Kuasi-reorganisasi biasanya dilakukan dalam hal terjadinya suatu defisit. PSAK No. 51
pasal 9 mendeskripsi pengertian kuasi-reorganisasi sebagai berikut :
" Kuasi-reorganisasi adalah reorganisasi, tanpa melalui reorganisasi secara hukum yang
dilakukan dengan menilai kembali akun-akun aktiva dan kewajiban pada nilai wajar dan
mengeliminasi saldo defisit".
1. Aset dan kewajiban perusahaan dinilai kembali atas dasar nilai pasar atau nilai wajar
pada saat reorganisasi.
2. Modal setoran lain atau agio saham (paid-in capital in excess of par) harus ditentukan
jumlahnya sehingga cukup besar untuk menutup defisit. Bila sudah cukup besar maka
defisit dapat lansung dikompensasi dengan modal saham ini. Kalau tidak cukup, nominal
saham atau nilai yuridis saham harus diturunkan atau dimintakan kesediaan dari
pemegang saham untuk menutup defisit dengan mendonasikan sebagian modal sahamnya
(ini berarti sebagian modal saham dilikuidasi tanpa kompensasi apapun kepada pemegang
saham).
3. Saldo debit laba ditahan (defisit) dieliminasi dengan cara mendebit agio/premium modal
saham.
Setelah kuasi-reorganisasi, laba ditahan tentunya akan bersaldo nol dan mungkin terdapat
sisa agio modal saham. Laba ditahan sebelum reorganisasi tidak dapat diteruskan lagi dan laba
ditahan dalam neraca setelah reorganisasi harus diberi tanggal. Artinya, harus ditunjukkan bahwa
kalau terjadi laba ditaha, maka laba ditahan tersebut terbentuk setelah tanggal reorganisasi.
Accounting Research Bulletin (ARB) No. 46 paragraf 2 menyebutkan bahwa pemberian tanggal
tersebut harus berlangsung paling tidak 10 tahun kecuali keadaan menjustifikasi untuk
mengungkapkan hal tersebut kurang dari waktu tersebut.
Proses pengurangan modal saham yuridis untuk menyerap defisit akan mendekatkan
posisi perusahaan padaa garis batas yang menandai timbulnya hak kreditor yaitu hak yang
berkaitan dengan kesulitan keuangan (insolvency) debitor. Arti pentingnya proses kuasi-
reorganisasi akan sangat berpengaruh terhadap kreditor bilamana ada petunjuk bahwa defisit
secara beransur-ansur menjadikan jaminan penyangga bagi kreditor habis. Itulah sebabnya
Dewan Standar Akuntansi menetapkan bahwa hanya perusahaan yang prospeknya baik dapat
melakukan kuasi-reorganisasi.
Urutan penyerapan rugi diatas sebenarnya merupakan asumsi atau tradisi semata-
mata walaupun hal tersebut dapat dikuatkan dalam bentuk standar akuntansi. Hal ini
didasarkan pada pikiran bahwa berbagai dana yang ditanamkan menjadi aset perusahaan
akan lebur manjadi begitu lumutnya menjadi satu kesatuan aset. Jika demikian, rugi
timbul akbiat keseluruhan kegiatan yang didanai dari berbagai sumber. Oleh karena itu,
sebenarnya tidak mungkin lagi menyatakan bahwa rugi berkaitan dengan sumber dana
tertentu.
Walaupun demikian, atas dasar sifat pendanaan (financing) dan operasi
perusahaan serta penekanan konsep kontinuitas, cukup validlah untuk menganggap
bahwa dalam kelompok modal pemegang saham , modal saham atau yuridis adalah
bagian terakhir (residual) dalam kaitannya dengan penyerapan rugi.
Penempatan laba bersih di atas laba ditahan untuk menyerap rugi dilandasi oleh
alasan untuk mencegah kecenderungan manajemen untuk melaporkan rugi secara
terpisah dari statamen laba-rugi dan langsung membebankan ke kelompok modal
pemegang saham. Alasan tersebut juga menjadi argumen untuk memmunculkan konsep
laba komprehensif. Dengan konsep ini, semua rugi dalam bentuk dan jenis apapun
dimasukkan dalam statemen laba-rugi tahun terjadinya atau tahun dapat diakuinya rugi
tersebut.
Bila komponen-komponen tertentu yang berasal dari transaksi operasi dilaporkan lansung
kelaba ditahan, laba ditahan dapat disajikan dan dirinci atas dasar sumber. Terdapat pula
kebiasaan bahwa laba ditahan disajikan dengan memerincinya atas dasar tujuan (by purposes)
dengan cara yang disebut apropriasi (appropriation) dan pembatasa (restriction) . Masalah
teoritisnya adalah apakah rincian yang diajukan tersebut benar-benar bermanfaat kalau ditinjau
dari sudut pandang pemakai statemen keuangan umum ?
