Anda di halaman 1dari 3

KONDISI POLITIK, BUDAYA DAN AGAMA DI DALAM

PERJANJIAN LAMA

Disampaikan oleh : Rajiman Andrianus Sirait

Abraham adalah tokoh yang paling terkemuka dan terkenal di


dalam sejarah. Baik dalam agama Yahudi maupun Islam,
Abraham dianggap sebagai seorang patriarkh. Kira-kira 2000
tahun sebelum Masehi, para patriakh hidup di tengah-tengah
kebudayaan Timur Dekat. Abraham pindah dari lembah Efrat-
Tigris ke Palestina, dan Yakub beserta anak-anaknya menetap
di Mesir menjelang akhir zaman para patriarkh. Daerah antara
sungai Nil dan sungai Efrat-Tigris terkenal sebagai daerah yang
subur. Di Mesopotamia bermacam-macam kitab undang-
undang yang mengatur perniagaan dan hubungan
kemasyarakatan telah ditulis. Para pedagang yang mengendarai
unta dan keledai sering melintasi Palestina yang terletak di
antara dua pusat kebudayaan yang terkenal di dunia purbakala.
Kisah zaman para patriakh tertulis dalam Kejadian 12-50, yang
garis besarnya adalah sebagai berikut:

1. Abraham Kejadian 12:1-25:18


2. Ishak dan Yakub Kejadian 25:19-36:43
3. Yusuf Kejadian 37:1-50:26

Abraham dilahirkan di tengah-tengah masyarakat dan keluarga


penyembah berhala (Yosua 24:2-3). Menjawab panggilan
Allah, Abraham meninggalkan Haran dan pergi ke Palestina,
kira-kira 640 km jauhnya. Perpindahan Abraham dapat diikuti
dalam kisah kitab Kejadian.

Kitab Kejadian menceritakan tentang kekayaan Abraham yang


luar bisa. Keterangan dalam fasal 12:5, yang berbunyi “dan
segala harta benda yang didapati mereka dan orang-orang yang
diperoleh mereka di Haran,” hanya memberi kesan tentang
jumlah kekayaannya. Tetapi kenyataan bahwa ia dapat
mengarahkan 318 pelayan yang terlatih untuk membebaskan
Lot, menunjukkan bahwa ia memiliki kekayaan yang amat
banyak (14:14). Abraham adalah seorang yang hidup menurut
kebiasaan zamannya. Hukum yang lazim dalam kebudayaan
Mesopotamia, yaitu negeri Abraham dahulu, juga menjelaskan
apa sebabnya ia hendak membuat Eliezer, hambanya yang
tertua menjadi ahli warisnya (15:1-3). Hukum Nuzu
menyatakan bahwa jika sepasang suami-isteri tidak dikaruniai
anak, mereka dapat mengangkat seorang hambanya menjadi
anak yang sah. Sebagai balasan atas pemeliharaan dan
perawatan yang setia serta penguburan yang layak, mereka
memberi jaminan bahwa hamba itu akan mewarisi seluruh
kekayaan mereka. Ketika Abraham sedang memikirkan
kemungkinan ini, Allah memperbarui perjanjianNya (15:4,5).

Penyelidikan teliti oleh Wellhausen, pada zaman para


Patriarkh, agama orang-orang Ibrani sudah bercorak monolatri
(penyembahan kepada satu Allah), dan pada zaman Musa
monoteisme (kepercayaan kepada satu Allah) ditegakkan.
Tetapi pada zaman kemudian bangsa Israel mulai dipengaruhi
oleh politeisme yang akhirnya merajalela pada zaman kerajaan.
Setelah masa pembuangan ke Babel monoteisme ditegakkan
sekali lagi dan menjadi corak utama agama Yudaisme sampai
sekarang.

Sistem Ibadah

Israel dikelilingi oleh bangsa-bangsa tetangga yang tidak


mengenal Allah. Itu sebabnya Allah berkali-kali harus
mengingatkan bangsa Israel untuk tidak mengikuti kebiasaan
peribadahan bangsa-bangsa tersebebut. Namun demikian telah
berulang kali terjadi bangsa Israel tidak taat dan selalu jatuh
pada dosa yang sangat dibenci Allah yaitu menyembah kepada
ilah yang lain. Tidak jarang Tuhan menghukum mereka,bahkan
dengan menyerahkan mereka untuk dikalahkan dan dijajah oleh
bangsa-bangsa lain.

Israel Dibawah Kendali Kekaisaran Persia

Israel berada di bawah kendali Kekaisaran Persia dari sekitar


tahun 532-332 SM. Bangsa Persia mengizinkan orang Yahudi
untuk menjalankan ritual agama mereka. Mereka bahkan
diizinkan untuk membangun kembali bait Allah dan beribadah
di sana (2 Tawarikh 36: 22-23; Ezra 1: 1-4). Periode ini
meliputi 100 tahun terakhir dari periode Perjanjian Lama dan
sekitar 100 tahun pertama dari periode intertestamental.

Anda mungkin juga menyukai