Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MATA KULIAH TEKNOLOGI HORTIKULTURA

PERUBAHAN KIMIA SAYURAN SETELAH PANEN DAN PENGOLAHAN

Kelompok 4 :
Tanmeylika Sandhi 2010511053
Ragil Yosanda 2010511054
Ida Ayu Ambararacmi Padangratha 2010511060
Gusti Ayu Virga Dewi Mahayani 2010511071

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sayuran merupakan salah satu jenis pangan yang melengkapi kebutuhan gizi
manusia yang berfungsi sebagai sumber vitamin dan mineral. Bagi masyarakat
menengah ke bawah, sayuran menjadi andalan dalam memberikan kontribusi mineral
bagi tubuh. Sayuran adalah tanaman hortikultura, umumnya mempunyai umur relatif
pendek dan merupakan tanaman musiman. Sayur-sayuran mempunyai arti penting
sebagai sumber mineral dan vitamin A maupun C. Sayuran merupakan sebutan umum
bagi bahan pangan asal tumbuhan yang biasanya mengandung kadar air tinggi dan
dikonsumsi dalam keadaan segar. Sebutan untuk beraneka jenis sayuran disebut
sebagai sayur mayur. Sejumlah sayuran dapat dikonsumsi mentah tanpa dimasak tetapi
juga sementara ada yang harus diolah terlebih dahulu.
Sifat dari sayuran yakni mudah rusak, sehingga lebih diutamakan untuk tujuan
konsumsi dalam kondisi segar. Kerusakan yang terjadi pada sayuran disebabkan
karena bagian yang telah dipanen tersebut masih melakukan proses metabolisme
dengan menggunakan cadangan makanan yang terdapat dalam sayuran tersebut.
Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kualitas dan susut panen sayuran
diantaranya adalah turunnya kadar air, kerusakan mekanis, penguapan,
berkembangnya mikroba dan sensitivitas terhadap etilen (Herdiani, 2015).
Pada paper ini, akan dilakukan pembahasan lebih lengkap mengenai
perubahan-perubahan kimia yang terjadi pada sayuran, penyebab dan jenis perubahan
kimia pada sayuran, serta upaya untuk meminimalkan perubahan kimia yang terjadi
pada sayuran.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya perubahan kimia pada sayuran setelah
panen dan pengolahan?
2. Apa saja jenis perubahan kimia pada sayuran setelah panen dan pengolahan?
3. Bagaimanakah upaya untuk meminimalkan terjadinya perubahan kimia pada
sayuran setelah panen dan pengolahan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui penyebab terjadinya perubahan kimia pada sayuran setelah panen dan
pengolahan.
2. Mengetahui jenis perubahan kimia pada sayuran setelah panen dan pengolahan.
3. Bagaimanakah upaya untuk meminimalkan terjadinya perubahan kimia pada
sayuran setelah panen dan pengolahan?

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Sayuran
Sayuran berasal dari berbagai jenis tumbuhan, seperti tanaman berdaun, tanaman
akar, tanaman berbuah, tanaman batang, dan bahkan bunga. Mereka ditanam di
berbagai belahan dunia dan telah menjadi bagian integral dari berbagai budaya dan
masakan di seluruh dunia. Sayuran mengandung berbagai nutrisi penting, termasuk
vitamin seperti vitamin C, vitamin K, vitamin A, dan beberapa vitamin B; mineral
seperti kalium, magnesium, kalsium, dan besi; serat; serta mengandung senyawa
antioksidan seperti beta-karoten dan flavonoid yang melindungi sel-sel tubuh dari
kerusakan akibat radikal bebas.
Konsumsi sayuran secara teratur memiliki banyak manfaat Kesehatan,
diantaranya mendukung kesehatan jantung dengan mengurangi risiko penyakit
kardiovaskular, menjaga berat badan yang sehat karena kebanyakan sayuran rendah
kalori, Membantu mengurangi risiko beberapa jenis kanker, dan masih banyak lagi.

2.2 Perubahan Kimia


Perubahan kimia pada sayuran adalah proses perubahan dalam komposisi kimia
atau struktur molekuler sayuran yang terjadi sebagai hasil dari reaksi kimia yang
berlangsung. Perubahan kimia ini dapat terjadi selama berbagai proses pengolahan,
memasak, atau penyimpanan sayuran. Sebagai contoh ketika sayuran terpapar udara,
terutama jika sayuran dipotong, terjadi oksidasi. Hal ini dapat mengubah warna
sayuran, menghasilkan perubahan warna dari hijau menjadi coklat atau hitam pada
sayuran seperti kentang.
2.3 Pemanenan
Pemanenan adalah proses pengumpulan tanaman atau hasil pertanian dari lahan
pertanian setelah tanaman tersebut tumbuh dan matang. Ini adalah tahap kunci dalam
pertanian yang melibatkan pemisahan tanaman atau produk pertanian dari tempat
tumbuhnya untuk digunakan sebagai makanan, bahan baku, atau tujuan lainnya.
Pemanenan biasanya melibatkan serangkaian tindakan dan keputusan yang melibatkan
petani atau pekerja pertanian. Beberapa aspek penting yang terkait dengan proses
pemanenan yaitu penentuan waktu pemanenan dimana cuaca harus diperhatikan,
metode pemanenan dimana tidak semua sayuran dapat dipetik dengan tangan
melainkan harus menggunakan alat, dan lain lain.