Laba Komprehensif
Pos-pos operasi dalam arti luas sebagai lawan pos-pos transaksi nonpemilik meliputi pos-
pos operasi utama, pos-pos tambahan, dan pos-pos yang sifatnya khusus atau luar biasa tetapi
berasal dari transaksi nonpemilik. Masalah teoritis dalam hal ini adalah pos-pos mana saja yang
disajikan melalui statemen laba-rugi dan pos-pos mana saja yangdilaporkan melalui statemen
laba ditahan. Dalam hal ini, ada dua pendekatan yang dapat dianut yaitu kinerja sekarang atau
normal (current atau normal performance approach) dan semua-termasuk atau surplus bersih
(all-inclusive atau clean surplus approach).
Laba Semua-Termasuk
Pendekatan ini menekankan pemisahan secara tegas transaksi operasi dalam arti
luas dan transaksi modal. Dengan kata lain, yang diperhitungkan sebagai laba dan
disajikan melalui statemen laba-rugi adalah semua pos akibat transaksi nonpemilik.
Pendekatan ini dilandasi oleh konsep dasar kontinuitas usaha yang memandang statemen
laba-rugi merupakan penggalan aliran operasi (pendapatan dan biaya) dalam jangka
panjang. Untuk dapat memprediksi kemampuan melaba jangka panjang, statemen laba-
rugi tidak dapat berdisi sendiri tetapi harus disajikan sebagai serangkaian statemen laba-
rugi sepanjang umur perusahaan. Dengan demikian, laporan laba-rugi periodik (tahunan)
harus memuat pos-pos yang tidak normal (reguler) atau luar biasa. Tidak ada pos selain
yang berasal dari transaksi pemilik lansung masuk atau menerobos ke statemen laba
ditahan.
Sebagai contoh, pengaruh kumulatif perubahan akuntansi misalnya tidak
selayaknya dilaporkan sebagai penyesuai laba ditahan. Paton dan Littleton (1970)
berkeberatan terhadap perlakuan seperti itu. Memang sebagian atau seluruh pengaruh
tersebut sebenarnya telah "terhimpun" beberapa perioda sebelumnya dan baru diketahui
akibatnya dalam perioda berjalan sehingga kelihatan logis bahwa jumlah tersebut sesuai
terhdap laba ditahan. Akan tetapi, perlakuan semacam itu sama saja dengan
menyembunyikan riwayat tentang kemampuan perusahaan menghasilkan laba jangka
panjang.
Alasan Mendasar
Paton dan Littleton (1970) mengajukan argumen mendasar dalam mendukung
pendekatan laba semua-termasuk yaitu konsep pemanfaatan aset (aset utilization).
Konsep ini memandang bahwa manajemen mengelola aset sebagai suatu kesatuan. Dari
segi pemanfaatan , sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara aset keuangan dan aset tetap
sehingga keduanya mempunyai pengaruh yang sama terhdap laba. Lawan dari konsep
pemanfaatan aset adalah konsep aset kapital . Konsep ini membedakan aset kapital (yang
terdiri dari aset tetap fisis) dan aset lainnya sehingga pengaruh transaksi aset kapital
(terutama yang luar biasa) terhdap laba harus berbeda dengan transaksi aset lainnya.
Berikut ini dibahas argumen Paton dan Littleton mengenai pemanfaatan aset.
a. Konsep Pemanfaatan Aset
Statemen laba-rugi harus menyajikan secara efektif semua akibat dari
pemanfaatan aset yang diserahkan sepenunya kepada manajemen. Pemisahan laba
menjadi normal dan tidak normal dalam dua statemen akan cenderung mengalihkan pusat
perhatian pemakai secara tidak semestinya kelaba normal dan dengan demikian secara
tidak sadar mengurangi perhatian pembaca akan keefektifan manajemen secara
keseluruhan. Misalnya saja, kalau laba normal yang dilaporkan melalui statemen laba-
rugi sudah memuaskan, kemungkinan pembaca akan melalaikan sama sekali arti
pentingnya penghapusan fasilitas fisis yang sudah ketinggalan jaman sebelum waktunya
dihentikan yang lansung dibebankan ke dalam laba ditahan.
