Anda di halaman 1dari 15

NUTRASETIKAL

Nutrasetikal Untuk Terapi Osteoporosis

Disusun Oleh:

Monalizas Stefiani 16334004

Dosen Pembimbing:

Ana Yulyana, S.Farm, M.Farm, Apt

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA

2020
DAFTAR ISI

BAB I..............................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN..........................................................................................................................................2
I.1 Latar Belakang........................................................................................................................................2
I.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................................3
I.3 Tujuan.....................................................................................................................................................3
BAB II............................................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................................................4
II.1 Klasifikasi Tanaman...............................................................................................................................4
BAB III.............................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.................................................................................................................................................6
III.1 Definisi Osteoporosis............................................................................................................................6
III.2 Patofisologi Osteoporosis.....................................................................................................................6
III.3 Etiologi Osteoporosis............................................................................................................................7
III.4 Penatalaksanaan Osteoporosis.............................................................................................................8
III.5 Manfaat Daun Kelor............................................................................................................................9
III.5 Terapi Nutrasetikal.............................................................................................................................10
BAB IV.........................................................................................................................................................13
PENUTUP....................................................................................................................................................13
IV.1 Kesimpulan.........................................................................................................................................13
Daftar Pustaka.............................................................................................................................................14

1
BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Nutrasetikal (nutraceutical) berasal dari kata nutrition yang berarti “gizi” dan
pharmaceutical yang berarti farmasi. Nutrasetikal adalah produk suplemen makanan atau herbal
yang dapat memberikan manfaat kesehatan dan medis, termasuk pencegahan penyakit (Anonim
2015). Nutrasetikal merupakan jenis makanan yang memiliki manfaat bagi kesehatan medister
dalam pencegahan dan pengobatan penyakit yang berasal dari bahan–bahan alami. Nutrasetikal
mengandung bahan– bahan yang meningkatkan kesehatan atau kompenen–komponen alamiah
yang memiliki manfaat kesehatan potensial terhadap tubuh. Nutrasetikal juga dimanfaatkan untuk
terapi berbagai penyakit seperti diabetes, osteoporosis, sebagai imunomodulator, kanker,
antioksidan, probiotik, hipertensi dan lain-lain (Syamsudin 2013).

Penyakit pada dasarnya dapat dicegah atau diobati dengan peningkatan imunitas di dalam
tubuh yang kita kenal dengan sistem imun. Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan
badan untuk melindungi dan mempertahankan keutuhan tubuh dari bahaya yang menyerang tubuh.
Saat terjadi serangan pada tubuh, antigen dalam tubuh mulai bertugas. Antigen bertugas
menstimulasi sistem kekebalan tubuh (sistem imun). Sistem inilah yang nantinya akan bekerja
dengan melindungi tubuh dari serangan zat asing seperti bakteri, virus, jamur dan kuman. Sistem
imun apabila tidak bekerja optimal, maka tubuh akan rentan terhadap berbagai penyakit.
Prinsipnya jika sistem imun seseorang bekerja optimal, maka tidak akan mudah terkena penyakit
dan keseimbangannya juga normal sehingga fungsi biologis tubuh tidak terganggu (Djauzi 2003;
Syamsudin 2013).

Osteoporosis, yang didefinisikan sebagai penurunan massa tulang dan gangguan arsitektur
tulang, menghasilkan penurunan integritas tulang dan peningkatan patah tulang. Lebih dari dua juta
fraktur osteoporosis terjadi setiap tahun di Amerika Serikat . Satu di setiap dua wanita dan satu dari
setiap empat orang di atas usia 50 akan memiliki patah tulang terkait osteoporosis dalam hidup
mereka. Situs utama untuk patah tulang tersebut adalah tulang, pinggul, dan pergelangan tangan.
Bagi mereka dengan patah tulang pinggul, ada kematian secara keseluruhan hingga 33%, banyak
yang tidak mampu berjalan secara independen pada satu tahun, lebih dari setengah memerlukan
bantuan dengan kehidupan sehari-hari , hampir 20% akan memerlukan perawatan di fasilitas
jangka panjang , dan sampai 42% fraktur lagi dalam waktu lima tahun. Dengan demikian, biaya
untuk mengobati pasien dengan fraktur osteoporosis merupakan beban besar untuk seluruh sistem
perawatan kesehatan.

