Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi adalah suatau proses penyampaian dan penerimaan
berita, pesan, atau informasi dari seorang ke orang lain. Suatu komunikasi
yang tepat tidak akan terjadi, kalau tidak ada sumber (penyampai
komunikator) berita (pesan) menyampaikan secara tepat dan penerima
berita (komunikan).
Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran,
perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata
merepresentasikan berbagai aspek realistas individual kita yang tidak
mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep
yang di wakili kata-kata itu.
Dibandingkan dengan studi komunikasi vervbak, studi komunikasi
nonverbal sebenarnya masinh relative bru. Bila bidang pertama mulai
diajarkan pada zaman Yunani kuno, yakni studi tentang persuasi,
khususnya pidato, studi paling awal bidang kedua mungkin baru di mulai
pada tahun 1873 oleh Chrles Darwin yang menulis tentang ekspresi wajah.
Sejak itu, banyak orang mengkaji pentingnya komunikasi nonverbal demi
keberhasilan komunikasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi?
2. Apa saja fungsi bahasa dalam kehidupan manusia?
3. Bagaimana proses komunikasi dalam layanan perpustakaan?
4. Bagaimana komunikasi verbal dalam layanan perpustakaan?
5. Bagaimana komunikasi nonverbal dalam layanan perpustakaan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu komunikasi.
2. Untuk mengetahui fungsi bahasa dalam kehidupan manusia.
3. Untuk mengetahui proses komunikasi dalam layanan masyarakat.
4. Untuk mengetahui komunikasi verbal dalam layanan perpustakaan.
5. Untuk mengetahui komunikasi nonverbal dalam layanan perpustakaan.
2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Komunikasi
Istilah komunikasi atau bahan dalam bahasa Inggris communication
berasal dari kata Latin communication, dan bersumber dari kata communis
yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Akan
tetapi, pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya dasariah,
dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung
kesamaan makna antara dua pihak uang terlibat.
Pentingnya komunikasi bagi kehidupan sosial, budaya, pendidikan,
dan politik sudah disadari oleh para cendekiawan sejak Aristoteles yang
hidup ratusan tahun sebelum Masehi. Menurut Carl I. Hovland, ilmu
komunikasi adalah: upaya yang sitematis untuk merumuskan secara tegar
asas-asas penyampaian informasi serta bentuk pendpat dan sikap.1
Definisi Hovland di atas menunjukkan bahwa yang dijadikan objek
studi ilmu komunikasi bukan saja penyampain informasi, melainkan juga
pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap public (public
attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan
peranan yang amat penting. Bahkan dalam definisinya secara khusus
mengenai pengertian komunikasinya sendiri, Hovland mengatakan bahwa
komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. 2
Komunikasi pada umumnya di artikan sebagai hubungan atau
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan masalah hubungan, atau
diartikan pula sebagai saling tukar-menukar pendapat. Komunikasi dapat
di artikan hubungan kontak antar dan antara manusia baik individu
maupun kelompok.3
Dalam garis besarnya dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah
penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain.

1
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2005), hlm 9.
2
Ibid, hlm. 10.
3
H.A.W. Widjaya, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm 13.
3

Komunikasi akan dapat berhasil apabila sekitarnya timbul saling


pengertian, yaitu jika kedua belah pihak. Hal ini tidak berarti bahwa kedua
belah pihak harus menyetujui sesuatu gagasan tersebut, tetapi yang penting
adalah kedua belah pihak sama-sama memahami gagasan tersebut. Dalam
keadaan seperti inilah baru dapat dikatakan komunikasi telah berhasil baik
(komunikatif). Jadi, komunikasi adalah pernyataan manusia, sedangkan
pernyataan tersebut dapat dilakukan dengan kata tertulis ataupun lisan di
samping itu dapat dilakukan juga dengan isyarat-isyarat atau simbol-
simbol.4

B. Fungsi Bahasa dalam Kehidupan Manusia


Kita sering tidak menyadari pentingnya bahsa, karena kita
sepanjang hidup menggunakannya. Kita baru sadar bahasa itu penting
ketika kita menemui jalan buntu dalam menggunakan bahasa, misalnya:
ketika kita berupaya berkomunikasi dengan orang yang sama sekali tidak
memahami bahasa kita yang membuat kita frustasi; ketika kita sulit
menerjemahkan suatu kata, frase, atau kalimat dari suatu bahasa ke bahasa
lain; ketika kita harus menulis lamaran pekerjaan atau diwawancarai dalam
bahasa inggris untuk memperoleh suatau pekerjaan yang bagus.5
Book mengemukakan, agar komunikasi berhasil, setidaknya bahasa
harus memenuhi tiga fungsi, yaitu: untuk mengenal dunia di sekitar kita;
berhubungan dengan orang lain; dan untuk menciptakan koherensi dalam
kehidupan kita.
Mari kita jabarkan ketiga fungsi ini. Fungsi pertama bahasa ini
jelas tidak terelakkan. Melalui bahasa and mempelajari apa saja yang jelas
tidak terelakkan. Melalui bahasa anda mempelajari apa saja yang menarik
minat anda, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu
yang tidak pernah anda temui. Kita juga menggunakan bahasa untuk
memperoleh dukungan atau persetujua dari orang lain atas pengalaman

