Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Pasca dimenangkannya Malaysia dalam kasus pulau sipadan dan ligitan oleh International Court of
Justice (ICJ) banyak pihak yang dikagetkan mengenai hal ini dan hal ini juga memancing kekecewaan
dari masyarakat, dimana hal ini membuktikan masih terdapatnya kepedulian masyarakat mengenai
tanah air.

Melalui kasus tersebut kita mendapat pelajaran bahwa pemerintah belum sanggup untuk menjaga
keutuhan tanah air. Karenanya banyak tuntutan dari masyarakat agar pemerintah cepat melakukan
tindakan dan tegas dalam tindakannya mengenai hal ini.

Banyak hal-hal yang menjadi latar belakang terjadinya pencaplokan terhadap wilayah Indonesia
oleh Negara lain, diantaranya adalah :

1. Letak Geografis Indonesia yang strategis

2. Struktur dari Indonesia sendiri yang berbentuk kepulauan serta letaknya yang tidak teratur,
dimana dari pulau-pulau tersebut masih banyak yang tidak berpenghuni.

3. Terdapatnya batas-batas yang belum mendapat pengakuan Internasional.

Kedaulatan territorial sebuah Negara merupakan hal yang sangat penting, karena didalam wilayah
itulah Negara mempunyai wewenang dalam melaksanakan hukum nasional dari Negara tersebut.
Tanpa kedaulatan disuatu Negara, maka Negara tidak akan dapat melaksanakan yurisdiksi eksklusifnya
keluar dari wilayahnya dan dapat mengganggu kedaulatan wilayah Negara lain.

Inilah yang membuat kelompok kami tertarik untuk membahas mengenai hal ini, karena
banyaknya pelanggaran-pelanggaran mengenai wilayah, maka Negara-negara semakin sadar akan
peran dari wilayah tersebut, karena apabila dibiarkan maka akan berakibat fatal bagi Negara tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dalam membuat makalah ini, kami membatasi pembahasan kami yaitu :

1. Apakah yang dimaksud dengan kedaulatan ?

2. Apa hubungan kedaulatan dan cara pendudukan terhadap Island of Palmas (1928)

1.3 Tujuan Pembahasan

Tujuan pembuatan dari makalah ini yaitu :

1. Agar kita mengetahui apa yang dimaksud dengan kedaulatan

2. Untuk memenuhi tugas Hukum Internasional

Island of Palmas Case (1928)

Pulau Miangas ini adalah salah satu pulau terluar Indonesia yang memiliki luas 3, 15 km2 dan masuk
dalam desa Miangas, Kecamatan Nanusa Kabupaten Talaud Propinsi Sulawesi Utara. Palmas atau yang biasa
dikenal sebagai Pulau Miangas, adalah sebuah pulau yang bernilai ekonomis dan berlokasi strategis. Pulau ini
memiliki panjang 2 mil, dengan lebar ¾ mil, dan berpopulasi sekitar 750 jiwa pada saat keputusan arbitrase
mengenai sengketa perebutan pulau ini diturunkan. Pulau ini terletak diantara Mindanao, Filipina dan yang paling
utara yaitu pulau Nanusa.
Pada tahun 1898, Spanyol menyerahkan Filipina ke Amerika Serikat dalam sebuah Perjanjian Paris (1898)
dan Palmas ikut diserahkan ke Amerika Serikat. Pertikaian perebutan status kepemilikan pulau ini muncul pada
tahun 1906 antara Amerika Serikat dan Belanda. Amerika Serikat beranggapan bahwa pulau tersebut merupakan
bagian dari KepulauanFilipina (the Phillippine Arc hipelago) yang diserahkan oleh Spanyol kepadanya
berdasarkan perjanjian Paris tersebut seusai pengakhiran perang kedua negara. Sedangkan pihak Belanda
mengklaim kepemilikan atas pulau tersebut berdasarkan pendudukan atau pelaksanaan otoritas
(pemerintahan)yang terus menerus, berlangsung lama dan selama itu tidak ada gangguan atau klaim dari
pihak lain.
Demi menyelesaikan kasus ini, kedua pihak setuju untuk tunduk kepada keputusan arbitrase yang
mengikat pada 23 Januari 1928. Arbitrator dalam kasus ini adalah Max Huber, seseorang yang berwarga Negara
Swiss.
Persoalan yang ingin diselesaikan oleh arbitrator adalah untuk menyelesaikan apakah Pulau Miangas
secara keseluruhan merupakanbagian dari wilayah Amerika Serikat atau Belanda.
Masalah hukum yang hadir adalah apakah wilayah tersebut dimilikioleh si Penemu pertama walaupun
mereka tidak menjalankan wewenangnya atas wilayah tersebut atau dimiliki oleh Negara yang secara nyata
menjalankan kedaulatan atas Negara tersebut.