2
Kelor (Moringa oleifera L.) merupakan tanaman yang saat ini dikenal sebagai “ The
Miracle Tree” (tanaman ajaib), karena hampir seluruh bagian dari tanaman ini mulai dari akar
hingga daun bermanfaat sebagai kesehatan. Bagian dari daunnya mempunyai nilai nutrisi yang
tinggi yang mana sangat bermanfaat untuk manusia ( Mahajan et al, 2013). Kandungan senyawa
flavonoid, polifenol, dan terpenoid yang ada dalam daun kelor mampu memodulasi sistem imun
tubuh yang dikenal sebagai imunomodulator. Hal tersebut dikaitkan dengan aktivitas antioksidan,
antiinflamasi, neuroprotektif, hepatoprotektif, antivirus dan antibakteri (Gaikwad et al 2011).
Senyawa flavonoid, polifenol dan terpenoid yang ada dalam daun kelor diharapkan dapat
diformulasikan sebagai produk nutrasetikal sebagai inovasi salah satunya adalah dengan dibuat
gummy candies (permen jelly). Gummy cadies adalah makanan yang disukai anak-anak karena
kenyal saat dikunyah dan rasanya manis.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah definisi dari osteoporosis ?
2. Apakah patiofisiologi dari osteoporosis?
3. Bagaimana etiologi dari osteoporosis?
4. Bagaimana penatalaksanaan dari osteoporosis?
5. Bagaimana kualitas sediaan nutrasetikal yang dipengaruhi oleh daun kelor?
I.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami defisini dari osteoporosis.
2. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari osteoporosis.
3. Mahasiswa mampu memahami etiologi osteoporosis
4. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan osteoporosis.
5. Untuk mengetahui kualitas sediaan nutrasetikal yang dipengaruhi oleh daun kelor?

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Klasifikasi Tanaman
A. Daun Kelor

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Brassicales
Suku : Moringaceae
Marga : Moringa
Jenis : Moringa oleifera Lam. ( Depkes 2001).

B. Morfologi Tanaman

Kelor adalah tanaman yang memiliki ciri


pohon bengkok, tinggi 3 – 10 m, dengan tajuk
yang tidak rapat. Daun panjang 20 – 60 cm;
poros daun beruas, dengan kelenjar yang
berbentuk garis atau penggada; sirip dari orde
pertama 8 – 10 pasang. Anak daun bertangkai,
bulat telur, oval atau bulat telur terbalik, tepi rata. Sisi bawah hijau pucat, panjang 1- 3 cm.
Bunga malai panjang10 -30 cm, di ketiak. Piala kelopak hijau, taju kelopak melengkung
membalik, putih, panjang 1 cm. Daun mahkota putih kuning, yang terdepan besar, panjang
lingkaran 1,5 cm, yang lain membalik. Benang sari dan staminodia dengan ujung yang
melengkung kembali. Buah kotak menggantung, bersudut 3, panjang 20 – 45 cm. Katup
tebal, di tengah ada bekas, cetakan yang dalam berisi 1 baris biji. Biji bentuk bola, bersayap
3. Tanaman berguna dari Himalaya. 0 – 500 m (Steenis 1992).
C. Khasiat Tanaman
Akar Moringa oleifera berkhasiat sebagai obat kejang, obat gusi berdarah, obat haid,
tidak teratur, dan obat pusing. Daunnya berkhasiat sebagai obat sesak nafas encok dan biri –
biri, bijinya sebagai obat mual (Depkes 2001)

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti seperti While Gopalan et al tahun 2010
menjelaskan bahwa serbuk daun kelor mengandung asam amino – asam amino esensial,
Vitamin pokok seperti A, C, E dan vitamin lainnya serta mineral seperti kalsium, besi, fosfor,

