Anda di halaman 1dari 45

FARMAKOTERAPI

HIPERTENSI Siwi Padmasari, M.Sc., Apt.


Tujuan Pembelajaran
❑Mengetahui definisi hipertensi
❑Identifikasi klasifikasi hipertensi
❑Memahami tujuan terapi hipertensi
❑Memahami tata laksana terapi
hipertensi (non farmakologi dan
farmakologi)
❑Monitoring terapi hipertensi
Definisi Hipertensi
• Pada pengukuran berulang dimana tekanan
darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah
diastolic ≥ 90 mmHg
• Pada usia <45 th, Hipertensi banyak terjadi pada
pria dibandingkan wanita
• Pada usia >60 th, hipertensi banyak terjadi pada
wanita dibandingkan pria
• Faktor risiko hipertensi meningkat seiring dg
penambahan usia, banyak menyerang pada
kelompok geriatri
Etiologi Hipertensi
1. Hipertensi
essensial/primer →
tdk diketahui
penyebabnya/
multifactorial (90%
kasus)
2. Hipertensi sekunder
→ diketahui
penyebabnya
(penyakit lain/ obat)
3. White coat
hypertension
Faktor Risiko Hipertensi
Terbagi menjadi
faktor risiko yg dapat
dimodifikasi
(modified risk factor)
dan tidak dapat
dimodifikasi (non-
modified risk factor)
Patofisiologi Hipertensi
Klasifikasi dan Target Terapi
Hipertensi
Diagnosa
❑Tidak bisa ditegakkan hanya
berdasarkan “gejala” yang timbul
❑Pemeriksaan TD secara berulang
dalam kunjungan yg berbeda
❑Menggunakan tensimeter
❑Dipengaruhi: posisi pasien, keadaan
sebelum melakukan pemeriksaan
dan tensimeter yg digunakan
Tanda dan Gejala
❑Dikenal dg “silent
killer”
❑Beberapa pasien
tidak mengalami
gejala dr HTN →
sampai timbul kondisi
yg membahayakan
akibat HTN
❑Sakit kepala, mual-
muntah, mimisan,
gangguan bicara
Tujuan Terapi
1. Mengurangi morbiditas dan mortalitas
akibat hipertensi
2. Mencegah kerusakan organ lain (target
organ demage)→ CV events, heart
failure, kidney disease
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien

Target terapi → lihat tabel BP Goal


Pedoman Umum Terapi Hipertensi
1. Ditentukan oleh tingginya tekanan darah
2. Adanya faktor risiko lain dan TOD (target
organ demage)
3. Perhatikan
a. Pemilihan obat → risk and benefit ratio
b. Adanya kemungkinan IO yang dapat muncul
apabila digunakan bersama dg obat lain
Algoritma Terapi Hipertensi
(JNC 8)
Life Style Modification for
Hypertension
Rekomendasi Antihipertensi
(JNC 8)
• Terdapat 4 antihipertensi yg direkomendasikan untuk
awal terapi → diuretik tiazid, ACEI, ARB dan long acting
CCB
• ACEI dan ARB tidak boleh digunakan sebagai
kombinasi
• Tidak merekomendasikan BB untuk terapi awal →
meningkatkan risiko kematian krn CVD event, IM, dan
stroke. Aktivitas penurunan TD tidak berbeda dari 4
antihipoertensi diatas
• Alfa bloker tidak direkomendasikan untuk terapi awal
→meningkatkan risiko komplikasi serebrovaskuler dan
gagal jantung
Antihipertensi Lini Pertama
a. Diuretik
Meningkatkan ekskresi Na, Cl dan air shg mengurangi
volume plasma & cairan ekstrasel → curah jantung
turun
1.Tiazid diuretik (1st line tx)
✓ Hydrochlorothiazide, Chlorthalidone, Indapamide, Metozolone
✓ Mekanisme aksi: Menghambat reabsorbsi Na di tubulus
distal
✓ ADR’s→dose related (jika digunakan pada dosis
50mg/hr):
✓electrolyte imbalance (hipokalemia, hipomagnesia,
hiperkalsemia, hiperurisemia), hiperglikemi, dyslipidemia
✓metabolic effect (hiperglikemia, hiperlipidemia
2. Loop diuretic (tdk direkomendasikan untuk
terapi utama)
✓Furosemide, Bumetanide, Torsemide
✓Mekanisme aksi : menghambat reabsorbsi
Na dan Cl di loop of Henle dan tubulus distal
✓Pada pasien dg eClCr < 30 mL/min, loop
diuretic lebih efektif daripada thiazide thiazid
✓ADR’s: hipokalemia, hiponatremia,
hipomagnesia, hipokalsemia, hiperurisemia,
3. Diuretik hemat kalium & antagonis
aldosteron→ not recommended as 1st line drug
✓ Amiloride, Triamteren
✓ Spironolakton
✓ Hindari penggunaan obat diuretik hemat kalium
pada pasien CKD stage IV-V
✓ ADR’s : hiperkalemia, ginekomastia
b. ACEI
❑ Mekanisme aksi : menghambat konversi
angiotensin I mjd angiotensin II shg
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
perifer
❑ Menyebabkan hambatan thd pemecahan dan
inaktifasi bradikinin → timbul batuk kering
❑ Dosis awal diturunkan 50% pada pasien yg
menggunakan diuretik, pasien hipovolemia dan
pasien geriatri krn potensi hipotensi
❑ Kontraindikasi untuk wanita hamil
❑ ADR’s : hiperkalemia, batuk kering,
peningkatan serum kreatinin
❑ Parameter monitoring: TD, serum elektrolit,
serum kreatinin
c. ARB
❑ Mekanisme aksi : sebagi antagonis dari
reseptor angiotensin II
❑ Tdk menyebabkan hambatan inaktivasi
bradikinin → tdk menimbulkan batuk kering
❑ Mrpk alternatif pd pasien yg intoleran ACEI
❑ Dosis awal diturunkan 50% pada pasien yg
menggunakan diuretik, pasien hipovolemia
dan pasien geriatri krn berpotensi hipotensi
❑ Dikontaindikasikan pada kehamilan
❑ ADR’s : meningkatkan kreatinin, BUN
❑ Parameter monitoring :TD, fungsi ginjal,
serum elektrolit
d. CCB
❑ Mekanisme aksi : menghambat masuknya ion
Ca dalam otot polos vaskuler maupun
miokardium selama fase depolarisasi sehingga
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
jantung
❑ Dihidropiridin (amlodipin, nifedipin) dan non
dihidropiridin (diltiazem, verapamil)
❑ CCB dihidropiridin merupakan vasodilator poten
drpd non dihidropiridin
❑ CCB non dihiripiridin mengeblok sec langsung
AV node, menurunkan heart rate, dan kontraksi
jantung
❑ ADR’s : hipotensi, udema perifer, bradikardi
❑ Monitoring : TD, frekuensi denyut jantung
Antihipertensi Lini Kedua
1. Beta blocker
❑ Tidak lagi direkomendasikan sbg 1st line tx krn tdk
mengurangi resiko kejadian CVD dibandingkan
thiazide diuretic/ACEI/ARB/CCB
❑ Beta blocker dpt digunakan sbg kombinasi dgn 1st
line tx (thiazid diuretik/ACEI/ARB/CCB) utk
mengurangi resiko CVD
❑ Beta blocker direkomendasikan sbg 1st tx pada
pasien dgn CAD dan disfungsi ventrikuler kiri
❑ Non selective → menghambat reseptor beta 1 dan
beta 2 (ex : propranolol, nadolol)
❑ Selective → menghambat reseptor beta 1 (ex :
atenolol, metoprolol)
❑ Non selective beta blocker tdk direkomendasikan
pada pasien dg penyakit asma dan COPD krn
potensial menyebabkan bronkospasme
2. Renin inhibitor → menghambat sec langsung renin dan
menurunkan plasme renin activity (PRA)
3. Alfa blocker → menghambat reseptor alfa-1
❑ Tidak dianjurkan sbg monoterapi krn meningkatkan
resiko kardiovaskular
❑ Dapat digunakan sebagai terapi kombinasi dengan AH
lain apabila TD belum terkontrol
4. Alfa-2 agonist → digunakan pada kasus hipertensi
resisten, apabila terapi dg AH konvensional tdk adekuat.
Apabila menggunakan obat gol. Ini maka perlu dilakukan
tappering of sebelum dihentikan pnggunaannya krn
penghentian mendadak mybb rebound hypertension
5. Direct vasodilator → AH alternatif pada kasus hipertensi
resisten. Sebaiknya digunakan dgn kombinasi dg
pemberian beta bloker ataupun diuretik krn pemberian
direct vasodilator menyebabkan refleks takikardi
Alternative Antihypertensive
Drugs
Krisis Hipertensi

• Hipertensi krisis → kondisi peningkatan TD


yang ekstrim (>180/120 mmHg), dibagi
menjadi 2 kondisi
– Hipertensi emergensi
• Peningkatan TD ekstrim yg disertai
dg kerusakan organ target (life-
threatening)
– Hipertensi urgensi
• Peningkatan TD ekstrim tanpa
disertai adanya kerusakan organ
target
Hypertensive Emergencies vs
Urgencies

