1.Moluskum Kontagiosum
Merupakan infeksi virus pada kulit yang sangat menular yang dapat ditularkan dari orang ke
orang melalui kontak kulit ke kulit, berbagi pakaian, atau hanya dengan menyentuh benda
yang disentuh penderita HIV. Moluskum kontagiosum menyebabkan benjolan berwarna
merah muda pada kulit. Pada penderita HIV/AIDS, benjolan merah bisa muncul lebih dari
100. Meskipun benjolan merah pada umumnya tidak berbahaya pada penderita AIDS, kondisi
ini tidak akan hilang tanpa pengobatan. Dokter dapat memilih untuk membekukan benjolan
dengan nitrogen cair (cryosurgery) atau menghilangkannya dengan laser atau salep topikal.
Perawatan umumnya akan diulang setiap 6 minggu atau lebih sampai benjolan merah hilang.
2.Virus Herpes
Beberapa jenis virus herpes umum terjadi pada penderita AIDS. Infeksi virus herpes simpleks
menyebabkan pecahnya luka di sekitar area genital atau mulut. Sementara infeksi virus
herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yang menyebabkan cacar air. Itu juga dapat
menyebabkan herpes zoster. Ini adalah ruam ekstrem yang sangat menyakitkan di satu sisi
tubuh. Infeksi virus herpes biasanya diobati dengan obat antivirus. Hampir semua virus
herpes bisa menjadi terpendam atau bertahan dalam tubuh. Ini berarti bahwa setelah infeksi,
virus akan tetap berada di dalam tubuh dan dapat menyebabkan infeksi baru di kemudian
hari.
3.Sarkoma Kaposi
Merupakan jenis kanker yang dimulai pada sel-sel yang melapisi getah bening atau pembuluh
darah. Sarkoma Kaposi menyebabkan lesi gelap pada kulit. Kondisi ini mungkin muncul
seperti bercak atau benjolan berwarna cokelat, ungu, atau merah. Sarkoma Kaposi juga dapat
menyebabkan kulit membengkak. Lesi dapat memmengaruhi organ, termasuk paru-paru, hati,
dan bagian dari saluran pencernaan, di mana penyakit ini dapat menyebabkan gejala yang
berpotensi mengancam jiwa dan masalah pernapasan. Kondisi kulit biasanya hanya terjadi
ketika jumlah limfosit CD4 Anda (juga disebut sel T4) sangat rendah. Ini berarti sistem
kekebalan tubuh sangat lemah. Kondisi ini adalah karakteristik dari AIDS. Ketika seseorang
dengan HIV mengembangkan sarkoma Kaposi atau infeksi oportunistik lainnya, diagnosis
resmi berubah menjadi AIDS. Ketika penderita HIV mengembangkan sarkoma Kaposi atau
infeksi oportunistik lainnya, diagnosis resmi berubah menjadi AIDS. Obat antiretroviral yang
sangat aktif telah sangat mengurangi kejadian sarkoma Kaposi dan dapat membantu
mengobatinya jika berkembang. Kanker ini juga umumnya merespons radiasi, pembedahan,
dan kemoterapi.
5. Seriawan
Kandidiasis oral, juga dikenal sebagai sariawan, adalah infeksi jamur yang menyebabkan
lapisan putih tebal terbentuk di lidah atau pipi bagian dalam. Sariawan dapat dikelola dengan
obat antijamur, tablet hisap, dan obat kumur. Ini cukup umum pada orang dengan AIDS dan
dapat sulit untuk diobati, karena infeksi cenderung kembali. Menggunakan obat HIV yang
efektif biasanya memperbaiki kondisi ini. Infeksi jamur yang paling umum dikenal sebagai
candidiasis, cryptococcosis, histoplasmosis, dan coccidiomycosis
6.Fotodermatitis
Merupakan kondisi kulit di mana kulit bereaksi terhadap paparan sinar matahari dengan
mengubah warnanya menjadi lebih gelap. Ini paling umum pada orang kulit berwarna, tetapi
siapa pun dengan HIV rentan terhadap fotodermatitis. Jika Anda minum obat untuk
meningkatkan kekuatan kekebalan tubuh, Anda mungkin mengalami sementara reaksi ini
sebagai efek samping. Melindungi kulit dari sinar matahari biasanya merupakan strategi yang
digunakan untuk mengurangi fotodermatitis.