4
dan lain – lain yang lebih banyak dibandingkan sayur dan buah sehingga disebut sebagai
tanaman sumber nutrisi (Krisnadi 2015).
Jurnal yang dilaporkan oleh Gopi dan Varma (2015) menerangkan dalam
pengkajiannya mengenai khasiat ekstrak daun kelor berkhasiat untuk berbagai macam
penyakit seperti antifertilitas, hepatoprotektif, proteksi kardiovaskuler, antidiabetes, diuretik,
analgesik dan antipiretik, antikanker, antioksidan, dan antibakteri. Ekstrak etanol daun kelor
dengan dosis 600 mg/Kg BB yang diberikan peroral pada tikus secara signifikan
meningkatkan isi kalsium pada tulang dan membantu kepadatan tulang sehingga mampu
mencegah osteoporosis ( Burali et al. 2010).

D. Kandungan Kimia

Tanaman Moringa oleifera dari akar, daun dan kulit batangnya mengandung saponin
dan polifenol, di samping itu kulit batangnya mengandung alkaloida dan daunnya
mengandung minyak atsiri (Depkes 2001). Daun kelor telah dikarakterisasi mengandung
banyak nutrisi, diantaranya berisi vitamin, mineral, asam amino, asam lemak (Moyo et al.
2011; Teixeira et al. 2014; Razis et al. 2014).
Vitamin yang paling diketahui banyak terdapat dalam daun kelor selain vitamin lainnya
adalah vitamin A yang 10 kali lebih banyak dari wortel, beta carotene yang 4 kali lebih
banyak dari wortel dan vitamin C yang 10 kali lebih banyak dari anggur dan 7 kali lebih
banyak dari jeruk (Krisnadi 2015). Ekstrak etanol daun kelor yang telah diuji fitokimia
dengan pembanding pelarut petroleum eter, kloroform, dan air secara kualitatif mengandung
tanin, alkaloid, tepenoid, flavonoid, glikosida jantung, hidroksiantrakuinon, karbohidrat,
asam amino (Nair et al, 2013).

5
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat,
sehingga tulang menjadi keras dan padat. Penurunan Massa tulang ini sebagai akibat dari
berkurangnya pembentukan, meningkatnya perusakan (destruksi) atau kombinasi dari keduanya.

Osteoporosis dibedakan menjadi 2 yaitu osteoporosis lokal dan osteopororsis umum.


 Osteoporosis lokal dapat terjadi karena kelainan primer di tulang atau sekunder
seperti akibat imobilisasi anggota gerak dalam waktu lama, dll .
 Osteoporosis umum primer tipe I : pasca menopause, terjadi pada usia 50-75 tahun,
wanita 6-8 kali beresiko dr pd laki-laki , penyebabnya adalah menurunnya kadar
hormon estrogen dan menurunnya penyerapan kalsium.
Osteoporosis umum primer tipe II terjadi pada usia 75-85 tahun, wanita  2 kali
lebih  banyak daripada pria, penyebabnya adalah proses penuaan dan menurunnya
penyerapan kalsium.
Osteoporosis umum sekunder dihubungkan dengan pelbagai penyakit yang
mengakibatkan kelainan pada tulang, akibat penggunaan obat tertentu dan lain-lain.

III.2 Patofisologi Osteoporosis


Osteoporosis karena buruknya akuisisi massa tulang selama pertumbuhan dan percepatan
pengurangan massa tulang setelah massa puncak dicapai. Namun, keduanya sangat tergantung
kepada faktor lingkungan dan genetik. Sebagian besar resiko Osteoporosis pada wanita post-
menopause ditentukan oleh massa puncak tulang pra-menopause, yang biasanya lebih tinggi pada
kaum kulit hitam dibandingkan kaum Kaukasia maupun Asia, serta pada pria. Itulah sebabnya
kenapa kebanyak pria dan wanita kulit hitam beresiko lebih kedl mengalami Osteoporosis.
Separuh dari massa tulang di dalam tubuh terakumulasi selama masa pubertas dan berkaitan
dengan meningkatnya kadar hormon yang terjadi selama periode ini. Terjadi akumulasi massa
tulang yang sangat minimal dalam 5 hingga 15 tahun perkembangan berikutnya, sebelum massa
tulang akhirnya mencapai puncak.
Struktur tulang secara keseluruhan dapat dibagi menjadi cancellous bone (tulang
trabekular) dan tulang kortikal (cortical bone). Tulang kortikal membentuk suatu selongsong
padat di sekitar tulang kanselaus yang lebih rapuh dan dibentuk oleh suatu kisi-kisi trabekula vang
saling berhubungan satu sama lain. Secara umum, kerangka perifer terdiri dari tulang kortikal,

