Berdasarkan pengamatan selama dilakukannya pada saat magang bahwa
keadaan sanitasi kandang masih belum memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan letak kandang yang dekat dengan pemukiman penduduk, atap kandang ada yang terbuat dari seng dan asbes serta terdapat beberapa lubang kecil sehingga sapi kemungkinan terkena air hujan. Pembersihan kandang dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari yakni pagi, sebelum dilakukan pemerahan dan sore, setelah pemerahan kedua dilakukan. Pada saat pembersihan hanya dilakukan menggunakan air bersih saja tanpa menggunakan sabun atau desinfektan. Saluran air kotor di kandang berukuran lebar 15 cm, dibiarkan terbuka dan tidak ada penutup atau penyaring sehingga banyak kotoran sapi yang berada di saluran air kotor yang mengakibatkan air tidak dapat mengalir dengan lancar serta menimbulkan bau yang tidak sedap. Sapi dipisahkan hanya berdasarkan jenisnya saja seperti sapi betina, sapi pejantan, dan sapi bunting. Lantai kandang terbuat dari semen tetapi tidak miring ke arah saluran pembuangan air kotor.. Dinding terbilang kuat karena terbuat dari batu bata. Kebersihan kandang secara keseluruhan terdapat sisa pakan dan kotoran sapi yang berserakan. Pada saat membersihkan kandang tidak menggunakan desinfek. Tempat pembuangan sampah juga tidak ada. Menurut Kirk (2005), manajemen kebersihan kandang yang baik dapat menurunkan Total Plate Count dan sedimen susu. Selain itu menurut Saksono dan Saksono (1986), mengemukakan bahwa bakteri dalam air susu akan meningkat jumlahnya disebabkan oleh kandang yang kurang bersih. Kandang harus dibuat memenuhi syarat, antara lain: drainase dan ventilasi baik, lantai tidak licin, ada penampungan kotoran dan ukuran kandang minimal 1,5 × 2,5 meter per ekor. . Jumlah bakteri dalam susu dapat naik dengan cepat jika kandang hewan tidak bersih dan tidak sehat. Kandang yang kotor dapat menyebabkan banyak kontaminan, baik bakteri maupun benda lainnya seperti debu, pasir, bulu dan sebagainya. Keadaan kandang harus bersih jika diinginkan perolehan susu segar yang baik. Kotoran hewan, bekas tanah, sisa pakan dan kotoran lainnya harus dibuang kemudian lantai kandang dicuci dengan air bersih yang mengalir sampai bersih. Untuk itu konstruksi atau bangunan kandang harus diperhatikan. Sisa air cucian harus dapat mengalir dengan baik dengan membuat lantai kandang agak miring, aliran udara di dalam kandang atau keluar masuk ruangan kandang juga baik dan lancar dengan mengatur jumlah dan luas ventilasinya. Sarang serangga dan yang semacamnya, setiap kali harus dibersihkan (Hadiwiyoto, 1994).
Kondisi Kesehatan dan Kebersihan Pemerah
Kondisi dan kebersihan pemerah termasuk dalam kategori tidak memenuhi syarat. Kondisi pekerja saat observasi nampak sehat namun tidak ada sertifikat untuk menyatakan kesehatan tenaga pemerah itu sendiri. Pemerah hanya memeriksakan kesehatan ketika sedang sakit saja. Sebaiknya Dinas Kesehatan turut memantau secara aktif atas kepemilikan sertifikat sehat para pemerah dan memberikan informasi mengenai perilaku pemerah susu sapi yang higienis. . Pemerah hanya menggunakan sepatu boot ketika bekerja. Dari pemilik memang tidak menyediakan seragam khusus untuk memerah dan pemilik hanya menyediakan sepatu boot. Pemerah selalu memotong kukunya jika sudah sedikit panjang dan selalu menjaga agar kukunya bersih. Puting susu sapi sangat sensitif terhadap kuku yang sedikit panjang dan untuk menghindari adanya luka pada putting susu dikarenakan terkena goresan kuku. Sebelum memerah susu, pemerah selalu mencuci tangan, akan tetapi pemerah hanya mencuci tangan dengan air bersih tanpa menggunakan sabun atau desinfektan. Saksono dan Saksono (1986), mengemukakan bahwa pada saat memerah susu, pemerah harus menjaga kebersihan pakaian dan tangan. Pemerah harus sehat dan tidak mempunyai luka serta mempunyai pengetahuan tentang higiene dan sanitasi untuk mencegah terjadinya kontaminasi selama pemerahan. Disarankan agar pemerah bertempat tinggal di lingkungan yang tidak ada penderita TBC dan penyakit menular lainnya. . Semua karyawan haruslah selalu menjaga kebersihannya serta berada dalam keadaan sehat. Jika para pekerja menderita penyakit infeksi seperti typhoid fever atau dysentri, maka bibit penyakit yang dikandungnya akan mencemari susu, sehingga akan menimbulkan penyakit bagi orang yang meminum susu tersebut. Karena itulah sebelum memerah susu, diwajibkan untuk mencuci tangan. Sebaiknya jika fasilitas memungkinkan maka usahakanlah agar tangan manusia tidak banyak bersentuhan dengan susu, misalnya dengan mempergunakan mesin pemerah susu yang bekerja secara otomatis, kemudian dialirkan langsung ke tempat penampungan susu (Azwar, 1996). Sebelum waktu pemerahan, pemerah wajib menggunting kuku untuk menghindari puting susu terluka (Muljana, 1982 dalam Firman, 2010). Pemerah harus bebas penyakit menular, tidak memerah pada saat menderita batuk dan diare. Selain itu sebelum dilakukan pemerahan, tangan pemerah harus dicuci bersih dan dikeringkan agar susu yang diperah tidak terkontaminasi kotoran yang menempel di tangan pemerah.