2.4 Pengolahan
Pengolahan sayuran adalah serangkaian tindakan yang dilakukan setelah sayuran
dipanen untuk mempersiapkannya menjadi produk yang siap untuk dikonsumsi atau
dijual. Proses ini melibatkan berbagai tahapan seperti membersihkan, memotong,
memasak, atau mengolah sayuran sesuai dengan kebutuhan dan preferensi.
Pengolahan ini bertujuan untuk meningkatkan rasa, tekstur, daya simpan, dan
ketersediaan gizi sayuran. Terdapat beberapa tahapan umum dalam pengolahan
sayuran yaitu pembersihan, pemotongan, pemasakan, pengeringan, fermentasi,
pengawetan, dan lain-lain.

III. PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Sayuran
a. Bayam
Spinacia oleracea L. atau yang sering disebut sebagai bayam merupakan sayuran
daun-daunan hijau yang berasal dari negara Asia Tenggara dan dapat pula ditemukan
di Indonesia. Kandungan senyawa yang terdapat dalam jumlah tinggi pada bayam
adalah kadar air, kandungan mineral, dan vitamin.
Tabel 1. Komposisi Bayam

Berdasarkan tabel di atas, bayam memiliki kadar air yang tinggi yaitu 91,58% dan
memiliki kadar protein dan lemak yang rendah yaitu pada angka 2,86% dan 0,35%.
Selain itu, berdasarkan Murcia (2020), bayam juga mengandung karbohidrat rendah
pada rentang 2% hingga 10% dan mengandung kadar serat yang tinggi yaitu 2,2%.
Diketahui pula bahwa bayam mengandung zat besi sebanyak 3-35 mg/100 g, zat
potassium sebanyak 633 mg/100 g, zat sodium sebanyak 120 mg/100 g, zinc sebanyak
0,5-4,25 mg/100 g, zat mangan sebanyak 8,75 mg/100 g, zat tembaga sebanyak 0,128
mg/100 g, kalsium sebanyak 126 mg/100 g, dan zat fosfor sebanyak 55 mg/100 g
(Murcia et al., 2020).
Diketahui pula bahwa bayam mengandung vitamin dalam jumlah besar, dimana
berdasarkan penelitian Murcia (2020) beberapa jenis vitamin yang ada pada bayam
yaitu vitamin A sebanyak 469 μg/100 g dan β-karoten sebanyak 5626 μg/100 g,
terdapat pula vitamin lainnya dalam jumlah yang lebih sedikit seperti asam folik,
vitamin C, vitamin E, dan vitamin K.
b. Sawi
Sawi (Brassica juncea L.) atau yang sering dikenal juga dengan sebutan caisim adalah
tanaman hortikultura yang dapat memperbaiki dan memperlancar pencernaan, sayuran
sawi mengandung energi, protein, lemak, karbohidrat, kalori, fosfor, kalium, zat besi,
vitamin A, vitamin B, dan vitamin C. Sawi juga sangat bermanfaat bagi tubuh karena
sayuran sawi dapat menghilangkan rasa gatal ditenggorokan, penyembuh sakit kepala,
bahan pembersih darah, dan memperbaiki fungsi ginjal
Adapun kandungan gizi sayuran sawi segar per 100 gram :