4
Ibid, hlm. 15.
5
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002),
hlm 242.
4

kita atau pendapat kita. Melaui bahasa pula anda memperkirakan apa yang
dikatakan atau dilakukan seorang kawan anda, seperti dalam kalimat
“kemarin kawan saya itu begitu marah kepada saya. Jangan-jangan ia tidak
mau lagi berhubungan dengan saya”.6
Fungsi kedua bahasa, yakni sebagai sarana untuk berhubungan
dengan orang lain, sebenarnya banyak berkaitan dengan fungsi-fungsi
komunikasi yang kita bahas sebelumnya. Kemungkinan kita bergaul
dengan orang lain untuk kesenangan kita dan mempengaruhi mereka untuk
mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengandalikan
lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekiar kita.
Fungsi ketiga bahasa memungkinkan kita untuk hidup lebih teratur,
saling memahami mengenai diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan
tujuan-tujuan kita. Kita tidak mungkin menjelaskan semua itu dengan
menyusun kata-kata secara acak, melainkan berdasarkan aturan-aturan
tertentu yang telah kita sepakati bersama.7

C. Proses Komunikasi dalam Layanan Perpustakaan


Ketika pengunjung datang ke perpustakaan menanyakan buku yang
dibutuhkan, respons dari staf perpustakaan yaitu dengan membantu
menemukan buku yang dia butuhkan. Bahkan sebaliknya, ketika staf
perpustakaan menawarkan bantuan dan menayakan informasi yang
dibutuhkan pemustaka, maka si pemustaka merespons. Sadar atau tidak,
mereka sedang berinteraksi atau melakukan kegiatan interaksi. Kegiatan
ini selalu terjadi setiap saat di perpustakaan.8
Halangan paling besar untuk mencapai komunikasi yang efektif
adalah jika terjadi aneka macam persepsi atau gangguan. Misalnya,
komunikator menyampaikan pesan dengan tidak jelas dan menggunakan
saluran transmisi yang salah, mungkin si komunikan sedang memikirkan
hal lain pada saat ia harus menerima pesan tersebut. Oleh karena itu,

6
Ibid, hlm, 243.
7
Ibid, hlm. 244.
8
Elva Rahma, Akses dan Layanan Perpustakaan: Teori dan Aplikasi (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2018), hlm. 30.
5

pustakawan harus bisa melihat atau memilih media yang paling disukai
oleh pemustakanya.
Perpustakaan sebagai salah satu lembaga yang bergerak dalam
bidang pengumpulan, pengolahan, dan penyebaran informasi dalam setiap
kegiatan, maka perpustakaan tidak akan terlepas dari kegiatan komunikasi.
Menurut Yusuf (2009:27) dilihat dari aspek sosial dan komunikasi,
perpustakaan bisa ditempatkan sebagai salah satu struktur sosial dalam
masyarakat, lembaga atau bahkan proses organisasi. Perpustakaan
ditempatkan sebagai suatu subjek dan objek sekaligus, yang didalamya
bisa proses ilmu, seni, pusat koleksi, pusat pelestarian, tempat, unit kerja,
gedung, bahkan pusat pengolahan atau pusat pelayanan.9
Proses komunikasi di perpustakaan adalah bagaimana pustakawan
menyampaikan pesan kepada pemustakanya, sehingga dapat menciptakan
suatu persamaan makna antara pustakawan dan pemustaka. Proses
komunikasi ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif
sesuai dengan tujuan komunikasi pada umumnya.10
Aktivitas pelayanan informasi antara pustakawan dan pemustaka
adalah salah satu bentuk kegiatan komunkasi di perpustakaan. Rogers
(dalam Lakni, 2006:124), cara pustakawan berkomunikasi dalam
memberikan layanan yang bisa lebih menentukan keinginan masyarakat
berkunjung ke perpustakaan dibanding dengan kemegahan gedung
perpustakaan dan banyak koleksi maupun jenis layanan yang diberikan.
Berdasarkan prinsip bahwa layanan perpustakaan merupakan ujung
tombak citra lebaga, pustakawan perlu memahami sevara utuh konsep
komunikasi dalam memberikan layanan. Menurut Lakmi (2006:127),
komunikasi dalam memberikan layanan dalam memahami kebutuhan
orang lain dan melayaninya secara individual dengan memahami
karakteristik kesukuan, status, usia, jenis kelamin, kepribadian, dan bahasa
si pengguna. Pustakawan diharapkan mampu melayani pengguna dan

9
Ibid, hlm. 31.
10
Ibid, hlm. 32.
6

memahami nilai-nilai, kepercayaan, dan norma-norma yang berlaku dalam


lingkungan masyarakat yang dilayani.11
D. Komunikasi verbal dalam Layanan Perpustakaan
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang
menggunakan satu kata atau lebih. Suatu sistem kode verbal disebut
bahasa. Dalam komunikasi, bahasa sebagai suatu sistem lambang yang
disepakati bersama dan merupakan hasil belajar, merupakan alat untuk
berinteraksi. Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat
berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada
yang keberatan yang mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat
untuk berkomunikasi.
Bahasa sebagai sarana berfungsi sebagai alat komunikasi antara
anggota masyarakat. Fungsi tersebut digunakan dalam berbagai lingkunan,
tingkatan, dan kepentingan yang bereneka ragam, misalnya komunikasi
ilmiah, komunikasi bisnis, komunikasi kerja, komunikasi sosial,
komunikasi budaya, komunikasi informasi, dan lain-lain. Bahasa sebagai
sarana integrasi dan adaptasi dengan bahasa orang dapat menyatakan
hidup bersama dalam satu ikatan. Misalnya integritas kerja dalam suatau
institusi, integritas karyawan dalam suatu dapertemen, integritas keluarga,
integritas kerja sama dalam bidang bisnis, integritas berbangsa dan
bernegara. 12
Bahasa sebagai sarana control sosial berfungsi untuk
mengembalikan komunikasi agar orang yang terlibat dalam komunikasi
dapat saling memahami. Masing-masing mengamati ucapan, perilaku, dan
simbol-simbol lain yang menunjukkan arah komunikasi. Bahasa kontrol
dapat diwujudkan dalam bentuk aturan, anggaran dasar, undang-undang,
dan lain-lain. Bahsa sebagai sarana memahami diri dalam membangun
karakter seseoramg harus dapat memahami dan mengindentifikasikan
kondisi dirinya terlebih dahulu. Ia harus dapat meneyebutkan potensi
dirinya, kelemahan dirinya, kekuatan dirinya, bakat, kecerdasan,
kemampuan intelektualnya, kemauannya, temperemenya, dan sebagainya.
11
Ibid, hlm. 33.
12
Ibid, hlm. 34.
7