Proses Arbitrase
 Amerika dalam argumennya menyatakan Pulau Palmas adalah miliknya berdasarkan perjanjian yang
sah dari penemu pertamanya yakni Spanyol. Amerika Serikat menyatakan bahwa Spanyol memiliki wewenang
yang sah atas Palmas karena Palmas ditemukan oleh Spanyol ketika pulau tersebut dalam keadaan terra nullius
yaitu wilayah yang tidak dikuasai oleh pihak manapun. Spanyol menyatakan memiliki wewenangnya atas pulau
tersebut dikarenakan pulau tersebut adalah bagian dari Filipina dan telah diserahkan kepada Amerika Serikat
dalam Perjanjian Paris (1898) setelah Spanyol kalah dalam Perang antara Spanyol dan Amerika.
Arbitrator mencatat bahwa tidak ada hukum internasional yang baru yang menyatakan tidak berlakunya
penyerahan legal suatu wilayah dengan cara penyerahan.Bagaimanapun juga, arbitrator mencatat bahwa Spanyol
tidak dapat memberikan apa yang tidak ia miliki dan Perjanjian Paris kepada Amerika Serikat jika Spanyol tidak
memiliki wewenang yang sah atasnya. Arbitrator menyimpulkan bahwa Spanyol sebagai pihak penemu memiliki
kedaulatansah atas pulau Palmas bahkan dengan cara yang sederhana seperti sekedar menancapkan benderanya
di pantai. Akan tetapi klaim yang diberikan Spanyol atas Palmas memang merupakan klaim yang lemah karena ia
tidak pernah mengelola pulau tersebut, hanya menemukannya saja. 
Argument kedua dari Amerika Serikat adalah ia menyatakan bahwa dirinya memiliki wewenang atas
Palmas karena letak Palmas lebih dekat dengan Filipina (yang saat itu dimiliki oleh Amerika Serikat) daripada
dengan Indonesia (yang saat itu dijajah Belanda). Max Huber menyatakan bahwa tidak ada satupun hukum positif
Internasional pada saat itu yang mendukung pendekatan terra firma yang didkemukakan Amerika Serikat,
dimana status kepemilikan suatu pulau/wilayah diberikan kepada daerah yang terdekat dengan pulau/wilayah
tersebut.
Di lain pihak, Belanda dalam pendiriannya menyatakan memiliki kedaulatan atas Palmas Karena ia telah
menjalankan kewenangannya dipulau tersebut semenjak tahun 1677. Belanda berhasil membuktikan bahwa
Dutc hEast India Company telah melakukan negosiasi dengan Pemimpin Lokal pulau tersebut sejak abad ke-17
atas kedaulatannya termasuk dalam bentuk mengembangkan agama Protestan dan melarang kebangsaan lain
dipulau tersebut. Arbitrator mencatat bahwa Amerika gagal membuktikan kedaulatan Spanyol atas pulau tersebut
kecuali dokumen yang secaraspesifik menyebutkan bahwa Spanyol adalah pihak penemu tersebut.

Keputusan Arbitrase
 Akhirnya, menurut kajian Weter (1979), DR. Max Huber memperkenalkan konsep hukum
intertemporal dalam menangani sengketa dimana kaidah-kaidah hukum internasional diterapkan berdasarkan
periodedan kasus tertentu, yaitu klaim dari pihak lawan harus dinyatakan sesuai dengan hukum yang berlaku
ketika wilayah tersebut di temukan. Dalam halini bukanlah menyangkut pilihan hukum melainkan karena tidak
adanya penerapan secara historis. Arbitrator, Max Huber. Mendukung posisi Belanda dan menyatakan bahwa
Pulau Palmas secara nyata adalah milik Belanda. Untuk alasan ini,arbitrator sesuai dengan Pasal 1 dari Sebuah
Perjanjian Khusus pada tanggal 23 Januari 1928 memutuskan bahwa Pulau Palmas atau Miangas secara
keseluruhan adalah bagian dari wilayah Negara Belanda.

1. Syarat-syarat terbentuknya sebuah negara

Negara adalah subyek hukum internasional asli (original subject of international law), karena
sejak awal, fokus utama hukum internasional adalah hak dan kewajiban negara. Dalam konteks
unsur-unsur penting pembentuk negara, banyak sarjana yang mengemukakan pendapat
mereka, seperti HLA Hart yang memberikan pendapatnya tentang ciri-ciri tentang berdirinya
suatu negara,yaitu memiliki :
(1) Penduduk
(2) Wilayah
(3) Pemerintahan
(4) Sistem hukum
(5) Independensi

Pada kesimpulannya,pendapat-pendapat para sarjana tidak jauh berbeda dengan unsur-


unsur yang sudah ditetapkan dalam pasal 1 Konvensi Montevideo (Pan America) tentang Hak
dan Kewajiban Negara 1933 yang berbunyi :
“The State as a person of international law should possess the following qualifications :
(a) A permanent population;
(b) A defined territory;
(c) A government;and
(d) A capacity to enter into relations with other states.”

Berikut ulasan mengenai unsur-unsur tersebut :


A. Rakyat yang Tetap
Doktrin ini adalah satu dari tiga doktrin yang merupakan Drei-Elementen-Lehre atau
doktrin tiga elemen yang dicetuskan oleh George Jellinek pada akhir abad 19. Yang
dimaksud dengan unsur ini yaitu sekumpulan manusia yang hidup bersama di suatu tempat
tertentu sehingga merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diatur oleh suatu tertib
hukum nasional.
Syarat yang sangat krusial untuk unsur ini adalah bahwa rakyat ini harus terorganisir
dengan baik. Tidak ada nominal yang disyaratkan untuk sebuah kelompok dapat dikatakan
sebagai Negara. Naura contohnya hanya berpenduduk 10.000 penduduk sudah dianggap
sebagai negara, atau juga Liechtenstein yang hanya 20.000 penduduk saja. Tergantung pada
kontrol yang efektif dari pemerintah yang berdaulat, dan diskresi juga regulasi yang
ditetapkan oleh negara itu dalam hal kependudukan.