Sawi merupakan salah satu jenis sayuran popular yang dikonsumsi untuk berbagai
jenis masakan, daun sawi sendiri berbentuk bulat, lonjong, lebar dan sempit, ada yang
berkerut kerut (keriting), tidak berbulu, berwarna hijau muda, hijau keputih-putihan
sampai hijau tua, daun sawi memiliki tangkai panjang dan pendek, sempit atau lebar
berwarna putih sampai hijau, bersifat kuat dan halus, sayuran ini termasuk jenis sayur
yang mudah rusak, mudah layu, menguning dan busuk sehingga perlu penanganan
yang lebih cepat setelah panen karena sayuran ini mempunyai umur simpan yang
pendek, sayuran sawi apabila dipanen terlalu awal dapat lebih lama hijau namun
mutunya yang tidak baik begitu juga sebaliknya jika penundaan waktu panen akan
mengakibatkan meningkatnya kepekaan sayur terhadap pembusukan, Sebelum
dikonsumsi, sebagian sayuran berdaun hijau biasanya dimasak terlebih dahulu.
Pemasakan merupakan salah satu proses pengolahan menggunakan panas. Pemanasan
selain dapat meningkatkan daya cerna, cita rasa dan membunuh mikroorganisme
patogen, juga dapat mempengaruhi kandungan gizi pada makanan (Mulyati, 1994
dalam Kesuma, 2019), namun semakin lama waktu pemanasan sayuran dapat
menyebabkan adanya perubahan yang terjadi pada komposisi kimia, ketersediaan dari
senyawa bioaktif sayuran, serta penurunan kadar vitamin yang terdapat dalam
sayuran, penurunan kadar vitamin khususnya vitamin C pada proses pemanasan
disebabkan karena vitamin C merupakan vitamin yang paling kurang stabil dan
bersifat larut dalam air.
c. Brokoli
Brokoli (Brassica oleracea L) adalah tanaman sayuran yang termasuk ke dalam suku
kubis-kubisan atau Brassicaceae, memiliki bentuk seperti pohon dengan kepala yang
padat dan batang yang panjang. Bagian kepala brokoli terdiri dari banyak bunga-bunga
kecil yang dikelompokkan bersama-sama sehingga strukturnya bersifat padat. Brokoli
paling mirip dengan kembang kol (kubis bunga putih/cauliflower), perbedaannya
terletak di warna dimana brokoli berwarna hijau sedangkan kembang kol berwarna
putih. Brokoli sendiri termasuk ke dalam jenis sayuran bunga, karena yang dikonsumsi
adalah bagian bunganya, sedangkan berdasarkan kecepatan laju respirasinya, brokoli
termasuk jenis sayuran yang memiliki laju respirasi sangat tinggi sehingga
digolongkan ke dalam sayuran yang ringkih dan mudah mengalami kerusakan.
Brokoli kaya akan mineral seperti kalsium, magnesium, kalium, besi, zinc, serta folat
dan serat. Brokoli juga kaya akan antioksidan (vitamin C dan vitamin E) serta senyawa
fitokimia, karotenoid, klorofil, sulforafan, isotiosianat, dan glukosinolat. Senyawa
oksidatif utama yang terkandung dalam brokoli adalah flavonoid dan vitamin. Berikut
merupakan tabel komposisi gizi dari 100 gram brokoli segar.
Tabel 2. Komposisi Gizi pada 100 gram Brokoli Segar

Brokoli dapat dikonsumsi mentah sebagai salah satu bahan pelengkap salad
(Podsedek, 2007 dan Howard, et al., 1999). Namun, secara umum akan melalui proses
pemasakan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Dalam hal ini, proses pengolahan
panas yang sering dilakukan diketahui dapat menyebabkan adanya perubahan yang
signifikan terhadap komposisi kimia, mempengaruhi konsentrasi dan ketersediaan dari
senyawa bioaktif sayuran. Misalnya, penurunan nutrisi yang larut air dan sensitif
terhadap panas, seperti vitamin C.

3.2 Jenis Perubahan


a. Bayam
Perubahan pada bayam mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Hakiki (2016),
dimana perubahan kandungan klorofil, kandungan nitrat, dan kandungan asam askorbat
setelah pasca panen pada bayam diamati selama penyimpanan 7 hari pada suhu 7℃
dengan tiga perlakuan yaitu kontrol, heat shock, dan hydrocooling.
1. Kandungan klorofil
Gambar 1. Kandungan klorofil bayam selama penyimpanan

Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa perubahan kandungan klorofil pada


perlakuan hydrocooling terjadi dengan signifikan sedangkan perubahan pada perlakuan
heat shock tidak berbeda nyata antara hasil hari ke-1 dan hari ke-7. Pada perlakuan
hydrocooling, terjadi penurunan kandungan klorofil dari ±45 menjadi ±40 pada hari
ke-1, dan mengalami peningkatan kembali di hari ke-3 yang tetap stabil hingga hari ke-
7. Sedangkan pada perlakuan heat shock diperoleh kadar klorofil yang tidak berbeda
jauh dengan perlakuan kontrol, namun diperoleh hasil kadar klorofil tertinggi di hari
ke-7 pada perlakuan heat shock sehingga diketahui bahwa perlakuan heat-shock dapat
mempertahankan kadar klorofil dalam bayam. Diketahui bahwa proses penurunan
kadar klorofil dapat terjadi selama penyimpanan dikarenakan terjadinya degradasi
klorofil yang kerap ditandai memudarnya warna hijau pada daun,
2. Kandungan nitrat
Gambar 2. Kandungan nitrat bayam selama penyimpanan