Manajemen mengelola aset yang dipercayakan kepadanya. Memang ada berbagai
cara untuk memanfaatkan aset. Penggunaan aset yang utama untuk menghasilkan barang
atau jasa untuk mendatangkan laba. Dalam hal ini, aset atau sumber ekonomik akan
berkurang dengan terjadinya kos produksi, biaya, dan rugi serta akan bertambah dengan
terjadinya pendapatan, laba dan untung luar biasa. Penggunaan aset yang kedua adalah
untuk dijadikan jaminan kontrak utang atau pendanaan dan untuk alat pelunasan kontrak
tersebut. Dalam hal ini, aset akan berkurang dengan dibayarnya utang dan
dikembalikannya modal dan akan bertambah dngan adanya pinjaman atau modalbaru.
Karena perbedaan mendasar ini, perubahan akibat pemanfaatan aset untuk tujuan yang
berbeda ini harus dipisahkan dengan tegas dan jelas tetapi harus tetapi harus tetap dalam
kategori perubahan akibat transaksi operasi (nonpemilik). Dengan kata lain, perubahan
tersebut harus dilaporkan melalui statemen laba-rugi.
Membatasi statemen laba-rugi hanya menyajikan laba normal sama saja dengan
mengeluarkan sebagian perubahan akibat pemanfaatan aset untuk tujuan produktif.
Pemisahan tersebut mempunyai akibat pembebanan lansung ke laba ditahan perubahan
aset yang sebenarnya merupakan transaksi operasi yaitu transaksi pemanfaatan aset untuk
tujuan produktif. Pemisahan tersebut mengurangi manfaat pelaporan yang menunjukkan
keefektifan manajemen dalam memanfaatkan aset dan berkuranglah fungsi statemen
laba-rugi yang sebenarnya.
Memang ada perbedaan antara biaya dan rugi (expense and losses), dan antara
laba dan untung luar biasa (income and special gains) tetapi juga ada kesamaan yang
mendasar yaitu semuanya merupakan perubahan akibat pemanfaatan aset untuk tujuan
produktif. Bagi statemen keuangan, justru kesamaan mendasarlah yang lebih penting
daripada perbedaannya. Kemungkinan kesalahan interpretasi akan lebih besar dalam
pelaporan terpisah daripada pelaporan komprehensif.
8. Perubahan ekuitas nonpemilik lainnya (other nonowner changes in equity) termasuk pos-pos
penerobos.
Komponen (6) dan (7) dikategorikan sebagai komponen perubahan ekuitas nonpemilik
dan keduanya disebut pengaruh kumulatif perubahan akuntansi atau penyesuaian kumulatif
akuntansi sehingga pos-pos selain masuk dalam kategori ini disebut dengan perubahan ekuitas
non pemilik lainnya (other nonowner changes in equity). Karena komponen (1) dan (8)
semuanya masuk dalam statemen laba-rugi , angka bersih yang diperoleh disebut FASB dengan
laba komprehensif (comprehensive income). Tujuan dimasukkannya komponen (8) dalam
statemen laba-rugi adalah untuk mencegah penyembunyian atau penghilangan (omissions) secara
diekresioner pos-pos laba atau rugi tertentu dari statemen aba-rugi. Dengan kata lain, tujuannya
adalah mencegah penyalahgunaan (abuse).
Sebelum SFAC N0.6 diterbitkan, komponen yang masuk dalam statemen laba-rugi
semua-termasuk hanyalah komponen (1) sampai (7) dan angka bersihnya disebut laba bersih (net
income). Dalam SFAC No. 6, komponen (6) dan (7) dikeluarkan dari laba bersih dan dilaporkan
sebagai perubahan ekuitas nonpemilik dan angka bersih yang diperoleh dari komponen (1)
sampai (5) disebut dengan laba perioda (earnings) dan laba perioda setelah komponen (1) sampai
(5) disebut dengan laba perida bersih (net earnings) atau tetap laba bersih. Bila terjadi rugi laba
komprehensif menjadi rugi komprehensif. Laba komprehensif dapat disebut pula perubahan
ekuitas nonpemilik total (total nonowner changes in equity).
Terdapat dua pendekatan penyusunan statemen laba-rugi untuk menyajikan komponen
(1) sampai (8). Pendekatan satu-statemen (one-statement approach) menyajikan kedelapan
komponen tersebut dalam satu statemen yang diberi judul statemen laba-rugi dan laba-rugi
kompreensif (statement of income and comprehensive income). Pendekatan dua-statemen
memisahkan pelaporan komponen (1) sampai (7) dalam statemen laba-rugi (statement of income)
dan menyajikan pengaruh komponen (8) terhadap laba perioda bersih dalam statement laba-rugi
komprehensif (statement of comprehensive income). Contoh penyusunan statemen laba-rugi
dengan pendekatan dua-statemen.
