Anda di halaman 1dari 10

SOCA KWASIORKOR

 Definisi
Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di
dalam berbagai rongga tubuh, akibat ketidakseimbangan faktor-faktor yang
mengkontrol perpindahan cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik sistem
kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal serta berpindahnya
air dari intravaskuler ke interstitium
 Jenis Edema
Volume cairan interstitial dipertahankan oleh hukum Starling. Faktor yang
terlibat adalah perbedaan tekanan hidrostatik intravaskuler dengan ekstravaskuler,
perbedaan tekanan osmotik, dan permeabilitas kapiler. Segala macam gangguan pada
komponen2 huum staring dapat menyebabkan edema.
 Pitting Edema ditandai dengan indentasi persisten setelah penekanan kulit
pada area edema.
 Non pitting edema: tidak tampak indentasi setelah penekanan kulit pada area
edema ( akibat obstruksi karena peningkatan tekanan kearah keluar )
 Edema lokal adalah pembengkakan dari sebagian tubuh saja
 Edema generalisata adalah pembengkakan dari separuh atau semua bagian
tubuh pasien
 DD Edema
Diagnose banding dari edema bisa dibedakan menjadi beberapa tipe yang
berdasarkan adanya beda tekanan onkotik, tekanan hidrostatik, dan permeabilitas
kapiler
 Edema lokal
 inflamasi yang berhubungan dengan permeabilitas kapiler
 Adanya penyumbatan seperti filariasis dan thrombosis yang
berhubungan dengan tekanan onkotik yang naik
 Edema generalisata
 Adanya gangguan pada hepar (sirosis hati yang berkaitan dengan
hipertensi porta, kadar albumin dalam tubuh)
 Gangguan ginjal karena adanya peningkatan volume darah
 Gangguan jantung berkaitan dengan curah jantung yang menurun
 Edema idiopatik yaitu pembengkakan yang hilang timbul
 Sindrom nefrotik berhubungan dengan kadar albumin yang menurun
 Kwashiorkor berhubungan dengan menurunnya kadar albumin
 Albumin merupakan protein plasma utama dalam tubuh
 Albumin berperan penting dalam menjaga tekanan osmotik
koloid dalam pembuluh darah
 Apabila kadar albumin darah menurun tekanan osmotik koloid
darah menurun, cairan tertarik keluar dari pembuluh darah ke
interstitial
 Pengertian Kategori Status Gizi
 BB/U adalah berat badan anak yang dicapai pada umur tertentu.
 TB/U adalah tinggi badan anak yang dicapai pada umur tertentu.
 BB/TB adalah berat badan anak dibandingkan dengan tinggi badan yang
dicapai.
 Sifat Indikator Status Gizi
 Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
 Memberikan indikasi masalah gizi secara umum karena berat badan
berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan.
 Berat badan menurut umur rendah dapat disebabkan karena pendek
(masalah gizi kronis) atau menderita penyakit infeksi (masalah gizi akut)
 Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
 Memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat
dari keadaan yang berlangsung lama.
 Misalnya : kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan asupan makanan
kurang dalam waktu yang lama sehingga mengakibatkan anak menjadi
pendek.
 Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
 Memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat
dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat).
 Misalnya terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan (kelaparan) yang
menyebabkan anak menjadi kurus.
 Indicator BB/TB dan IMT/U dapat digunakan untuk identifikasi kurus dan
gemuk. Masalah kurus dan gemuk pada umur dini dapat berakibat pada
risiko sebagai penyakit degenerative pada saat dewasa (Teori Barker).
 Definisi dan Epidemiologi KEP
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebebkan rendahnya konsumsi energy dan
protein dalam makanan sehari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.
Berdasarkan hasil pemantauan status gizi (2016), prevalensi gizi buruk dan gizi
kurang. Pada balita dimana 3,4% dengan gizi buruk dan 14,4% dengan gizi
kurang. Presentase underweight/berat badan kurang/gizi kurang (gizi buruk
dan kurang) pada kelompok balita yaitu 18,8% lebih tinggi dari kelompok
baduta (bawah dua tahun) yaitu 14,9%.Balita (anak usia dibawah 5 tahun)
adalah kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi. Kurang energi protein
(KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di Indonesia.
 Etiologi KEP
 Asupan makanan yang tidak adekuat
 Peningkatan kebutuhan nutrisi
 Penurunan absorbsi nutrisi
 Peningkatan kehilangan nutrisi