Pemahaman ini mencakup kemampuan fisik, emosi, intelegensi,


kecerdasan, psikis, karakter, psikososial, dan lain-lain dan pemahaman
yang cermat atas dirinya, seseorang akan dapat membangun karakternya
dan mengorbitkannya ke arah pengembangan potensi dan kemampuannya
menciptakan suatu kreativitas baru. Bahasa sebagai sarana ekpresi diri
dapat dilakukan dari tingkat yang paling sederhana sampai yang paling
kompleks atau tingkat kesulitannya yang sangat tinggi. Ekpresi sederhana,
misalnya untuk mengatakan cinta (saya akan senantiasa akan setia,
bangga, dan perhatian kepadamu), lapar (sudah saatnya kita makan siang).
Bahasa sebagai sarana logis. Memungkin seseorang dapat berpikir
logis induktif, dedukatif, sebab akibat, atau kronoligis sehingga dapat
menyesun konsep atau penikiran secara jelas, utuh, dan konseptual.
Melalui proses berpikir logis, seseorang dapat menentukan tindakan tepat
yang harus dilakukan. Proses berpikir logis merupakan hal yang abstrak.
Untuk itu, diperlukan bahasa yang efektif, sistematis, dengan ketepatan
makna sehingga mampu melambangkan konsep yang abstrak tersbut
menjadi konkret.13
Bahasa membangun kecerdasan-kecerdasan berbahasa terkait
dengan kemampuan menggunakan sistem dan fungsi bahasa dalam
mengelola kata, kalimat, paragraph, waca argumentasi, narasi, persuasi,
deskripsi, analisis, ataupun pemaparan, dan kemampan menggunakan
ragam bahsa cara tepat sehingga menghasilkan kreatifitas yang baru dalam
berbagai bentuk dan fungsi kebahasaan. Bahasa mengembangkan
kecerdasan ganda, selain kecerdasan berbahasa, seseorang dimungkin
memiliki beberapa kecerdasan sekaligus. Kecerdasan-kecerdasan tersebut
dapat berkembang secara bersamaan. Selain memiliki kecerdasan bahasa,
orang yang tekun dan mendalami bidang studinya secara serius dimungkin
memiliki kecerdasan yang produktif, misalnya orang ahli program yang
mendalami bahasa ia dapat membuat kamus elektronik atau membuat
mesin penerjemah yang lebih akurat dibandingkan yang sudah ada.

13
Ibid, hlm. 35.
8

Bahasa mengembangkan profesi. Proses pengembangan profesi


diawali dengan pembalajaran dilanjutkan dengan pengembangan diri yang
tidak diperoleh selama proses pembelajaran, tetapi bertumpu pada
pengalaman barunya. Proses berlanjut menuju pendakian puncak
karier/profesi. Puncak pendakian karier tidak akan tercapai tanpa
komunikasi atau interaksi dengan mitra,mpesaing,dan sumber pegangan
ilmunya. untuk itu, semua kaum profesional memerlukan ketajaman,
kecermatan, dan keefektifan dalam berbahasa sehingga mampu
menciptakan kreativitas baru dalam profesinya.
Bahasa merupakan sarana untuk menciptakan kreativitas baru,
bahasa sebagai saran berekpresi dan komunikasi berkembang menjadi
suatu pemikiran yang logis dimungkinkan untuk mengembangkan segala
potensinya. Perkembangan itu sejalan dengan potensi akademik yang
dikembangkannya. Melalui pendidikan yang kemudian berkmbang
menjadi suatu bakat intelektual. Bakat alam dan bakat intelektual ini dapat
berkembang spontan menghasilkan kreativitas yang baru.
Walaupun bahasa menjadi alat yang istimewa dalam interaksi
komunikasi, namun bahsa memiliki keterbatan sebagian besar dari
komunikasi yang dilakukan sehari-hari mengandung lebih banyak pesan
nonverbal berbandng pean-pesan verbal, sinyal, gerakan tubuh, dan
berbagai tanda lainnya. Berikut ini akan dijabarkan beberpa keterbatasan
bahasa sebagai bagian komunikasi manusia menurut Mulyana (2007:269-
280) sebagai berikut:14
1. Keterbatasan Jumlah Kata yang Tersedia untuk Mewakili Objek
Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek
tertentu, misalnya orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan.
2. Kata-kata Bersifat Ambigu dan Kontekstual
Karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan merupakan
interpretasi orang-orang yang berbeda. Setiap orang memeiliki
pengetahuan dan latar belakang historis tentang suatau hal,
sehingga ketika merujuk objek, interpretasi seorang individu

