasan penulis mengenai cara mendiagnosis dan cara penatalaksanaan yang
baik pada Efusi Pleura.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan
pleura parietalis. Membran pleura merupakan membran serosa mesenkimal yang
berpori-pori, tempat sejumlah kecil cairan interstitial bertransudasi secara terus-
menerus ke dalam ruang pleura. Cairan ini membawa protein jaringan, yang
memberi sifat mukoid pada cairan pleura, sehingga memungkinkan pergerakan
paru berlangsung dengan sangat mudah.5

GAMBAR 2.1 Anatomi Pleura

Efusi pelura adalah suatu kondisi kesehatan dimana jumlah kelebihan


cairan (baik dalam bentuk transudate ataupun eksudat) sehingga terakumulasi
secara abnormal / berkumpul di rongga pleura. Hal ini membatasi kemampuan
paru-paru dalam berkembang dan mengempis sehingga menyebabkan kesulitan
untuk bernafas. Kondisi ini merupakan kondisi yang selalu abnormal dan
mengindikasikan terdapat penyakit yang mendasarinya.1,2,3,5,6

10
GAMBAR 2.2 Efusi Pleura

Menurut World Health Organization (WHO), efusi pleura merupakan


suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa. Secara geografis penyakit ini
terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang
sedang berkembang termasuk Indonesia.9

2.2 Epidemiologi dan etiologi


Masih sedikit penelitian dan survey yang telah dilakukan. Namun, beberapa studi
menuliskan bahwa estimasi angka kejadian efusi pleura adalah 320 dari 100.000
kasus di negara industri di mana persebaran etiologi tergantung dari prevalensi
penyakit yang mendasarinya. Di Amerika Serikat sendiri, insiden efusi pleura
diestimasi mencapai 1,5 juta per tahun. Di Indonesia, belum ada data nasional
yang menggambarkan prevalensi efusi pleura. Namun, beberapa studi telah
dilakukan oleh beberapa rumah sakit. Hasil catatan medis di RS Dokter Kariadi
Semarang jumlah prevalensi penderita efusi pleura untuk wanita 66,7.% dan laki-
laki 33,3%. Studi lain di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011 dengan
136 kasus menunjukan prevalensi wanita 34,6% dan laki-laki 65,4%.7

Frekuensi penyebab efusi pleura juga beragam di bagian tertentu di dunia.


Di negara-negara yang sedang berkembang, efusi pleura akibat tuberculosis dan
parapneumonic sering ditemukan. Sedangkan, di negara-negara maju efusi pleura
11
banyak diakibatkan oleh gagal jantung, malignansi, dan pneumonia. Etiologi dari
efusi pleura sangat beragam dan setiap daerah memiliki perbedaan penyebab efusi
pleura yang paling sering ditemui.7
Di Amerika Serikat, 1,5 juta kasus efusi pleura terjadi tiap tahunnya.
Sementara pada populasi umum secara internasional, diperkirakan tiap 1 juta
orang, 3000 orang terdiagnosa efusi pleura. Di negara-negara barat, efusi pleura
terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan
pneumonia bakteri, sementara di negaranegara yang sedang berkembang, seperti
Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis.8
Penyebab efusi pleura adalah (1) hambatan drainase limfatik dari rongga
pleura, (2) peningkatan tekanan kapiler paru sehingga menimbulkan transudasi
cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura, (3) tekanan osmotic koloid
plasma yang sangat menurun, sehingga memungkinkan transudasi cairan yang
berlebihan, dan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan lainnya pada
permukaan rongga pleura, yang merusak membran kapiler dan memungkinkan
kebocoran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat.5,8
Penyebab efusi, penyakit ganas menyumbang 41% dan tuberkulosis untuk
33% dari 100 kasus efusi pleura eksudatif, 2 pasien (2%) memiliki koeksistensi
tuberkulosis dan keganasan yang dianalisis dengan kelompok ganas.
Parapneumoni efusi ditemukan hanya 6% kasus, penyebab lain gagal jantung
kongestif 3%, komplikasi dari operasi by pass koroner 2%, rheumatoid atritis 2%,
erythematous lupus sistemik 1%, gagal ginjal kronis 1%, kolesistitis akut 1%,
etiologi tidak diketahui 8%.8
Kasus efusi pleura mencapai 2,7% dari penyakit infeksi saluran napas
lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan keterlambatan
penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini. Faktor resiko terjadinya efusi
pleura diakibatkan karena lingkungan yang tidak bersih,sanitasi yang kurang,
lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta

12
sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya masyarakat tentang
pengetahuan kesehatan.8
Kriteria klasifikasi dari penyebab efusi pleura8:
a. Efusi Tuberkulosis = didiagnosis sebagai efusi pleura tuberkulosis apabila
terdapat 1 dari kriteria sebagai berikut: (1) terdapat nekrosis perkijuan pada
biopsi pleura, (2) pewarnaan Ziehl-Neelsen atau kultur Lowenstein dari cairan
pleura positif, (3) Pada pemeriksaan histologi ditemukan granuloma tanpa
nekrosis perkijuan dengan pemeriksaan sputum BTA positif.
b. Efusi Parapneumoni = efusi pleura disertai demam dan batuk dan terdapat efusi
pleura bersifat eksudatif.
c. Efusi Maligna Efusi maligna = didiagnosis dengan analisis sitologi atau
histologi terdapat Sel adenocarcinoma atau sel mesentelial.
d. Efusi Cardiac Efusi cardiac = didiagnosis apabila carian bersifat transudat serta
terdapat tanda klinis gagal jantung pada pasien.
e. Efusi sirosis hepatis Efusi sirosis = didiagnosis apabila cairan bersifat transudat
serta terdapat tanda klinis sirosis hepatis pada pasien.
f. Efusi uremik Efusi uremik = didiagnosis pada penderita dengan gagal ginjal
dan ureum tinggi, atau pada pasien dengan ureum tinggi tanpa penyebab yang
jelas.
g. Efusi SLE (Systematic Lupus Eritematous) / Efusi pada SLE = efusi yang
terjadi pada pasien penderita SLE dengan kultur bakteri negatif.
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan global dengan
perkiraan 1,4 juta kematian dan 8,7 juta kasus baru pertahun yang dilaporkan pada
tahun 2011. TB paru sering bermanifestasi ke organ-organ lain selain paru.
Manifestasi ke pleura berupa pleuritis TB atau efusi pleura TB merupakan salah
satu manifestasi TB ekstra paru sekitar 15% kasus.4
Persentase pasien TB yang mengalami efusi pleura sangat bervariasi pada
setiap negara. Di Asia lebih dari 25% pasien TB mengalami efusi pleura.
Sedangkan di Afrika 20% pasien TB mengalami efusi pleura, di AS hanya sebesar
3-5% pasien dengan TB mengalami efusi pleura.8

13
2.3 Fisiologi dan Patofisiologi
Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya
beberapa mililiter. Didalam rongga pleura teradapat ± 5 ml cairan yang cukup
untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura visceralis.
Cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah
kapiler. Dalam keadaan normal, 0,5 ml cairan pleura diproduksi setiap jam.
Cairan pleura diserap pada tingkat yang sama dengan tingkat produksi untuk
mempertahankan volume cairan di dalam rongga pleura secara konstan.3,5
Bila jumlah ini mejadi lebih dari cukup untuk menciptakan suatu aliran
dalam rongga pleura, kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh
limfatik yang terbuka secara langsung dari rongga pleura ke dalam (1)
mediastinum, (2) permukaan atas diafragma, dan (3) permukaan lateral pleura.
Akumulasi cairan pleura terjadi ketika beban cairan intrapleura 30 kali lipat dari
keadaan normal.1,3,5,6
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit adalah
transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan
pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya. Biasanya
terjadi karena penyakit lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif,
sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai
keadaan, pericarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks.2
Sedangkan eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler
yang permeabilitasnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi
dibandingkan protein transudat. Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan
yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat
sehingga terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis
eksudativa yang paling sering adalah Mycobacterium tuberculosis dan dikenal
sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia,
parasit (amoeba, paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia atipik (virus,
mikoplasma, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis
lupus, pleuritis rheumatoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis,
asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.2