6
sementara kerangka aksiai terbentuk oleh tulang kanselaus dan tulang kortikal. Karena daerah
permukaan tulang kanselaus jauh melebihi daerah permukaan tulang kortikal, dan karena daerah
permukaan tulang kanselaus lebih aktif secara metabolic, maka tulang kanseluas akan mengalami
gangguan lebih berat ketika perubahan bentuk tulang terlepas dari sambungannya.
Selama periode hilangnya masa tulang tidak lama setelah menopause, hilangnya tulang kanselaus
naik 3 kali lipat, sementara hilangnya tulang kortikal terjadi lebih lambat.

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang paling sering menyerang orang dewasa.
“masalah tulang pada lansia” memunculkan suatu streotipe korban osteoporosis karena penyakit
ini paling sering menyerang orang yang udah tua, terutama wanita yang telah menupause.
Kejadian fraktur Osteoporosis naik secara konstan akibat meningkatnya usia harapan hidup. Rata-
rata tulang padat mengandung sekitar 30% matriks dan 70% garam. Osteoporosis terjadi akibat
berkurangnya matriks organic tulang. Aktivitas osteoblastik di dalam tulang biasanya tidak
normal, dan akibatnya, kecepatan endapan osteoid tulang menjadi tertekan. Wanita dewasa
memiliki massa lang yang lebib rendah dibandinglcan pria. Setelah menopause, wanita mulai
kehilangan massa tulang secara lebih cepat daripada yang dialami pria dengan usia yang sama.
Akibatnya, wanita lebib rentan mengalami osteoporosis yang serius.

III.3 Etiologi Osteoporosis


Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu :
a. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon
utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang.
Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat
muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen produksinya mulai menurun 2-
3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal
ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun
pertama setelah menopause.
b. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang
(osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblast). Senilis berarti bahwa keadaan
ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang
berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali
menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
c. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang
disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan
oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tyroid, paratyroid, dan
adrenal) serta obat-obatan (misalnya corticosteroid, barbiturat, antikejang, dan hormon
7
tyroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok dapat
memperburuk keadaan ini.
d. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan
fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab
yang jelas dari rapuhnya tulang.
III.4 Penatalaksanaan Osteoporosis
Berikut macam-macam penatalaksanaan terapi osteoporosis :
1. Konservatif
Pengobatan osteoporosis difokuskan pada usaha memperlambat atau menghentikan ataiu
menghentikan kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang dan mengontrol nyeri sesuai
dengan penyakitnya. Intervensi tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Diet : dewasa muda harus mencapai kepadatan tulang yang normal untuk mendapatkan
cukup klsium (1.000 mg/hari) dalam dietnya (minum susu atau makan makanan tinggi kalsium) ,
berolahraga seperti jalan kaki dan menjaga berat badan normal.
b. Spesialis : orang dengan fraktur tulang belakang, pinggang, atau pergelangan tangan harus
dirujuk kespesialis orthopedi untuk ke manajemen selanjutnya.
c. Olahraga : modifikasi gaya hidup harus menjadi pengobatan olahraga yang teratur akan
mengurangi patah tulang akibat osteoporosis.
2. Medikamentos
Selain tatalaksana diatas, obat-obatan juga dapat diberikan seperti dibawah ini:
a. Estrogen : untuk perempuan yang baru menopause, penggantian estrogen merupakan slah
satu cara untuk mencegah osteoporosis. Estrogen dapat mengurangi atau menghentikan
kehilangan jaringan tulang. Apabila pengobatan estrogen dimulai pada saat menopause, maka
akan mengurangi fraktur pinggang.
b. kalsium : kalisium dan vitamin D diperlukan untuk kepadatan tulang .
c. Bifosfonat : pengobatan yang lain selain estgrogen yang ada : alendronate, risedonat,
etidronate. Obat-obat ini memperlambat kehilangan jaringan tulang dan beberapa kasus
meningkatkan kepadatan tulang.

8
III.5 Manfaat Daun Kelor
Menurut hasil penelitiannya, daun Kelor ternyata mengandung vitamin A, vitamin C, Vit B,
kalsium, kalium, besi, dan protein, dalam jumlah sangat tinggi yang mudah dicerna dan
diasimilasi oleh tubuh manusia. Bahkan, seperti tampak pada

Gambar 1: Perbandingan Nutrisi Daun Kelor Segar dan Serbuk, dengan


beberapa sumber nutrisi lainnya. (Diolah dari : Fuglie LJ

(1999)

jumlahnya berlipat-lipat dari sumber makanan yang selama ini digunakan sebagai
sumber nutrisi untuk perbaikan gizi di banyak belahan negara. Tidak hanya itu, Kelor
pun diketahui mengandung lebih
dari 40 antioksidan. Kelor
dilaporkan mengandung 539
senyawa yang dikenal dalam
pengobatan tradisional Afrika
dan India (Ayurvedic) serta telah
digunakan dalam pengobatan
tradisional untuk mencegah lebih
dari 300 penyakit.

Selain memiliki kekuatan


sebagai pemurni air yang efektif dan nilai gizi yang tinggi, Kelor sangat penting untuk
pengobatan alami. Berbagai bagian dari tanaman Kelor seperti daun, akar, biji, kulit
kayu, buah, bunga dan polong dewasa, bertindak sebagai stimulan jantung dan
peredaran darah, memiliki anti-tumor, anti-piretik, anti-epilepsi, anti-inflamasi, anti-ulcer,
anti-spasmodic, diuretik, anti-hipertensi, menurunkan kolesterol, antioksidan, anti-
diabetik, hepatoprotektif, anti-bakteri dan anti-jamur. Saat ini Kelor sedang diteliti untuk
digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit dalam sistem kedokteran, khususnya
di Asia Selatan.
9
III.5 Terapi Nutrasetikal
Tujuan dari pengobatan OA adalah untuk mengurangi sakit dan kaku. Penanganannya
mencakup terapi obat dan non-obat. Terapi obat diawali dengan asetaminofen, dengan
menambahkan analgesik golongan NSAID dosis rendah, salisilat, COX-2 inhibitor selektif, atau
krim capsaicin secara topikal, jika diperlukan. Analgesia NSAIDs adalah obat non-invasif yang
paling sering diresepkan irittik mengurangi sakit akibat kasus OA dini. Pengurangan sakit juga
bisa diperoleh melalui terapi non-obat. Terapi fisik dan pengurangan beban sendi dengan cara
mengubah gaya hidup, seperti menurunkan berat Lodan dan mengurangi stress, bisa menjadi
tantangan besar, namun manfaatnya juga sangat besar, Pada kasus-kasus yang lebih berat,
injeksi sendi, irigasi, atau artroskopi mungkin akan sangat bermanfaat. Pada pasien yang terus
mengalami sakit dan keterbatasan fungsi meskipun telah melakukan upaya-upaya ini, maka
intervensi bedah perlu dipertimbangkan.
1. Chondroitin Sulfat
Chondroitin sulfat merupakan suatu komponen yang sangat penting untuk
kartilago. Ada dua jenis Chondroitin sulfat : chondroitin-4- sulfat dan chondroitin-6-
sulfat. Keduanya berbeda dari segi bobot molekul, jadi bioavailabilitas dan
kemurniannya pun berbeda. Chondroitin-4-sulfat adalah GAG yang paling banyak
pada kartilago hyaline mamalia yang sedang tumbuh. Seiring dengan pertambahan
usia, kondrosit mengeluarkan chondroitin-4-sulfat dalam jumlah yang lebih sedikit
serta GAG lain dalam jumlah yang lebih banyak. Perubahan ini terlihat di awal dan
selama perkembangan proses degeneratif di dalam kartilago penderita OA

