Anda di halaman 1dari 7

NAMA: Hanum Zahra Fawwazyanti

KELAS: 8E

ABSEN: 15

NAMA NOVEL : SANG PEMIMPI

KARYA : ANDREA HIRATA

NAMA TOKOH :

o   Ikal (Muhammad Haikal)     : tokoh utama, suka mengamati,

o   Arai                            : penuh semangat

o   Jimbron                   : gagap, baik, penurut

o   Ayah                          : suka berbicara pelan, pendiam, ramah

o   Ibu                             : penyayang, ramah

o   Pak Mustar             : tegas, teliti

o   Pak Balia                  : ramah, semangat

o   Taikong Hamim     : ramah

o   Pendeta Giovani  : baik, bijaksana

o   Murid 1, 2, 3           : bersahabat

o   Tetangga 1,2          : santai

ADEGAN 1

                Suatu hari di rumah mungil pinggir jalan yang sepi, seorang tukang pos berhenti di depan
rumah mungil itu lalu mengetuk pintu. Seorang wanita usia lima puluhan membuka pintu dan
menyambut tamunya dengan ramah.

Tukang Pos  : (turun dari sepeda tua dan mengambil satu amplop, lalu berjalan ke sebuah rumah, dan
mengetuk pintu) Tok... Tok... tok...

Ibu                   : (membuka pintu) Mari... mari Pak silakan masuk (tersenyum ramah).
Tukang pos  : Terimakasih, Mak Cik. Tidak usah, saya hanya mengantarkan surat undangan ini dari SMA
Negeri Bukan Main (menyerahkan sebuah amplop).

Ibu                   : Surat apa ya, Pak.? (penasaran).

Tukang Pos  : Wah saya kurang tau, Mak Cik. Saya hanya mengantarkan surat untuk banyak orangtua
siswa. Silakan tanda tangan di sini, sebagai bukti penerimaan kiriman surat (sambil menyodorkan
selembar kertas dan pulpen).

Ibu                   : Baik, baik. Terimakaasih ya Pak (sambil menandatangani selembar kertas itu)

Tukan Pos     : Sama-sama, Mak Cik. Baiklah, saya permisi dulu, masih banyak surat yang harus saya antar
(melipat kertas itu da memasukkan ke dalam tas)

Ibu                   : Iya, silakan Pak. Sekali lagi terimakasih.

Tukang Pos  : Melambaikan tangan (sambil menaiki sepeda tuanya).

                         Ibu itu masuk ke dalam rumah dan mencari suaminya dengan hati berdebar-debar ingin
segera membuka surat undangan dari sekolah kedua anaknya. Sang ayah tak bisa membaca surat yang
bertuliskan huruf itu. Lalu Ibu membacakan surat itu.

Ibu                   : Pak, pak.. ini ada surat dari sekolah Arai dan Ikal (menjulurkan surat itu pada suaminya)

Ayah               : Surat apa ini, Bu. Tolong bacakan (berbicara dengan pelan dan penuh penasaran,
membuka amplop dan balik menyodorkan surat itu pada Ibu).

Ibu                   : (membaca surat) Surat undangan penerimaan rapor untuk Arai dan Ikal, Pak. Lihat
menunjukkan dangan telunjuk) tempat duduknya ada di depan, berarti anak-anak kita pintar, Pak
(tersenyum lebar dan bahagia).

Ayah               : Ooh, Iyakah...(tersenyum bahagia).

ADEGAN 2          

Menurut ayahku, hari pembagian raporku adalah hari besar bagi beliau. Terbukti bahwa ayahku
mengambil cuti dua hari dari menyekop xenotim di intalansi pencucian timah.

                Seperti rutinitas sehari-harinya, pagi itu Ibu menyiapkan sarapan pagi dan bersih-bersih rumah.
Ia cukup heran mengapa ayah tak beranjak bersiap-siap pergi bekerja di PN Timah.

Ibu                   : Ini sarapan sudah siap. Kenapa  ayah ini tak lekas siap-siap pergi bekerja?

