Anda di halaman 1dari 12

Laporan Kasus

Congestive Heart Failure

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Program Internsip


di Rumah Sakit Umum Daerah Tgk. Chik Ditiro
Sigli

Oleh:

dr. Fina Mastura

Pembimbing:
dr. Deddy R, Sp.PD

Pendamping:
dr. Suriadi Umar, Sp. A

RUMAH SAKIT TGK. CHIK DITIRO SIGLI


KABUPATEN PIDIE
PROVINSI ACEH
2021
Laporan Kasus II ACC Pembimbing
Bagian Penyakit Dalam
RSUD Tgk Chik Di Tiro Sigli
otu dr. Deddy R, Sp.PD

SIROSIS HEPATIS
Fina Mastura
Bagian Penyakit Dalam
RSUD Tgk Chik Di Tiro Sigli
ABSTRAK

Gagal jantung kongestive atau congestive heart failure (CHF) merupakan kondisi
dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke
utbuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh. Pasien dengan gagal
jantung biasanya terjadi tanda dan gejala sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat
atau saat beraktivitas dan atau rasa lemah, tidak bertenaga, retensi air seperti kongestif
paru, edema tungkai, terjadi abnormalitas dari struktur dan fungsi jantung. Dilaporkan
Laki-laki dengan inisial Tn. A usia 77 tahun datang diantar keluarga ke UGD RSUD
Tgk Chik di Tiro Sigli pada tanggal 02-04-2021. Berdasarkan hasil anamnesis serta
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien, pasien
di diagnosa Congestive Heart Failure NYHA III dan dianjurkan untuk rawat inap.

Kata Kunci : CHF

1
PENDAHULUAN
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Gagal jantung
kongestif adalah sindrom klinis progresif yang disebabkan oleh ketidakmampuan
jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Angka kejadian CHF semakin meningkat dari tahun ke tahun, tercatat 1,5 %
sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF dan 700.000 diantaranya
harus di rawat di rumah sakit per tahun. Faktor resiko terjadinya gagal jantung yang
paling sering adalah usia lanjut, 75% pasien yang di rawat dengan CHF berusia antara
65 sampai 75 tahun. Terdapat 2 juta kunjungan pasien rawat jalan per tahun yang
menderita CHF, biaya yang dikeluarkan diperkirakan 10 milliar dollar per tahun. Faktor
resiko terpenting untuk CHF adalah penyakit arteri koroner dengan penyakit jantung
iskemik. Hipertensi adalah faktor resiko terpenting kedua untuk CHF. Faktor resiko lain
terdiri dari kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal, dan penyakit katup jantung. 2
Dengan data perkembangan seperti ini, penyakit jantung kongestif oleh kelainan
katup akan menyebabkan permasalahan yang signifikan bagi masyarakat global dan
bukan tidak mungkin dalam kurun beberapa tahun ke depan angka statistik ini akan
bergerak naik jika praktisi medis khususnya tidak segera memperhatikan faktor resiko
utama yang menjadi awal mula penyakit ini. Dengan demikian perlu adanya
penanganan dari segala aspek baik secara biomedik maupun biopsikososial.

KASUS
Dilaporkan seorang Laki-laki dengan inisial Tn. A, usia 77 tahun, Sopir,
Lamkawe Kec. Kembang Tanjong. Pasien memiliki keluhan utama sesak nafas. Pasien
datang sadar dan diantar oleh keluargnya ke IGD RSUD Tgk. Chik Di Tiro Sigli pada
tanggal 2 April 2021 mengeluhkan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sejak 3 hari yang
lalu dan memberat pada hari ini. Sesak napas dirasakan apabila beraktivitas ringan
seperti berjalan kurang lebih sejauh 10 meter. Pasien juga semakin sering terbangun
pada malam hari karena sesak napas dan sesak akan berkurang ketika pasien
beristirahat atau tidur dengan menggunakan 1 sampai 2 bantal ataupun duduk. Keluhan
disertai dengan nyeri dada bagian kiri yang menembus hingga ke punggung dan terasa
seperti ditusuktusuk. Serta pasien juga mengeluhkan adanya batuk sesekali tanpa
disertai dahak terutama pada malam hari.

