Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan
1.1.1. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa dapat mengetahui berbagai faktor penyebab penyusutan kuantitatif dan
kualitatif pada bahan pangan selama penyimpanan.
1.1.2. Tujuan Intuksional Khusus
 Mahasiswa mengetahui pengaruh penyimpanan suhu kamar dan penyimpanan
suhu dingin terhadap penyusutan bahan pangan.
 Mahasiswa mengetahui perbedaan pengaruh kondisi (terluka dan tidak terluka)
terhadap penyusutan bahan pangan.
 Mahasiswa mengetahui pengaruh penyimpanan dengan kemasan dan tanpa
kemasan terhadap penyusutan bahan pangan

1.2. Dasar Teori


1.2.1. Penyusutan
Penangan bahan pada masa pasca panen merupakan salah satu hal yang harus
diperhatikan demi menjaga kualitasnya. Penanganan yang tidak optimal selama proses
panen hingga ke penyimpanan dapat menyebabkan bahan pangan yang diterima
konsumen tidak lagi dalam kondisi yang baik dan bisa jadi mengalami penurunan bobot
atau bahkan nilai gizinya, kebusukan contohnya. Menurut Sjaifullah (2010),
penanganan yang tidak optimal selain disebabkan oleh fasilitas yang kurang memadai,
atau juga karena pengetahuan pelaku yang kurang dalam. Contohnya bahan pangan
yang tidak dibersihkan akan mengandung benda asing dengan jumlah mikroorganisme
yang lebih banyak dibanding bahan pangan yang telah dibersihkan sebelum disimpan.
Setelah komoditi tersebut dipanen, tidak semua reaksi biokimia dalam bahan yang
langsung berhenti, dan masih berjalan hingga berakhir dengan terjadi kerusakan atau
pembusukan. Kerusakan yang terjadi disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme dalam
bahan atau enzim yang bekerja yang biasa disebut respirasi. Respirasi dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah suhu. Pada umumnya, laju respirasi secara
normal bertambah dengan bertambah naiknya temperatur. Salah satu contoh
penyimpanan dengan mengatur suhu adalah teknik penyimpanan suhu rendah. Teknik
ini akan menurunkan suhu penyimpanan hingga dibawah 15°C untuk mengurangi
serangan kapang dan serangga, mempertahankan kesegaran bahan pangan sehingga
mengurangi kehilangan nutrisi, mempertahankan mutu organik, mempertahankan daya
kecambah biji dan meminimalkan kehilangan bobot akibat perubahan kimia. Suhu
rendah dapat diperoleh dari sistem pendingin statik atau mobile (Marsanti dan Retno,
2018). Kapang yang biasa tumbuh pada suhu optimal ruang akan menjadi dorman
ketika berada di lingkungan yang bersuhu rendah, oleh sebab itu kebusukan dapat
tercegah dengan teknik penyimpanan ini.
Susut bobot umbi kentang akan mengalami peningkatan seiring dengan lamanya
waktu penyimpanan, semakin lama disimpan menyebabkan kandungan air di dalam
umbi kentang akan berkurang, hal ini sesuai dengan pernyataan Jufri (2011) dalam
Purnomo dkk., (2017) bahwa umbi kentang terdiri dari 80% air, kehilangan bobot dapat
disebabkan oleh kehilangan air. Air dalam umbi lebih mudah hilang di suhu ruang
daripada di suhu kamar melalui proses evaporasi (Purnomo dkk., 2017). Beukema dan
Zaag (2007) dalam Purnomo dkk., (2017) menambahkan bahwa evaporasi umbi
kentang akan lebih besar terjadi pada suhu kamar daripada suhu dingin.
Selain mengalami kerusakan fisiologis, perlakuan yang kurang optimal juga dapat
menyebabkan kerusakan mekanis. Tidak berhati-hatinya para pelaku pasca panen dapat
mengurangi mutu fisik bahan bahkan dapat melukai atau merusak bahan tersebut.
Penanganan produk segar yang ceroboh dapat menyebabkan memar internal, yang dapat
menyebabkan kerusakan fisiologis, sehingga air dalam komoditas cepat hilang atau
berbekurang. Kerusakan pada kulit komoditas juga dapat menyebabkan pembusukan
yang disebabkan oleh mikroorganisme (Simson, 2010). Memar internal atau bahkan
luka diketahui dapat mempercepat proses pembusukan, hal tersebut dikarenakan luka
fisik tersebut dapat membantu bahan dalam proses pemutusan substrat sehingga
mempermudah aktivasi enzim yang tentunya mempecepat laju respirasi. Luka tersebut
juga memberikan kesempatan pada mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak,
karena adanya nutrisi yang lebih banyak ketimbang bahan yang tidak luka bagi mereka.
Susut berat pada hasil panen dapat terjadi secara kualitatif dan kuantitatif.
Penyusutan kualitatif adalah penyusutan suatu bahan dimana bahan tersebut mengalami
penurunan mutu sehingga menjadi tidak layak untuk dikonsumsi seperti penurunan nilai
gizi, penurunan, perubahan cita rasa dan tidak aman untuk dikonsumsi lagi karena dapat
mengganggu kesehatan (Kaihatu, 2014). Sedangkan penyusutan kuantitatif adalah
penyusutan jumlah atau hasil bahan pangan yang dapat terjadi karena proses
penanganan yang kurang tepat ataupun gangguan biologi seperti proses fisiologis dan
gigitan serangga (Kaihatu, 2014). Luka pada fisik bahan dapat mempermudah mikroba
menyerap nutrisi lebih, hal tersebut yang menjadikan bahan mengalami susut berat.
Susut fisik terjadi pada umbi-umbian terutama yang mengalami transpirasi cepat,
sehingga layu yang mengakibatkan beratnya berkurang. Susut bagian yang dapat
dimakan dapat disebabkan oleh serangan jamur, bakteri maupun dampak dari masih
berlangsungnya proses respirasi (Semariyani dkk., 2016).
Penyimapan kentang yang terlalu lama menyebabkan kentang mengalami
penurunan kualitas. Lama penyimpanan kentang berpengaruh terhadap kadar gula
dan kadar air kentang (Kusumiyati dkk., 2017). Semakin lama penyimpanan kentang
maka kadar air yang terkandung semakin kecil yang disebabkan oleh adanya
transpirasi (Kusumiyati dkk., 2017). Transpirasi terjadi karena adanya perbedaan
suhu dan kelembaban relatif tumpukan ubi kentang dengan lingkungannya (Asgar
dkk., 2010 dalam Kusumiyati dkk., 2017).
Penghitungan susut bobot selama proses penyusutan dengan menggunakan rumus
(Purnomo dkk., 2017).
berat awal ( gr ) −berat akhir (gr )
%susut bobot = ×100 %
berat awal ( gr )
Keterangan:
 % susut bobot: berkurangnya berat selama penyusutan
 Berat awal: berat sampel pada penimbangan awal
 Berat akhir: berat sampel setelah penyusutan

1.2.2. Kentang (Solanum tuberosum)


Solanum tuberosum atau yang lebih dikenal sebagai kentang merupakan tanaman
setahun, bentuk sesungguhnya menyamak dan bersifat menjalar. Batangnya berbentuk
segi empat, panjang bisa mencapai 50 – 120 cm dan tidak berkayu. Batang dan daun
berwarna hijau kemerah-merahan atau keungu-unguan. Akar tanaman menjalar dan
berukuran sangat kecil bahkan sangat halus. Selain mempunyai organ-organ di atas,
kentang juga mempunyai organ umbi. Umbi tersebut berasal dari cabang samping yang
masuk ke dalam tanah. Cabang ini merupakan tempat untuk menyimpan karbohidrat
sehingga membengkak dan bisa dimakan. Umbi bisa mengeluarkan tunas dan nantinya
akan membentuk cabang-cabang baru. Kentang termasuk tanaman setahun yang
ditanam untuk dipanen umbinya. Umbi kentang merupakan ujung stolon yang
membesar dan merupakan organ penyimpanan yang mengandung karbohidrat yang
tinggi (Setiadi dan Nurulhuda, 1998). Dalam sistematika tumbuhan, tanaman kentang
digolongkan ke dalam (Setiadi 2009) :
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum tuberosum L.