 Faktor Resiko KEP


 Penyakit infeksi
 Usia
 Nomer urut anak
 BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
 Tidak diberi ASI eksklusif
 Imunisasi tidak lengkap
 Sosial ekonomi rendah
 Ibu bekerja
 Tingkat pendidikan orang tua rendah
 Jumlah anggota keluarga yang banyak
 Patogenesis dan Patofisiologi KEP
Asupan energi yang inadekuat dapat menyebabkan berbagai adaptasi fisik
termasuk terhambatnya pertumbuhan, hilangnya lemak, otot, dan massa
visceral, berkurangnya massa basal metabolic rate, dan berkurangnya
pengeluaran energi. Perubahan biokimia dalam kelaparan berkepanjangan termasuk
kompleks metabolik, hormon, dan mekanisme pengaturan glukosa. pada fase awal,
glukoneogenesis cepat akhirnya berkurangnya otot skelet oleh karena penggunaan
asam amino piruvat dan laktat, kedua fase konservasi protein dengan mobilisasi
lemak mengarah ke lipolisis dan ketogenesis. Perubahan elektrolit terutama
retensi natrium dan deplesi kalium intraseluler dapat dijelaskan dengan
penurunan aktivitas pompa Natrium yang bergantung terhadap energi dan
sensitivitas terhadap glikosida untuk meningkatan permeabilitas membran pada
kwarsiokor. Berbagai studi menyarankan bahwa marasmus mewakili respon
adaptif terhadap kelaparan, sedangkan kwarsiokor adalah respon maladaptive.
Aflaktosin memiliki peran dalam patogenesis kwarsiokor. ROS/ Reactive Oksigen
Spesies juga memiliki peran terhadap patogenesis. Hal ini didukung oleh observasi
suplement N-acetylcystein, anti oksidan, dapat membuat resolusi gejala dan tanda
klinis lebih cepat serta meningkatkan level eritrosit glutation.
 Gejala Klinis
Pada tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang berat
badan dari anak dibandingkan dengan umur dan menggunakan Kartu Menuju Sehat
(KMS) serta tabel BB/U berdasarkan dari WHO
 KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada
pita warna kuning.
 KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di
Bawah Garis Merah (BGM).
 KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbang BB/U <60% baku median
WHO-NCHS
 Klasifikasi KEP
 Klasifikasi KEP ringan-sedang:
Sering ditemukan gangguan pertumbuhan:
 Anak tampak kurus
 Pertumbuhan linier berkurang atau berhenti
 BB tidak bertambah bahkan turun
 Ukuran LLA lebih kecil dari normal
 Maturase tulang terlambat
 Rasi BB/TB normal atau menurun
 Tebal lipatan kulit normal atau berkurang
 Anemia ringan
 Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan anak sehat.
 Klasifikasi KEP berat/Gizi buruk berdasarkan gejala klinis
Gejala klinis KEP berat/gizi buruk dapat dibedakan menjadi tiga yaitu sebagai
marasmus, kwashiorkor atau marasmic-khashiokor. Tanpa mengukur
berat badan bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah
KEP berat/Gizi buruk tipe kwashiorkor.
 Kwashiorkor (edematous malnutrition)
 Edema, umunya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki
(dorsum pedis) BB/TB >- 3 SD
 Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung,
mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok.
 Perubahan status mental, letargis, apatis, dan rewel
 Pembesaran hati
 Otot mengecil (hipotrofi/atrofi), lebih nyata bila diperiksa
pada posisi berdiri atau duduk
 Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis).
 Marasmus (nonedematous malnutrition) BB/TB <- 3SD
 Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
 Wajah seperti orang tua
 Perubahan mental, cengeng, rewel
 Kulit kering, dingin, keriputm jaringan lemak subkutis
sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana
longgar)
 Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit
berkurang
 Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas
 Marasmik-Kwashiorkor (BB/TB <- 3SD)
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median
WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok
 Komplikasi:
 Anoreksia
 Pneumonia berat
 Anemia berat
 Dehidrasi berat
 Infeksi
 Gangguan elektrolit
 Hipoglikemia
 Hipotermia
 Hiperpireksia
 Penurunan kesadaran
 Tanda bahaya dan tanda penting:
 Renjatan (syok)
 Letargis (tidak sadar)
 Muntah/diare/dehidrasi
 Penegakan Diagnosa
 Anamnesa :
 Anak kurus
 Pertumbuhan anak kurang
 Menderita sakit berulang
 Bengkak pada kaki
 Bengkak seluruh tubuh
 Nafsu makan menurun
 Pemeriksaan Fisik:
Pemeriksaan KEP (Kekurangan Energi Protein)
 Pemeriksaan fisis
1. KEP ringan
2. KEP berat kwarshiorkor :
 Pemeriksaan Penunjang :
 Darah tepi lengkap dan hapusan darah tepi
 Kadar gula darah
 Feses lengkap
 Urin lengkap
 Protein dan elektrolit serum
 Radiologi ( foto polos dada AP dan lateral ) jika ada indikasi klinis
 Kadar ferritin, Vit B12, asam folat
 Mantoux test ( tergantung hasil anamnesa dan temuan fisik )
 EKG
 Manajemen Tatalaksana di Puskesmas dan Prognosis
 Alur pelayanan anak gizi buruk di rumah sakit ataupun
puskesmas
Anak (datang sendiri atau dirujuk) dilakukaan pemeriksaan klinis
dan antropometri di , dapat dikategorikan menjadi 4 :
 Gizi buruk dengan komplikasi , dirawat inap dan dilakukan
penerapaan 10 langkah dan 5 kondisi tata laksana anak
gizi buruk.
 Gizi buruk tanpa komplikasi dilakukan rawat jalan
 Gizi Kurang penyakit berat dirawat inap dan diberi obat
dari peyakitnya an penambahan energi dan protein
 Gizi kurang penyakit ringan dirawat jalan dan terapi sama
dengan gizi kurang penyakit berat.
Dan dilakukan perawatan selanjutnya dipuskesmas dan posyandu
untuk pemulihan gizi masyarakat.
 Tatalaksana
KEP berat ditata laksana melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan rehabilitasi)
dengan 10 langkah tindakan seperti pada tabel di bawah ini :
Tatalaksana dengan 10 langkah dalam 3 fase, di tambah fase tindak lanjut :
1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia (stabilisasi, pada hari ke dua tanpa
Fe)
2. Mencegah dan mengatasi hipotermia (stabilisasi, pada hari ke dua tanpa
Fe)
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi (stabilisasi, pada hari ke dua tanpa Fe)
4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit (stabilisasi, transisi,
rehabilitasi)
5. Mengobati infeksi (semua fase, rehabilitasi dan tindak lanjut tanpa Fe)
6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro (semua fase, stabilisasi dan
transisi tanpa Fe)
7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi (stabilisasi)
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar (rehabilitasi, tindak lanjut)
9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang (semua fase)
10. Mempersiapkan untuk tinda lanjut dirumah (transisi, rehabilitasi)
Keterangan:
Fase stabilisasi yaitu hari pertama dan kedua, fase transisi pada hari ke 3-7, fase
rehabilitasi pada minggu ke 2-6, dan fase tindak lanjut pada minggu ke 7-26.
 Terapi
 Medikamentosa
 Pengobatan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
 Rehidrasi secara oral dengan Resomal, secara parenteral hanya
pada dehidrasi berat atau syok
 Atasi/cegah hipoglikemi
 Atasi gangguan elektrolit
 Atasi/cegah hipotermi
 Antibiotika:
 Bila tidak jelas ada infeksi, berikan kontrimoksasol selama 5 hari
 Bila infeksi nyata: ampisilin IV selama 2 hari, dilanjutkan dengan
oral sampai 7 hari, ditambah dengan gentamisin IM selama 7 hari
 Atasi penyakit penyerta yang ada sesuai pedoman
 Vitamin A (dosis sesuai usia, yaitu <6 bulan : 50.000 SI, 6-12 bulan :
100.000 SI, >1 tahun : 200.000 SI) pada awal perawatan dan hari ke 15
atau sebelum pulang
 Multivitamin- mineral, khusus asam float hari pertama 5 mg, selanjutnya 1
mg per hari.
 Suportif / Dietetik ( bold = penting )
 Oral (enteral)
 Gizi kurang: kebutuhan energi dihitung sesuai RDA untuk
umur TB (height-age) dikalikan berat badan ideal
 Gizi buruk : sesuai dengan tabel kebutuhan energi protein dan
cairan sesuai fase-fase tatalaksana gizi buruk berikut
 Intravena (parenteral) : hanya atas indikasi tepat
Pada pasien ini mengalami dermatosis yang diakibatkan kekurangan zinc
: diberikan terapi :
1. Kompres daerah luka dengan larutan PK (KMnO4) 0,01% selama 10 menit
per hari
2. Beri krim atau saleb Zn, tulle pada daerah yang kasar dan bubuhi gentian
violet pada lesi kulit yang pecah-pecah
Pengobatan terhadap parasit cacing : Mebendazole 100 mg/kg berat badan (3
hari) atau Albendazole 20 mg/kg berat badan dosis tunggal. * Tabel SAM