B. Wilayah atau Daerah yang Tetap


Adanya wilayah sangat penting bagi negara untuk mewujudkan kedaulatan dan
menerapkan yurisdiksinya di dalam wilayah itu. Rakyat yang hidup berkeliaran dari suatu
daerah ke daerah lain (a wandering people) bukan termasuk ke dalam unsur ini. Meskipun
hal ini bukan hal yang essensial untuk adanya suatu negara dengan ketentuan pengakuan
tertentu mengenai apa yang dikarakteristikkan sebagai ketetapan dari wilayah terkait dan
penduduknya. Contohnya adalah Israel yang mengambil wilayah PLO sehingga tidak ada lagi
Negara tersebut setelah diambil Israel, namun masih diakui oleh negara-negara dalam
bentuk penerimaan kantor-kantor perwakilan PLO di negaranya, atau ikut serta konferensi-
konferensi atau perjajian internasional.
Namun pada prinsipnya, suatu negara harus jelas batas-batasnya,karena hal ini penting
untuk memperjelas batas-batas kedaulatan negara tersebut berlaku. Putusan pengadilan
dalam Deutsche Continental Gas-Gesselschaft v Polish State (1929-1930), keputusan
pengadilan melahirkan prinsip bahwa suatu negara dapat diakui sebagai negara asalkan dia
mempunyai wilayah yang cukup konsisten.

C. Harus ada Pemerintah


Yang dimaksud dengan pemerintah adalah sesorang atau beberapa orang yang mewakili
rakyat dan memerintah menurut hukum negaranya.Unsur adanya pemerintah harus ada
minimal pada waktu atau setelah negara tersebut menyatakan kemerdekaannya. Secara
internal, keberadaan pemerintah yang berdaulat memiliki kapasitas untuk menetapkan dan
mempertahakan hukum konstitusionalnya. Sedangkan secara eksternal, pemerintah ini
dapat mengambil tindakan-tindakan internasional tanpa bergantung pada negara lain.
Permasalahan yang sering timbul, kapan suatu pemerintah diakui sebagia negara?
Komisi Ahli Hukum Internasional berpendapat bahwa dua kondisi yang membuat suatu
pemerintah dapat diakui menjadi negara, yaitu ketika organisasi politik (pemerintah) di
negara tersebut menjadi stabil danpemerintah memiliki cukup kemampuan untuk
menguasai sendiri wilayahnya tanpa bantuan pihak asing.

D. Kemampuan untuk Mengadakan Hubungan Dengan Negara Lain


Unsur ini merupakan unsur terpenting dari segi hukum internasional.Ciri ini pula yang
membedakan negara dengan unit-unit lebih kecil seperti anggota-anggota federasi atau
protektorat-protektorat yang tidak menangani sendiri urusan luar negerinya.

E. International Capacities
Maksudnya yaitu suatu negara harus dapat mempertanggungjawabkan tindakan-
tindakan pejabat-pejabatnya terhadap pihak/negara lain.

F. Merdeka
Merdeka adalah unsur sentral dalam pengakuan sebagai negara,yang membuktikan
bahwa negara itu mandiri dan tidak bergantung kepada negara lain.Hakim Huber
menyatakan bahwa :
“Sovereignty in the relations between states signifies independence…”

G. Keberlangsungan Negara
Kriteria ini cukup penting karena membuktikan keberadaan suatu negara baik menurut
hukum internasional maupun hubungan internasional.

H. Efektivitas
Maksudnya adalah suatu negara harus secara efektif mengarus urusan urusan di dalam
negeri maupun menjalankan hubungan-hubungan luar negerinya.Secara internal, negara
menerapkan kewenangannya dalam mengurus urusan administrasi di dalam negeri dan ke
luar negeri untuk berhubungan dengan subyak hukum internasional lainnya.

I. Pengakuan
Dalam pasal pengakuan terhadap negara baru terdapat dua teori pengakuan :
a. Teori Konstitutif
Teori ini berpendapat bahwa suatu negara menjadi subjek hukum internasional
hanya melalui pengakuan, jadi hanya dengan pengakuanlah suatu negara baru itu dapat
diterima sebagai anggota masyarakat internasional. Dan karenanya memperoleh status
sebagai subjek hukum internasional. Penganut teori ini, yaitu Oppenheim, Lauterpacht,
Chen, Gugenheim, Anziloti, dan Hans Kelsen.
Ada dua alasan yang melatarbelakangi teori ini.
(i) Mereka berpendapat bahwa hukum internasional lahir karena kesepakatan
negara-negara.
(ii) Bahwa suatu negara atau pemerintah yang tidak diakui tidak mempunyai
status hukum sepanjang negara atau pemerintah itu berhubungan dengan
negara-negara yang tidak mengakui.
b. Teori Deklaratif
Teori ini lahir sebagai reaksi dari teori konstitutif. Menurut teori ini pengakuan
hanyalah merupakan penerimaan suatu negara baru oleh negara-negara lainnya. Suatu
negara mendapatkan semuanya dalam hukum internasional bukan berdasarkan
kesepakatan dari negara-negara yang telah ada terlebih dahulu. Namun berdasarkan
situasi-situasi nyata tertentu. Kemampuan tersebut secara hukum ditentukan oleh
usaha-usahanya serta keadaan-keadaannya yang nyata dan tidak perlu menunggu
negara lain mengakuinya. Negara tersebut mempunyai kompetensi menurut hukum
internasionalnya.