• Hipertensi
emergensi →
memerlukan
penurunan TD
scr progresif
dalam menit-jam
• Hipertensi
urgensi →
penurunan TD
dapat dilakukan
perlahan
Hipertensi Emergensi
❑ Hipertensi krisis (TD > 180/120 mmHg) dengan
disertai terjadinya kerusakan organ target :
Ensefalopati, perdarahan intrakranial, left ventricular
failure dgn udema paru, unstable angina, miokard
infark, eclampsia
 TD harus segera diturunkan dgn obat antihipertensi
secara iv dan monitoring TD intensif
 Target awal TD diturunkan 25% (dlm beberapa
menit – 1 jam)
 Jika kondisi pasien stabil, maka TD diturunkan
sampai target 160/100 dlm 2-6 jam setelahnya
 Jika kondisi pasien stabil dapat dilakukan
penurunan TD secara gradual sampai TD normal
dlm 24-48 jam
Hipertensi Urgensi
❑ Merupakan kondisi hipertensi dg TD> 180/120
mmHg, namun tidak disertai kerusakan akut
dari beberapa organ target
❑ Biasanya terjadi pada pasien non compliance
maupun pasien dg terapi tidak adekuat
❑ Penurunan TD dapat dilakukan dlm beberapa
jam-hari, dengan antihipertensi oral kerja
pendek : kaptopril, labetalol atau klonidin
❑ Penurunan TD tidak boleh progresif → resiko
CV
❑ Tx dapat berupa penambahan dosis dari obat
antihipertensi yg biasa digunakan pasien atau
menambahkan AH baru
Hipertensi pada kehamilan
• Hipertensi pada kehamilan merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu
dan bayi.
– Preeklamsia, eklamsia, hipertensi gestasional,
hipertensi kronik
• Preeklamsia → TD  140/90 mmHg disertai
protein uria (> 300 mg/24 jam)
• Eklamsia → terjadi konvulsi pada preeklamsia
• Hipertensi gestasional → hipertensi yg terjadi
ditengah masa kehamilan (setelah 20 mgg
kehamilan), tanpa disertai proteinuria
• Hipertensi kronik → hipertensi sblm masa
kehamilan atau HT yang terdeteksi sblm 20
mgg kehamilan
Manajemen hipertensi kronik pada
kehamilan
Terapi pada preeklamsia
Hipertensi Pada Elderly
• Pasien usia > 50 thn, seingkali mengalami hipertensi
dgn SBP lebih tinggi (isolated sistolic hypertension)
→ resiko kerusakan organ krn hipertensi >>>
• 1st line drugs aman digunakan pada pasien lansia,
mulai dgn dosis yg lbh rendah dan lakukan titrasi
dosis untuk mencegah efek hipotensi
• Lansia → sensitif thd volume depletion dan
hambatan saraf simpatik → risiko hipotensi
ortostatik >>> → hindari obat antihipertensi yg
bekerja di saraf sentral (alfa blocker)
• Goal TD → SBP <160 utk px dg SBP awal yg sangat
tinggi, utk px dg resiko CVD dan ps dgn komorbid →
SBP< 140/ < 130 atau < 120
Monitoring Terapi
• Monitoring kondisi klinik pasien
– Efektivitas terapi AH → cek TD dalam
2-4 mgg setelah awal pengobatan,
lanjutkan tiap 3-6 bulan sekali
– Toksisitas AH → cek potensi kejadian
ADR
– Progresifitas penyakit → cek adanya
tanda2 komplikasi hipertensi
• Monitoring kepatuhan pasien
Monitoring Obat Antihipertensi
Analisis Problem
Bp.X (55 thn, BB=80 kg, TB=165 cm) menderita
HTN sejak 5 thn yll. Bp.X adalah seorang perokok
yg menghabiskan 12 batang/ hari. Riwayat
keluarga: ortu menderita DM dan penyakit jantung.
Bulan ini Bp.X periksa ke RS dan Tdnya 150/90
mmHg.
Berdasarkan hasil wawancara didapatkan sudah 1
thn belakangan Bp.X tdk mengkonsumsi obat
antihipertensi dan tidak kontrol dokter. Diagnosa:
hipertensi. Bp.X mendapatkan terapi dengan
captopril 12,5 mg tiap 8 jam. Setelah 2 minggu
dilakukan pemeriksaan darah dan ternyata tekanan
darah Bp.X 150/90 mmHg
1. Faktor risiko pada Bp.X
2. Rekomendasi terapi untuk Bp.X
3. Analisis penyebab kegagalan dan
cara mengatasinya

Anda mungkin juga menyukai