14
Ibid, hlm. 37.
9

kemungkinana besar akan berbeda dari individu lainnya. Jika


merujuk pada kata ‘gempal’, masing-masing orang akan memiliki
kontruksi yang berbeda-beda tentang itu. Oleh karena itu kata-kata
memiliki kecenderungan menimbulkan makna ambigu dan hanya
dapat diartikan sesuai konteksnya.
3. Kata-kata Mengandung Bias Budaya
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat terikat oleh konteks
budaya karena dalam kehidupan sosial, secara kelompok kecil
maupun dilihat dalam lingkup yang luas, masing-masingnya
mengamalkan budaya yang berbeda-beda. Dari pengalaman hidup
yang panjang, tidak menutup kemungkinan terbentuk adanya
budaya baru atau sub budaya dalam setiap kelompok masyarakat.
Oleh karena itu, kata-kata yang merujuk pada objek tertentu akan
dimaknai secara berbeda-beda sesuai apa yang dikenal pada
buadaya yang dianut.
Pada prinsipnya, komunikasi yang efektif akan terjadi apabila
di antara pesertanya memiliki pemahaman yang sama tentang
makna suatu pesan yang dipertukarkan. Kesamaan makna
terbentuk jika masing-masing dari individu memiliki latar
pengalaman yang sama, sehingga akan merujuk pada konteks yang
sama pula.
4. Percampuran Fakta, Penafsiran, dan Penilaian
Kadang kala, dalam berkomunikasi disadari bahwa sering kali
bercampuradukkan antara fakta, penafsiran, dan penilaian terhadap
suatu objek yang dibicarakan. Keadaan ini berkolerasi tentang
bagaimana persepsi masing-masing dari individu terbentuk.

Percakapan merupakan suatu peristiwa yang sangat menonjol


dalam berbagai gejala penggunaan bahasa. Melalui percakapan, seseorang
dapat menjaga dan menciptakan hubungan sosial dalam masyarakat.
Dalam interaksi di perpustakaan, percakapan merupakan kontak verbal
secara langsung antara pustakawan sebagai penutur dengan pengguna
perpustakaan sebagai mitra tutur. Dalam dalam percakapan tersebut
10

pustakawan dan pengguna perpustakaan dapat menggunakan berbagai


tindakan verbal, salah satunya pertanyaan. Pertanyaan merupakan salah
satu tindak verbal yang penting dalam interaksi di perpustakaan.15

E. Komunikasi Nonverbal dalam Layanan Perpustakaan

Orang yang terampil membaca pesan nonoverbal orang lain


disebut intuitif, sedangkan yang terampil mengirimkannya disebut
ekspresif, kita mepersepsi manusia tidak hanya lewat bahsa verbalnya;
bagaimana bahasanya (halus, kasar, intelektual, mampu berbahasa asing,
dan sebagainya), namun juga melalui perilaku nonverbalnya. Pentingnya
pesan nonverbal ini misalnya dilukiskan frase, “bukan apa yang ia
katakan, melainkan bagaimana ia mengatakannya”. Lewat perilaku
nonverbalnya, kita dapat mengetahui suasana emosional seseorang, apakah
ia sedang bahagia, bingung, atau sedih. Kesan awal kita pada seseorang
sering didasarkan prilaku nonverbalnya, yang mendorong kita untuk
mengenalnya lebih jauh.

Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang


bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter,
komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan
verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan
penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan
pontesial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencakup perilaku
yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagin dari peristiwa
kominikasi secara keseluruhan; kita mengirim banyak pesan nonverbal
tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain.16

Sebagaimana kata-kata, kebanyakan isyarat nonverbal juga tidak


universal, melainkan terikat oleh budaya, jadi dipelajari, bukan bawaan.
Sedikit saja isyarat nonverbal yang merupakan bawaan. Kita semua lahir
dan mengetahui bagaimana tersenyum, namun kebanyakan ahli sepakat
bahwa di mana, kapan, dan kepada siapa kita menunjukkan emosi ini
15
Ibid, hlm. 41.
16
Dedy Mulyana, Op.Cit., hlm 308.
11

dipelajari, dan karenanya dipengaruhi oleh konteks dan budaya. Kita


belajar menatap, memberi isyarat, memakai parfum, menyentuh berbagai
bagian tubuh orang lain, dan bahkan kapan kita diam. Cara kita bergerak
dalam ruang ketika berkomunikasi dengan orang lain didasarkan terutama
pada respons fisik dan emosional terhadap rangsangan lingkungan.
Sementara kebanyakan perilaku verbal kita bersifat eksplisit dan diproses
secara kognitif, perilaku nonverbal kita bersifat spontan, ambigu, sering
berlangsung cepat, dan di luar kesadaran dan kendali kita. Karena itulah
Edward T. Hall menamai bahasa nonverbal ini sebagai "bahasa diam"
(silent language) dan "dimensi tersembunyi" (hidden dimen- sion) suatu
budaya. Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan- pesan nonverbal
tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan
relasional dalam transaksi komunikasi, pesan nonverbal memberi kita
isyarat-isyarat kontekstual.

Sebagaimana budaya, subkultur pun sering memiliki bahasa kita


nonverbal yang khas. Dalam suatu budaya boleh jadi terdapat variasi
bahasa nonverbal, misalnya bahasa tubuh, bergantung pada jenis kelamin,
agama, usia, pekerjaan, pendidikan, kelas sosial, tingkat ekonomi, lokasi
geografis, dan sebagainya.17

Di bandingkan studi komunikasi verbal, studi komunikasi


nonverbal sebenernya masih relatif baru. Bila bidang pertama mulai di
ajarkan pada zaman Yunani kuno, yakni studi tentang persuasi, khususnya
pidato, studi paling awal bidang kedua mungkin baru di mulai pada tahun
1873 oleh Charles Darwin yang menulis tentang ekspresi wajah. Sejak itu,
banyak orang yang mengkaji pentingnya komunikasi nonverbal demi
keberhasilan komunikasi bukan hanya ahli-ahli komunikasi, tetapi juga
antropolog, psikologi dan sosiologi. Simbol-simbol nonverbal lebih sulit di
tafsirkan daripada simbol-simbol Verbal.