14
2.4 Diagnosa
Gejala yang paling sering timbul adalah sesak. Nyeri bisa timbul akibat
efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Diagnosis efusi
pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan fisik yang teliti,
diagnosis yang pasti melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura.8
Efusi menunjukkan tanda dan gejala yaitu sesak nafas, bunyi pekak atau
datar pada saat perkusi di atas area yang berisi cairan, bunyi nafas minimal atau
tak terdengar dan pergeseran trakea menjauhi tempat yang sakit. Efusi ringan
sesak bisa tidak terjadi. 8
Manifestasi klinis yang bisa didapatkan berupa8,10 :
Anamnesis =
 Sesak nafas
 Nyeri dada
 Kesulitan bernafas
 Peningkatan suhu tubuh jika terjadi infeksi
 Keletihan
 Batuk
 Riwayat penyakit dahulu (gagal jantung, gagal ginjal, dan penyakit hati,
kanker, Deep Vein Thrombosis, Pneumonia)

Pemeriksaan Fisik =
 Fremitus menurun terutama daerah basal
 Perkusi tumpul
 Suara nafas vesikuler menurun / tak terdengar sama sekali
 Pleural friction rub pada akhir inspirasi

Pemeriksaan penunjang =
 Radiologi (rontgen thorax) terdapat cairan bebas pada rongga pleura yang
akan memenuhi kubah diafragma sehingga menyebabkan adanya gambaran
sudut kostrofrenikus yang tumpul

15
 Torakosintesis dengan analisis cairan. Dengan menggunakan kriteria Light,
maka efusi dapat dibedakan menjadi transudat dan eksudat. Kriteria Light
memiliki sensitivitas sebesar 90,1-100% dengan spesifisitas 83,3-97,2%.

Rasio Rasio laktat Serum laktat


Protein Cairan dehidrogenase dehidrogenase
Pleura cairan pleura
Transudat ≤0,5 ≤0,6 ≤200 U/L
Eksudat >0,5 >0,6 >200 U/L
TABEL 2.1 Kriteria Light Efusi Pleura

Tes laboratorium spesifik pada cairan pleura termasuk tes pH, total
protein, lactate dehydrogenase (LDH), glukosa, pemeriksaan sitologi. Kadar pH
dan glukosa biasanya menurun pada penyakit-penyakit infeksi, artritis rheumatoid
dan neoplasma. Peningkatan kadar amilase dapat terjadi pada pankreatitis dan
metastasis adenosarkoma.2
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura penting untuk diagnostik
cairan pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel
tertentu2 :

tuberkulosa atau limfoma maligna.


Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark
paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.

-sel besar dengan banyak inti: pada artritis rheumatoid.


matosus sistemik.

16
Kriteria Transudat Eksudat

Warna Kuning pucat, dan jernih Jernih,


keruh,
purulen, dan
hemoragik
Bekuan – -/+

Berat jernis < 1018 > 1018

Leukosit < 1000/ul Bervariasi >1000/ul

Eritrosit Sedikit Biasanya banyak

Hitung jenis MN (limfosit/mesotel) Terutama PMN

Protein total < 50 % serum > 50 % serum

LDH < 60 % serum >60 % serum

Glukosa – plasma -/< plasma

Fibrinogen 0.3-4 % 4-6 % atau lebih

Amylase – >50% serum

Bakteri – -/+

TABEL 2.2 Perbedaan cairan transudate dan eksudat

2.5 Tatalaksana
Terlepas dari tatalaksana penyebab terjadinya efusi pleura, efusi pleura
yang mengganggu fisiologis jantung dan paru memerlukan drainase melalui
torakosentesis atau chest thoracostomy. Complicated parapneumonic effusions
kemungkinan memerlukan evakuasi sempurna dari rongga pleura dengan cara
torakosentesis serial atau chest tube drainage.6

17
Indikasi untuk evakuasi sempurna dari rongga pleura antara lain
pengecatan Gram dari cairan pleura menunjukkan hasil yang positif, kadar LDH
cairan efusi 3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan batas atas LDH serum
normal, loculated pleural fluid, kadar glukosa pada cairan pleura < 40 mg/dL, dan
pH < 7,0.6
Terapi penyakit dasarnya antibiotika dan terapi paliatif (Efusi pleura
haemorrhagic). Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu
dilakukan pengobatan terhadap penyebabnya. Jika jumlahnya banyak, sehingga
menyebabkan penekanan maupun sesak nafas, maka perlu dilakukan tindakan
drainase.11
Cairan bisa dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana sebuah
jarum dimasukan ke dalam rongga pleura untuk mengeluarkan cairan di rongga
pleura. Torakosintesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis namun
juga bisa mengeluarkan cairan sampai 1,5 liter. Adapun indikasi tindakan tersebut
adalah11 :
 Ada gejala subjektif : nyeri dada, sesak nafas, rasa berat dalam dada (bernafas)
 Cairan melewati intercostae ke 2, terutama dibagian hemithoraks kanan (dapat
menekan vena cava superior)
 Bila penyerapan cairan terlambat (> 6-8 minggu)