Suatu negara atau pemerintah tidak akan mendapatkan status hukum di negara lain kecuali
negara tersebut diakui oleh negara yang bersangkutan (teori konstitutif). Namun hal ini tidak
berarti bahwa negara atau pemerintah itu tidak ada sama sekali (teori deklaratif). Jadi suatu
negara tetap ada meskipun tidak diakui namun negara tersebut hanya dapat mengadakan
hubungan dengan negara yang mengakuinya.
Bentuk-Bentuk Pengakuan
1. Pengakuan Negara Baru
Pada dasarnya pengakuan terhadap negara baru tidaklah sulit. Kebanyakan negara
diakui setelah negara tersebut merdeka dan memenuhi empat unsur negara menurut
hukum internasional. Akan menimbulkan masalah jika suatu negara lahir diperoleh dengan
cara-cara damai.
2. Pengakuan Pemerintah Baru
Dalam praktek pengakuan terhadap negara dan pemerintah biasanya berjalan
bersama-sama. Namun karena adapula pengakuan terpisah maka pemberian atau
penolakan pemberian pengakuan terhadap pemerintah baru tidak ada hubungannya
dengan pengakuan negara. Sehingga jika suatu negara menolak pengakuan suatu
pemerintahan baru yang berkuasa di suatu negara tidak mengakibatkan negara tersebut
kehilangan statusnya sebagai subjek hukum internasional.
Dalam memberikan pengakuan biasanya ada beberapa kriteria yang menjadi
pertimbangan negara untuk memutuskan mengakui atau tidak mengakui pemerintahan
baru tersebut. Kriteria tersebut adalah pemerintah yang permanen, pemerintahan yang
ditaati oleh rakyatnya, dan penguasaan wilayah secara efektif.

Macam-macam Pengakuan Negara


1. Pengakuan Kolektif
Ada dua bentuk pengakuan yaitu pengakuan dalam bentuk deklarasi bersama oleh
sekelompok negara dan pengakuan yang diberikan melalui penerimaan suatu negara baru
untuk menjadi peserta atau pihak ke dalam suatu perjanjian multilateral.
2. Pengakuan Terpisah
Pengakuan itu diberikan kepada suatu negara baru namun tidak kepada
pemerintahannya atau sebaliknya pengakuan diberikan kepada suatu pemerintahan baru
yang berkuasa namun tidak kepada negaranya.
3. Pengakuan Mutlak
Yaitu suatu pengakuan yang telah diberikan kepada suatu negara baru tidak dapat
ditarik kembali. Institut hukum internasional dalam suatu resolusi yang disahakan pada
tahun 1936 menyatakan pengakuan de jure suatu negara tidak dapat ditarik kembali.
4. Pengakuan Bersyarat
Yaitu pengakuan yang diberikan kepada suatu negara baru yang disertai dengan syarat-
syarat tertentu untuk dilaksanakan oleh negara baru tersebut sebagai imbangan pengakuan.
Ada dua macam, yaitu pengakuan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum
pengakuan diberikan dan pengakuan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi setelah
pengakuan diberikan

Macam-Macam Pengakuan Pemerintahan Baru


1. Pengakuan de facto
Yaitu pengakuan yang diberikan oleh suatu negara semata-mata didasarkan bahwa
pemerintah tersebut secara nyata berkuasa diwilayahnya.
2. Pengakuan de jure
Yaitu pengakuan yang diberikan kepada suatu pemerintah baru apabila negara tersebut
tidak ragu-ragu lagi terhadap eksistensi pemeirntah baru. Pengakuan diberikan berdasarkan
atas penilaian faktor-faktor faktual dan faktor-faktor hukum.

Cara-cara Pemberian Pengakuan


1. Pengakuan yang tegas (express recognition)
 Deklarasi atau pernyataan umum (public statement or declaration)
Dilakukan dengan mengirimkan pernyataan pengakuan terhadap pemerintah atau
negara baru. Dilakukan dengan hanya mengirimkan nota diplomatik dan biasanya oleh
negara yang mengakui.
 Pengakuan oleh perjanjian
Biasanya dipraktekan oleh Inggris di dalam memberikan kemerdekaan kepada
negara kolonial
2. Pengakuan diam-diam
Tindakan-tindakan yang dapat menjadi indikasi bahwa suatu negara telah
memberikan pengakuan secara diam-diam yaitu pemnhiriman ucapan selamat kepada
kepala negara yang baru, pengiriman perwakilan suatu negara untuk menghadiri
pengangkatan atau pengambilan sumpah suatu negara yang baru, surat-menyurat untuk
pembukaan tukar-menukar perwakilan diplomatik atau konsuler, perpanjangan hubungan
diplomatik, memberikan suara voting kepada negara baru agar dapat diterima sebagai
anggota PBB, dan membuat perjanjian dengan negara tersebut.