Ayah               : (duduk) Hari ini dan besok ayah tidak pergi bekerja. Kemarin ayah sudah ambil cuti buat
pengambilan rapor Ikal dan Arai (menoleh ke arah ibu).
                Usai sarapan pagi, Ayah menyiapkan berbagai keperluan yang akan ia gunakan di hari
pemberian rapor itu. Ia mengeluarkan sepatu kulit buaya bermerek Angkasa dan ikat pinggang plastik
bermotif ular ia semir lalu di jemur bersama kaus kaki sepak bola berwarna hijau itu. Lalu ia menuntun
keluar sepeda Rally Robinson made in England-nya untuk diteliti dan dilap dengan semir buatannya
sendiri.

Ibu                   : Tak perlulah Bapak, siapakan itu semua sendiri. Ibu bisa kerjakan semua itu (berhenti dari
kerjaannya lalu mendekat ke arah ayah)

Ayah               : Tak usah, tidak apa-apa (sambil mengelap sepeda dengan teiti

Ibu                   : Ah, kau ini sudah berapa lama barang-barangmu itu kau simpan. Dan, hanya kau pakai
saat-saat tertentu saja.

Ayah               : (tersenyum)

                Terakhir, ayah juga mengeluarkan busana terbaiknya yaitu baju safari empat saku yang
mempunyai nilai historis baginya.

--- Flashback di mulai

ADEGAN 3

                Siang itu ayah pulang lebih awal, karena pada hari itu adalah hari pengangkatan para
tenaga  langkong menjadi pegawai tetap. Bonusnya adalah kain putih kasar bergaris hitam. Oleh ibuku
kain itu dijadikan lima potong celana dan baju safari.

Ayah               : Ikal, bawakan kain ini pada ibumu, sekarang ayah sudah jadi pegawai tetap.

Ikal                  : Hoi.. ayah kita udah jagi pegawai tetap (memegang kain, berlari, dan membawanya
kepada ibu).

Adik                : Yee.. (senang) Selamat Bapak.

Ibu                   : (memegang kain) Wah.. Kain ini nak ibu jadikan baju safari dan celana untuk ayah dan
kalian (menatap anak-anaknya, tersenyum, lekas beranjak ke mesin jahit dan merancang desain).

                Hari raya Idul Fitri pun tiba ayah, Ikal, adik laki-lakinya, dan kedua abangnya memakai seragam
yaitu baju safari empat saku. Kami silaturrahmi keliling kampung seperti rombongan petugas cacar.

Ayah               : Assalamu’alaykum.

Tetangga 1   : Wa’alaykum salam, mohon maaf lahir batin, Pak Cik.

Tetangga 2   : Saya juga, minal aidin wal faidzin, Pak Cik. Wah ini seperti petugas cacar saja, berseragam

Ibu                   : Ah, ibu ini ada-ada saja. Ini baju saya yang buat dari bonus pengangkatan pegawai tetap
Bapak di PN Timah.
Tetangga 1   : Wah sudah diangkat? Selamat, Pak Cik.

--- Flashback berakhir

ADEGAN 4          

                Selesai persiapan di rumah Ayah pergi ke pasar los ikan. Ia hendak memotong rambut dan
kumisnya di tempat kawan baiknya, Taikong Hamim. Disana, sedang duduk beberapa orang yang sedang
bercengkrama.

Taikong Hamim  : Hai Pak Cik, apa kabar? (melihat ke arah Ayah).

Ayah               : ( tersenyum).

Taikong Hamim : Jarang-jarang sekali Pak Cik datang kemari. Hendak ada acara apa, Pak Cik?

Ayah   : (duduk di depan Taikong) Besok, akan mengambil rapor Arai dan Ikal...
(memperlihatkan amplop undangan).

Taikong Hamim  : Oh, si Kancil Keriting itu, Pak Cik?

Bapak 1                                : Wah... pandai betul anak kau Pak Cik.