Tabel 1. Kandungan Gizi Kentang Mentah per 100 gram


Kandungan Jumlah Satuan
Air 77,8 g
Energi/Kalori 83,0-85,0 kal
Kalsium 10,0 mg
Protein 2,0 g
Lemak 0,1 g
Karbohidrat 19,1 g
Vitamin C 17,0 mg
Vitamin B1 -25,0 mg
Vitamin B2 0,085 mg
Vitamin A 0,040 (diabaikan) mg
Fosfor 60,0 mg
Besi 0,8 mg
BDD 85 %
Sumber : Soelarso (2007) dalam (Semariyani dkk., 2016)

Umbi kentang merupakan umbi batang yang terbentuk dari pembesaran ujung
stolong, mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Air
merupakan komposisi terbesar yang dapat mencapai 80% (Pijoto, 2004).
New Potatoes adalah istilah untuk berbagai jenis kentang yang telah dipanen
sebelum mencapai kedewasaan. New Potatoes juga disebut baby potatoes dan terkadang
creamers. Ukurannya bisa sekecil marmer (Wadas and Rymuza, 2019).
Kandungan dry matter adalah salah satunya karakteristik penting dari new
potatoes. Ketika umbi dipanen sangat awal, kandungan dry matter yang rendah dapat
menghasilkan tekstur umbi yang basah, dan mengurangi kualitas new potatoes
(Mustonen, 2004). Kandungan dry matter dalam umbi kentang tergantung pada varietas
dan waktu panen. New potatoes berkontribusi 22-33% dari Recommended Dietary
Allowance (RDA) vitamin C dan 4-6% protein dalam asupan makanan manusia sehari-
hari (Wadas and Rymuza, 2019).

1.2.3. Tekstur
Tekstur dinyatakan untuk menentukan kekerasan buah. Penetrometer dilengkapi
jarum penusuk dan penyangga beban maka kedalam tusukan semakin keras demikian
semakin dalam jarum masuk kedalam bahan semakin lunak bahannya (Bird, 2001).
Kekerasan produk merupakan salah satu parameter mutu fisik untuk menentukan
tingkat kesegaran produk hasil pertanian. Tingkat kekerasan digunakan untuk
mengetahui perubahan mutu fisik selama penyimpanan. Penurunan kadar air kentang
terjadi karena pengaruh suhu juga diamati Kusdibyo et al., (2004) dalam Broto dkk.,
(2017), yaitu semakin tinggi suhu akan mempercepat transpirasi hasil laju respirasi
salah satunya adalah H2O dan akan terus menurun selama penyimpanan sebagaimana
dijumpai Knowles et al. (2009) dalam Broto dkk., (2017). Kadar air dalam umbi
kentang merupakan indikasi dari tingkat kesegaran sehingga berpengaruh terhadap
mutu, terutama fisik. Fisik pada kentang yang berpengaruh ketika kadar air kentang
menurun adalah tekstur kentang yang semakin lunak. Air dalam umbi lebih mudah
hilang di suhu ruang daripada di suhu kamar melalui proses evaporasi (Purnomo dkk.,
2017). Beukema dan Zaag (2007) dalam Purnomo dkk., (2017) menambahkan bahwa
evaporasi umbi kentang akan lebih besar terjadi pada suhu kamar daripada suhu dingin
1.2.4. Warna
Pengukuran warna suatu bahan dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya
dengan alat color reader. Color reader adalah alat pengukur warna yang didesain
dengan tiga reseptor sehingga mampu membedakan warna akurat antara terang dan
gelap. Salah satu pengukuran warna menggunakan color reader yang umum digunakan
adalah color reader dengan seri CR-10, dengan ukuran dan lebar sinar, mudah
digunakan karena hanya menggunakan satu tangan, dan perbedaan warna dalam bentuk
Δ L,a,b, ΔE a,b atau Δ L,c,h (Wiratama dan Cingah, 2007). Satuan ini L menandakan
gelap terangnya lightness benda, nilai a* menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan
warna kromatik campuran merah-hijau, notasi b* menyatakan warna kromatik
campuran biru kuning,  c* mewakili kroma, dan h* adalah sudut rona. Setelah
mengidentifikasi perbedaan warna menggunakan L * a * b * atau L * C * nilai h, harus
diputuskan apakah sampel diterima atau tidak menggunakan batas toleransi baik atau
buruknya. Nilai ∆E* menunjukkan perubahan atau perbedaan nilai L*a*b* yang
dihasilkan (Pakiding dkk., 2015). Semakin tinggi nilai ∆E* maka semakin besar
perubahan atau perbedaan nilai L*a*b* yang terjadi. Penggunaan rumus Δ E (Indrayani,
2012):
Δ E=√ ΔL2 + Δa2 + Δb 2
Keterangan:
∆E* = Perubahan nilai Lab* selama waktu tertentu
∆L* = Perubahan nilai L* selama waktu tertentu
∆a* = Perubahan nilai a* selama waktu tertentu
∆b* = Perubahan nilai b* selama waktu tertentu
BAB II
METODE PENELITIAN

2.1. Alat
 Lemari pendingin (suhu rendah) dan lemari biasa (suhu kamar)
 Nampan atau piring plastik
 Plastik wrap
 Pisau
 Timbangan semi analitis (Kabuto)
 Pnetrometer (Sun Berlin PNR10)
 Color reader
 Gunting

2.2. Bahan
 Kentang kecil (Baby potato)
 Label nama
 Plastik wrap

2.3. Cara kerja


2.3.1. Preparasi Sampel Kentang (Solanum tuberosum)

Kentang

Penimbangan awal kentang dengan timbangan semi analitik

Pembersihan kulit kentang dari kotoran yang menempel

Perlakuan pada kentang dengan melukai kentang dengan pisau dan tanpa luka

Pengkemasan dengan dan tanpa plastik wrap

Gambar 1. Skema Kerja Preparasi Sampel Kentang (Solanum tuberosum)


2.3.2. Penyimpanan Kentang Yang Sudah Diberi Perlakuan Pada Refrigerator dan
Lemari
Kentang yang sudah diberi perlakuan

Penyimpanan pada refrigerator (suhu rendah) dan lemari (suhu


kamar)
Pencatat suhu dan RH lemari setiap hari 3, 7, 10, dan 14
Gambar 2. Skema Kerja Penyimpanan Kentang Yang Sudah Diberi Perlakuan Pada
Refrigerator dan Lemari

2.3.3. Pengamatan Warna Dengan Color Reader

Kentang

Pembungkusan kentang dengan plastik wrap

Kalibarasi color reader

Pengamatan warna bahan dengan color reader

Pencatatan nilai L*, a*, b*, C dan oH

Gambar 3. Skema Kerja Pengamatan Warna Dengan Color Reader

2.3.4. Pengujian Tekstur Dengan Penetrometer

Kentang

Peletakan kentang utuh pada piring

Peletakan jarum penetrometer tepat diatas


sampel
Menekan start dan menunggu 5 detik

Pembacaan hasil penetrometer (mm/50 gr/5 s)

Pengulangan sebanyak 2 kali


Gambar 4. Skema Kerja Pengujian Tekstur Dengan Penetrometer
BAB III
HASIL PENGAMATAN

