NIM : 11811023504
Secara terminologi, kurikulum berarti suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan
ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara
sistematika atas dasar norma-norma yang berlaku dan dijadikan pedoman dalam proses
pembelajaran bagi pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan
Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu kata curir dan currere yang
merupakan istilah bagi tempat berpacu, berlari, dari sebuah perlombaan yang telah dibentuk
semacam rute pacuan yang harus dilalui oleh para kompetitor sebuah perlombaan. Dengan kata
lain, rute tersebut harus dipatuhi dan dilalui oleh para kompetitor sebuah perlombaan.
Konsekuensinya adalah, siapapun yang mengikuti kompetisi harus mematuhi rute currere
tersebut.
b. Komponen kurikulum
Komponen Tujuan
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan. Dalam skala makro,
rumusan tujuan kurikulum erat kaitannya dengan filsafat atau sistem nilai yang dianut
masyarakat. Bahkan, rumusan tujuan yang menggambarkan suatu masyarakat yang di cita –
citakan, misalkan, filsafat atau sistem nilai yang dianut masyarakat Indonesia adalah
pancasila, maka tujuan yang diharapkan tercapai oleh suatu kurikulum adalah terbentuknya
masyarakat yang pancasilais. Dalam skala mikro, tujuan kurikulum berhubungan dengan misi
dan visi sekolah serta tujuan yang lebih sempit, seperti tujuan setiap mata pelajaran dan
tujuan proses pembelajaran.
Komponen Isi/ Materi Pelajaran
Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan pengalaman belajar yang
harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu menyangkut semua aspek baik yang berhubungan
dengan pengetahuan atau materi pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi setiap materi
pelajaran yang diberikan maupun aktivitas dan kegiatan siswa. Baik materi maupun aktivitas
itu seluruhnya diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
Komponen Metode/ Strategi
Strategi dan metode merupakan komponen ketiga dalam pengembangan kurikulum.
Komponen ini merupakan komponen yang memiliki peran yang sangat penting, sebab
berhubungan dengan implementasi kurikulum. Bagaimana bagus dan idealnya tujuan yang
harus dicapai tanpa strategi yang tepat untuk mencapainya, maka maka tujuan itu tidak
mungkin dapat tercapai. Strategi meliputi rencana, metode dan perangkat kegiatan yang
direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu.
Komponen Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum. Melalui evaluasi, dapat
ditentukan nilai dan arti kurikulum sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah
suatu kurikulum perlu dipertahankan atau tidak, dan bagian – bagian mana yang harus
disempurnakan. Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektivitas pencapaian tujuan.
Dalam konteks kurikulum, evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang
telah ditetapkan telah tercapai atau belum, atau evaluasi digunakan sebagai umpan balik
dalam perbaikan strategi yang ditetapkan.
1. Sebagai implementer, guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada. Di
sini guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus kurikulum. Guru tidak memiliki
kesempatan baik untuk menentukan isi kurikulum maupun menentukan target kurikulum. Peran
guru hanya sebatas menjalankan kurikulum yang telah disusun
2. Sebagai adapters, dimana guru lebih dari hanya sebagai pelaksana kurikulum, akan tetapi juga
sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah.
Guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik
sekolah dan kebutuhan lokal.
4. Sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher). Peran ini dilaksanakan sebagai bagian
dari tugas professional guru yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya
sebagai guru. Dalam peran ini guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen
kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektivitas program, strategi
maupun model pembelajaran, termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa
mencapai target kurikulum.
Bagi peserta didik, fungsi kurikulum adalah sebagai sarana untuk mengukur kemampuan diri dan
konsumsi pendidikan. Hal ini berkaitan juga dengan pengejaran target - target yang membuat
peserta didik dapat mudah memahami berbagai materi ataupun melaksanakan proses
pembelajaran setiap harinya dengan mudah. Selain itu, juga diharapkan agar peserta didik
mendapatkan pengalaman -pengalaman baru yang di masa depan dapat dikembangkan sesuai
dengan perkembangannya, dan bisa menjadi bekal kehidupan nantinya.