2. Kedaulatan Negara dan Hak Berdaulat


Suatu negara dianggap memiliki kemerdekaan dan “kedaulatan” terhadap warga-warga
negaranya dan urusan-urusannya dalam batas-batas wilayah teritorialnya.C.Gstarke
mengatakan, istilah “kedaulatan” memiliki cukup bayak penafsiran, seperti kedaulatan
merupakan sisa(residuun) dari kekuasaan yang dimiliki dalam batas-batas yang ditetapkan
dalam hukum internasional, juga kedaulatan merupakan masalah tingkatan yang
membedakan antara negara-negara merdeka dan berdaulat dengan negara-negara atau
kesatuam-kesatuan yang belum merdeka dan berdaulat, seperti protektorat dan wilayah
jajahan.
Jika suatu negara dikatakan merdeka,maka secara konkret dapat diberikan hak dan
kewajiban internasional kepada negara tersebut menurut hukum internasional.

Hak dan Kewajiban Negara


Pembahasan tentang hal ini didasarkan pada aliran kontrak sosial, yaitu bahwa hak sesorang
dalam masyarakat berada di luar atau terlepas dari kekuasaan negara. Dasar pemikiran ini lalu
dianalogikan kepada negara.Dalam hal ini, hak suatu megara tidak dipengaruhi dari pengaruh
negara lain.
Adapun hak dan kewajiban negara seperti yang dimuat dalam rancangan Deklarasi ILC 1949
adalah :
A. Hak-hak negara :
1. Hak atas kemerdekaan
2. Hak untuk melaksanakan yurisdiksi terhadap wilayah,orang dan benda yang
berada di dalam wilayahnya
3. Hak untuk mendapatkan kedudukan hukum yang sama dengan negara-negara
lain
4. Hak untuk menjalankan pertahanan diri atau kolektif
B. Kewajiban Negara :
1. Kewajiban untuk tidak melakukan intervensi terhadap masalah-masalah yang
terjadi di negara lain
2. Kewajiban untuk tidak menggerakkan pergolakan sipil di negara lain
3. Kewajiban untuk memperlakukan semua orang yang berada di wilayahnya
dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia
4. Kewajiban untuk menjaga wilayahnya agar tidak membahayakan perdamaian
dan keamanan internasional
5. Kewajiban untuk menyelesaikan sengketa secara damai
6. Kewajiban untuk tidak menggunakan kekuatan atau ancaman senjata
7. Kewajiban untuk tidak membantu terlaksananya penggunaan kekuatan atau
ancaman senjata
8. Kewajiban untuk tidak mengakui wilayah-wilayah yang diperoleh melalui cara-
cara kekerasan
9. Kewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional dengan itikad baik
10. Kewajiban untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain sesuai
dengan hukum internasional

Intervensi
Berkaitan dengan hak dan kewajiban negara, isu intervensi merupakan permbahasan yang
penting dalam hukum internasional. Intervensi selalu menjadi isu yang patut diangkat kepada
hukum internasional menyatakan bahwa setiap negara wajib menghormati kedaulatan setiap
negara. Intervensi seringkali didefinisikan sebagai campur tangan negara lain terhadap suatu
negara yang mengakibatkan teganggunya kemerdekaan dan kedaulatan negara yang menjadi
target intervensi.
Lauterpacht mengatakan bahwa intervensi adalah campur tangan secara diktator oleh suatu
negara terhadap urusan dalam negara lainnya dengan maksud baik untuk memelihara atau
mengubah kondisi nyata di negara tersebut. Larangan intervensi sudah merupakan suatu prinsip
umum hukum internasional yang diterima secara umum.Fungsi dari adanya larangan ini adalah
agar terciptanya hubungan antar negara yang damai.
Dasar hukum dari prinsip non-intervensi terdapat dalam :
1. Piagam PBB
Pasal 2 (7) dan pasal 2(4) Piagam PBB mensyaratkan bahwa PBB dilarang untuk ikut
campur dalam urusan domestik suatu negara,kecuali dalam rangka memelihara
perdamaian menurut Bab VII Piagam.
2. Rancangan ILC mengenai Hak-hak dan Kewajiban Negara 1949
Pasal 3 pada rancangan ini menyatakan bahwa setiap negara berkewajiban untuk
menahan diri untuk mengintervensi ke dalam urusan dalam atau luar negeri negara lain.
3. Konferensi Asia Afrika 1955
Keputusan akhir KAA 1955 yang disebut sebagai “Dasa Sila Bandung”, memuat
larangan intervensi, yang dinyatakan sebagai berikut :
a. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam urusan dalam negeri
negara lain.
b. Setiap negara tidak melakukan tekanan-tekanan terhadap negara lain.
c. Tidak melakukan agresi atau ancaman agresi atau kekerasan senjata terhadap
keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara lain.

Beberapa putusan Mahkamah Internasional juga menyatakan bahwa campur tangan asing
terhadap urusan dalam negeri negara lain juga dilarang seperti dalam kasus Nicaragua vs USA
yang memutuskan USA bersalah ikut mencampuri urusan dalam negeri negara Nicaragua.