Diketahui bahwa selama penyimpanan, dapat terjadi peningkatan kandungan nitrat


pada bayam. Berdasarkan gambar 2 diketahui bahwa terjadi peningkatan kandungan
nitrat terjadi pada perlakuan kontrol, hydrocooling, dan heat shock pada hari ke-1.
Namun pada hari ke-3, diperoleh hasil penurunan kandungan nitrat pada perlakuan
kontrol dan hydrocooling, setelah itu kedua perlakuan kembali mengalami peningkatan
pada hari ke-7. Pada gambar diperoleh hasil kandungan nitrat tertinggi pada perlakuan
heat shock yaitu ±450 ppm, yang kemudian mengalami penurunan menjadi ±400 ppm.
Penurunan kandungan nitrat pada bayam dapat disebabkan terjadinya proses
metabolisme nitrat yang dapat mengubah nitrat menjadi produk seperti nitrit,
nitritoksida, dan N-Nitroso (Hakiki et al., 2016), dimana proses metabolisme nitrat
tersebut akan dibantu oleh aktivitas dari enzim nitrate reductase.

3. Kandungan asam askorbat


Gambar 3. Kandungan asam askorbat bayam selama penyimpanan
Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa selama penyimpanan cenderung terjadi
penurunan kandungan asam askorbat pada bayam, dimana diperoleh hasil pada
perlakuan hydrocooling dan heat shock menunjukkan kandungan asam askorbat yang
lebih rendah setelah penyimpanan selama 7 hari jika dibandingkan dengan perlakuan
kontrol. Penurunan kandungan asam askorbat pada perlakuan hydrocooling dan heat
shock terjadi secara stabil tanpa adanya peningkatan selama dilakukan penyimpanan,
dimana menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Gomez (2008), perlakuan panas
pada komoditi bayam diketahui tidak memberikan hasil penurunan asam askorbat yang
signifikan.. Maka dari itu, melalui data yang diperoleh dapat diketahui bahwa
perlakuan yang menyebabkan penurunan kandungan asam askorbat yang signifikan
pada bayam adalah perlakuan hydrocooling yaitu menurun sebanyak 44% (Hakiki et
al., 2016).
b. Sawi
Sebagaimana umumnya buah dan sayuran masih melangsungkan proses metabolisme
setelah dipanen. Reaksi metabolisme akan mengakibatkan perubahan mutu,
penampakan dan kondisi pada sayuran. Perubahan tersebut disebabkan terjadinya
penguapan air, konversi enzimatis, pembentukan atau pelepasan flavor, kerusakan
vitamin dan lainnya, proses ini bisa disebabkan karena terdapatnya perubahan kimia
pada saat setelah pemanenan, adapun perubahan kimia yang terjadi pada sayur sawi
yaitu
1. Kandungan Vitamin C

Berdasarkan pada gambar menunjukan bahwa nilai kadar vitamin C sawi selama proses
perebusan berkisar antara 0,42 mg/100gr sampai dengan 1,27 mg/100gr. Hasil analisis
sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan tanpa perebusan memberikan pengaruh
nyata terhadap kadar vitamin C sawi. Kadar Vitamin C 0 menit sebesar 1,27 mg/100g,
dan mengalami penurunan menjadi 0,98 mg/100g pada perlakuan 5 menit, 0,74
mg/100g pada perlakuan 10 menit dan 0,42 mg/100g pada perlakuan 15 menit,
perlakuan 0 menit berbeda nyata terhadap perlakuan 10 menit dan 15 menit untuk
perlakuan 5 menit tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0 menit dan 10 menit Menurut
Somsub et al. (2007) kandungan vitamin C secara signifikan menurun pada tiga metode
pemasakan (perebusan, pengukusan, dan penumisan), mulai dari 14,4% hingga 96,6%.
Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk memasak sayur maka kadar vitamin C
akan turun. Penurunan kadar vitamin C pada ketiga proses pemanasan disebabkan
karena vitamin C merupakan vitamin yang paling kurang stabil dan bersifat larut dalam
air Vitamin C ini sangat mudah rusak oleh pemanasan, lebih lagi dengan bertambah
luasnya permukaan akibat pemotongan. Selama pengolahan sayur vitamin C hilang
melalui cara terlarut dalam cairan pengolahan dan melalui oksidasi
2. Susut bobot