2.6 Prognosis
Prognosis pada pasien efusi pleura bergantung kepada penyebab dari efusi
pleura itu sendiri, pada beberapa kasus didapatkan bahwa efusi pleura dapat
sembuh sendiri setelah diberikan pengobatan / tatalaksana yang adekuat terhadap
penyakit yang mendasarinya.2

18
BAB III

KESIMPULAN

Efusi pelura adalah suatu kondisi kesehatan dimana jumlah kelebihan


cairan (baik dalam bentuk transudate ataupun eksudat) sehingga terakumulasi
secara abnormal / berkumpul di rongga pleura yang akan membatasi kemampuan
paru-paru dalam berkembang dan mengempis sehingga menyebabkan kesulitan
untuk bernafas.
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan global dengan
perkiraan 1,4 juta kematian dan 8,7 juta kasus baru pertahun yang dilaporkan pada
tahun 2011. TB paru sering bermanifestasi ke organ-organ lain selain paru.
Manifestasi ke pleura berupa pleuritis TB atau efusi pleura TB merupakan salah
satu manifestasi TB ekstra paru sekitar 15% kasus.
Frekuensi penyebab efusi pleura juga beragam di bagian tertentu di dunia.
Di negara-negara yang sedang berkembang, efusi pleura akibat tuberculosis dan
parapneumonic sering ditemukan. Di negara maju efusi pleura banyak diakibatkan
oleh gagal jantung, malignansi, dan pneumonia. Etiologi dari efusi pleura sangat
beragam dan setiap daerah memiliki perbedaan penyebab efusi pleura yang paling
sering ditemui.
Gejala yang paling sering timbul adalah sesak. Nyeri bisa timbul akibat
efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Diagnosis efusi
pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan fisik yang teliti,
diagnosis yang pasti melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura.
Terapi penyakit dasarnya antibiotika dan terapi paliatif. Terlepas dari
tatalaksana penyebab terjadinya efusi pleura, efusi pleura yang mengganggu
fisiologis jantung dan paru memerlukan drainase melalui torakosentesis atau chest
thoracostomy.
Prognosis pada pasien efusi pleura bergantung kepada penyebab dari efusi
pleura itu sendiri, pada beberapa kasus didapatkan bahwa efusi pleura dapat
sembuh sendiri setelah diberikan tatalaksana yang adekuat terhadap penyakit yang
mendasarinya.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Khairani, R. (2012). Karakteristik Efusi Pleura di Rumah Sakit Persahabatan.


Jurnal Respirasi Indo Vol.32 , 155-156
2. Halim H. 2014. Penyakit-Penyakit Pleura. In: Setiati S, et al. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, 1631-1633. Jakarta: Interna Publishing.
3. Damjanov, I. 2009. Pathophysiology. Philadelphia: Saunders
4. M Richard, P Jonny et al, Comparison of same day diagnostic tools
including Gene Xpert and unstimulated IFN-γ for the evaluation of pleural
tuberculosis: a prospective cohort study, BMC Pulmonary Medicine;
p.2014: 1-10.)
5. Guyton AC, Hall JE. 2007. Pernapasan. In: Rachman LY, et al. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran, 514. Jakarta: EGC.
6. Ali J, et al. 2010. Pulmonary Pathophysiology: A Clinical Approach.
USA: McGrawHill. p. 191-197.
7. Dwianggita P., Etiologi Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali Tahun 2013, Denpasar : 2016
8. Puspita I., Soleha T.U., Berta G., Penyebab Efusi Pleura di Kota Metro pada
tahun 2015, Lampung : 2017
9. World Health Organization. Epidemiology and etiology of plural effusion, 2008
10. Tierney, L, dkk., 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam).
Salemba Medika, Jakarta
11. Prasenohadi, The Pleura. Universitas Indonesia. 2009

20

Anda mungkin juga menyukai