3.1. Susut Bobot Kentang Hari ke 3, 7, 10, dan 14


Tabel 2. Pengamatan Berat Hari ke-3
Suhu Refrigerator: -3,8oC, 74%. Suhu Kamar: 25,7oC, 72%
Kode Berat hari ke-0 Berat hari ke-3
Suhu Perlakuan
bahan (gram) (gram)
Kemas & Luka 9.52 9.42
1 Refrigerator
Selisih 0.10
Kemas & Luka 10.17 10.06
2 Refrigerator
Selisih 0.11
Kemas & Tidak Luka 8.75 8.69
3 Refrigerator
Selisih 0.06
Kemas & Tidak Luka 10.46 10.39
4 Refrigerator
Selisih 0.07
Tidak Kemas & Luka 7.82 7.22
5 Refrigerator
Selisih 0.60
Tidak Kemas & Luka 9.27 8.75
6 Refrigerator
Selisih 0.52
Tidak Kemas & Tidak
14.12 13.98
7 Refrigerator Luka
Selisih 0.14
Tidak Kemas & Tidak
10.04 9.89
8 Refrigerator Luka
Selisih 0.15
Kemas & Luka 6.81 6.59
9 Kamar
Selisih 0.22
Kemas & Luka 10.24 10.02
10 Kamar
Selisih 0.22
Kemas & Tidak Luka 8.33 8.22
11 Kamar
Selisih 0.11
Kemas & Tidak Luka 7.32 7.24
12 Kamar
Selisih 0.08
Tidak Kemas & Luka 9.65 8.94
13 Kamar
Selisih 0.71
Tidak Kemas & Luka 13.60 12.99
14 Kamar
Selisih 0.61
Tidak Kemas & Tidak
10.48 10.34
15 Kamar Luka
Selisih 0.14
Tidak Kemas & Tidak
11.88 11.75
16 Kamar Luka
Selisih 0.13
Tabel 3. Pengamatan Berat Hari ke-7
Suhu Refrigerator: -1,5oC, 68%. Suhu Kamar: 27,5oC, 71%
Kode Berat hari ke-0 Berat hari ke-7
Suhu Perlakuan
bahan (gram) (gram)
Kemas & Luka 8.53 8.33
17 Refrigerator
Selisih 0.20
Kemas & Luka 8.30 8.04
18 Refrigerator
Selisih 0.26
Kemas & Tidak Luka 10.18 9.98
19 Refrigerator
Selisih 0.20
Kemas & Tidak Luka 8.23 8.06
20 Refrigerator
Selisih 0.17
Tidak Kemas & Luka 12.83 11.16
21 Refrigerator
Selisih 1.67
Tidak Kemas & Luka 7.22 6.21
22 Refrigerator
Selisih 1.01
Tidak Kemas & Tidak
9.88 8.99
23 Refrigerator Luka
Selisih 0.89
Tidak Kemas & Tidak
7.95 7.68
24 Refrigerator Luka
Selisih 0.27
Kemas & Luka 8.33 7.90
25 Kamar
Selisih 0.43
Kemas & Luka 7.34 6.74
26 Kamar
Selisih 0.60
Kemas & Tidak Luka 9.43 9.27
27 Kamar
Selisih 0.16
Kemas & Tidak Luka 10.35 10.08
28 Kamar
Selisih 0.27
Tidak Kemas & Luka 7.49 6.47
29 Kamar
Selisih 1.02
Tidak Kemas & Luka 6.65 5.75
30 Kamar
Selisih 0.90
Tidak Kemas & Tidak
11.07 10.74
31 Kamar Luka
Selisih 0.33
Tidak Kemas & Tidak
12.75 12.48
32 Kamar Luka
Selisih 0.27
Tabel 4. Pengamatan Berat Hari ke-10
Suhu Refrigerator: -1,6oC, 72%. Suhu Kamar: 25,2oC, 69%
Kode Berat hari ke-0 Berat hari ke-10
Suhu Perlakuan
bahan (gram) (gram)
Kemas & Luka 10.47 10.18
33 Refrigerator
Selisih 0.29
Kemas & Luka 7.72 7.44
34 Refrigerator
Selisih 0.28
Kemas & Tidak Luka 14.39 14.13
35 Refrigerator
Selisih 0.26
Kemas & Tidak Luka 10.61 10.46
36 Refrigerator
Selisih 0.15
Tidak Kemas & Luka 9.72 7.52
37 Refrigerator
Selisih 2.20
Tidak Kemas & Luka 10.84 8.19
38 Refrigerator
Selisih 2.65
Tidak Kemas & Tidak
9.78 9.66
39 Refrigerator Luka
Selisih 0.12
Tidak Kemas & Tidak
8.12 7.89
40 Refrigerator Luka
Selisih 0.23
Kemas & Luka 10.79 10.04
41 Kamar
Selisih 0.75
Kemas & Luka 6.68 6.14
42 Kamar
Selisih 0.54
Kemas & Tidak Luka 8.85 8.44
43 Kamar
Selisih 0.41
Kemas & Tidak Luka 9.75 9.52
44 Kamar
Selisih 0.23
Tidak Kemas & Luka 10.98 9.44
45 Kamar
Selisih 1.54
Tidak Kemas & Luka 13.43 11.23
46 Kamar
Selisih 2.20
Tidak Kemas & Tidak
7.65 7.33
47 Kamar Luka
Selisih 0.32
Tidak Kemas & Tidak
7.14 6.85
48 Kamar Luka
Selisih 0.29
Tabel 5. Pengamatan Berat Hari ke-14
Suhu Refrigerator: -1,8oC, 70%, Suhu Kamar: 28,5oC, 77%
Kode Berat hari ke-0 Berat hari ke-14
Suhu Perlakuan
bahan (gram) (gram)
Kemas & Luka 11.98 11.43
49 Refrigerator
Selisih 0.55
Kemas & Luka 10.12 9.65
50 Refrigerator
Selisih 0.47
Kemas & Tidak Luka 9.42 9.22
51 Refrigerator
Selisih 0.20
Kemas & Tidak Luka 19.44 19.06
52 Refrigerator
Selisih 0.38
Tidak Kemas & Luka 11.84 9.18
53 Refrigerator
Selisih 2.66
Tidak Kemas & Luka 10.89 7.66
54 Refrigerator
Selisih 3.23
Tidak Kemas & Tidak
11.14 10.70
55 Refrigerator Luka
Selisih 0.44
Tidak Kemas & Tidak
13.10 12.36
56 Refrigerator Luka
Selisih 0.74
Kemas & Luka 10.03 9.16
57 Kamar
Selisih 0.87
Kemas & Luka 12.21 11.26
58 Kamar
Selisih 0.95
Kemas & Tidak Luka 8.68 8.24
59 Kamar
Selisih 0.44
Kemas & Tidak Luka 9.24 9.01
60 Kamar
Selisih 0.23
Tidak Kemas & Luka 7.89 6.67
61 Kamar
Selisih 1.22
Tidak Kemas & Luka 9.41 8.47
62 Kamar
Selisih 0.94
Tidak Kemas & Tidak
8.54 8.26
63 Kamar Luka
Selisih 0.28
Tidak Kemas & Tidak
9.62 9.33
64 Kamar Luka
Selisih 0.29
3.2. Tabel Pengamatan Warna dan Perubahan
Tabel 6. Pengamatan Warna Hari ke 0
Warna
Bahan o
L a* b* C H
Kentang I 53,0 6,0 23,6 24,4 75,7
Kentang II 55,9 5,5 21,4 22,3 75,8
x 54,45 5,75 22,5 23,35 75,75
ΔE 59,1955

Tabel 7. Pengamatan Warna Hari ke 3


Suhu Refrigerator: -3,8oC, 74%, Suhu Kamar: 25,7oC, 72%
Kode Warna
Suhu Perlakuan Pengulangan
bahan L a* b* C o
H
I 57,0 6,6 30,8 31,5 77,9
Kemas & II 56,7 7,2 32,5 31,3 77,4
1 Refrigerator
Luka x̅ 56,9 6,9 31,7 31,4 77,7
ΔE 65,4989
I 54,6 8,4 27,5 28,7 73,1
Kemas & II 58,2 6,9 29,0 29,8 76,7
2 Refrigerator
Luka x̅ 56,4 7,7 28,3 29,3 74,9
ΔE 63,5700
I 59,6 8,2 31,5 32,5 75,4
Kemas & II 58,9 6,8 31,4 32,1 77,8
3 Refrigerator
Tidak Luka x̅ 59,3 7,5 31,5 32,3 76,6
ΔE 67,5647
I 56,0 6,4 34,5 35,1 79,5
Kemas & II 59,3 7,2 31,6 32,4 77,1
4 Refrigerator
Tidak Luka x̅ 57,7 6,8 33,1 33,8 78,3
ΔE 66,8666
I 61,6 6,1 31,4 32,0 78,9
Tidak Kemas II 55,3 6,1 23,7 24,5 75,6
5 Refrigerator
& Luka x̅ 58,5 6,1 27,6 28,3 77,3
ΔE 64,9709
I 59,5 7,8 29,2 30,2 75,1
Tidak Kemas II 59,4 8,3 27,0 28,2 73,0
6 Refrigerator
& Luka x̅ 59,5 8,1 28,1 29,2 74,1
ΔE 66,2983
I 57,1 26,6 25,3 26,1 75,3
Tidak Kemas II 54,1 26,9 23,9 24,9 73,9
7 Refrigerator
& Tidak Luka x̅ 55,6 26,8 24,6 25,5 74,6
ΔE 66,4437
I 55,3 6,8 24,7 25,7 74,7
Tidak Kemas II 57,8 6,9 29,7 30,5 76,9
8 Refrigerator
& Tidak Luka x̅ 56,6 6,9 27,2 28,1 75,8
ΔE 63,1744
I 55,5 6,1 21,0 21,9 73,8
Kemas & II 49,2 6,3 16,7 17,8 69,2
9 Kamar
Luka x̅ 52,4 6,2 18,9 19,9 71,5
ΔE 56,0483
I 59,2 5,9 21,7 22,5 74,7
Kemas & II 61,3 4,0 22,8 21,1 80,1
10 Kamar
Luka x̅ 60,3 5,0 22,3 21,8 77,4
ΔE 64,4855
I 58,6 5,4 18,3 19,1 73,4
Kemas & II 54,8 4,7 16,6 17,2 74,2
11 Kamar
Tidak Luka x̅ 56,7 5,1 17,5 18,2 73,8
ΔE 59,5580
I 59,9 6,9 21,6 22,7 72,2
Kemas & II 58,7 6,7 21,2 22,3 72,4
12 Kamar
Tidak Luka x̅ 59,3 6,8 21,4 22,5 72,3
ΔE 63,4089
I 57,0 7,1 21,6 22,8 71,7
Tidak Kemas II 55,8 7,1 20,6 21,8 71,1
13 Kamar
& Luka x̅ 56,4 7,1 21,1 22,3 71,4
ΔE 60,6348
I 53,4 8,3 16,1 18,2 62,6
Tidak Kemas II 52,9 8,1 16,4 18,3 63,8
14 Kamar
& Luka x̅ 53,2 8,2 16,3 18,3 63,2
ΔE 56,2421
I 58,5 5,4 20,4 21,1 75,1
Tidak Kemas II 57,7 6,6 20,8 21,8 72,4
15 Kamar
& Tidak Luka x̅ 58,1 6,0 20,6 21,5 73,8
ΔE 61,9352
I 52,9 6,6 5,9 7,3 67,4
Tidak Kemas II 50,9 6,7 18,0 19,3 69,5
16 Kamar
& Tidak Luka x̅ 51,9 6,7 12,0 13,3 68,5
ΔE 53,6889