Bapak 2                                : Bener tuh Pak Cik, anak-anak yang masuk SMA itu adalah anak baik-baik.
Berarti anak kau bahkan lebih baik dari yang baik-baik, haha (tertawa)

Ayah                                      : (Hanya mengangguk dan tersenyum).

Taikong Hamim  : (menatap Ayah lama).

                Itulah orang pendiam, kata-katanya ditunggu orang. Sebenarnya, dengan memperlihatkan isi
amplop itu ayahku bisa membual sejadi-jadinya. Tapi bagi ayahku, tujuh kata itu: “besok, akan
mengambil rapor Arai dan Ikal”, yang hanya terdiri atas tiga puluh empat karakter itu, sudah cukup.

ADEGAN 4

                Pagi itu hari Senin, seperti biasanya Pak Mustar memberikan amanat saat upacara berlangsung.
Murid-murid berbaris rapi sambil mendengarkan kata-kata Pak Mustar.

Pak Mustar  : (berdiri sambil memegang mikrofon) Anak-anak, surat undangan sudah di kirim ke orang
tua kalian. Semoga mereka tidak dibuat malu oleh kalian saat pembagian rapor nanti. (diam sejenak).

Pak Mustar  : (melanjutkan) Saya akan tata kursi duduk untuk orang tua kalian berdasarkan rangking dan
prestasi yang kalian buat selama satu semester ini. Agar kalian jeli dan nantinya kalian harus berusaha
untuk membuat bangga bagi orang tua kalian.

Arai                 : (berbisik) Boi, Aku yakin ayah kau tak akan kecewa. Selama ini kita sudah belajar keras tuk
dapatkan nilai yang terbaik. Tenanglah kau, Kal (melirik ke arah Ikal di sampingnya).
Ikal                  : Betul kau, Rai (tersenyum, tanda menyetujui pendapat Arai).

Murid 1          : Ssssttt... janganlah keras-keras, nanti kalau ketahuan Pak Mustar atau guru lainnya. Bisa
kena hukuman kalian (bicara lirih).

Ikal, Arai        : (mengangguk-angguk).

ADEGAN 5

                Suami istri itu bangun pukul tiga pagi. Ibuku menyalakan arang dalam setrikanya, mengipas-
ngipasnya dan dengan gesit memercikkan air pandan  dan bunga kenanga. Sedangkan Ayah kembali
melakukan pengecekan pada sepedanya untuk sebuah perjalanan jauh yang sangat penting.

Ibu         : Pak, itu sarapan juga sudah siap. Bajunya juga sedang saya siapkan (memercikkan air ke baju
dan menyetrikanya)               

Ayah      : Sebentar, Bu. Ayah sedang mengecek sepeda ini (mengeluarkan sepeda dari dalam rumah, lalu
mengecek, dan mengelapnya sebentar).

                Ayahku adalah ayah nomor satu sedunia. Safari empat kantong itu adalah baju istimewa Ayah.
Hanya dipakai ketika ada peristiwa yang istimewa baginya, termasuk hari pengambilan rapor aku dan
Arai.

Usai shalat subuh ayahku siap berangkat. Beliau akan bersepeda ke Magai ke SMA Negeri Bukan Main,
30 kilometer jauhnya.

Ayah      : (menuntun sepeda) Saya nak berangkat dulu.

Ibu         : (menyampirkan karung timah di sepeda ayah) Hati-hati di jalan (senyum).

Ayah      : Baik, assalamu’alaykum (menaiki sepeda lalu pergi).

ADEGAN 6

                Pagi-pagi di aula sudah berjajaran kursi yang ditata oleh Pak Mustar dan penjaga sekolah
dengan rapi. Para orang tua dan wali pun mulai berdatangan. Pak Mustar menjejer sepuluh kursi khusus
di depan. Di sanalah berhak duduk para orang tua yang anaknya meraih prestasi sepuluh besar.

Pak Mustar  : Sepuluh terbaik itu adalah anak-anak Melayu avant grade, garda depan (berkata dengan
bangga dan tegas).

Hadirin           : (Bertepuk tangan).

Pak Mustar  : Baiklah Bapak-Ibu sekalian untuk pengambilan rapor selanjutnya akan saya panggil nama
anak bapak-ibu. Berikut akan saya panggil dulu anak-anak Melayu yang berprestasi masuk sepuluh besar
SMA Negeri Bukan Main.
Pak Mustar  : Yang pertama diraih oleh Zakiah Nurmala (sambil membawa buku rapor dan
memberikannya kepada wali) yang kedua ..., ketiga Muhammad Haikal, yang keempat ..., yang kelima
Arai...

Ayah               : (tersenyum bangga, lalu berdiri, berjalan menuju podium dan menerima buku rapor)

Pak Mustar  : Selamat Bapak, anak Anda berprestasi.

Pak Balia        : Selamat, Pak. Ikal dan Arai adalah anak berbakat. Pesankan pada pada mereka, tetap
rajin-rajinlah belajar. (tersenyum sambil menyalami Ayah).

Ayah               : (Mengangguk-angguk). Terima kasih (tersenyum sambil menyalamu Pak Mustar dan Pak
Balia).

ADEGAN 7

                Semester pertama, rangkingku dan Arai tidaklah buruk namun itu mengejutkan bagi kami. Aku
rangking lima, Arai rangking tujuh. Sedangkan kawan kami Jimbron berada di posisi tujuh puluh delapan
dari 160 siswa kelas sepuluh di SMA Negeri Bukan Main.

                Usai pembagian rapor para orang tua atau walinya menemui anak-anak mereka. Termasuk
Jimbron, meskipun kedua orang tuanya sudah meninggal, tetapi ia memiliki paman seperti Pendeta
Giovani yang baik.

Jimbron         : Paman, ma..ma af kan saya. Ji.. jika hasilnya ku..kurang baik (menunduk, berkata gagap).

Pendeta Gio       : Jimbron, tidak apa-apa, kamu anak yang baik. Tetap rajin belajar dan kerja keras.
Supaya ayah dan ibu kau merasa senang di sana. (Bicara pelan, sambil menepuk pundak Jimbron).

Jimbron         : (Mengangguk-angguk, lalu pergi mendekat ke Ikal dan Arai).

                Arai, Ikal, dan Jimbron berdiri sejajar. Orang orang berlalu lalang, diantaranya banyak yang
mengucapkan selamata pada Arai dan Ikal.

Arai        : Hei, kalian nak cepat-cepat pulang?

Murid 2          : Hei, iya. Kau hebat selamat ya.

Murid 3          : Iya, kau Ikal hebat sekali masuk tiga besar dan kau Arai masuk sepuluh besar. Hei,
(menepuk pundak Jimbron) kau Jimbro, kau kawan paling hebat dari di sekolah ini... haha (tertawa
bercanda).

Jimbron         : (senyum) Te.. Trimakasih.

(Semua tertawa bersama)

                Memang, biasanya acara pembagian rapor akan berakhir dengan maki-makian kasar orang tua
pada anak-anaknya di bawah jajaran pohon bungur di depan aula tadi. Tapi Ayah menemui Ikal dan Arai
yang sedari tadi menunggu dekat parkiran tempat ayah memarkirkan sepeda dengan tersenyum dan
tidak banyak kata.

Ayah               : (Berjalan pelan tersenyum menatap Ikal dan Arai).

Ikal dan Arai : (Berdiri, tersenyum, menyalami dan mencium tangan Ayah).

Ayah               : (Diam, menatap satu per satu Ikal dan Arai. Lalu menepuk pundak Ikal, mengelus rambut
Arai, dan senyum kepada Jimbron).

Ayah               : Assalamu’alaykum (pergi, lalu mengambil sepeda).

Ikal, Arai, Jimbron  : Wa’alaykum salam.

Ikal                  : (Menatap ayah pergi).

                      Cuma kata itu, cuma senyum itu. Ayahku tetap terdiam dengan senyumnya. Tapi ia adalah
ayah juara satu buat aku.

Anda mungkin juga menyukai