7. Prurigo Nodularis
Kondisi kulit ini melibatkan wabah benjolan yang gatal di kulit. Gatal bisa sangat hebat dan
parah. Prurigo nodularis paling umum dengan sistem kekebalan yang sangat lemah, serta di
antara orang kulit berwarna dengan HIV/AIDS. Pengobatan steroid topikal (lotion atau krim
dioleskan pada kulit) dan penanggulangan HIV/AIDS dengan obat-obatan antiretroviral
digunakan untuk mengobati kondisi tersebut. Obat-obatan antiretroviral dapat membantu
mencegah dan mengelola sebagian besar jenis kondisi kulit ini. Kondisi kulit lain mungkin
dipicu oleh perawatan dan memerlukan perawatan lain. Bicaralah dengan penyedia layanan
kesehatan Anda tentang terapi terbaik untuk kondisi kulit khusus Anda.
8.Dermatitis Seboroik
Dermatitis Seboroik adalah masalah kulit yang relatif kecil dan secara tidak proporsional
memengaruhi penderita HIV. Faktanya, sebanyak 25 – 45% penderita HIV akan
mendapatkannya, dibandingkan dengan 8% dari populasi umum. Angka itu hanya meningkat
pada orang terinfeksi HIV lanjut, dengan beberapa penelitian menunjukkan risiko seumur
hidup sekitar 83%. Dermatitis Seboroik berhubungan erat dengan kerusakan sistem
kekebalan tubuh seseorang. HIV dapat membunuh sel (disebut sel T-CD4) yang merupakan
pusat pertahanan kekebalan tubuh. Seiring perkembangan penyakit, tubuh kurang mampu
melawan infeksi yang dapat dilakukan orang sehat.
Sumber : https://www.doktersehat.com
https://sardjito.co.id/2019/08/28/mengenal-infeksi-menular-seksual-dan-manifestasi-klinis-
aids-pada-kulit/
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi HIV (human immunodeficiency virus) dimulai dari transmisi virus ke dalam
tubuh yang menyebabkan infeksi yang terjadi dalam 3 fase: serokonversi, asimtomatik, dan
acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
Transmisi HIV
HIV ditransmisikan melalui cairan tubuh dari orang yang terinfeksi HIV, seperti darah, ASI,
semen dan sekret vagina. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui port d’entree yang
terdapat pada tubuh, umumnya kemungkinan ini meningkat melalui perilaku berisiko yang
dilakukan.
Virus kemudian masuk ke dalam sel dengan menempel pada reseptor CD4 melalui
pembungkus glikoprotein. Sebagai retrovirus, HIV menggunakan enzim reverse-
transcriptase, memungkinkan terbentuknya DNA-copy, untuk terbentuk dari RNA-virus.
Virus kemudian menempel dan merusak CD4, sehingga terjadi deplesi nilai CD4 dalam
darah, seiring dengan terjadinya peningkatan replikasi virus yang direfleksikan dari hasil nilai
viral load yang tinggi, menandakan tingkat virulensi yang tinggi.
Serokonversi
Fase serokonversi terjadi di masa awal infeksi HIV. Pada fase ini, terjadi viremia plasma
dengan penyebaran yang luas dalam tubuh, selama 4-11 hari setelah virus masuk melalui
mukosa tubuh. Kondisi ini dapat bertahan selama beberapa minggu, dengan gejala yang
cukup ringan dan tidak spesifik, umumnya berupa demam, flu-like syndrome, limfadenopati
dan ruam-ruam. Kemudian, keluhan akan berkurang dan bertahan tanpa gejala mengganggu.