Tabel 8. Pengamatan Warna Hari ke 7


Suhu Refrigerator: -1,5oC, 68%, Suhu Kamar: 27,5oC, 71%
Kode Warna
Suhu Perlakuan Pengulangan
bahan L a* b* C o
H
I 56,9 5,4 20,6 21,3 75,2
II 56,5 6,4 18,9 20,0 71,4
17 Refrigerator Kemas & Luka
x̅ 56,7 5,9 19,8 20,7 73,3
ΔE 60,3468
I 55,1 5,6 18,1 19,0 72,9
II 58,9 6,2 20,4 21,3 73,0
18 Refrigerator Kemas & Luka
x̅ 57,0 5,9 19,3 20,2 73,0
ΔE 60,4673
19 Refrigerator Kemas & Tidak I 60,1 5,8 19,3 20,2 73,1
II 59,1 5,9 19,3 20,2 73,1
Luka x̅ 59,6 5,9 19,3 20,2 73,1
ΔE 62,9242
I 62,4 6,3 22,1 23,0 74,1
Kemas & Tidak II 59,9 6,4 21,3 22,2 73,4
20 Refrigerator
Luka x̅ 61,2 6,4 21,7 22,6 73,8
ΔE 65,2479
I 56,7 6,4 20,3 21,3 72,5
Tidak Kemas & II 55,2 6,3 21,1 22,0 73,3
21 Refrigerator
Luka x̅ 56,0 6,4 20,7 21,7 72,9
ΔE 60,0454
I 59,2 5,9 20,0 20,9 73,6
Tidak Kemas & II 57,6 6,2 21,7 22,6 74,1
22 Refrigerator
Luka x̅ 58,4 6,1 20,9 21,8 73,9
ΔE 62,3264
I 59,7 6,4 23,3 24,2 74,6
Tidak Kemas & II 59,1 6,3 22,1 22,9 74,0
23 Refrigerator
Tidak Luka x̅ 59,4 6,4 22,7 23,6 74,3
ΔE 63,9110
I 55,8 5,8 21,0 21,8 74,6
Tidak Kemas & II 48,9 5,2 16,7 17,5 72,7
24 Refrigerator
Tidak Luka x̅ 52,4 5,5 18,9 19,7 73,7
ΔE 55,9752
25 Kamar Kemas & Luka I 52,3 6,0 19,6 20,5 73,0
II 53,3 6,1 22,2 23,0 74,7
x̅ 52,8 6,1 20,9 21,8 73,9
ΔE 57,1127
I 52,6 5,8 19,6 20,5 73,4
II 52,2 5,2 20,2 20,9 75,5
26 Kamar Kemas & Luka
x̅ 52,4 5,5 19,9 20,7 74,5
ΔE 56,3207
I 54,3 5,2 17,7 18,5 73,6
Kemas & Tidak II 54,8 5,2 17,8 18,5 73,8
27 Kamar
Luka x̅ 54,6 5,2 17,8 18,5 73,7
ΔE 57,6632
I 57,7 5,5 19,3 20,0 74,1
Kemas & Tidak II 52,5 5,7 16,6 17,5 71,0
28 Kamar
Luka x̅ 55,1 5,6 18,0 18,8 72,6
ΔE 58,2355
I 56,6 5,7 23,4 24,1 76,4
Tidak Kemas & II 58,8 6,0 24,4 25,1 76,2
29 Kamar
Luka x̅ 57,7 5,9 23,9 24,6 76,3
ΔE 62,7320
30 Kamar Tidak Kemas & I 48,5 4,8 16,8 17,4 74,2
Luka II 50,7 5,4 19,3 20,0 74,5
x̅ 49,6 5,1 18,1 18,7 74,4
ΔE 53,0451
I 51,1 4,1 16,7 17,2 76,3
Tidak Kemas & II 54,1 4,4 17,8 18,3 76,1
31 Kamar
Tidak Luka x̅ 52,6 4,3 17,3 17,8 76,2
ΔE 55,5386
I 55,9 4,5 19,7 20,2 77,2
Tidak Kemas & II 55,9 5,3 20,8 21,4 75,8
32 Kamar
Tidak Luka x̅ 55,9 4,9 20,3 20,8 76,5
ΔE 59,6734

Tabel 9. Pengamatan Warna Hari ke 10


Suhu Refrigerator: -1,6oC, 72%, Suhu Kamar: 25,2oC, 69%
Kode Warna
Suhu Perlakuan Pengulangan
bahan L a* b* C o
H
I 61,2 6,3 18,6 19,6 71,2
II 67,1 5,7 16,9 17,8 71,4
33 Refrigerator Kemas & Luka
x̅ 64,2 6,0 17,8 18,7 71,3
ΔE 66,8916
I 53,8 9,2 21,1 23,0 66,4
II 54,2 9,0 24,3 25,9 69,7
34 Refrigerator Kemas & Luka
x̅ 54,0 9,1 22,7 24,5 68,1
ΔE 59,2798
I 59,0 7,9 20,0 21,5 68,6
Kemas & Tidak II 55,1 8,3 19,4 21,1 66,9
35 Refrigerator
Luka x̅ 57,1 8,1 19,7 21,3 67,8
ΔE 60,9435
I 62,6 7,5 26,6 27,7 74,3
Kemas & Tidak II 61,7 7,2 23,7 24,7 73,8
36 Refrigerator
Luka x̅ 62,2 7,4 25,2 26,2 74,1
ΔE 67,5177
I 53,3 8,0 24,7 26,0 72,1
Tidak Kemas & II 55,7 6,9 20,3 22,0 71,8
37 Refrigerator
Luka x̅ 54,5 7,5 22,5 24,0 72,0
ΔE 59,4369
I 64,3 8,0 34,8 35,7 77,1
Tidak Kemas & II 64,0 7,0 25,5 26,4 74,7
38 Refrigerator
Luka x̅ 64,2 7,5 30,2 31,1 75,9
ΔE 71,3437
I 67,0 5,6 23,9 24,5 76,8
Tidak Kemas & II 66,5 6,6 23,8 24,7 74,5
39 Refrigerator
Tidak Luka x̅ 66,8 6,1 23,9 24,6 75,7
ΔE 71,2086
I 61,2 7,0 23,9 24,9 73,7
Tidak Kemas & II 58,0 7,3 24,3 25,4 73,2
40 Refrigerator
Tidak Luka x̅ 59,6 7,2 24,1 25,2 73,5
ΔE 64,6901
I 59,8 5,8 17,8 18,7 72,1
II 58,8 6,7 19,3 20,4 70,8
41 Kamar Kemas & Luka
x̅ 59,3 6,3 18,6 19,6 71,5
ΔE 62,4671
I 62,0 6,3 21,9 22,8 73,9
II 59,0 6,6 20,6 21,7 72,2
42 Kamar Kemas & Luka
x̅ 60,5 6,5 21,3 22,3 73,1
ΔE 64,4685
I 56,5 6,4 16,2 17,4 68,3
Kemas & Tidak II 59,7 7,0 19,1 20,4 69,9
43 Kamar
Luka x̅ 58,1 6,7 17,7 18,9 69,1
ΔE 61,1047
I 63,0 5,0 16,3 17,0 72,8
Kemas & Tidak II 62,2 5,4 17,5 18,3 73,0
44 Kamar
Luka x̅ 62,6 5,2 16,9 17,7 72,9
ΔE 65,0493
I 55,8 6,3 17,6 18,7 70,4
Tidak Kemas & II 56,3 5,6 15,9 16,8 70,7
45 Kamar
Luka x̅ 56,1 6,0 16,8 17,8 70,6
ΔE 58,8681
I 61,2 6,4 20,7 21,7 72,8
Tidak Kemas & II 65,0 7,0 24,6 25,6 74,6
46 Kamar
Luka x̅ 63,1 6,7 22,7 23,7 73,7
ΔE 67,3928
I 62,5 6,9 22,2 23,3 72,8
Tidak Kemas & II 62,8 6,7 21,4 22,4 72,6
47 Kamar
Tidak Luka x̅ 62,7 6,8 21,8 22,9 72,7
ΔE 66,7291
Tidak Kemas & I 62,2 6,9 20,5 21,6 71,5
48 Kamar
Tidak Luka II 63,8 7,4 22,8 24,0 72,1
x̅ 63,0 7,2 21,7 22,8 71,8
ΔE 67,0204