Perawatan Kesehatan dan Kebersihan Hewan
. Kesehatan dan kebersihan hewan termasuk dalam kategori tidak memenuhi syarat. Berdasarkan wawancara dengan pemilik pemerahan, pemeriksaan kesehatan sapi dilakukan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang setiap 6 bulan sekali. Pemberian vaksin kepada sapi dilakukan 1 tahun sekali oleh Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang . Kondisi tubuh sapi saat pengamatan dalam keadaan kotor dan terdapat luka di beberapa bagian tubuh sapi. Kondisi lipatan pada, ambing dan putting susu pada saat pemerahan selalu dalam keadaan bersih. Pemilik tidak memiliki sertifikat sehat untuk sapi-sapinya. Tempat memandikan sapi jadi satu dengan tempat memerah susu. Air yang digunakan untuk memandikan sapi berasal dari air tanah begitu juga untuk air minum sapi. Keadaan ekor sapi pada saat memerah dibiarkan begitu saja, tanpa diikat. . Berdasarkan Hadiwiyoto (1994), sapi yang tidak sehat dan tidak bersih pada waktu diperah akan menghasilkan susu yang mempunyai kandungan bakteri dalam jumlah banyak. Kesehatan dan kebersihan ambing harus diperhatikan benar. Setiap hari sapi perah perlu dimandikan sampai bebas dari kotoran hewan dan sisa pakan yang menempel pada tubuhnya. Keadaan tubuh sapi harus bersih setiap kali akan diperah susunya. Sedangkan di perusahaan Susu Murni sapi hanya dimandikan pada pagi hari. Sebaiknya setiap akan dilakukan pemerahan sapi dimandikan terlebih dahulu untuk mengurangi kandungan jumlah bakteri. Merawat kesehatan dan kebersihan sapi perah sangat besar pengaruhnya terhadap jumlah bakteri dalam susu. Sapi yang tidak sehat dan tidak bersih pada waktu diperah akan menghasilkan susu yang mempunyai kandungan bakteri dalam jumlah banyak. Terutama kesehatan dan kebersihan ambing harus diperhatikan. Biasanya ambing yang tidak sehat menyebabkan susu banyak mengandung bakteri Micrococcus, Streptococcus, dan Corynebacterium. Sedangkan ambing yang kotor menyebabkan susu mengandung bakteri Escherichia coli, enterokoki, bakteri tanah golongan gram negatif, dan bakteri yang berspora. Dari hewan yang kotor juga sering kali diperoleh susu yang tercemar spora jamur. Jika sapi perah akan diperah menderita sakit, hendaknya disehatkan (disembuhkan) terlebih dahulu sementara susunya jangan dikonsumsi. Setiap hari sapi perlu dimandikan sampai bebas dari kotoran hewan dan sisa-sisa pakan yang menempel pada tubuhnya. Keadaan tubuh sapi harus bersih setiap kali akan diperah susunya (Hadiwiyoto, 1994). . Hewan (sapi) yang akan diambil susunya haruslah hewan yang sehat, misalnya tidak mengandung penyakit TBC, Bang’s disease(brusellosis) atau mastitis (Azwar, 1996).