Pada masa ini, umumnya akan mulai terjadi penurunan nilai CD4, dan peningkatan viral-
load.
Fase Asimtomatik
Pada fase asimtomatik, HIV sudah dapat terdeteksi melalui pemeriksaan darah. Penderita
infeksi HIV dapat hidup bebas gejala hingga 5-10 tahun walau tanpa intervensi pengobatan.
Pada fase ini, replikasi virus terus berjalan, virulensi tinggi, viral load stabil tinggi, serta
terjadi penurunan CD4 secara konstan.
Pada fase AIDS, umumnya viral-load tetap berada dalam kadar yang tinggi. CD4 dapat
menurun hingga lebih rendah dari 200/µl.
Infeksi oportunistik mulai muncul secara signifikan. Infeksi oportunistik ini bersifat berat,
meliputi dan mengganggu berbagai fungsi organ dan sistem dalam tubuh. Menurunnya CD4
mempermudah infeksi dan perubahan seluler menjadi keganasan. Infeksi oportunistik berupa:
Stadium 1
Stadium 1 infeksi HIV berupa sindrom serokonversi akut yang disertai dengan limfadenopati
persisten generalisata (muncul nodul-nodul tanpa rasa sakit pada 2 atau lebih lokasi yang
tidak berdampingan dengan jarak lebih dari cm dan waktu lebih dari 3 bulan).
Pasien stadium ini dapat tetap asimtomatik hingga bertahun-tahun tergantung pada
pengobatan. Status performa 1: aktif penuh dan asimtomatik.
Stadium 2
Pada stadium 2, pasien dapat kehilangan berat badan kurang dari 10% massa tubuh. Risiko
penyakit infeksi antara lain:
Herpes zoster
Manifestasi minor mukokutan
Infeksi saluran pernafasan atas rekuren
Status performa 2: simtomatik namun hampir aktif penuh.
Stadium 3
Stadium 3 HIV akan menyebabkan pasien kehilangan berat badan lebih dari 10% massa
tubuh. Pasien juga akan mengalami beberapa infeksi atau gejala berikut:
Stadium 4
Pasien HIV stadium 4 mengalami infeksi oportunistik yang juga dikenal sebagai AIDS
defining infections, antara lain:
Tuberkulosis ekstrapulmoner
Pneumoniac Pneumocystis jirovecii
Meningitis kriptokokal
Infeksi HSV lebih dari 1 bulan
Kandidiasis pulmoner dan esofageal
Toksoplasmosis
Kriptosporidiosis
CMV
HIV wasting syndrome
Ensefalopati HIV
Sarkoma Kaposi
Limfoma
Pneumonia rekuren
Status performa 4: hanya dapat beraktivitas diatas tempat tidur lebih dari 50% waktu
keseharian.
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/hiv/patofisiologi
PATOFISIOLOGI HIV/AIDS
Banyak bukti menyatakan bahwa molekul CD4 merupakan sebuah reseptor yang
memiliki afinitas tinggi terhadap HIV. Hal ini dapat menjelaskan mengapa HIV
spesifik untuk sel-sel yang memiliki reseptor CD4 terutama sel limfosit T,
monosit/makrofag dan dendritik.
Untuk pencegahan penularan HIV dapat dilakukan dengan cara safe sex, yaitu:
Gejala-gejala dari AIDS bisa berasal dari infeksi oportunistik dan kanker. Hanya
sedikit penderita AIDS yang meninggal karena efek langsung dari infeksi HIV.
Adapun fase dan gejalanya:
https://prezi.com/p8ttkirpqqmz/patofisiologi-hivaids/
https://www.academia.edu/14954720/PATHWAY_PATOFISIOLOGI_HIV_AIDS