Tabel 10. Pengamatan Warna Hari ke 14


Suhu Refrigerator: -1,8oC, 70%, Suhu Kamar: 28,5oC, 77%
Kode Warna
Suhu Perlakuan Pengulangan
bahan L a* b* C o
H
I 50,9 5,5 16,1 17,0 71,0
II 52,8 5,2 16,3 17,1 72,3
49 Refrigerator Kemas & Luka
x̅ 51,9 5,4 16,2 17,1 71,7
ΔE 54,6371
I 59,0 5,7 19,5 20,3 73,8
II 58,3 6,4 19,7 20,8 72,0
50 Refrigerator Kemas & Luka
x̅ 58,7 6,1 19,6 20,6 72,9
ΔE 62,1857
51 Refrigerator Kemas & Tidak I 57,1 5,8 18,8 19,7 73,0
II 54,9 6,1 16,5 17,6 69,6
Luka x̅ 56,0 6,0 17,7 18,7 71,3
ΔE 59,0363
I 58,3 5,9 19,1 20,0 72,9
Kemas & Tidak II 56,5 6,3 17,8 18,9 70,6
52 Refrigerator
Luka x̅ 57,4 6,1 18,5 19,5 71,8
ΔE 60,6153
I 53,0 6,4 19,4 20,4 71,8
Tidak Kemas & II 53,5 5,9 20,2 21,0 73,6
53 Refrigerator
Luka x̅ 53,3 6,2 19,8 20,7 72,7
ΔE 57,1959
I 54,2 6,7 19,3 20,4 70,9
Tidak Kemas & II 51,7 6,2 20,3 21,3 72,9
54 Refrigerator
Luka x̅ 53,0 6,5 19,8 20,9 71,9
ΔE 56,9499
I 62,3 5,8 18,2 19,0 72,4
Tidak Kemas & II 52,6 6,3 16,0 17,2 68,7
55 Refrigerator
Tidak Luka x̅ 57,5 6,1 17,1 18,1 70,6
ΔE 60,2982
I 57,3 6,7 22,9 23,8 73,7
Tidak Kemas & II 58,6 6,6 22,0 22,9 73,2
56 Refrigerator
Tidak Luka x̅ 58,0 6,7 22,5 23,4 73,5
ΔE 62,5711
I 56,2 5,8 17,2 18,2 71,4
II 52,6 6,8 17,5 18,7 68,6
57 Kamar Kemas & Luka
x̅ 54,4 6,3 17,4 18,5 70,0
ΔE 57,4614
I 52,7 6,5 18,2 19,3 70,2
II 47,1 4,6 11,6 12,5 68,4
58 Kamar Kemas & Luka
x̅ 49,9 5,6 14,9 15,9 69,3
ΔE 52,3773
I 53,3 5,6 16,7 17,6 71,4
Kemas & Tidak II 56,5 5,4 17,9 18,7 73,3
59 Kamar
Luka x̅ 54,9 5,5 17,3 18,2 72,4
ΔE 57,8234
I 54,3 5,6 16,7 17,6 71,5
Kemas & Tidak II 52,2 5,8 16,3 17,3 70,2
60 Kamar
Luka x̅ 53,3 5,7 16,5 17,5 70,9
ΔE 56,0859
I 50,9 5,8 14,6 15,7 68,5
Tidak Kemas & II 48,1 4,2 11,3 12,0 69,5
61 Kamar
Luka x̅ 49,5 5,0 13,0 13,9 69,0
ΔE 51,4223
62 Kamar Tidak Kemas & I 50,8 6,5 16,8 18,0 68,8
Luka II 51,8 6,6 17,7 19,0 69,5
x̅ 51,3 6,6 17,3 18,5 69,2
ΔE 54,5393
I 53,3 4,9 16,8 17,5 73,9
Tidak Kemas & II 50,7 6,4 17,7 18,8 70,2
63 Kamar
Tidak Luka x̅ 52,0 5,7 17,3 18,2 72,1
ΔE 55,0979
I 54,3 5,7 17,9 18,8 72,5
Tidak Kemas & II 48,8 6,4 13,2 14,7 64,2
64 Kamar
Tidak Luka x̅ 51,6 6,1 15,6 16,8 68,4
ΔE 54,2506

Tabel 11. Rata-rata ΔE Pada Penyimpanan Suhu Refrigerator


Kemas dan tidak Tidak luka dan Tidak luka tidak
Hari Kemas dan luka
luka kemas kemas
3 64,5344 67,2156 65,6346 64,8090
7 60,4218 64,0860 61,1859 59,9431
10 63,0855 64,2306 65,3903 62,9493
14 58,4114 59,8258 57,0729 61,4346

Tabel 12. Rata-rata ΔE Pada Penyimpanan Suhu Kamar


Kemas dan tidak Tidak luka dan Tidak luka tidak
Hari Kemas dan luka
luka kemas kemas
3 60,2669 61,4834 58,4384 57,8105
7 56,7167 57,9493 57,8885 57,6060
10 63,4678 63,0770 63,1304 66,8747
14 54,9193 56,9571 52,9808 54,6744

3.3. Tabel Pengamatan Warna Pada Hari 0, 3, 7, 10, dan 14


Tabel 13. Pengamatan Tekstur Hari ke 0
Penetrometer
Bahan
(mm/50 gr/5 s)
Kentang I 0,03
Kentang 0,02
II

Tabel 14. Pengamatan Tekstur Hari ke 3


Suhu Refrigerator: -3,8oC, 74%, Suhu Kamar: 25,7oC, 72%
Penetrometer
Kode bahan Suhu Perlakuan Pengulangan
(mm/50 gr/5 s)
I 0,01
1 Refrigerator Kemas & Luka II 0,01
x̅ 0,01
2 Refrigerator Kemas & Luka I 0,01
II 0,01
x̅ 0,01
I 0,02
Kemas &
3 Refrigerator II 0,02
Tidak Luka
x̅ 0,02
I 0,00
Kemas &
4 Refrigerator II 0,00
Tidak Luka
x̅ 0,00
I 0,01
Tidak Kemas
5 Refrigerator II 0,02
& Luka
x̅ 0,015
I 0,01
Tidak Kemas
6 Refrigerator II 0,00
& Luka
x̅ 0,005
I 0,04
Tidak Kemas
7 Refrigerator II 0,04
& Tidak Luka
x̅ 0,04
I 0,01
Tidak Kemas
8 Refrigerator II 0,01
& Tidak Luka
x̅ 0,01
I 0,01
9 Kamar Kemas & Luka II 0,00
x̅ 0,005
I 0,01
10 Kamar Kemas & Luka II 0,01
x̅ 0,01
I 0,01
Kemas &
11 Kamar II 0,01
Tidak Luka
x̅ 0,01
I 0,01
Kemas &
12 Kamar II 0,01
Tidak Luka
x̅ 0,01
I 0,01
Tidak Kemas
13 Kamar II 0,03
& Luka
x̅ 0,02
I 0,04
Tidak Kemas
14 Kamar II 0,03
& Luka
x̅ 0,035
I 0,01
Tidak Kemas
15 Kamar II 0,03
& Tidak Luka
x̅ 0,02
I 0,01
Tidak Kemas
16 Kamar II 0,01
& Tidak Luka
x̅ 0,01
Tabel 15. Pengamatan Tekstur Hari ke 7
Suhu Refrigerator: -1,5oC, 68%, Suhu Kamar: 27,5oC, 71%
Penetrometer
Kode bahan Suhu Perlakuan Pengulangan
(mm/50 gr/5 s)
I 0,01
17 Refrigerator Kemas & Luka II 0,00
x̅ 0,005
I 0,05
18 Refrigerator Kemas & Luka II 0,08
x̅ 0,065
I 0,00
Kemas &
19 Refrigerator II 0,00
Tidak Luka
x̅ 0,00
I 0,01
Kemas &
20 Refrigerator II 0,03
Tidak Luka
x̅ 0,02
I 0,02
Tidak Kemas
21 Refrigerator II 0,02
& Luka
x̅ 0,02
I 0,06
Tidak Kemas
22 Refrigerator II 0,03
& Luka
x̅ 0,045
I 0,05
Tidak Kemas
23 Refrigerator II 0,02
& Tidak Luka
x̅ 0,035
I 0,01
Tidak Kemas
24 Refrigerator II 0,01
& Tidak Luka
x̅ 0,01
I 0,05
25 Kamar Kemas & Luka II 0,04
x̅ 0,045
I 0,06
26 Kamar Kemas & Luka II 0,06
x̅ 0,06
I 0,02
Kemas &
27 Kamar II 0,03
Tidak Luka
x̅ 0,025
I 0,04
Kemas &
28 Kamar II 0,05
Tidak Luka
x̅ 0,045
I 0,03
Tidak Kemas
29 Kamar II 0,02
& Luka
x̅ 0,025
30 Kamar I 0,05
Tidak Kemas II 0,05
& Luka x̅ 0,05
I 0,02
Tidak Kemas
31 Kamar II 0,01
& Tidak Luka
x̅ 0,015
I 0,05
Tidak Kemas
32 Kamar II 0,04
& Tidak Luka
x̅ 0,045