Ada dugaan bahwa bahasa nonverbal sebangun dengan bahasa


verbalnya. Artinya, pada dasarnya suatu kelompok yang punya bahasa
17
Ibid, hlm 309.
12

verbal khas juga dilengkapi dengan bahasa nonverbal khas yang sejajar
dengan bahasa tersebut. Sebagaimana contoh sederhana, seorang sunda
akan membungkukkan badan terkadang di sertai anggukan kepala ketika
lewat di hadapan orang lain (terutama terhadap seseorang yang lebih tua
atau berstatus lebih tinggi), seraya mengucapkan “punten’’. 18

Sebagaai ilustrasi, terdapat perbedaan dalam prilaku nonverbal,


seperti juga dalam perilaku verbal, antara wanita dan pria, wanita lebih
unggul daripada pria dalam mengekpresikan ketakutan, cinta, kemarahan,
dan kebahagian; wanita lebih banyak tersenyum, dan lebih sering
membalas senyuman orang lain. Wanita dewasa menampilkan wajah lebih
ekspresif dan merupakan komunikator nonverbal yang lebih cermat
daripada pria dewasa.19

Fungsi Komunikasi Nonverbal

Meskipun secara teoretis, komunikasi nonverbal dapat dipisahkan


dari komunikasi verbal, dalam kenyataannya kedua jenis komunikasi itu
jalin menjalin dalam komunikasi tatap muka sehari-hari. Dalam
komunikasi ujaran, rangsangan verbal dan rangsangan nonverbal itu
hampir selalu berlangsung bersama-sama dalam kombinasi. Kedua jenis
rangsangan itu diinterpretasikan bersama-sama oleh penerima pesan.
Misalnya, ketika anda mengatakan “tidak” tanpa anda sadari anda juga
menggelengkan kepala pada saat yang sama; anda tidak mengatakan
"tidak" terlebih dulu lalu menggelengkan kepala sesudahnya. Kita
memproses kedua jenis rang- sangan itu dengan cara serupa sehingga kita
mudah terkecoh untuk menekankan suatu perbedaan yang sebenarnya
tidak hakiki, seperti dijelaskan Mark L. Knapp:20

Dilihat dari fungsinya, perilaku nonverbal mempunyai beberapa


fungsi. Paul Ekman menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal. seperti
yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata, yakni sebagai

18
Ibid, hlm 310.
19
Ibid, hlm 312.
20
Ibid, hlm 312.
13

• Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan simbol yang


memiliki kesetaraan dengan simbol verbal. Kedipan mnata
dapat mengatakan, "Saya tidak sungguh-sungguh"

• Ilustrator. Pandangan ke bawah dapat menunjukkan depresi atau


kesedihan.

• Penyesuai. Kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang


berada dalam tekanan. Itu merupakan respons yang tidak
disadari yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi
kecemasan.

• Afeet Display. Pembesaran manik-mata (pupil dilation) menun-


jukkan peningkatan emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukkan
perasaan takut, terkejut, atau senang

Dalam hubungannya dengan perilaku verbal, perilaku nonverbal


mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut.

• Perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal, misalnya


anda menganggukkan kepala ketika anda mengatakan "Ya"
atau menggelengkan kepala ketika mengatakan "Tidak".

• Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal.


Misalnya anda melambaikan tangan seraya mengucapkan
"Selamat Jalan", "Sampai jumpa lagi, ya", atau "Bye bye"; atau
anda menggunakan gerakan tangan, nada suara yang meninggi.
atau suara yang lambat ketika anda berpidato di hadapan
khalayak.

• Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal, jadi


berdiri sendiri, misalnya anda menggoyangkan tangan anda
dengan telapak tangan mengarah ke depan (sebagai pengganti
kata "Tidak") ketika seorang pengamen mendatangi mobil anda
atau anda menunjukkan letak ruang dekan dengan jari tangan,
14

tanpa mengucapkan sepatah kata pun, kepada seorang


mahasiswa baru yang bertanya, "Di mana ruang dekan, Pak?

• Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal. Misalnya


anda sebagai mahasiswa mengenakan jaket atau membereskan
buku-buku, atau melihat jam tangan anda menjelang atau ketika
kuliah berakhir, sehingga dosen segera menutup kuliahnya.21

Klasifikasi Pesan Nonverbal

Menurut Ray L. Birdwhistell, 65% dari komunikasi tatap-muka


adalah nonverbal, sementara menurut Albert Mehrabian, 93% dari semua
makna sosial dalam komunikasi tatap-muka diperoleh dari isyarat-isyarat
nonverbal. Dalam pandangan Birdwhistell, kita sebenarnya mampu
mengucapkan ribuan suara vokal, dan wajah kita dapat menciptakan
250.000 ekspresi yang berbeda Secara kese luruhan, seperti dikemukakan
para pakar, kita dapat menciptakan sebanyak 700.000 isyarat fisik yang
terpisah, demikian banyak sehingga upaya untuk mengumpulkannya akan
menimbulkan frustrasi. Seperti bahasa verbal, bahasa nonverbal suatu
kelompok orang juga tidak kalah rumitnya. Bila kelompok-kelompok
budaya yang memiliki sandi nonverbal yang berbeda ini berinteraksi,
fenomena yang terjadi akan semakin rumit, sekalipun kelompok-
kelompok budaya tersebut memahami bahasa verbal yang sama.