Proses respirasi dan transpirasi akan menyebabkan komoditi mengalami susut bobot.
Susut bobot yaitu massa sayuran yang berkurang sejalan dengan waktu selama proses
penyimpanan. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan
respirasi melalui stomata, lentisel, dan berbagai jaringan tumbuhan lain yang
berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya
menurunkan susut bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan.
Sayur sawi yang disimpan pada suhu ruang selama 4 hari pertama susut bobotnya
meningkat berturut-turut dari 0%,11,4%,22.2%,32.7% dan 41.79% sedangkan yang
disimpan pada suhu dingin susut bobotnya 0%,6,6%,9,39%,12,41% dan 14,76% ,
selain itu sayur segar yang dicincang atau dipotong-potong memiliki permukaan yang
lebih besar, sehingga lebih banyak air yang terpapar udara. Hal ini membuat laju
respirasi pada sayur menjadi lebih cepat, proses pemotongan atau pencincangan juga
merusak sel-sel sayur sehingga aktivitas respirasi semakin meningkat.
c. Brokoli
Perubahan kimia merupakan serangkaian proses biokimia yang terjadi setelah masa
panen, dimana proses ini mempengaruhi komposisi senyawa-senyawa yang ada pada
brokoli, baik secara alami maupun sebagai respon terhadap lingkungan sekitarnya.
Adapun berikut merupakan perubahan-perubahan kimia yang terjadi setelah masa
panen dan setelah proses pengolahan.
1. Laju Respirasi
Brokoli segar mengalami penurunan mutu dengan sangat cepat sesaat setelah
panen, hal ini disebabkan oleh respirasi yang relatif tinggi dan akan mudah
mengalami kelayuan saat penyimpanan pada suhu ruang. Dalam proses respirasi
ini, bahan tanaman brokoli terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi
bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk
menghasilkan energi. Adapun hasil sampingan dari respirasi ini adalah
karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan panas.

Berdasarkan Gambar 2 dan 3 di atas, terlihat bahwa laju respirasi brokoli sangat
dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, dimana pada suhu penyimpanan yang lebih
rendah (5oC) laju respirasinya rendah yang ditandai dengan konsumsi O2 dan produksi
CO2 yang lebih kecil dibandingkan dengan suhu penyimpanan lainnya. Suhu
penyimpanan 10oC dan 5oC dapat dianggap tetap atau konstan. Hal ini dapat dilihat
dari pola grafik tersebut (pada suhu 10oC dan 5oC) yang cenderung agak konstan arah
mendatar (searah sumbu x). Kecenderungan konstan ini dapat memberi petunjuk
bahwa brokoli yang disimpan pada kedua suhu tersebut menunjukkan laju respirasi
yang seimbang antara produksi CO2 dan konsumsi O2 yang rendah yang berarti laju
respirasinya kecil (sedikit terhambat). Dari sini dapat diambil gambaran bahwa brokoli
akan baik apabila disimpan pada suhu rendah (suhu dingin).

Hal tersebut juga didukung oleh penelitian (Murtiwulandari, dkk, 2020) yang
menyatakan bahwa semua komoditas Brassicaceae yang digunakan sebagai sampel,
salah satunya brokoli menunjukkan bahwa semakin rendah suhu ruang penyimpanan,
maka nilai laju respirasinya juga semakin kecil.
2. Kadar Air

Dari hasil penelitian di atas, semua sampel komoditas Brassicaceae yang diberi
perlakuan pengemasan plastik wrap menunjukkan hasil kadar air yang berbeda-
beda. Kadar air brokoli segar dan brokoli perlakuan pengemasan yang disimpan di
suhu ruang (7 hari) menunjukkan nilai kadar air yang sama yaitu sebesar 86,60%,
sedangkan nilai kadar air terendah didapatkan pada perlakuan pengemasan yang
disimpan pada suhu refrigerator atau kulkas yaitu sebesar 83,40%. Singh dan Sagar
(2010) menyebutkan sayuran yang dikemas mengalami peningkatan kadar air
selama penyimpanan dan peningkatan pada suhu kamar relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu rendah. Hal ini terjadi akibat adanya jumlah air metabolit
sebagai hasil samping proses respirasi lebih banyak dibandingkan dengan air yang
menguap melalui proses transpirasi, sehingga terjadi akumulasi air di antara sel.