Tabel 16. Pengamatan Tekstur Hari ke 10


Suhu Refrigerator: -1,6oC, 72%, Suhu Kamar: 25,2oC, 69%
Penetrometer
Kode bahan Suhu Perlakuan Pengulangan
(mm/50 gr/5 s)
I 0,02
33 Refrigerator Kemas & Luka II 0,02
x̅ 0,02
I 0,00
34 Refrigerator Kemas & Luka II 0,00
x̅ 0,00
I 0,01
Kemas &
35 Refrigerator II 0,00
Tidak Luka
x̅ 0,005
I 0,03
Kemas &
36 Refrigerator II 0,02
Tidak Luka
x̅ 0,025
I 0,03
Tidak Kemas
37 Refrigerator II 0,03
& Luka
x̅ 0,03
I 0,02
Tidak Kemas
38 Refrigerator II 0,02
& Luka
x̅ 0,02
I 0,03
Tidak Kemas
39 Refrigerator II 0,03
& Tidak Luka
x̅ 0,03
I 0,03
Tidak Kemas
40 Refrigerator II 0,02
& Tidak Luka
x̅ 0,025
I 0,03
41 Kamar Kemas & Luka II 0,03
x̅ 0,03
I 0,02
42 Kamar Kemas & Luka II 0,02
x̅ 0,02
I 0,01
Kemas &
43 Kamar II 0,01
Tidak Luka
x̅ 0,01
I 0,03
Kemas &
44 Kamar II 0,04
Tidak Luka
x̅ 0,035
I 0,05
Tidak Kemas
45 Kamar II 0,05
& Luka
x̅ 0,05
I 0,04
Tidak Kemas
46 Kamar II 0,03
& Luka
x̅ 0,035
I 0,01
Tidak Kemas
47 Kamar II 0,02
& Tidak Luka
x̅ 0,015
I 0,02
Tidak Kemas
48 Kamar II 0,02
& Tidak Luka
x̅ 0,02

Tabel 17. Pengamatan Tekstur Hari ke 14


Suhu Refrigerator: -1,8oC, 70%, Suhu Kamar: 28,5oC, 77%
Penetrometer
Kode bahan Suhu Perlakuan Pengulangan
(mm/50 gr/5 s)
I 0,06
49 Refrigerator Kemas & Luka II 0,05
x̅ 0,055
I 0,02
50 Refrigerator Kemas & Luka II 0,02
x̅ 0,02
I 0,05
Kemas &
51 Refrigerator II 0,03
Tidak Luka
x̅ 0,04
I 0,05
Kemas &
52 Refrigerator II 0,04
Tidak Luka
x̅ 0,045
I 0,11
Tidak Kemas
53 Refrigerator II 0,05
& Luka
x̅ 0,08
I 0,09
Tidak Kemas
54 Refrigerator II 0,11
& Luka
x̅ 0,10
I 0,05
Tidak Kemas
55 Refrigerator II 0,07
& Tidak Luka
x̅ 0,06
I 0,02
Tidak Kemas
56 Refrigerator II 0,03
& Tidak Luka
x̅ 0,025
57 Kamar Kemas & Luka I 0,09
II 0,06
x̅ 0,075
I 0,05
58 Kamar Kemas & Luka II 0,07
x̅ 0,06
I 0,05
Kemas &
59 Kamar II 0,04
Tidak Luka
x̅ 0,045
I 0,09
Kemas &
60 Kamar II 0,04
Tidak Luka
x̅ 0,065
I 0,03
Tidak Kemas
61 Kamar II 0,04
& Luka
x̅ 0,035
I 0,04
Tidak Kemas
62 Kamar II 0,07
& Luka
x̅ 0,055
I 0,06
Tidak Kemas
63 Kamar II 0,05
& Tidak Luka
x̅ 0,055
I 0,06
Tidak Kemas
64 Kamar II 0,09
& Tidak Luka
x̅ 0,075
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Susut Berat


Lama penyimpanan dapat mempengaruhi kualitas kentang karena kentang
mengalami metabolisme saat disimpan pada suhu ruang atau suhu rendah, sehingga
akan mengalami penurunan kualitas terlalu lama disimpan. Lama penyimpanan kentang
berpengaruh terhadap kadar gula dan kadar air kentang. Semakin lama penyimpanan
kentang maka kadar air yang terkandung semakin kecil yang disebabkan oleh adanya
transpirasi. Transpirasi terjadi karena adanya perbedaan suhu dan kelembapan relatif
tumpukan kentang dengan lingkungannya (Asgar, 2010). Selain itu juga, adanya luka
atau memar pada kentang dapat mempengaruhi kualitas saat disimpan (Kusumayati,
2017).
Semakin lama penyimpanan, susut bobot kentang semakin tinggi karena saat
penyimpanan terjadi proses metabolisme seperti respirasi dan transpirasi (Semariyani
dkk., 2016). Kerusakan pada umbi-umbian dipicu oleh adanya respirasi dan transpirasi.
Respirasi adalah reaksi pemecahan oksidatif dari substrat yang komplek yang terdapat
dalam sel, misal: senyawa pati, gula, lemak, asam organik menjadi molekul yang
sederhana yaitu CO₂ dan H20, disertai pembentukan energi siap pakai dalam bentuk
ATP dan energi yang dibebaskan (Semariyani dkk., 2016). Transpirasi adalah proses
hilangnya kadar air dari bahan pertanian (Pujimulyani, 2009 dalam Semariyani dkk.,
2016).
Selama penyimpanan, selain upaya meminimalkan cahaya, teknik pengemasan
dengan plastik juga mampu mengurangi kerusakan fisiologis (Murtado, 2014). Di dalam
kantong plastik dapat timbul udara termodifikasi yang menguntungkan, yaitu
penyusutan oksigen dan peningjkatan CO2 dalam kemasan yang mampu menghambat
proses respirasi (Murtado, 2014). Maka dari percobaan, pada penyimpanan suhu rendah
merupakan cara yang tepat untuk menghambat respirasi bahan yang membuat bahan
mengalami transpirasi yang membuat kentang menjadi susut berat. Susut berat lebih
minimal lagi maka lebih efektif dengan pengemasan. Pengemasan dengan plastik wrap
meminimalkan respirasi dan transpirasi.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Asgar dan Rahayu (2014) bahwa semakin lama
penyimpanan, maka semakin besar susut bobotnya.

4.2. Tekstur

Tekstur Suhu Refrigerator


0.12

0.1

0.08 Kemas & Luka Linear (Kemas & Luka)


(mm/50 g/5 s)

f(x) = 0.01 x − 0 Kemas & Tidak Luka Linear (Kemas & Tidak Luka)
0.06
R² = 0.5 Tidak Kemas & Luka Linear (Tidak Kemas & Luka)
0.04 Tidak Kemas & Tidak Luka Linear (Tidak Kemas & Tidak
Luka)
f(x) == 0
0.02 f(x)
R² 0 xx ++ 0.02
0.01
0.02
R² == 0.06
0.16
0.03
0
0 3 1 0 14

Hari ke-

Gambar 5. Grafik Tekstur Pada Suhu Refrigerator

Tekstur Suhu Kamar


0.08
0.07 Kemas & Luka
0.06 Linear (Kemas & Luka)
f(x) = 0 x + 0.01 Kemas & Tidak Luka
0.05
(mm/50g/5 s)

R² = 0.39 Linear (Kemas & Tidak Luka)


f(x)
f(x) == 0
0 xx ++ 0.02
0.01
0.04 R²
R² == 0.48
0.4 Tidak Kemas & Luka
0.03 f(x) = 0 x + 0.02 Linear (Tidak Kemas & Luka)
R² = 0.14 Tidak Kemas & Tidak Luka
0.02
Linear (Tidak Kemas & Tidak
0.01 Luka)

0
0 0 3 3 7 7 10 10 14 14
Hari ke-
Gambar 6. Grafik Tekstur Pada Suhu Kamar

Alat yang digunakan untuk mengukur tekstur adalah Penetrometer. Penetrometer


sendiri merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kekerasan dari suatu bahan
pangan. Jarum dari penetrometer akan turun mengenai bahan pangan. Jarak dari jarum
yang dapat menembus bahan dalam waktu tertentu itulah hasil dari nilai kekerasan
bahan pangan tersebut (mm/g pemberat/s). Semakin kecil nilainya, maka dapat
dikatakan bahan pangan tersebut semakin keras (Chen dan Rosenthal, 2015).
Pada praktikum penyusutan bahan pangan, sampel yang digunakan adalah baby
potato yang disimpan dengan 4 perlakuan pada 2 suhu yang berbeda selama 14 hari
dengan pengamatan hari ke-0,3,7,10, dan 14. Perlakuan yang diberikan adalah kemas
dan tidak luka, kemas dan luka, tidak kemas dan tidak luka, serta tidak kemas dan luka.
Dan perlakuan suhu yang berbeda, yaitu suhu kamar dan suhu refrigerator.
Perlakuan yang pertama kali diberikan adalah luka dan tidak luka. Bila dilihat dari
hasil pengamatan pada perlakuan luka dan tidak luka, dapat dikatakan memiliki hasil
penetrometer yang lebih besar pada baby potato yang memiliki luka. Hal ini sesuai
dengan literatur Semariyani dkk., (2016) yang menyatakan bahwa faktor yang
menyebabkan susut mutu adalah luka mekanis yang mempercepat laju respirasi dan
transpirasi, serangan bakteri, jamur, serangga, dan binatang pengerat. Laju transpirasi
atau kehilangan air dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (karakteristik morfologi dan
anatomi, luas permukaan dan volume, pelukaan pada permukaan, dan kematangan),
dan faktor eksternal atau faktor-faktor lingkungan (suhu, kelembaban, aliran udara, dan
tekanan atmosfer) (Hayati dkk., 2015). Dari literatur yang telah disebutkan, dapat
dikatakan bahwa luka pada bahan membuat tekstur lebih lunak.
Perlakuan yang kedua dilihat dari pengemasnya. Pengemas yang digunakan pada
saat praktikum adalah plastic wrap. Penggunaan plastic wrap menyebabkan
peningkatan suhu pada bahan. Peningkatan suhu disebabkan oleh proses respirasi pada
saat disimpan menghasilkan energi dan CO2. Tindakan yang dilakukan untuk menjaga
suhu agar tetap stabil adalah dengan cara penyimpanan pada suhu rendah. Suhu rendah
akan mampu mempertahankan mutu baby potato yang erat kaitannya dengan laju
respirasi dan transpirasi (Agustine, 2016). Selain itu, pengemasan dapat menghambat
penurunan bobot dan pelunakan pada bahan pangan menurut Shahnawaz dkk. (2012)
dalam Agustine (2016). Plastic wrap merupakan salah satu plastik berbahan low density
polyethylene (LDPE) yang dapat meminimalkan kerusakan pada bahan pangan
dibandingkan dengan HDPE konvensional menurut Buntong dkk., (2013) dalam
Agustine (2016). Sesuai dengan literatur yang ada, dapat dilihat pada hasil pengamatan
bahwa perlakuan kemas memiliki hasil penetrometer yang lebih besar (lebih lunak
teksturnya) dibandingkan dengan perlakuan tidak kemas. Namun perlakuan kemas dapat
dibantu untuk menghambat pelunakan tekstur dengan diletakkan pada suhu refrigerator.
Hal ini dibuktikan pada hasil pengamatan perlakuan kemas pada suhu refrigerator
memiliki hasil penetrometer lebih kecil (tekstur lebih keras) dibandingkan perlakuan
kemas pada suhu kamar.
Baby potato sendiri dapat mengalami kerusakan baik pada saat penanaman,
pemanenan, maupun selama penyimpanan yang dapat menurunkan mutunya. Umur
simpan dapat diperpanjang dengan pendinginan. Pendinginan merupakan penggunaan
suhu rendah (di bawah suhu kamar) dan pada umumnya ditujukan untuk
mempertahankan kesegaran bahan (Asgar dan Rahayu, 2014). Hal ini sesuai dengan
hasil pengamatan yang didapat dimana baby potato yang disimpan di dalam
refrigerator teksturnya lebih keras daripada baby potato yang disimpan di suhu kamar
(nilai penetrometer lebih kecil pada suhu refrigerator daripada di suhu kamar).
Kekerasan disebabkan oleh adanya granula-granula pati yang tersusun dengan kerapatan
di dalam umbi sehingga mempengaruhi kemampuan masuknya jarum penetrometer ke
dalam umbi kentang. Apabila kerapatan antar granula tinggi, maka jarum penetrometer
agak sulit untuk menembus masuk ke dalam umbi. Penyimpanan suhu rendah dapat
menekan laju respirasi dan transpirasi yang merupakan salah satu penyebab kerusakan
bahan pertanian lepas panen (Semariyani dkk., 2016). Namun menurut Mahendra
(1984) dalam Semariyani dkk. (2016) pada penyimpanan suhu rendah terdapat
kemungkinan terjadinya kerusakan yang disebut ‘chilling injury’, ‘freezing injury’, dan
‘freezer burn’ yang disebabkan karena pada suhu rendah umbi-umbian tertentu tidak
dapat melakukan metabolisme secara normal, sehingga komoditi yang disimpan
biasanya terlihat bagus jika baru dikeluarkan dari suhu yang dingin, tetapi setelah
dibiarkan beberapa waktu pada keadaan yang lebih hangat (di luar tempat pendinginan),
mulai timbul lubang-lubang cacat dan perubahan warna di bagian dalam atau gagal
masak. Selain itu, Mahendra (1984) dalam Semariyani dkk. (2016) menyatakan bahwa
penyimpanan pada suhu dingin diperlukan untuk bahan pangan karena cara ini secara
nyata dapat mengurangi (a) kegiatan respirasi dan metabolisme lainnya, (b) proses
penuaan (ripening), pelunakan (softening) dan perubahan warna dan tekstur, (c)
kehilangan air (transpirasi) dan kelayuan, (d) kerusakan karena bakteri, khamir, dan
kapang, (e) proses lain yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan menurunnya
mutu bahan pangan.
Respirasi sendiri berarti perombakan substrat kompleks karbohidrat, misalnya
senyawa pati, pectin, selulosa, dan lain-lain, menjadi bentuk karbohidrat yang lebih
sederhana (gula) yang selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan CO2 dan H20, disertai
pembentukan energi siap pakai dalam bentuk ATP dan energi yang dibebaskan.
Sedangkan transpirasi adalah proses hilangnya kadar air dari bahan pertanian menurut
Pujimulyani (2009) dalam Semariyani dkk. (2016). Secara umum kecepatan respirasi
naik dengan naiknya suhu. Oleh karena itu, menurut Pujimulyani (2009) dalam
Semariyani dkk. (2016) laju respirasi dapat ditekan dengan cara menurunkan suhu.
Sedangkan pada suhu kamar terjadi respirasi dan transpirasi dengan hasil
sampingan dari respirasi adalah CO2, uap air, dan panas yang dapat mengakibatkan
menurunnya mutu bahan. Transpirasi yang cepat membuat kentang menjadi layu
sehingga beratnya menurun dan teksturnya menjadi lunak (Semariyani dkk., 2016). Hal
ini sesuai dengan hasil pengamatan yang didapat dimana pada hari ke-14 pada suhu
kamar dengan perlakuan tidak kemas dan tidak luka (normal) nilai dari penetrometer
dapat dikatakan lebih tinggi dari pada data dari suhu refrigerator hari ke-14 dengan
perlakuan tidak kemas dan tidak luka, yang berarti teksturnya lebih lunak.
Semakin lama penyimpanan, maka kekerasannya akan semakin rendah
(Semariyani dkk., 2016). Hal ini dapat dilihat pada hasil pengamatan dimana mayoritas
hasil penetrometer pada hari ke-14 lebih besar dibandingkan pada hari ke- 0,3,7, dan
10.

4.3. Warna
Pada percobaan penyusutan kentang berkaitan erat dengan perubahan warna yang
terjadi selama penyusutan kentang. Perubahan secara visual dilihat pada kentang adalah
kulit kentang yang mengerut dan warna pada kentang yang awal semula terlihat segar
setelah penyimpanan selama percobaan berangsur-angsur warna kentang akan seperti
pucat kering. Perubahan warna tersebut akibat metabolisme kentang pasca pemanenan
masih berlangsung yang dipengaruhi lama penyimpanan (Kusumiyati dkk., 2017).
Kerusakan pada umbi-umbian dipicu oleh adanya respirasi dan transpirasi (Semariyani
dkk., 2016). Respirasi adalah reaksi pemecahan oksidatif dari substrat yang komplek
yang terdapat dalam sel, misal: senyawa pati, gula, lemak, asam organik menjadi
molekul yang sederhana yaitu CO₂ dan H20, disertai pembentukan energi siap pakai
dalam bentuk ATP dan energi yang dibebaskan (Semariyani dkk., 2016). Hasil
sampingan dari respirasi ini adalah CO₂, uap air dan panas yang dapat mengakibatkan
menurunnya mutu bahan (Semariyani dkk., 2016). Respirasi yang menigkat
menyebabkan trannpirasi dari bahan meningkat juga menyebabkan kadar air bahan
semakin menurun (Kusumiyati dkk., 2017). Ketika kadar air menurun akan
menyebabkan kulit kentang mengerut dan teksur akan melunak dan akan memberikan
warna kulit pada kentang semakin menurun.
Pada percobaan diperlakukan pada kentang dengan pengemasan dan perlukan
pada kentang atau tidak keduanya. Penyimpanan dilakukan pada suhu refrigerator dan
suhu kamar. Berdasarkan percobaan didapatkan hasil grafik yang naik turun seiring
dengan waktu penyimpanan. Perbedaan warna yang dihasilkan tidak seturut dengan
lamanya waktu penyimpanan. Kondisi kentang yang diperoleh pada percobaan tidaklah
sama antara satu kentang dengan kentang lainnya. Kondisi yang diperoleh ada yang
besar dan ada yang kecil. Maka dari itu perubahan warna yang dihasilkan berbeda.
Tetapi berdasarkan perlakuan yang diberikan dapat diketahui jika penyimpanan
kentang terbaik adalah dengan penyimpanan kentang dalam kondisi suhu rendah. Selain
itu, Mahendra (1984) dalam Semariyani dkk., (2016) menyatakan bahwa penyimpanan
pada suhu dingin diperlukan untuk bahan pangan karena cara ini secara nyata dapat
mengurangi (a) kegiatan respirasi dan metabolisme lainnya, (b) proses penuaan
(ripening), pelunakan (softening) dan perubahan warna dan tesktur, (c) kehihangan air
(transpirasi) dan kelayuan, (d) kerusakan karena bakteri, khamir, dan kapang, (e) proses
lain yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan menurunnya mutu bahan
pangan. Maka jika tanpa penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan warna bahan
menjadi berubah, karena bahan kehilangan air membuat pengerutan kulit yang membuat
pigmen kulit pada kentang memudar. Bentuk seperti kerutan ini diduga karena membran
sel pada bagian sub epidermis saling berdekatan sehingga membentuk seperti alur
(garis) pada bagian permukaan umbi (Purnomo dkk., 2014). Maka dari itu penting
pengemasan sebagai penghambat respirasi dan transpirasi yang berdampat pada
perubahan warna.