Jenis-jenis intervensi dapat dikenal tiga macam, yaitu :


1. Intervensi Internal
Misal negara A mencampuri persengketaan antara pihak-pihak bertikai di negara
B,dengan cara mendukungg salah satu pihak.
2. Intervensi Eksternal
Negara A ikut campur tangan dengan mengadakan hubungan dengan negara lain,
umunya dalam keadaan bermusuhan, misalnya adalah ketika Italia melibatkan diri
dalam Perang Dunia II dengan memihak Jerman dan melawan Inggris.
3. Intervensi Penghukuman (Punitive)
Merupakan suatu tindakan pembalasan melalui tindakan perang kecil sebagai
pembalasan terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh negara lain.
Sementara itu, ada beberapa pengecualian terhadap intervensi yang diberikan oleh hukum
internasional, yaitu:
I. Suatu negara pelindung (protector) telah diberikan hak-hak intervensi yang dituangkan
dalam suatu perjanjian oleh negara yang meminta perlindungan.
II. Jika suatu negara berdasarkan suatu perjanjian dilarang untuk mengintervensi, namun ia
melanggar perjanjian ini,maka negara lain yang merupakan peserta perjanjian berhak
untuk melakukan intervensi.
III. Jika suatu negara melanggar dengan serius ketentuan-ketentuan hukum kebiasaan yang
telah diterima umum, maka negara lainnya mempunyai hak untuk mengintervensi
negara tersebut dengan alasan pembelaan diri.
IV. Jika warga negaranya diperlakukan semena-mena di luar negeri, maka negara itu
memiliki hak untuk mengintervensi atas nama warga negara tersebut, setelah semua
cara damai telah diambil.Jika tindakan intervensi merupakan tindakan bersama oleh
suatu organisasi internasional yang dilakukan atas kesepakatan bersama negara-negara
anggotanya.
V. Jika tindakan intervensi dilakukan atas permintaan sungguh-sungguh dan tegas-tegas
dari pemerintah yang sah dari suatu negara.

Doktrin Monroe
Sejarah doktrin Monroe berawal dari pernyataan Presiden Monroe dalam pesan kepada
kongres pada 2 Desember 1823 yang menghasilkan dua prinsip:
 Prinsip non-kolonialisasi, yaitu Amerika Serikat berkepentingan untuk menjamin bahwa
tidak ada wilayah di benua Amerika yang berupa terra nullius dan menjadi wilayah
kolonialisasi negara Eropa.
 Prinsip non-intervensi,menetapkan bahwa setiap upaya asing untuk memperluas sistem
politiknya ke benua Amerika merupakan ancaman bahaya terhadap perdamaian dan
keamanan Amerika.
Pada aplikasinya ,doktrin ini menjadi dasar bagi Amerika Serikat untuk membenarkan
tindakan intervensi mereka ke negara-negara yang merupakan sponsor-sponsor dari doktrin
tersebut.

Prinsip Persamaan Kedudukan Negara


Persamaan kedudukan negara merupakan refleksi dari salah satu bagian dari atribut dari
negara, yaitu kedaulatan. Yang menjadi ciri utama dari topik ini yaitu adanya latar belakang
pemikiran bahwa hukum internasional didasarkan pada kesepakatan bersama dari negara-
negara yang berdaulat, yaitu masyarakat internasional yang sederajat satu sama lainnya sebagai
subjek hukum internasional. Menurut J.L.Brierly mengatakan bahwa kata persamaan (equality)
disini harus dibaca sebagai persamaan didepan hukum (equality before the law).

Hubungan Antar Negara


Hukum Internasional mengatur tentang prinsip-prinsip yang dijunjung tinggi dalam
pelaksanaan lembaga antar negara berhubungan.Ketiga prinsip itu adalah:
 Koeksistensi atau Berdampingan secara Damai
 Prinsip Hubungan Bersahabat
 Prinsip Kerja sama Internasional

3. Kedaulatan Atas Wilayah Darat


Kedaulatan teritorial adalah kedaulatan yang dimiliki negara dalam melaksanakan yurisdiksi
eksklusif di wilayahnya,di mana negara berwenang menerapkan hukum nasionalnya di wilayah
tersebut.Keaulatan berarti kekuasaan mutlak atau monopoli yang hanya dimiliki oleh negara.
Kedaulatan dan wilayah memiliki keterkaitan yang erat,Max Huber pernah menyatakan
bahwa :
“Kedaulatan dalam hubungan antara negara-negara menandakan kemerdekaan.Kemerdekaan
berkaitan dengan suatu bagian dari muka bumi adalah hak untuk melaksanakan di
dalamnya,terlepas dari negara lain,fungsi-fungsi suatu negara.”
Dalam kasus the Island of Palmas, Huber mengungkapkan bahwa kedaulatan mempunyai
ciri penting yang dimiliki oleh suatu negara :
 Kedaulatan merupakan prasyarat hukum untuk adanya negara
 Kedaulatan menunjukkan negara tersebut merdeka yang sekaligus merupakan fungsi
dari suatu negara.
Dewasa ini, perkembangan kedaulatan teritorial,perubahannya dikenal dua macam :
 Pengurangan kedaulatan teritorial
 Perluasan kedaulatan teritorial
Namun, kedaulatan negara mengalami pembatasannya dalam hal pelaksaan yurisdiksi
ekslusfnya keluar dari wilayahnya yang dapat mengganggu kedaulatan wilayah negara lain, dan
negara wajib menghormati kedaulatan teritorial yang juga dimiliki oleh negara lain.
Kedaulatan teritorial mencakup tiga dimensi, yaitu :
 Tanah atau daratan
 Laut
 Udara
Dari segi wilayah,ada 4 bentuk rezim hukum yang mengatur :
 Kedaulatan teritorial
 Wilayah yang berada di bawah kedaulatan negara lain dan yang memiliki status
tersendiri (mandat atau trust)
 Res Nullius,wilayah yang tidak berada dalam kedaulatan negara manapun
 Res Communis,wilayah yang tidak dapat berada dalam kedaulatan negara mana pun
(ruang angka atau dasar laut samudera dalam)

Prinsip Penguasaan Atas Suatu Wilayah


1. Prinsip efektivitas
Prinsip ini menyatakan bahwa kepemilikan negara atas suatu wilayah ditentukan oleh
berlaku secara efektif peraturan hukum nasional di wilayah tersebut.
2. Prinsip Uti Possidetis
Menurut prinsip ini,batas-batas wilayah negara baru akan mengikuti batas-batas wilayah
dari negara yang mendudukinya..Namun pada kenyataan,batas-batas wilayah suatu negara
dapat nerubah-ubah.
Tujuan utama dari prinsip ini adalah untuk mencegah kemerdekaan dan stabilitas yang
negara baru yang baru lahir menjadi terganggu atau terancam oleh adanya gugatan
terhadap batas-batas wilayahnya.
3. Prinsip Larangan Penggunaan Kekerana (The Prohibition of Resort to Force)
Prinsip ini melarang penggunaan kekuatan senjata dalam memperoleh suatu wilayah
oleh negara.
4. Prinsip Penyelesaian Sengketa Secara Damai
Semua sengketa yang timbul karena wilayah, dalam hal ini klaim atas status kepemilikan
wilayah harus diselesaikan secara damai.
5. Prinsip Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination)
Prinsip ini menegaskan harus dihormatinya kehendak rakyat di dalam menentukan
status kepemilikan wilayahnya.

Cara-Cara Memperoleh Wilayah

a. Pendudukan (Occupation)
Pendudukan adalah pendudukan terhadap terra nullius, yaitu wilayah yang bukan dan
sebelumnya pun belum pernah dimiliki oleh suatu negara ketika pendudukan terjadi.
Pendudukan mengandung dua unsur pokok : yaitu penemuan (discovery) atau the taking of
Possesion, dan pengawasan yang efektif (effective control).
Kriteria lebih lanjut untuk menentukan efektifitas occupation:
 Penemuan harus diikuti dengan tindak lanjut untuk membuktikan telah
dilaksanakannya kedaulatan di wilayah yang diduduki.
 Penemuan suatu wilayah harus diikuti oleh pengawasan terhadapnya.
 Adanya niat dari suatu negara untuk mendudukinya.
 Tindakan yang tidak sah bukan syarat pendudukan.
 Klain untuk memelihara status terra nullis.

b. Penaklukan atau Aneksasi (Annexation)


Penaklukan atau penulis lain menyebutnya pula sebagai subjugasi (subjugation) adalah
suatu cara pemilikan suatu wilayah berdasarkan kekerasan (penaklukan). Cara ini umumnya
baisa terjadi dan diakui ssebelum tahun 1928 ketika the Briand-Kellog Pact ditandatangani.
Saat ini hukum internasional melarang keras cara-cara penggunaan kekerasan (militer)
untuk mendapatkan suatu wilayah.

c. Akresi atau Pertambahan (Accretion dan Avulsion)


Akresi adalah cara perolehan suatu wilayah baru melalui proses alam (geografis).
Melalui proses ini suatu tanah (wilayah) baru terbentuk dan menjadi bagian dari wilayah
yang ada. Misalnya, pembentukan pulau di mulut sungai atau perubahan arah suatu sungai
yang menyebabkan tanah menjadi kering yang sebelumnya dilalui oleh air.

d. Preskripsi (Prescription)
Preskripsi adalah pemilikan suatu wilayah oleh suatu negara yang telah didudukinya
dalam jangka waktu yang lama dengan sepengetahuan dan tanpa keberatan dari
pemiliknya. Preskripsi sebenarnya adalah tindakan yang melanggar hukum internasional.
Namun sifat pelanggaran ini tampaknya menjadi hilang (dibenarkan) karena adanya
sepengatahuan atau pengakuan dari pemilik yang seolah-olah menyetujui perbuatan
tersebut.

e. Cessi (Cession)
Cessi adalah pengalihan wilayah secara damai dari suatu negara lain dan kerapkali
berlangsung dalam rangka suatu perjanjian (treaty of cessio) yang biasanya berlangsung
setelah usainya perang. Prinsip yang penting dalam cessi ini yaitu :
(i) Bahwa dalam pengalihan, hak yang diserahkan tidak boleh melebihi hak yang
dimiliki oleh si pengalih (pemilik).
(ii) Di dalam pengalihan suatu wilayah, negara yang mengalihkan wilayah harus
pemilik sah atas wilayah tersebut.

f. Plebisit (Plebiscite)
Plebisit adalah pengalihan suatu wilayah melalui pilihan penduduknya, menyusul
dilaksanakannya pemilihan umum, referendum, atau cara-cara lainnya yang dipilih oleh
penduduk.

g. Putusan Pengadilan /Arbitrase (Adjudication)


Cara ini bersifat deklaratif,maksudnya kepemilikan atas suatu wilayah dinyatakan oleh
adanya suatu putusan pengadilan atau putusan arbitrase.Putusan tersebut adalan
jawaban atau permohonan yang diajukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa
mengenai status kepemilikan suatu wilayah tertentu.
Servitut
Servitut muncul bila di wilayah negara suatu negara terdapat hak-hak (legal rights) negara
lain. Negara yang yang menikmati servitut berhak untuk melakukan perbuatan di wilayah negara
lain, seperti hak lewat di dalam wilayah negara lain.
Negara-negara yang mempunyai beban untuk memberikan servitut berkewajiban untuk
tidak melakukan perbuatan yang menghalangi hak-hak negara lain.