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Angela, 2011 menyatakan bahwa
pada hari pertama pengujian kadar air, ditemukan nilai kadar air brokoli segar adalah
90,91 ± 0,24 %, sedangkan kadar air brokoli steam blanched yang akan disimpan
pada suhu ruang, refrigerator dan freezer meningkat. Peningkatan ini terjadi karena
selama proses steam blanching, uap air terserap ke dalam jaringan brokoli dan
diikuti pula dengan melunaknya jaringan brokoli. Namun dengan perlakuan steam
blanching yang dibarengi dengan pengemasan dan penyimpanan suhu refrigerator,
brokoli dapat bertahan sampai pada hari kesebelas penyimpanan dengan nilai kadar
air yang tidak berbeda pada setiap hari pengujian. Hal ini disebabkan karena selama
penyimpanan di dalam refrigerator, suhu, dan kelembaban udara dapat dikontrol.
Sehingga nilai kadar air brokoli cenderung stabil sampai pada hari kesebelas.
Sedangkan kadar air brokoli yang disimpan pada suhu freezer juga tidak berbeda
pada hasil setiap pengujian kadar air. Hal ini disebabkan karena selama
penyimpanan di dalam freezer, sebagian besar air dalam jaringan brokoli diubah
menjadi bentuk kristal es.
3. Kadar Vitamin C (Asam Askorbat)
Kandungan vitamin C pada komoditas Brassicaceae, khususnya pada brokoli
setelah masa simpan menunjukkan nilai yang lebih besar dibanding pada analisis
awal. Hal ini mungkin terjadi akibat proses pelayuan yang terjadi selama masa
simpan. Meningkatnya kandungan vitamin C selama fase pelayuan terjadi akibat
adanya pembentukan vitamin C yang berasal dari substrat glukosa 6-PO4.
Peningkatan kandungan vitamin C biasanya akan terjadi seiring lamanya waktu
penyimpanan akan tetapi apabila substrat pembentukan vitamin C tidak lagi
tersedia maka kandungan vitamin C akan mengalami penurunan. Dari tabel
dapat dilihat bahwa kadar vitamin C tertinggi brokoli yaitu sebesar 25,22 mg
10g-1 sampel didapatkan pada perlakuan brokoli dengan pengemasan di suhu
ruang selama 7 hari.

Berdasarkan data hasil pengamatan pada gambar 7, perlakuan steam blanching


pada brokoli menyebabkan penurunan vitamin C (asam askorbat). Penurunan
tingkat kandungan vitamin C ini disebabkan karena asam askorbat adalah
senyawa nutrisi yang paling tidak stabil selama proses pengolahan akibat adanya
degradasi panas dan leaching vitamin C dalam air yang digunakan dalam
memasak. Namun setelah dilakukan penyimpanan selama 14 hari, perlakuan
steam blanching pada brokoli ini memberikan efek positif, karena kandungan
vitamin C cenderung stabil atau tidak mengalami penurunan yang signifikan.
4. Total Klorofil