Perubahan ΔE Penyusutan Kentang Pada Suhu Refrigerator


68

66

64
f(x) = − 0.17 x + 63.43
62 f(x)
R² ==0.01
− 0.45 x + 63.04
f(x)
R² = 0.26 x + 60.88
f(x)===0.04
R² − 0.3 x + 62.03
0.03
R² = 0.03
60
ΔE

58

56

54

52
0 3 7 10 14

Gambar 7. Perubahan ΔE Penyusutan Kentang Pada Suhu Refrigerator

Perubahan ΔE Penyusutan Kentang Pada Suhu Kamar


80

70

60
f(x) 0.29
0.54
f(x) == −0 0.77 60.6
60.52
x + 60.65
x + 59.23
R² 0.03
0.07
R² == 0.11
0
50

40
ΔE

30

20

10

0
0 3 7 10 14

Gambar 8. Perubahan ΔE Penyusutan Kentang Pada Suhu Kamar


BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan tujuan intruksional khusus, dapat disimpulkan berdasarkan hasil


percobaan didapatkan.
 Pengaruh penyimpanan suhu kamar dan penyimpanan suhu dingin, berpengaruh pada
respirasi dan transpirasi terhadap penyusutan kentang. Pada suhu dingin menghambat
respirasi dan transpirasi sehingga penyusutan dapat dihambat sedangkan pada suhu
kamar meningkatkan respirasi dan transpirasi sehingga penyusutan kentang meningkat.
 Kondisi terluka dan tidak terluka pada bahan mempengaruhi susut kentang selama
penyimpanan. Susut kentang paling tinggi terjadi pada kentang yang terluka akibat
proses respirasi dan transpirasi.
 Pengaruh penyimpanan dengan dan tanpa pengemasan berpengaruh pada penyusutan
kentang. Pada kentang yang dikemas didapatkan susut berat dan perubahan tekstur yang
rendah karena respirasi dan transpirasi diminimalkan.
DAFTAR PUSTAKA

Agustine, R. 2016. Aplikasi Aminoethoxyvinylglycerine (AVG), Plastic Wrapping, dan


Suhu Simpan Untuk Meningkatkan Masa Simpan dan Mempertahankan Mutu
Buah Jambu Biji ‘Crystal’, Skripsi S-1, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,
Lampung.
Asgar, A. dan S.T. Rahayu. 2014. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Waktu
Pengkondisian untuk Mempertahankan Kualitas Kentang Kultivar Margahayu,
Berita Biologi 13(3): 283-292.
Asgar, A., A. Kartasih., A. Supriadi., dan H. Trisdyani. 2010. Pengaruh Lama
Penyimpanan, Suhu dan Lama Pengeringan Kentang terhadap Kualitas Keripik
Kentang Putih. Berita Biologi 1(2).
Bird, T. 2001. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta: Gramedia.
Broto, W., D. A. Setyabudi., Sunarmani., Qanytah., I. B. Jamal. 2017. Teknologi
Penyimpanan Umbi Kentang (Solanum tuberosum L.) Var. GM-05 dengan
Rekayasa Pencahayaan untuk mempertahankan Kesegarannya, Jurnal Penelitian
Pascapanen Pertanian 14 (2): 116 – 124.
Chen, J. dan A. Rosenthal. 2015. Modifying Food Texture Volume 2: Sensory Analysis,
Consumer Requirements and Preferences. United Kingdom: Elsevier.
Hayati, R., Syamsuddin, dan Halimursyadah. 2015. Teknologi Pasca Panen. Banda
Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Indrayani. 2012. Model Pengeringan Lapisan Tipis Temu Putih (Curcuma Zedoaria
Berg. Rosc). Skripsi S-1. Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makasar.
Kaihatu, T. S. 2014. Manajemen Pengemasan. Yogyakarta : CV. Andi Offset.
Kusumayati., R. Nurjanah., dan W. Sutari. 2017. Pengaruh Suhu dan Lama
Penyimpanan terhadap Kualitas Kentang Olahan (Solanum tuberosum L) Kultivar
Atlantik. Jurnal Ilmu Pangan dan Hasil Pertanian 1(2).
Marsanti, A. V. dan Retno Widiarini. 2018. Buku Ajar : Prinsip Higiene Sanitasi
Makanan. Sidoarjo : Uwais Inspirasi Indonesia.
Murtado, A. D. 2014. Karakteristik Kimia Dan Fisik Kentang Selama Penyimpanan
Dalam Kondisi Gelap, Edible 3(1): 28-30.
Mustonen L. 2004. Yield formation and quality characteristics of early potatoes during a
short growing period, Agricultural and Food Science 13(4): 390-398.
Pakiding, F. L., J. Muhidong., O. S. Hutabarat. 2015. Profil Sifat Fisik Buah Terung
Belanda (Cyphomandra betacea), Jurnal AgriTechno 8 (2).
Pitojo, S. 2004. Benih Kentang. Yogyakarta: Kanisius.
Purnomo, E., S. W. A. Suedy., S. Haryanti. 2014. Perubahan Morfologi Umbi Kentang
Konsumsi (Solanum Tuberosum L. Var Granola) Setelah Perlakuan Cara Dan
Waktu Penyimpanan Yang Berbeda, Jurnal Biologi 3 (1): 40-48
Purnomo, E., S. W. A. Suedy., S. Haryanti. 2017. Pengaruh Cara dan Waktu
Penyimpanan terhadap Susut Bobot, Kadar Glukosa dan Kadar Karotenoid Umbi
Kentang Konsumsi (Solanum tuberosum L. Var Granola), Buletin Anatomi dan
Fisiologi 2 (2).
Semariyani, A. A. M., L. Suriati, dan I. N. Rudianta. 2016. Kajian Mengenai Susut
Berat dan Karakteristik Kentang yang Disimpan Pada Suhu Rendah, Jurnal
Pertanian 16(36):1-15.
Setiadi dan Nurulhuda, S. I. 1998. Kentang. Jakarta: Penebar Swadaya.
Setiadi. 2009. Budidaya Kentang. Jakarta: Penebar Swadaya.
Simson, S. P. and A. C. Straus. 2010. Post-harvest Technology of Horticultural Crops.
New Delhi: Mehra Offset Press
Sjaifullah. 2010. Petunjuk Memilih Buah Segar. Jakarta: PT Penebar Swadaya
Wadas, W. and K. Rymuza. 2019. Comparative Study of the Quality of New Potatoes
Imported from the Mediterranean Area, Journal of Ecological Engineering 20(5):
59-68.
Wiratama, K. dan M. Cingah, 2007. Studi Warna Massa Raga Campuran Tanah Putih
Kalimantan (NODLE) Dan Tanah Darmasaba, Bali. Denpasar, Jurnal Teknologi
Pangan 8(2): 10-15.
LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEGEMASAN,
PENYIMPANAN, DAN PENGUDANGAN
PENYUSUTAN BAHAN PANGAN SELAMA PENYIMPANAN

Disusun Oleh:
Kelompok D – 6

Martha Tita 6103018003


Hansen Wibowo 6103018026
Maria Natasya 6103018031
Felisitas Tira N. D. 6103018163
Megan Pakpahan 6103018184

Tanggal Praktikum : Senin, 17 Februari 2020


Dosen : Dr. Ir. Susana Ristiarini, M.Si
HAL
AMAN JU\DL
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2020

Anda mungkin juga menyukai