2
Pasien juga mengeluhkan demam yang dirasakan 1 hari ini, demam disertai
menggigil. Pasien mengatakan dua bulan yang lalu pernah di rawat di RSUD Tgk. Chik
Di Tiro dengan keluhan yang sama. Pasien juga mempunyai riwayat Hipertensi sejak
10 tahun terakhir tetapi tidak rutin berobat, dan juga memiliki kebiasaan merokok 1
hari 2 bungkus. BAB dan BAK dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan Keadaan Umum tampak sakit berat,
kesadaran pasien Compos Mentis. Pada pemeriksaan Vital Sign dijumpai tekanan
darahnya 140/100 mmHg, HR 100 x/i dengan RR 26 x/i, suhu axilla 36,2 oC, SPO2
99%. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik lainnya, kepala tidak ditemukan
kelainan. Leher ditemukan TVJꜛꜛ. Mata: edema palpebra/kelopak mata sembab (-),
perdarahan di bawah selaput mata/sub konjungtiva (-), sklera ikterus (-), konjungtiva
anemis (+). Jantung: tidak ditemukan kelainan.
Paru : Simetris kiri=kanan, tidak ada retraksi, suara (sonor) kiri=kanan, batas
paru normal, bunyi pernapasan vesikular, dan terdapat ronkhi di kedua lapangan paru,
penggunaan otot bantu pernapasan (+), tidak terdapat pembesaran kelenjar getah
bening leher dan kelenjar tiroid. Perut : tidak ditemukan adanya kelainan.
Ekstremitas : akral hangat, CRT <3 detik, pitting oedema (+).
Pada Pemeriksaan Laboratorium : Hb: Kesan Anemia (11,5 g/dl), Ht: rendah
(35,5%), Eritrosit: 4,42 10ˆ3 µl, Leukosit: kesan leukositosis (11,2 10ˆ3 µl),
Trombosit: 180 10ˆ3 µl. Gula darah sewaktu: 124 mg/dl, Ureum: meningkat (52
mg/dl), Creatinin: meningkat (1,1 mg/dl).
Pada pemeriksaan Rontgen Thorax tidak didapatkan kelainan. Berikut foto thorax dan
EKG pasien :

Gambar 1 : Foto Thorax


Kesan : Cardiomegali

3
Gambar 2 : EKG
Hasil : Sinus Ritme, HR 89 Reguler, Right Axis, LVH, Q Patologis, T inverted

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang yang telah


dilakukan, pasien didiagnosa dengan Congestive Heart Failure Nyha III. Dimana
penatalaksanaan pada pasien ini adalah Head Up 300, Bed rest, Oksigen 2-4 Liter,
IVFD RL 8 tetes per menit, Inj. Furosemide 20 mg/12 jam, Inj. Omeprazole 40 mg/12
jam, Inj. Ondansetron 4 mg/12 jam, Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam, Spironolacton 1x25
mg, Vit. C 2x1, Zink 1x1, Sucralfat Syr 3xC1, Ambroxol 3x1, Curcuma
2x1,Paracetamol 3x500 mg, Clopidogrel 1x75 mg, Simvastatin 1x20 mg, ISDN 3x5
mg. Pasien di edukasi untuk Diet rendah garam, batasi cairan (1 lt/hari).

4
Follow Up Pasien
Tanggal S O A P
H+1 - Sesak nafas TD : 110/90 CHF Nyha - Oksigen 2 L
03/04/2021 - BAK mmHg III - IVFD RL 8 gtt/i
banyak HR : 85 x/i - Inj. Ceftriaxone 1
- Gatal di RR : 24 x/i gr/12 jam
- Inj. Omeprazole
0
badan T : 36,5 C
40 mg/12 jam
Pemfis : - Inj. Ondansetron
I : Oedema (+) 1 amp/8 jam
P : Pitting - Inj. Furosemide 1
Oedema (+) amp/8 jam
- Spironolakton
1x25 mg
- Clopidogrel 1x75
mg
- Simvastatin 1x20
mg
- ISDN 3x5 mg
- Vit C 2x1
- Zink 1x1
- Curcuma 2x1
- Paracetamo
3x500 mg
- Ambroxol syr
3xC1
- Sucralfat Syr
3xC1
- Cetirizin 2x1

5
DISKUSI
Sesak nafas dapat dibagi menjadi 2 menurut asalnya , yaitu dari paru dan ekstra
paru. Sesak yang berasal dari ekstra paru contohnya dari organ jantung , ginjal,
penyakit metabolik dan lain-lain. Sesak yang berasal dari paru biasanya timbul disertai
batuk, cuaca, faktor pencetus (alergen) dan riwayat keluarga sedangkan sesak yang
berasal dari ekstra paru tidak disertai batuk namun sesak timbul bergantung aktifitas,
waktu dan posisi. Pada pasien ini dilakukan anamnesis secara autoanamnesis dan
alloanamnesis, didapatkan pasien mengalami sesak nafas hilang timbul sejak 2 tahun
terakhir, lalu tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan sesak napas dan
bertambah berat pada hari ini. Sesak nafas timbul terutama bila pasien beraktifitas
ringan seperti berjalan kaki 10 m dan membaik saat sedang istirahat. Pasien juga
mengeluhkan sesak pada malam hari sehingga sering terbangun, dan tidur
menggunakan 1-2 bantal. Sesak dipengaruhi posisi, namun tidak dipengaruhi cuaca,
terkadang disertai batuk, tidak ada riwayat alergi sebelumnya dan terdengar suara bunyi
rhonki saat sesak timbul. Pada pasien ini sesak lebih berasal dari organ jantung di mana
gejala sesak yang dialami pasien masuk ke dalam salah satu kriteria minor Framingham
yaitu dyspnoe d’effort. Pada pemeriksaan fisik pasien ini seperti yang tertera pada data
sebelumnya ,mengarah pada gejala gagal jantung kongestif yaitu ditemukannya
peningkatan JVP, kardiomegali.3

Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA) dalam
Gray (2002), terbagi dalam 4 kelas yaitu:
1. NYHA I: Timbul sesak pada aktifitas fisik berat
2. NYHA II: Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
3. NYHA III: Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
4. NYHA IV:Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan atau istirahat
Pada pasien ini termasuk gagal jantung NYHA III dikarenakan dengan
beraktivitas ringan pasien mengalami sesak nafas dan mengganggu aktivitas sehari-
hari.

6
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Nugroho, 2016 :
1. EKG (elektrokardiogram): untek mengukur kecepatan dan keteraturan denyut
jantung EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis iskemia san
kerusakan polamungkin terlihat. Disritmia misalnya takhikardia, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persistensi 6 minggu atau lebih setelah imfrak miokrad
menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2. Echokardiogram : menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan
bentuk jantung, serta menilaikeadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung.
Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
3. Foto rontgen dada : untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan
cairan diparu-paru atau penyakit paru lainnya.
4. Tes darah BNP : untuk mengukur kadar hormon BNP (Brype nattruretic peptide)
yang pada gagal jantung akan meningkat.
5. Sonogram : dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
6. Scan jantung : tindakan penyuntikan fraksi san memperkirakan pergerakan
dinding.
7. Katerisasi jantung : tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan, sisi kiri, dan stenosis katup atau
insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran normal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontraktilitas.

Pada pemeriksaan penunjang pasien di atas ditemukan Hb:11,5 mg/dl; leukosit:


11.200/µlpada Anemia pada pasien ini dapat merupakan penyebab atau komplikasi dari
gagal jantung. Anemia dapat terjadi pada gagal jantung karena produksi sitokin yang
berlebihan, seperti tumor necrosis factor-alfa (TNF-α) dan interleukin-6 (IL-6) yang
dapaat mengurangi sekresi erithropoietin (EPO) terkait dengan aktivitas EPO di
sumsum tulang dan mengurangi suplai zat besi ke sumsum tulang. Anemia juga dapat
memperburuk fungsi jantung, baik karena beban jantung melalui takikardia dan
peningkatan stroke volume maupun akibat berkurangnya aliran darah ke ginjal dan
retensi air yang mengakibatkan beban kerja jantung meningkat.1 Leukositosis pada
pasien ini dapat menunjukkan adanya proses infeksi atau inflamasi. Peningkatan kadar

7
leukosit merupakan suatu respon normal sumsum tulang terhadap proses infeksi atau
inflamasi. Kebanyakan dari sel ini merupakan polimorfonuklear leukosit (PML) yang
berpindah ke tempat terjadinya injury maupun infeksi sehingga diikuti oleh pelepasan
leukosit yang banyak.Leukositosis terkait inflamasi dapat terjadi pada nekrosis
jaringan, infark, dan arthritis. 2
Pada pemeriksaan Foto rontgen di dapatkan Cardiomegali, pada pemeriksaan
EKG di dapatkan Sinus Ritm, HR 89 Reguler, Right Axis, LVH, Q patologis, dan T
inverted. Dari seluruh hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa penderita mengalami penyakit jantung kongestif.4

Penatalaksanaan
Menurut kasron (2012), penatalaksanaan CHF meliputi:6,7
1. Non Farmakologi
a. CHF Kronik
1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi
oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
2) Diet pembatasan natrium (<4 mg/hari) untuk menurunkan edema.
3) Pembatasan cairan (± 1200-1500 cc/hari).
4) Olahraga secara teratur.
b. CHF Akut
1) Oksigenasi (ventilasi mekanik)
2) Pembatasan cairan (1,5 liter/hari)
2. Farmakologi

Tujuan : Untuk mengurangi afterload dan preload


a. First line drgs; diuretic.
Tujuan : Mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti
pulmonal pada disfungsi diastolic. Obatnya adalah : thiazide diurestics untuk CHF
sedang, loop diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan
pengeluarn cairan), kalium-sparing diuretic.
b. Second line drugs; ACE inhibitor.
Tujuan : membantu meningkatan COP dan menurunkan kerja jantung.
Obatnya adalah :

8
1) Digoxin : meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan unutk kegagalan
diastic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi.
2) Hidralazin : menururnkan afterload pada disfungsi sitolik.
3) Isobarbide dinitrat : mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik,
hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
4) Calsium Chanel Blocker : untuk kegagalan diastolic, meningkatkan relaksasi dan
pengisisan ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik).
5) Beta Blocker : sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard.
Digunakan pada disfungsi diatolic untuk mengurangi HR, mencegah iskemi
miokard, menurunkan TD, hipertofi ventrikel kiri.

Penatalaksanaan pada kasus ini meliputi tirah baring, head up 30 0, Oksigen 2-4
Liter, Ceftriaxone dan furosemid dan spironolakton. Pasien ini termasuk ke dalam
karditis berat, yaitu karditis yang disertai dengan kardiomegali. Hal ini sudah sesuai
dengan penatalaksanaan yang seharusnya.7 Karditis ringan ditegakkan dengan tidak
ditemukannya kardiomegali, karditis sedang ditegakkan dengan adanya kardiomegali
ringan , sedangkan karditis berat ditegakkan dengan adanya kardiomegali + gagal
jantung kongestif.
Pada kasus ini diberikan injeksi furosemide dengan dosis 2x20 mg. Furosemide
merupakan diuretik yang bermanfaat mengurangi oedem namun tidak mengurangi
penampilan miokard. Diuretik menyebabkan eksresi kalium bertambah sehingga pada
dosis besar atau pemberian jangka lama diperlukan tambahan kalium. Kombinasi antara
furosemide dan spironolakton dapat bersifat aditif yaitu menambah efek diuresis, dan
oleh karena spironolakton bersifat menahan kalium maka pemberian kalium tidak
diperlukan. 1
Pasien juga mendapatkan ISDN 3x5 mg agar mengurangi preload dan afterload
untuk disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.

9
KESIMPULAN
Gagal jantung sering disebut dengan gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif sering
digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan kanan. Gagal jantung merupakan
suatu keadaan patologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel
kiri.8,9,10
Gagal jantung kongestive atau congestive heart failure (CHF) merupakan kondisi
dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke
utbuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh.11,12,13
Untuk penanganan pada pasien ini prinsipnya adalah mengurangi progesifitas
penyakit, Informasikan pada pasien, keluarga dan pemberi perawatan tentang penyakit
dan penanganannya, Monitoring difokuskan pada : monitoring BB setiap hari dan
intake natrium. Diet yang sesuai untuk lansia CHF : pemberian makanan tambahan
yang banyak mengandung kalium seperti; pisang, jeruk, dan lain-lain, Teknik
konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan bantuan terapi.

10
DAFTAR PUSTAKA
1. Silverberg DS, Wexler D, Iaina F . The role of anemia in the progression of
congestive heart failure. Is there a place for erythropoietin and intravenous iron. J
Nephrol. 2004; 17(6):749-61.
2. Abramson N, Melton B. Leukocytosis: basics of clinical assessment. Am Fam
Physician. 2000; 62(9):2053-60.
3. Wahab AS. Buku ajar kardiologi anak: demam rematik akut. Jakarta: IDAI; 1994.
4. Dajani A, Taubert K, Ferrieri P. Treatment of acute streptococcal pharyngitis and
prevention of rheumatic fever. 1995;11(3): 453-71.
5. Beggs S, Peterson G, Tompson A. Antibiotic use for the prevention and treatment
of rheumatic fever and rheumatic heart disease in children. WHO report. 2008
6. Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Rheumatic heart disease in nelson textbook of
pediatric. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007. hlm.1961-3
7. Hungchi, L. Three versus four weeks administration of benzathine penicillin G
effects on incidence of streptococcal infections and recurrences of rheumatic fever.
Am Ac Pediatrics. 1996;97(1): 984.
8. Park, MK. Pediatric cardiology for practitioners. United States : Mosby.2002.
9. Cilliers A, Manyemba J, Adler AJ, Solojee H. Anti-inflammatory treatment for
carditis in acute rheumatic fever (Review). Cochrane Lib. 2012.
10. Oesman, IN. Buku ajar kardiologi anak: gagal jantung. Jakarta: IDAI. 1994.
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia(IDAI): Pedoman pelayanan medis. 2009.
12. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Jakarta : EGC. 2006.
13. Rothberg MB, Sivalingam SK. The new heart failure diet : lest salt restriction, more
micronutrients. J Gen Intern Med. 2010; 25(10); 1136-7

11

Anda mungkin juga menyukai