Dari hasil pengamatan pada data Tabel 5 menunjukkan bahwa semakin rendah
suhu penyimpanan, maka kandungan klorofil yang diamati setelah masa simpan
semakin besar nilainya. Penyimpanan pada ruang freezer mampu
mempertahankan kandungan klorofil sebesar 68% dari nilai awal sebelum
perlakuan penyimpanan. Sedangkan pada penyimpanan suhu ruang dan suhu
kulkas menunjukkan degradasi klorofil yang relatif besar. Rendahnya
kandungan pigmen klorofil pada penyimpanan suhu ruang diduga karena suhu
tersebut sudah dapat mengurangi aktivitas enzim klorofilase yang merusak
klorofil.
Penurunan jumlah klorofil ini juga berkaitan dengan kecepatan laju respirasi
brokoli selama penyimpanan, dimana proses respirasi yang lebih cepat dapat
meningkatkan degradasi pigmen, sedangkan penurunan laju respirasi
menyebabkan pematangan dan perubahan warna terhambat. Konsentrasi O2
yang rendah dapat berpengaruh terhadap laju respirasi dan oksidasi substrat
menurun, pematangan tertunda dan sebagai akibatnya umur komoditi menjadi
lebih panjang, perombakan klorofil tertunda dan produksi C2H4 rendah.
Hilangnya warna hijau merupakan peralihan dari fungsi kloroplas ke kromoplas
yang mengandung pigmen karotenoid. Seiring dengan lamanya masa simpan
dan metabolisme yang terus berjalan, maka terjadi degradasi klorofil sehingga
terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning sampai merah (Johansyah,
2014).
3.3 Upaya Meminimalisir Perubahan
a. Bayam
1. Penurunan kandungan klorofil
Sebagai upaya untuk meminimalisir perubahan berupa penurunan kandungan klorofil
dapat dilakukan pemberian perlakuan panas terhadap bayam. Perlakuan panas yang
diberikan kepada bayam mampu menurunkan aktivitas enzim chlorophyllase dan
peroxidase yang berperan pada proses degradasi klorofil saat terjadinya metabolisme
pada bayam sehingga kadar klorofil pada bayam dapat dipertahankan.
2. Penurunan kandungan nitrat
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir perubahan berupa
penurunan kandungan nitrat pada bayam yaitu dengan memberikan perlakuan suhu
dingin, dimana pemberian perlakuan suhu dingin diketahui dapat menghambat
aktivitas dari enzim nitrate reductase yang berperan dalam proses metabolisme nitrat
sehingga kandungan nitrat pada bayam dapat dipertahankan dalam waktu yang lebih
panjang.
3. Penurunan kandungan asam askorbat
Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisisr perubahan berupa penurunan
kandungan asam askorbat pada bayam dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan
suhu dingin seperti hydrocooling. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Nampan (2006), diketahui bahwa perlakuan dingin dapat menjaga penurunan
kandungan asam askorbat pada buah rambutan secara efektif, dimana hal ini
disebabkan oleh sifat asam askorbat yang mudah mengalami oksidasi (Cahyadi et al.,
2018).
b. Sawi
1. Penurunan Kandungan Vitamin C
Penurunan kandungan vitamin yang terdapat di dalam sawi dapat diminimalisirkan
dengan cara melakukan teknik pemasakan yang baik dengan rentang waktu hingga
8 menit yang dimana dapat menekan kerusakan vitamin C sehingga kadar vitamin
C dalam bahan pangan masih dapat dipertahankan sekitar 50% dan kadar semula,
selain itu potonglah sayur dengan ukuran besar agar zat gizi yang ada didalamnya
tidak ikut menghilang saat melalui proses pemasakan
2. Susut bobot
Dalam meminimalisir susut bobot pada sayur sawi dapat dilakukan dengan cara
melakukan pengemasan dalam kantong plastik yang diberi lubang-lubang kecil
untuk sirkulasi udara, serta pastikan suhu penyimpanan sayur sawi tetap dingin dan
terjaga kelembabannya, selain itu simpanlah sayur sawi di dalam lemari es atau
kulkas pada suhu 1-4 derajat
c. Brokoli
1. Kecepatan Laju Respirasi
Sebagai upaya untuk menekan kecepatan laju reaksi pada komoditas brokoli, dapat
diberikan upaya perlakuan pengemasan yang dibarengi dengan penyimpanan pada
suhu rendah (refrigerator atau freezer). Pengemasan rapat menggunakan plastik
wrap dapat mengurangi akses oksigen ke permukaan brokoli. Respirasi sendiri
adalah suatu proses yang memerlukan adanya oksigen, sehingga dengan
mengurangi ketersediaan oksigen, maka laju respirasi dapat dihambat. Sedangkan
perlakuan penyimpanan dalam suhu rendah dapat menekan laju respirasi
disebabkan karena selama penyimpanan, suhu dan kelembaban udara dapat
dikontrol.
2. Perubahan Kadar Air
Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan perubahan kadar air adalah dengan
melakukan pengemasan menggunakan plastik wrap yang dibarengi dengan
penyimpanan pada suhu rendah. Dengan pengemasan yang rapat, dapat membantu
mengurangi penguapan air dari brokoli. Dengan meminimalkan akses udara ke
permukaan brokoli, kehilangan air dapat dikurangi. Selain itu dengan penyimpanan
suhu rendah selain dapat membantu mengurangi laju respirasi juga dapat membantu
mengurangi penguapan uap air karena suhu dan kelembaban dapat dikontrol.
Selanjutnya untuk pengolahan brokoli dengan steam blanching dan perlakuan yang
dibarengi pengemasan serta penyimpanan suhu refrigerator, dapat
mempertahankan umur brokoli sampai pada hari kesebelas penyimpanan dengan
nilai kadar air yang tidak berbeda (stabil) pada setiap hari pengujian, meskipun nilai
kadar air awal lebih tinggi daripada nilai kadar air brokoli segar.
3. Perubahan Kadar Vitamin C (Asam Askorbat)
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah perubahan berupa penurunan kadar
vitamin C pada brokoli adalah dengan melakukan upaya penyimpanan
menggunakan suhu dingin dan meminimalkan penggunaan panas yang terlalu
tinggi dalam proses pengolahan. Karena asam askorbat adalah senyawa nutrisi yang
paling tidak stabil selama proses pengolahan akibat adanya degradasi panas dan
leaching vitamin C dalam air yang digunakan dalam memasak.
4. Penurunan Kadar Klorofil
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penurunan kadar klorofil pada
brokoli adalah dengan melakukan pengemasan yang dibarengi dengan
penyimpanan brokoli pada suhu rendah (paling baik suhu freezer), karena dapat
mengurangi degradasi klorofil sebanyak 68%. Tidak diperkenankan membiarkan
brokoli disimpan dalam suhu ruang, dikarenakan suhu tersebut sudah dapat
mengurangi aktivitas enzim klorofilase yang merusak klorofil.