Selain itu, fungsi kurikulum bagi peserta didik adalah mempermudah mereka dalam memetakan
jadwal yang akan mereka buat nantinya. Dengan jadwal ini, mereka dapat membagi waktu untuk
mengerjakan pekerjaan - pekerjaan yang harus dikerjakan sesuai dengan tuntunan oleh guru atau
pendidik nantinya. Kurikulum akan mempermudah peserta didik dalam memetakan apa yang
harus ia kerjakan dari waktu ke waktu. Sesuai dengan evaluasi yang dilakukan oleh guru dalam 3
atau 6 bulan sekali.
Kurikulum subjek akademis adalah model konsep kurikulum tertua dan masih sering dipakai
sampai saat ini, karena kurikulum ini cukup praktis, mudah disusun, mudah digabungkan dengan
tipe lainnya. Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan
esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi
pendidikan. Pada kurikulum ini, orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai
seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru. Isi
pendidikan disesuaikan dengan displin ilmu. Para pengembang kurikulum tidak perlu menyusun
dan mengembangkan bahan sendiri, melainkan cukup mengorgansisasi secara sistematis
mengenai isi materi yang dikembangkan para ahli disiplin ilmu, sesuai dengan tujuan pendidikan
dan tahap perkembangan siswa yang akan mempelajarinya. Kurikulum ini sangat mengutamakan
pengetahuan maka pendidikannya lebih bersifat intelektual.
b. Model humanistic
Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (persoznalized educationi) yaitu
John Dewey dan J.J. Rousseau. Konsep ini lebih mengutamakan siswa yang merupakan subjek
yang menjadi pusat utama kegiatan pendidikan. Selain itu, pendidik humanis lebih juga
berpegang pada konsep Gestalt, bahwa seorang anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh.
Pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang utuh bukan saja dari segi fisik dan
intelektual tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain).
Dalam evaluasi, kurikulum humanistik lebih mengutamakan proses dari pada hasil, dan tidak
memiliki kriteria pencapaian. Sasaran kurikulum ini adalah perkembangan anak agar menjadi
manusia yang lebih terbuka dan lebih mandiri.
Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam
masyarakat. Pada kurikulum ini, pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama,
interaksi, dan kerja sama. Kerja sama dan interaksi yag terjadi bukan hanya antara guru dan
siswa, melainkan antara siswa dengan siswa, siswa dengan lingkungan serta siswa dengan
sumber belajar lainnya. Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun
1920-an. Harold Rug melihat adanya kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Rug
menginginkan siswa dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah sosial sehingga
diharapkan dapat menciptakan masyarakat baru yang lebih stabil.
d. Model teknologis
Perkembangan teknologi pada abad ini sangatlah pesat. Perkembangan teknologi tersebut
mempengaruhi semua bidang, termasuk bidang pendidikan. Sejak dulu pendidikan telah
menggunakan teknologi, seperti papan tulis, kapur, dan lain-lain. Namun, sekarang seiring
dengan kemajuan teknologi banyak alat (tool) seperti audio,video, overhead projector, film slide,
dan motion film, serta banyak alat-alat lainnya. Dalam pengembangan kurikulum teknologis
kerjasama dengan para penyusun program dan penerbit media elektronik serta media cetak.
Pengembangan pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat dan media
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ini merupakan hambatan utama dalam pengembangan
kurikulum teknologis.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum dibagi dalam dua bentuk,
yaitu:
1. Perangkat lunak (software) atau disebut juga teknologi sistem (system technology). Pada
bentuk ini, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis yang menunjang efisiensi
dan efektivitas pendidikan.
2. Perangkat keras (hardware) atau sering disebut juga teknologi alat (tools technology). Pada
bentuk ini, lebih menekankan kepada penyusuna program pengajaran atau rencana pelajaran
dengan menggunakan pendekatan sistem.