Bentuk-Bentuk Servitut
Oppenheim membagi servitut ke dalam dua macam
1. Servitut Positif
Maksudnya adalah servitut yang memberi hak kepada suatu negara untuk
melaksanakan tindaka-tindakan tertentu di wilayah negara lain, seperti membangun
jalan kereta api, membangun kantor bea cukai, dll.
2. Servitut Negatif
Maksudnya adalah hak suatu negara untuk meminta negara lain untuk tidak
melakukan sesuatu di wilayahnya,seperti,melarang membangun benteng pertahanan di
kota-kota dekat perbatasan.
3. Servitut Militer
Adalah hak untuk tujuan-tujuan militer, seperti hak untuk mempertahankan
kehadiran tentaranya di wilayah negara lain atau hak meminta negara lain agar
tentaranya dapat melewati wilayahnya.
4. Servitut Ekonomi
Adalah hak yang diberikan untuk tujuan atau kepentingan perniagaan,lalu lintas
perdagangan dan hak-hak ekonomi lainnya.
5. Servitut untuk Kepentingan Internasional

Kedaulatan Negara atas Kekayaan Alamnya


Kekayaan alam adalah salah satu faktor utama mengapa suatu negara berupaya memiliki
atau mengklaim kedaulatannya atas suatu wilayah, sehingga hukum internasional menilai
penting untuk memberikan ketentuan mengenai kedaulatan atas kekayaan alam dalam
beberapa ketentuan tertulisnya.
1. Resolusi Majelis Umum PBB No.626 (VII) tanggal 21 Desember 1952
Resolusi ini menegaskan prinsip “penentuan nasib sendiri di bidang ekonomi setiap
negara”. Resolusi ini menegaskan hak negara untuk memanfaatkan sumber daya alamnya.
2. Resolusi Mejelis Umum PBB No. 1803 (XVII) tanggal 14 Desember 1962 dan 25 November
1966
Majelis Umum memperluas ruang lingkup prinsip kedaulatan permanen (Permanent
sovereignty) terhadap kekayaan alam di dasar laut dan tanah dibawahnya dan di perairan
laut yang masih berada dalam yurisdiksi nasional suatu negara.
3. Covenant on Economic,Social and Cultural Rights 16 Desember 1966 dan Covenant on Civil
and Political Rights 16 Desember 1966
Menegaskan hak suatu negara untuk memanfaatkan secara bebas kekayaan alamnya,
seperti pasal 1 ayat (2) Covenant on Economic, Social and Cultural Rights :
“All peoples may,for their own ends,freely dispose of their natural wealth and resources
without prejudice to any obligations arising out of international economic co-operation,
based upon the principle of mutual benefit, and international law.In no case may a people
be deprived of its own means of subsistence.”
4. Resolusi Majelis Umum PBB tentang Permanent Sovereignty over Natural Resources 1974
dan Deklarasi pembentukan tata ekonomi internasional baru dan Piagam Hak-Hak Ekonomi
dan Keawaajiban Negara 10 Desember 1974
Kedua instrumen ini menegaskan hak kedaulatan negara atas kekayaan alam di
wilayahnya, bahkan secara implisit menyatakan bahwa tanggung jawab internasioanl untuk
menolong pemanfaatan kekayaan alam bagi negara-negara berkembang.
5. Prinsip 21 dan 11 Declaration on the Human Environment Konferensi Stockholm 5-6 Juni
1972
Dalam prinsip ini juga memuat tentang tanggung jawab negara atas setiap kegiatan yang
merugikan lingkungan atau wilayah negara lain yang berada di luar yurisdiksi nasionalnya
dalam pemanfaatan kekayaan alam negara tersebut.
PENUTUP
Kesimpulan
Kedaulatan merupakan hal yang sangat penting bagi sebuah Negara, terlebih lagi
apabila Negara tersebut merupakan Negara kepulauan seperti Indonesia yang masih
mempunyai banyak pulau tidak berpenghuni. Karena itu sangat diperlukan penjagaan
terhadapat wilayah-wilayah Indonesia secara lebih serius oleh pemerintah, sehingga tidak ada
lagi pencaplokan wilayah di wilayah Indonesia yang sangat kaya ini.

Saran
Sebaiknya mengenai masalah ini ditanggapi secara serius oleh pemerintah karena pulau-
pulau terluar dan daerah perbatasan merupakan tempat yang sangat rentan untuk
terjadinya pencaplokan oleh Negara-negara tetangga tetangga.
Daftar pustaka
http://www.scribd.com/doc/82663044/6/Island-of-Palmas-Case-1928

Anda mungkin juga menyukai