Perawatan Kebersihan Peralatan Pemerahan
Perawatan kebersihan peralatan pemerahan berdasarkan hasil penilaian termasuk dalam kategori memenuhi syarat. Semua peralatan sebelum digunakan selalu dalam keadaan bersih. Setelah semua peralatan digunakan, dicuci dengan sabun tanpa menggunakan air panas. Penyimpanan peralatan bersih tetapi tidak tersusun rapi. Tempat penyimpanan peralatan pemerahan tidak tertutup. Setelah memerah, semua peralatan langsung dicuci. Peralatan dicuci dengan sabun tanpa menggunakan air hangat. Air yang digunakan untuk mencuci berasal dari air tanah. Tempat penyimpanan peralatan terdapat binatang pengganggu seperti kecoa dan kucing. Wadah susu atau milk can yang digunakan terbuat dari bahan alumunium tebal yang kuat dan tahan karat. . Peralatan yang digunakan harus selalu dalam keadaan bersih, dibuat dengan ukuran yang sesuai serta mudah diangkat untuk dibersihkan. Ada baiknya jika peralatan sebelum dipergunakan dibersihkan terlebih dahulu dengan desinfektan (Azwar, 1996). Selain itu peralatan pemerahan dibersihkan sebelum dan sesudah pemerahan dengan menggunakan air dan sabun. Sabun termasuk golongan surfaktan (surface active agents) yang dapat membunuh mikroba dengan cara merusak membrane sel (Frank, 2001). Sanitasi peralatan dan wadah susu erat kaitannya dengan jumlah bakteri yang ada di dalam susu. Umumnya bakteri kontaminan akan menyebabkan rasa susu menjadi asam. Kontaminan sering disebabkan karena peralatan atau wadah pada waktu pemerahan dalam keadaan kotor atau tidak terjaga kebersihannya. Menjaga sanitasi peralatan atau wadah dapat dilakukan dengan membersihkannya dengan air panas, larutan alkali atau dengan larutan asam. Jika menggunakan air panas, maka sebaiknya digunakan air panas, yang suhunya minimal 75℃ dan dikerjakan minimal 5 menit. Penggunaan uap air panas akan mendapatkan hasil yang lebih baik. . Menurut Handayani dan Purwanti (2010), kebersihan peralatan yang dipakai khususnya ember penampung hasil perahan sangat mempengaruhi kebersihan dan kesehatan susu. Peralatan yang kotor akan mencemari susu sehingga mempercepat proses pembusukan dan susu menjadi asam atau rusak. Dengan demikian ember untuk menampung susu harus benar-benar bersih dan higienis. Kondisi Proses Pemerahan . Proses pemerahan dilakukan secara manual, menggunakan tangan manusia. Pada saat proses pemerahan ekor sapi tidak diikat. Proses pemerahan dilakukan 2 kali dalam sehari. Pada pagi hari pukul 05.00 WIB dan sore hari pukul 15.00 WIB.Jumlah pemerahan, setiap hari, lamanya pemerahan, waktu pemerahan, dan kecepatan pemerahan dapat mempengaruhi produksi susu yang dihasilkan. Jika pemerahan dinaikkan menjadi 3–4 kali setiap hari dapat meningkatkan produksi susu daripada jika hanya diperah dua kali sehari (Hadiwiyoto, 1994). Pemerahan pada pagi hari mendapatkan produksi susu yang lebih banyak berbeda komposisinya daripada susu hasil pemerahan sore hari. Menurut Frank (2001) susu akan segera terkontaminasi oleh mikroorganisme segera setelah keluar dari kelenjar susu oleh mikroorganisme yang berasal dari saluran puting, kemudian susu akan disaring dengan menggunakan kain penyaring. Kain penyaring yang digunakan peternak terlihat kurang bersih, karena setelah penyaringan selesai dilakukan, kain penyaring hanya cukup dibilas dengan air, sehingga dikhawatirkan sisa dari susu serta kotoran lain masih tetap menempel sehingga kain penyaring dapat menjadi penyebab kontaminasi. Pada saat proses pemerahan sapi harus dalam keadaan tenang, kebiasaan yang pernah dialami sebaiknya dihindarkan, misalnya pergantian tempat, pergantian orang yang memerah, perubahan waktu pemerah yang dapat menyebabkan penurunan produksi susu.Sebelum dilakukan proses pemerahan, kandang harus dibersihkan, dicuci dengan bersih sampai tubuh bagian belakang, ekor sapi diikat pada salah satu kakinya, dapat juga meraba dan memijit ambing susu selama beberapa saat atau menyusukan pedet pada induknya untuk memberikan rangsangan keluarnya air susu. Pemerahan dilakukan dengan memegang pangkal puting susu dengan ibu jari dan telunjuk, kemudian kedua jari tersebut ditekan serta ditarik ke bawah hingga air susu mengalir keluar. Puting susu ditekan dengan ibu jari dan bersamaan pula keempat jari yang lain ditekan sampai air susunya keluar. Pada umumnya sapi diperah 2 kali sehari, yaitu pada pagi hari antara pukul 05.00–06.30 dan sore hari antara pukul 15.00–15.50, jadwal dan frekuensi harus sesuai waktunya dan konsisten setiap harinya karena apabila berganti-ganti dapat menyebabkan ternak stress dan tidak tenang, sehingga produksi susu yang dihasilkan tidak maksimal (Firman, 2010).
Daftar Pustaka
Saksono, L dan I, Saksono.1986. Pengantar Sanitasi