SAM ( Severe acute malnutrition) Management


Pada pasien yang masih mempunyai nafsu makan baik, tidak ada komplikasi dapat
diberikan terapi RTUFs ( Ready To Use Teraphedic Food ).merupakan makanan
terapi instan berupa pasta kental berbasis lemak diperkaya vitamin dan mineral dan
berkalori tinggi.
Merupakan campuran dari susu bubuk (skimmed), kacang, gula, vitamin dan mineral
Pemantauan
 Kriteria sembuh
 BB/TB > - 2 SD
 Tumbuh kembang
 Memantau status gizi secara rutin dan berkala
 Memantau perkembangan psikomotor
 Edukasi
Memberikan pengetahuan pada orangtua tentang :
 Pengetahuan gizi, seperti penyebab kurangnya gizi
 Melatih ketaatan dalam pemberian diet
 Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
 Kriteria Rujukan
 Bila terjadi komplikasi, seperti: sepsis, dehidrasi berat,
anemia berat, penurunan kesadaran.
 Bila terdapat penyakit komorbid, seperti: pneumonia
berat.
 Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad bonam untuk ad vitam,
sedangkan untuk quo ad fungsionam dan sanationam
umumnya dubia ad malam.
 Edukasi Pencegahan KEP
 Faktor infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi
 Pola makan: penyuluhan mengenai gizi seimbang
 Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi berkala
 Faktor sosial mencari kemungkinan adanya pantangan untuk bahan makanan
tertentu secara turun temurun yang dapat menyebabkan KEP
 Faktor ekonomi

Anda mungkin juga menyukai