Bradykinin yang disuntikkan ke rongga artikular pada lutut kiri tikus putih 3 kali
sehari selama 2 hari kemudian diberikan chondroitin sulfat melalui oral pada tikus
putih tersebut selama 14 hari dan ditemukan mampu menghambat deplesi
proteoglycan yang diinduksi oleh bradykinin pada kartil . ago artikular. Khasiat ini
tergantung kepada dosis obat. Temuan ini menunjukkan bahwa pengurangan
kandungan proteoglycan pada kartilago (proses yang sama terjadi pada
osteoarthritis) bisa dihambat oleh chondroitin sulfat. Dalam sebuah studi lain,
chondroitin sulfat ditemukan menghambat enzim aggrecanase sesuai dosis yang
digunakan : artinya, chondroitin sulfat memberikan efek pelindung. Enzim
aggrecanase diyakini memperantarai degradasi aggrecans pada penderita OA.
Sejumlah studi lain melaporkan efek chondroitin sulfat yang sama dalam
10
menghambat enzim-enzim penyebab degradasi. Karena ukuran molekul chondroitin
sulfat yang besar, laporan-laporan terdahulu masih meragukan bioavailabilitas-nya.
Namun, chondroitin sulfat yang dilabel radioaktif yang diberikan secara oral kepada
manusia diserap sebanyak 70%. Afinitasnya terhadap cairan synovial dan kartilago
artikular juga telah terlibat. Selain itu, banyak uji klinis yang menemukan khasiat
chondroitin sulfat dalam mengobati OA, dengan memperbaiki gejala dan efek
pengubah struktur tulang.

2. Terapi Kombinasi

Kondroitin sulfat maupun glucosamine sama-sama efektif dalam pengobatan


osteoarthritis. Selama beberapa tahun, penggunaan kedua nutrasetikal ini secara
kombinasi semakin populer. Penggunaannya menunjukkan efek samping yang lebih
kecil dibandingkan NSID, dan merupakan satu-satunya pengobatan yang dianjurkan
untuk mencegah perkembangan penyakit. Perlu diingat studi-studi eksperimental
menunjukkan efek yang sinergis jika glukosamin dan kondroitin sulfat (diberikan
secara bersamaan. Lippiello et al. meiaporkan bahwa pemberian TRH122TM
chondroitin -4-sulfat dalam bentuk garan natrium dengan bobot molekul rendah dan
FCHG49TM glukosamin hidroklorida secara bersamaan menyebabkan
meningkatnya produksi GAG (96.6%) dalam taraf dibandingkan kalau kedua obat
diberikan secara terpisah (glukosamin, 32%). Studi yang sama menunjukkan bahwa,
meskipun kondroitin mampu menghambat Interleukin-1, glukosamin tidak mampu
menghambatnya. Oleh sebab itu, tak satupun dari keduanya yang lebih unggul
masing-masing memiliki mekanisme aksi yang berbeda. Tubuh akan merespon
dengan paling baik, jika glukosamine dan kondroitin sulfat dikonsumsi secara
bersamaan.

Secara teoritis, penggunaan nutrasetial dalam obat-obatan olah raga sangatlah


menarik. Di bidang profilaksis untuk mencegah cedera, pengobatan awal setelah
cedera untuk mencegah intervensi bedah dan sebagai terapi tambahan setelah
intervensi bedah, maka nutrasetikal ditambahkan untuk terapi bagi atlet yang
cenderung mengalami cedera kondral atau cedera osteochondral. Menurut sebuah
studi eksperimental dengan kontrol placebo, pengobatan awal dengan kombinasi
glukosamin dan kondroitin sulfat menghasilkan inflamasi yang lebih kecil pada
kelompok intervensi. Dalam sebuah pengobatan awal lainnya yang menggunakan
kombinasi yang sama, kejadian dan keparahan artritis signifikan lebih rendah. Robek
dan cedera kondral bisa terjadi selama aktivitas fisik dan berlari dalam waktu yang
11
lama. Banyak pelari jarak jauh mengalami efusi yang kadang-kadang muncul di lutut
dan pergelangan kaki. Penggunaan nutrasetikal sebelum latian jarak jauh dan secara
rutin periode latihan dapat menurunkan kejadian efusi, sehingga hari latihan yang
hilang akibat pembengkakan sendi akan sedikit. Banyak pelari jarak jauh yang
berlatih meningkatkan jarak lari per mil, dan hari-hari yang hilang untuk latihan
berarti kesiapan yang lebih rendah untuk suatu acara. Olahraga kontak dan
memotong dapat menyebabkan cedera kondral dan osteokondral, terutama sekali
terlihat bersamaan dengan cedera ligamen. Apakah cedera terdiagnosis secara klinis
atau pertama kali terlihat dengan magnetic resonance imaging, pengobatan masih
sangat sangat sulit karena kartilago artikular bersifat avaskuler. Penggunaan sediaan
nutrasetikal saat ini telah didukung oleh sejumlah studi terhadap hewan, di mana
pengobatan cedera kondral akut (diinduksi secara kimia dan dan ketidakstabilan
bedah) dengan nutrasetikal menunjukkan manfaat pengubah struktur yang sangat
bermanfaat. Ketika pasien diobati melalui bedah dengan penyematan atau cangkok
osteokodral, ditemukan bahwa penggunaan nutrasetikal pasca-operasi juga dapat
memberikan manfaat.

12
BAB IV

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan, diantaranya :

1. Nutrasetikal (nutraceutical) berasal dari kata nutrition yang berarti “gizi” dan
pharmaceutical yang berarti farmasi. Nutrasetikal adalah produk suplemen makanan atau
herbal yang dapat memberikan manfaat kesehatan dan medis, termasuk pencegahan
penyakit (Anonim 2015). Nutrasetikal merupakan jenis makanan yang memiliki manfaat
bagi kesehatan medister dalam pencegahan dan pengobatan penyakit yang berasal dari
bahan–bahan alami.
2. Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan
fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Penurunan Massa tulang ini sebagai
akibat dari berkurangnya pembentukan, meningkatnya perusakan (destruksi) atau
kombinasi dari keduanya.

13
Daftar Pustaka

1. Syamsudin. 2013. Nutrasetikal. Jakarta : Graha Ilmu. hlm 1,11-13,73

2. R. Burge, B. Dawson-Hughes, DH Solomon, JB Wong, A.


Raja, dan A. Tosteson, “Insidensi dan beban ekonomi patah tulang terkait osteoporosis di
Amerika Serikat, 2005-2025,”Jurnal Bone andMineral Penelitian, vol. 22, tidak ada. 3,
pp. 465-475,2007.
3. GS Keene, MJ Parker, dan GA Pryor, “Kematian dan morbiditas setelah patah tulang
pinggul,” British Medical Journal, vol. 307, pp. 1248-1250, 1993.
4. Tekle, A., Belay, A., Kelem, K., Yohannes, M. W., Wodajo, B., and Tesfaye, of
Moringa stenopetala Species Samples Collected from Different Places in Ethiopia.
European Journal of Nutrition & Food Safety, 5(5): 1100-1101
5. Anwar, F., Latif, S., Ashraf, M., Gilani, A.H., 2007. Moringa oleifera: a food plant with
multiple medicinal uses. Phytother. Res. 21, 17–25
6. Anwar, F., & Rashid, U. (2007a). Physico-chemical characteristics of Moringa oleifera
seeds and seed oil from a wild provenance of Pakistan. Pakistan Journal Botany, 39(5),
1443–1453.

14

Anda mungkin juga menyukai