PT.ABC
Statemen Laba Rugi
untuk Tahun Berakhir 31 Desember 200X
Pendapatan/penjualan Rp 51.680.000
Kos barang terjual (28.430.000)
Laba kotor penjualan Rp 23.250.000
Biaya penjualan dan administratif (12.500.000)
Laba operasi utama Rp 10.750.000
Pendapatan lainnya dan untung Rp 1.630.000
Biaya lainnya dan rugi (795.000) 835.000
Laba dari operasi berlanjut, sebelum pajak Rp 9.915.000
Pajake penghasilan (2.225.000)
Laba dari operasi berlanjut (income from continuing operations) Rp 7.690.000
Operasi hentian, setelah pajak (290.000)
Laba sebelum pos ekstraordiner dan pengaruh
kumularif perubahan ekuitas Rp 7.400.000
Pos-pos ekstraordiner, setelah pajak 150.000
Laba perioda (earnings) Rp 7.550.000
Pengaruh kumulatif perubahan akuntansi, setelah pajak
365.000
Laba perioda bersih (net eranings)/laba bersih Rp 7.915.000
PT ABC
Statemen Laba-Rugi Komprehensif
untuk Tahun Berakhir 31 Desember 200X
Laba perioda bersih Rp 7.915.000
Perubahan ekuita nonpemilik lainnya :
Penyesuaian penjabaran mata uang asing Rp 314.000
Untung belum terrealisasi atas sekurita 56.000 371.000
Laba komprehensif Rp 8.286.000
Biaya bunga (interest expenses) dimasukkan dalam komponen biaya lainnya dan rugi.
Angka bersih setelah biaya lainnya dan rugi serta pajak penghasilan disebut laba dari operasi
berlanjut (income from continuing operations). Jadi komponen (1) sampai (3) disebut komponen
operasi (dalam arti luas) dan membentuk laba dari operasi berlanjut. Hal ini berarti bahwa pos-
pos dalam komponen pendapatan lainnya dan untung atau biaya lainnya dan rugi tidak
dipandang sebagai pos-pos nonoperasi. Oleh karena itu, pos-pos dalam komponen (4) sampai (8)
sering disebut pos-pos tak reguler atau takteratur. Pengertian takreguler menjadi masalah bila
dikaitkan dengan makna tekumum atau takbiasa (unusual) dan luar biasa atau ekstraordiner
(extraordinary). APBO No.30 (prg 20-24) mendeskripsi kriteria untuk mengklasifikasi suatu
kejadian atau transaksi yang membentuk pos-pos luar biasa yaitu :
Untuk mengkategori suatu kejadian atau transaksi ke dalam pos luar biasa, kegiatan
karakteristik tersebut harus dipenuhi. Ketakbiasaan berarti bahwa kejadian atau transaks yang
melandasi suatu pos mempunyai tingkat keabnormalan yang tinggi dan harus jelas-jelas
merupakan jenis yang sama sekali tidak berkaitan secara insidental dengan kegiatan perusahaan
dalam konteks lingkungan beroperasinya perusahaan.
Contoh pos-pos yang dapat dimasukkan dalam kategori ini misalnya adalah penghapusan
piutang, serta kos riset dan pengembangan; untung atau rugi penjabaran valuta asing termasuk
akibat devaluasi atau revaluasi; untung atau rugi pelepasan segmen bisnis; untung atau rugi
penjualan aset fisis; efek pemegokan; dan penyesuaian akrual atas kontrak jangka panjang.
Intinya pos-pos material yang takbiasa atau taksering , tetapi tidak keduanya masuk dalam
kategori ini.
Dalam PSAK No.1, Dewan Standar Akuntansi menetapkan bahwa statemen laba-rugi
harus disajikan sedemikian sehingga mengungkapkan berbagai unsur kinerja keuangan yang
bermanfaat bagi pemakainya. Oleh karena itu, statemen laba-rugi minimal harus menyajikan dan
menonjolkan hal-hal berikut (pasal 56):
a) Pendapatan
b) Laba atau rugi usaha
c) Biaya pinjaman
d) Bagian dari laba atau rugi perusahaan terafiliasi dan terasosiasi yang diperlakukan
dengan metoda ekuitas
e) Pajak penghasilan
f) Laba atau rugi dari aktivitas normal perusahaan
g) Pos luar biasa
h) Hak minoritas
i) Laba atau rugi bersih perioda berjalan.
Ketentuan tersebut bersifat umum dan berlaku untuk perusahaan jasa, perdagangan,
maupun pemanukfaturan. Butir (b) sebenarnya adalah laba antara setelah pendapatan atau butir (a)
dikurangi dengan biaya-biaya usaha. PSAK No. 1 menetapkan bahwa penyajian biaya-biaya usaha dapat
menggunakan klasifikasi (format) atas dasar sifat biaya atau fungsi biaya.