Perilaku nonverbal kita terima sebagai suatu "paket" siap-pakai


dari lingkungan sosial kita, khususnya orangtua. Kita tidak pernah
mempersoalkan mengapa kita harus memberi isyarat begini untuk
mengatakan suatu hal atau isyarat begitu untuk mengatakan hal lain.
Sebagaimana lambang verbal, asal-usul isyarat nonverbal sulit dilacak,
meskipun adakalanya kita memperoleh informasi terbatas mengenai hal
itu, berdasarkan kepercayaan agama, sejarah, atau cerita rakyat (folklore).
Bila seseorang bertanya, mengapa umumnya bangsa Barat berjabatan
tangan ketika bertemu, ia mungkin diberi jawaban mengenai zaman ketika

21
Ibid, hlm 314.
15

orang menggunakan pedang dan bagaimana orang mengulurkan tangan


kanan kosong (tidak memegang pedang) kepada tamu untuk menunjukkan
keramahan. Anda juga boleh jadi mendapatkan jawaban bahwa alasan
mengapa orang Cina atau orang Jepang membungkuk di depan atasan
mereka adalah sebagai tatakrama lama seorang bawahan yang
menawarkan kepalanya kepada atasannya untuk dipenggal bila atasannya
itu menghendaki. Akan tetapi, siapa yang tahu?

Kita dapat mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal ini dengan


berbagai cara. Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat nonverbal
menjadi tiga bagian. Pertama, bahasa tanda (sign language) acungan
jempol untuk numpang mobil secara gratis: bahasa isyarat tuna rungu;
kedua, bahasa tindakan (action language) semua gerakan tubuh yang tidak
digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya, berjalan;
dan ketiga, bahasa objek (ob- ject language) pertunjukan benda, pakaian,
dan lambang nonverbal bersifat publik lainnya seperti ukuran ruangan,
bendera, gambar (lukisan), musik (misalnya marching band), dan
sebagainya, baik secara sengaja ataupun tidak. Secara garis besar Larry A.
Samovar dan Richard E. Porter membagi pesan-pesan nonverbal menjadi
dua kategori besar, yakni: pertama, perilaku yang terdiri dari pilan dan
pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan,
bau-bauan, dan parabahasa; kedua, ruang, waktu dan diam. Klasifikasi
Samovar dan Porter ini sejajar dengan klasifikasi John R. Wenburg dan
William W. Wilmot, yakni isyarat-isyarat nonverbal perilaku (behavioral)
dan isyarat-isyarat nonverbal bersifat publik seperti ukuran ruangan dan
faktor-faktor situasional lainnya, Meskipun tidak menggunakan
pengkategorian di atas, kita akan membahas berbagai jenis pesan
nonverbal yang kita anggap penting, mulai dari pesan nonverbal yang
bersifat perilaku hingga nonverbal yang terdapat dalam lingkungan kita.22

Bahasa Tubuh

22
Ibid, hlm 316-317.
16

Bidang yang menelaah bahasa tubuh adalah kinesika (kinesica),


suatu istilah yang diciptakan seorang perintis studi bahasa nonverbal, Ray
L. Birdwhistell. Setiapa anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman
dan pandangan mata), tangan, kepala, kaki, dan bahkan secara keseluruhan
dapat digunakan sebagai isyarat simbolik. Karena kita hidup, semua
anggota badan kita senantiasa bergerak. Lebih dari dua abad yang lalu
Blaise Pasca menuis bahwa tabiat kita adalah bergerak; istrahat sempurna
itu adalah kematian.

Isyarat tangan

Kita sering menyertai ucapan dengan isyarat tangan. perhatian


orang yang sedang menelpon. Meskipun lawan bicara tidak terlihat, ia
menggerak-gerakkan tangannya. Isyarat tangan atas "berbicara dengan
tangan" termasuk apa yang disebut emblem, yang dipelajari, yang punya
makna dalam suatu budaya atau subkultur. Meskipun isyarat tangan yang
digunakan sama, maknanya boleh jadi berbeda; atau, isyarat fisiknya
berbeda, namun maksudnya sama. Dalam suatu studi yang melibatkan 40
budaya, Desmond Morris dan rekan-rekannya mengumpulkan 20 isyarat
tangan yang sama yang mempunyai makna yang berbeda dalam setiap
budaya, sementara seorang spesialis Arab pernah mendaftar setidaknya
247 isyarat yang berlainan yang digunakan orang Arab untuk melengkapi
suatu pembicaraan.

Sebagian orang menggunakan tangan mereka dengan leluasa,


sebagian lagi moderat, dan sebagian lain hemat. Untuk mempe teguh pesan
verbal mereka, orang-orang Prancis, Italia, Spanyol, Mexico, dan Arab
termasuk orang-orang yang sangat aktif menggunakan tangan mereka,
lebih aktif daripada orang Amerika atau orang Inggris, seakan-akan
mereka tidak mau diam. Sebuah ungkapan mengatakan bahwa bila kedua
lengan orang Italia diamputasi, ia tidak dapat berkata-kata. Bangsa-bangsa
yang menggunakan tangan dengan hemat ketika berbicara adalah beberapa
suku Indian di Bolivia. Karena iklim yang sejuk, mereka meletakkan
17

tangan mereka di bawah syal atau selimut, dan karena itu mereka lebih
mengandalkan ekspresi wajah dan mata.