IV. KESIMPULAN
Pada sayur bayam terjadi beberapa perubahan kimia diantaranya penurunan kadar
klorofil, penurunan kandungan nitrat, dan penuruan kadar asam askorbat. Pada sayur sawi
terjadi penurunan kadar vitamin C dan susut bobot akibat terjadinya transpirasi. Dan pada
sayur brokoli laju respirasi terjadi dengan cepat sehingga mudah mengalami kelayuan,
peningkatan kadar air, peningkatan kadar vitamin C, dan penurunan kadar klorofil.
Untuk empertahankan kualitas nutrisi dan daya simpan sayuran seperti bayam,
sawi, dan brokoli, berbagai perlakuan dapat diterapkan. Pada bayam, perlakuan panas
efektif untuk menurunkan aktivitas enzim yang memecah klorofil, sementara suhu dingin
dapat menghambat penurunan kandungan nitrat dan asam askorbat. Pada sawi, teknik
pemasakan yang tepat dan pengemasan dalam plastik dapat mempertahankan kandungan
vitamin C dan mengurangi susut bobot. Untuk brokoli, pengemasan rapat dan penyimpanan
suhu rendah membantu mengurangi kecepatan laju respirasi, perubahan kadar air, dan
penurunan klorofil serta vitamin C. Dengan demikian, perlakuan khusus dan pengaturan
suhu dapat meminimalkan perubahan nutrisi pada sayuran tersebut, menjaga kualitasnya,
dan memperpanjang umur simpan.
DAFTAR PUSTAKA
Murcia, M.A., et al. 2020. Chapter 11 - Spinach. Dalam Nutritional Composition and Antioxidant
Properties of Fruits and Vegetables. Editor A.K. Jaiswal. Edisi 1. Academic Press.
Cambridge.
Hakiki, D.N., et al. 2016. Perubahan Kualitas Pasca Panen Bayam Organik selama Penyimpanan
setelah Perlakuan Heat Shock dan Hydrocooling. Jurnal Keteknikan Pertanian, 4(1): 53-
58.
Murtiwulandari, et al. 2020. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Kualitas Hasil Panen
Komoditas Brassicaceae. Jurnal TEKNOLOGI PANGAN : Media Informasi dan
Komunikasi Ilmiah Teknologi Pertanian. 11 (2): 135-143.
Oktaviani, A., L. 2011. Studi Optimalisasi Pre-Treatment Blanching Dan Metode Pembekuan
Pada Brokoli (Brassica Oleracea L. Var. Italica). Skripsi. Semarang: Program Studi
Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata.
Podsedek, A. (2007). Natural Antioxidants and Antioxidant Capacity of Brassica Vegetables : A
Review. LWT 40 : 1-11.
Howard, L. A., et al. (1999). β-Carotene and Ascorbic Acid Retention in Fresh and Processed
Vegetables. Journal of Food Science Vol. 64, No. 5 : 929-936.
National Institute for Health and Welfare. (2011). Broccoli.
Munandar, R silalahi, E, T Achadi, and F Gustiar. 2020. “Pertumbuhan Dan Uji Organoleptik
Tanaman Sawi Hijau Hasil Biofortifikasi Kalsium Yang DiBudidayakan Secara
Hidroponik.” Prosiding seminar nasional lahan suboptimal: 1–12.
Amien 2023)Umur Simpan Sayuran Sawi Putih Menggunakan Cairan Nutrisi, Memperpanjang,
Muhammad Afif Ghufroni, and Elhamida Rezkia Amien. 2023. “Jurnal Agricultural
Biosystem Engineering Extending the Storage Life of Chinese Cabbage Using Nutritional
Liquids.” 2(1): 199–205.
Aisyah, Yuliani, Rasdiansyah Rasdiansyah, and Muhaimin Muhaimin. 2014. “Pengaruh
Pemanasan Terhadap Aktivitas Antioksidan Pada Beberapa Jenis Sayuran.” Jurnal
Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia 6(2): 0–4.
Murtiwulandari et al. 2020. “Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Kualitas Hasil Panen
Komoditas Brassicaceae.” Teknologi Pangan : Media Informasi dan Komunikasi Ilmiah
Teknologi Pertanian 11(2): 136–43.
Harnanik, S. 2018. “Kajian Perubahan Karakteristik Mutu Sawi Segar Selama Penyimpanan
Dengan Pencucian Air Berozon Pada Suhu Dan Kemasan Berbeda. Prosiding Seminar
Nasional I Hasil Litbangyasa Industri Palembang.” : 5–10.
Cahyadi, W., T. Gozali, dan A. Fachrina. Pengaruh Konsentrasi Gula Stevia dan Penambahan
Asam Askorbat terhadap Karakteristik Koktil Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia).
Pasundan Food Technology Journal, 5(2): 154-163.
Gomez, F., et al. 2008. Heat shock increases mitochondrial H2O2 production and extends
postharvest life of spinach leaves. Postharvest Biology and Technology, 49(2): 229-234.
Nampan, K., C. Techavuthiporn, dan S. Kanlavanarat. 2006. Hydrocooling Improves Quality
And Storage Life Of ´Rong-Rein´ Rambutan (Nephellium Lappaceum L.) Fruit. Acta
Hortic, 712(4): 763-770.

Anda mungkin juga menyukai