Gerakan kepala

Di beberapa negara, anggukan kepala malah berarti "tidak", di


Bulgaria, sementara isyarat untuk "ya" dinegara itu adalah menggelengkan
kepala. Orang Inggris, seperti orang Indonesia, menganggukkan kepala
untuk menyatakan bahwa mereka mendengar, dan tidak berarti
menyetujui. Di Yunani, orang mengatakan "tidak dengan menyentakkan
kepalanya ke belakang dan menengadahkan wajahnya, begitu juga di
Timur Tengah, sementara di Ethiopia orang menggoyangkan jari dari sisi
ke sisi, namun mengatakan "ya" dengan melemparkan kepalanya ke
belakang. Sebagian orang Arab dan Italia mengatakan "tidak" dengan
mengangkat dagu, yang bagi orang Maori di Selandia Baru berarti "ya". Di
beberapa wilayah di India dan Ceylon, "ya" dapat dikomunikasikan
dengan melemparkan kepala ke belakang dan memutar leher sedikit,
dengan menyentakkan kepala ke bawah-kanan, atau memutar kepala
secara cepat dalam suatu gerakan melingkar. Gelengan kepala yang berarti
"tidak" di Indonesia malah berarti "ya" di India Selatan. Seorang pria
Indonesia yang meninggalkan Bombay untuk kembali ke Indonesia pernah
terheran-heran ketika kuli yang membawakan barangnya dari taksi menuju
ruang tunggu bandara, menggeleng-gelengkan kepalanya seraya tetap
berdiri dan tersenyum, setelah ia membayar jasanya dua dollar AS. la pikir
upah yang ia berikan kurang. Maka ia menambahnya 0,50 dollar. Namun
kuli itu tetap saja bersikap demikian, bahkan senyumannya melebar.
Karena jengkel, ia tinggalkan juga kuli itu. Ternyata, berdasarkan obrolan
dengan seorang warga Bombay, menggeleng-gelengkan kepala di sana
berarti tanda setuju dan terima kasih atas pemberian upah tersebut, jadi
artinya sama dengan mengangguk-anggukkan kepala di Indonesia.23

Postur tubuh

23
Ibid, hlm 322
18

Postur tubuh sering bersifat simbolik. Kita cenderung


mengapresiasi, terkadang berlebihan, orang bertumbuh tinggi dan
seimbang. Banyak orang berusaha mati-matian untuk memperoleh postur
tubuh yang ideal dengan mengontrol makanan, berolahraga, mengonsumsi
jamu atau obat, dan bahkan menjalani bedah pelastik. Menjamurnya pusat-
pusat kebugaran di berbagai kota di negara kita menunjukkan
kecenderungan tersebut.

Postur tubuh memang mempengaruhi citra-diri. Beberapa


penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara fisik dan karrakter
atau temperamen. Klasifikasi bentuk tubuh yang dilakukan William
Sheldon misalnya menunjukkan hubungan antara bentuk tubuh dan
temperamen. la menghubungkan tubuh yang gemuk (ectomorph) dengan
sifat malas dan tenang, tubuh yang atletik (mesomorph) dengan sifat
asertif dan kepercayaan-diri; dan tubuh kurus (ectomorph) dengan sifat
introvert yang lebih menyenangi aktivitas mental daripada aktivitas fisik."
Sebagian anggapan mengenai bentuk tubuh dan karakter yang
dihubungkannya mungkin sekadar strereotip. Kita misalnya pernah
mendengar bahwa pria berbadan tinggi lebih sering dianggap pemimpin
daripada pria berbadan pendek. Kenyataannya, Napoleon Bona- parte yang
konon bertubuh pendek dikenal sebagai pemimpin yang berhasil. Biasanya
tubuh lelaki lebih tinggi daripada tubuh perempuan. Ketika kita bertemu
dengan perempuan yang lebih tinggi daripada rata-rata lelaki, reaksi kita
sering berbeda terhadap perempuan tersebut. Tubuh yang tegap sering
dikaitkan dengan kepercayaan diri atau antusiasme. Itu sebabaya mengapa
tentara menekankan postur militer: "Perut ke dalam, dada ke luar, dan
bahu ke belakang!" Orang militer percaya bahwa postur mencerminkan
sikap. Harus diakui bahwa alasan mereka masuk akal juga, bahwa tentara
yang tampak siaga memang siaga.

Penghargaan terhadap tubuh yang dianggap "baik" itu terutama


lebih menonjol di kalangan wanita. Banyak wanita melakukan apa pun
untuk memiliki tubuh yang ramping. Salah satu caranya adalan dengan
19

sengaja memuntahkan kembali makanan yang mereka telan. Obsesi itu


kini menjadi semacam penyakit yang juga ber dimensi psikologis. Orang
menyebutnya Anorexia Bulimia. Mendiang Putri Diana juga pernah
menderita penyakit sejenis ini. meskipun tidak terlalu parah. Di beberapa
negara Eropa kerampingan bertubuh menandakan kelemahan fisik dan
mental; wanita yang bertubuh lebih berat tampak lebih disenangi. Di
jepang wanita-wanita bertubuh kecil di anggap lebih menarik.24

Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata

Para dramawan, pelatih tari Bali, dan pembuat topeng di Negara


kita paham benar. mengenai perubahan suasana hati dan makna yang
terkandung dalam ekspresi wajah, seperti juga pengarah. pemain, dan
penari Kabuki di Jepang. Masuk akal bila banyak orang menganggap
perilaku nonverbal yang paling banyak "berbicara" adalah ekspresi wajah,
khususnya pandangan mata, meskipun mulut tidak berkata-kata. Menurut
Albert Mehrabian, andil wajah bagi pengaruh pesan adalah 55%,
sementara vokal sangat sedikit saja dapat menciptakan perbedaan yang
besar. la 30%, dan verbal hanya 7%. Menurut Birdwhistell, perubahan
sangat sedikit saja dapat menciptakan perbedaan yang besar.Ia
menemukan misalnya, bahwa terdapat 23 cara berbeda dalam berbeda
dalam mengankat alis yang masing-masing mempunyai makna yang
berbeda.

Anda bisa membuktikan sendiri bahwa ekspresi wajah, khususnya


mata, paling ekspresif. Cobalah anda saling memandang dengan orang
lain, baik dengan pria atau wanita. Anda pasti takkan kuat memandangnya
terus menerus. Anda kemungkinan akan tersenyum atau tertawa, atau
melengos. Perilaku mata sedemikian penting dalam budaya Korea
sehingga orang Korea mempunyai kata khusus (nuichee) untuk
menekankan pentingnya perilaku itu. Orang Korea percaya bahwa mata
adalah jawaban "sebenarnya mengenai apa yang dirasakan dan dipikirkan
seseorang.
24
Ibid, hlm 324
20

Kontak mata punya dua fungsi dalam komunikasi antarpribadi.


Pertama, fungsi pengatur, untuk memberi tahu orang lain apakah anda
akan melakukan hubungan dengan orang atau menghindarinya. Ketika
anda berada dalam lift, mihsalnya, anda memberi tahu mereka bahwa anda
suka tidak berbicara dengan tidak melihat mata mereka. Jika anda ingin
memecahkan kebekuan itu, anda menggunakn mata anda untuk
berhubungan, baik sebelum atau serempak dengan pesan verbal anda.
Kedua, fungsi ekspresif, memberi tahu orang lain bagaimana perasaan
anda terhadapnya. Pria lebih banyak menggunakan kontak mata dengan
mereka sukai, meskipun menurut penelitian, prilaku ini kurang mahir di
kalangan wanita.25

Sentuhan

Studi tentang sentuh-menyentuh di sebut haptika (haptics).


Sentuhan, seperti foto, adalah suatu prilaku nonverbal yang multimakna,
dapat menggantikan seribu kata. Konon, menurut orang mudah, seseorang
dapat merasa seperti terkena strum ketika disentuh oleh lawan jenisnya
yang disenanginya. Itu sebabnya islam punya aturan keta mengenai
sentuh-menyentuh di antara lelaki dan perempuan untuk menghindari
konsekuensinya yang menjurus perbuatan negatif.

Menurut Heslin, terdapat lima kategori sentuhan, yang merupakan


suatau rentang dari yang sangat impersonal hingga yang saat personal.
Kategori-kategori tersebut adalah sebagai berikut:

a. Fungsional-professional. di sini sentuhan bersifat “dingin” dan


berorientasi-bisnis, misalnya pelayan took membantu pelanggan
memilih pakaian.
b. Sosial-sopan. Perilaku dalam situasi ini membangun dan
memperteguh pengharapan, aturan dan praktik sosial yang yang
berlaku, misalnya berjabat tangan.

25
Ibid, hlm 330
21

c. Persahabatan-kehangatan. Kategori ini meliputi setiap sentuhan


yang menandakan hubungan yang akrab, misalnya dua orang yang
saling merangkul setelah mereka lama berpisah.
d. Cinta-keintiman. Merujuk pada sentuhan menyatakan keterkaitan
emosional atau keterkaitan, misalnya mencium pipi orang tua
dengan lembut, orang yang sepenuhnya memeluk orang lain, dua
orang yang bermain kaki dibawah meja.26

Orang mengungkapkan penghormatan kepada orang lain dengan


cara bermacam-macam. Orang Arab menghormati orang asing dengan cara
memeluknya. Orang-orang Palestina menyalami orang lain dengan saling
memeluk dan mengusap punggung. Seorang Ainu, di Jepang, bila
berjumpa dengan saudaranya, memegang tangannya, kemudian dengan
cepat melepaskan genggamannya dan memegang kedua telinga
saudaranya. Setelah itu, masing-masing saling mengusap wajah dan
bahu.27

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam garis besarnya dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah
penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain.
26
Ibid, hlm 336.
27
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011) hlm 282.
22

Komunikasi akan dapat berhasil apabila sekitarnya timbul saling


pengertian, yaitu jika kedua belah pihak. Hal ini tidak berarti bahwa kedua
belah pihak harus menyetujui sesuatu gagasan tersebut, tetapi yang penting
adalah kedua belah pihak sama-sama memahami gagasan tersebut. Dalam
keadaan seperti inilah baru dapat dikatakan komunikasi telah berhasil baik
(komunikatif). Jadi, komunikasi adalah pernyataan manusia, sedangkan
pernyataan tersebut dapat dilakukan dengan kata tertulis ataupun lisan di
samping itu dapat dilakukan juga dengan isyarat-isyarat atau simbol-
simbol.
Komunikasi dalam layanan perpustakaan terbagai menjadi dua
yaitu komunikasi verval dan komunikasi nonverbal. verbal adalah semua
jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Sedangkan
nonverbal adalah biasanya menggunakan definisi tidak menggunakan kata,
biasanya komunikasi ini menggunakan mimik, pantonim dan bahasa
isyarat.
B. Saran
Dari penulisan makalah ini kami menginginkan kesempurnaan
dalam penyusunan makalah ini akan tetapi masih banyak kekurangan yang
perlu kami perbaiki. Hal ini di karenakan minimnya pengatahuan kami.
Oleh karena itu, kami meminta kritik saran yang membangun dari para
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini dan sebagai bahan
evaluasi untuk kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
Rahmah, Elva.2018. Akses dan Layanan Perpustakaan. Jakarta: Prenamedia
Grup.
23

Widjaya, H.A.W.2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: PT Rineka


Cipta.
Efenddy, Onong Uchjana.2005. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rakhmat, Jalaluddin.2011. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Deddy.2002. Ilmu Komunikasai Suatau Pengantar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai