Anda di halaman 1dari 74

Teori teori evolusi

Evolusi adalah suatu proses perubahan makhluk hidup secara bertahap dan
membutuhkan waktu yang lama dari bentuk yang sederhana, menjadi bentuk yang
lebih kompleks. Diperlukan waktu jutaan tahun agar perubahan tersebut nampak
lebih jelas. 

Terdapat dua macam evolusi :


 Evolusi Progresif : Evolusi yang menuju pada kemungkinan dapat bertahan
hidup.
 Evolusi Regresif (retrogresif) : Evolusi yang menuju pada kemungkinan
menjadi punah.
Teori evolusi itu sendiri adalah perpaduan antara ide (gagasan) dan fakta. Berikut
teori dari para ilmuan mengenai Evolusi makhluk hidup:

1) Jean Baptise Lamarck


Idenya mengenai evolusi, di tuangkan di dalam buku berjudul "Philosophic
zoologique". Dalam buku tersebut, Lamarck mengungkapkan :
 Alam sekitar/lingkungan mempunyai pengaruh pada ciri-ciri atau sifat yang
diwariskan
 Ciri-ciri/sifat tersebut akan diwariskan kepada keturunannya
 organ yang sering digunakan akan berkembang, sedangkan apabila tidak
digunakan akan mengalami kemunduran bahkan hilang
Contoh : Lamacrk berpendapat bahwa dahulu, jerapah memiliki leher yang pendek.
Bagi keturunan jerapah yang dapat beradaptasi baik dengan lingkungan (dapat
mengambil makanan di pohon yang tinggi),  leher jerapah akan berkembang menjadi
lebih panjang. Jerapah yang telah beradaptasi menjadi leher panjang tersebut, akan
mewariskan sifat-sifat kepada keturunannya. Namun sebaliknya, bagi keturunan
jerapah yang tidak dapat beradaptasi baik dengan lingkungan, maka ia akan
mengalami kemunduran.  
Teori Lamarck
2) Charles Darwin

Charles Darwin juga menerbitkan buku mengenai asal mula spesies pada tahun
1859, dengan judul "on the ofiginof species by means of natural selection" atau "the
preservation of favored races in the struggle for life". Mengenai Evolusi, Darwin
berpendapat :
 Yang menjadi dasar evolusi organik bukan dari adaptasi lingkungan,
melainkan karena seleksi alam dan seksual
 Seleksi alam berupa "pertarungan" dalam kehidupan, yang kuat akan terus
hidup
 Setiap populasi berkecenderungan untuk tumbuh banyak karena proses
bereproduksi
 Untuk berkembang biak, diperlukan adanya makanan dan ruang yang cukup
 Bertambahnya suatu populasi tidak berjalan terus-menerus

Teori Darwin
3) Alfred Wallace
Memiliki pendapat yang sama dengan Charles Darwin, bahwa spesies yang ada
sekarang, berasal dari spesies masa silam yang mampu bertahan hidup.

4) Count De Buffen 
Menyatakan bahwa variasi-variasi kecil yang terjadi karena pengaruh alam sekitar
yang diwariskan. Dengan demikian, kemampuan beradaptasi dengan lingkungan
akan menyebabkan terjadinya variasi yang mengarah pada terbentuknya spesies
baru. 

5) Sir Charles Lyeel


Menyatakan bahwa batuan, pulau-pulau, dan benua mengalami perubahan.

6) Thomas Robert Malthus 


Menyatakan bahwa pertambahan jumlah penduduk naik seperti deret ukur,
sedangkan bahan makanan yang tersedia, naik seperti nilai hitung. 

7) Anaximender
Bumi pada awalnya merupakan lautan, lalu berkembang menjadi daratan. Para
makhluk hidup aquatik pun termodifikasi sehingga dapat hidup di darat. Pada
manusia, terdapat masa"part fish" dan "part human" yang disebut merman dan
mermaid. penampilan seperti ikan ini ada pada masa dalam kandungan bayi selama
proses perkembangan. Kemudian, penampilan tersebut akan hilang pada manusia
dewasa.   
8) Aristoteles
Benda-benda hidup berkembang makin sempurna karena pengaruh kekuatan
tertentu, yaknientelecy, dan makhluk hidup di daratan berasal dari makhluk hidup di
lautan.

9) Epicurus
Epicurus sependapat dengan Aristoteles bahwa organisme berubah dan
berkembang makin kompleks dan makin maju. Namun bukan karena
faktor entelecy yang mempengaruhinya, melainkan karena faktor "natural law".

10) August Weismann

Ilmuan ini melengkapi teori evolusi Darwin dengan teori genetika modern.
Menurutnya, evolusi adalah masalah genetika, yakni soal keturunan bagaimana
mewariskan gen-gen melalui sel kelamin.

Pro dan Kontra tentang berbagai pendapat masalah Evolusi

Lamarck vs Weismann
Weismann menentang pendapat Lamarck, mengenai sifat-sifat makhluk hidup yang
diperoleh melalui proses keturunan dari induknya. Maka, weismann di sini
melakukan percobaan dengan memotong ekor tikus yang panjang, namun pada
hasilnya, sampai kepada generasi-20, keturunan induk tikus yang ekornya di potong
tadi, tetap berukuran panjang.

Lamack vs Darwin
Mereka berpendapat mengenai jerapah berleher panjang
Lamarck : Semula, jerapah berleher pendek, namun karena beradaptasi dengan
lingkungan (selalu memakan dedaunan di pohon yang tinggi), maka lehernyapun
menjadi panjang
Darwin : Dalam populasi, ada jerapah berleher pendek, dan ada yang berleher
panjang. Dalam kompetisi untuk mendapatkan makanan, jerapah berleher panjang
lebih unggul daripada jerapah berleher pendek, sehingga populasi yang sampai
sekarang masih dapat kita lihat adalah jerapah berleher panjang. 
Teori Lamarck dan Darwin
Bukti-Bukti Adanya Evolusi

a) Fosil 
Merupakan sisa-sisa, cetakan ataupun berkas dari hewan maupun tumbuhan yang
telah membatu. Fosil ini sebagai bukti adanya peristiwa evolusi yang dapat
menentukan umur dengan cara menghitung laju erosi, sedimentasi, kandungan
garam, dan kadar radio aktif.

b) Homologi
Dua organ tubuh dikatakan homolog, apabila mempunyai asal sama (secara
embrilogik), tetapi fungsi dan bentuknya berbeda. Contoh : alat gerak manusia dan
sirip ikan. (memiliki bentuk rangka yang sama, namun berbeda fungsinya).n

Homologi
c) Analogi
Merupakan kebalikan dari homologi, yaitu mempunyai asal yang berbeda, namun
memiliki fungsi yang sama. Contoh : sayap kupu-kupu dengan sayap kelelawar
(memiliki bentuk rangka yang berbeda, namun memiliki satu fungsi yang sama, yaitu
untuk terbang).
Analogi
d) Embriologi Perbandingan
Merupakan hewan-ewan kelas vertebrata, seperti ikan, reptil, aves dan mamalia,
meskipun tubuh individu dewasanya berbeda, namun fase perkembangan
embrionya sangat mirip (lihat pada gambar, urutan paling atas horizontal, embrio
dari manusia, hewan memiliki kemiripan). Embriologi perbandingan ini dibagi
menjadi dua :

 Ontogeni : perkembangan individu mulai dari sel telur hingga individu tersebut
mati
 Filogeni : Sejarah perkembangan organisme dari filum yang paling sederhana
hingga yang paling sempurna

Perkembangan Embrio
e) Adanya variasi dalam satu spesies
Individu yang termasuk dalam suatu spesies tidak pernah bersifat identik (sama
persis). variasi ini terjadi karena faktor genetis dan lingkungan.

f) Petunjuk secara biokimia


Digunakan uji presipitin (endapan) yang pada dasarnya adanya reaksi antara
antigen-antibodi. semakin banyak endapan yang terbentuk maka semakin jauh
hubungan kekerabatannya.

g) Adanya Organ-Organ tubuh yang terseisa


Organ-organ tubuh yang tersisa nerupakan bukti adanya proses evolusi. organ-oran
ini sudah tidak berguna, namun masih dijumpai pada manusia, antara lain :
 umbai cacing (apendiks)
 tulang ekor
 gigi taring yang runcing
 rambut pada dada
h) Petunjuk Peristiwa Domestikasi
Pembudidayaan makhluk hidup (domestikasi) dapat mengakibatkan terjadinya
perubahan fenotipe sesuai dengan keinginan manusia. cara ini, dapat
mengevolusikan makhluk hidup, artinya, dapat menghasilkan suatu varietas baru
yang dikehendaki manusia berdasarkan sifat-sifat yang berbeda. 

Mekanisme Evolusi

Evolusi dapat berlangsung karena :

1) Mutasi
   Mutasi adalah perubahan materi genetik (gen/kromosom) yang dapat diwariskan
secara genetik pada keturunannya. Mutasi ini akan menghasilkan alel baru,
kemudian melalui proses perkawinan (kombinasi) akan menghasilkan variasi baru.  

2) Seleksi Alam
   Seleksi terhadap anggota populasi sehingga anggota yang kuat dan sehat yang
dapat bertahan hidup. (teori Darwin : "survival of the fittest")

Pendapat Teilhard de Chardin mengenai proses evolusi 

Menurut Teilhard, proses evolusi dibagi menjadi 3 tahap :

1) Tahap Geosfer
Meripakan tahap pra-hidup (sebelum adanya kehidupan). tahap perubahan ini
terutama menyangkut pada perubahan tata surya.

2) Tahap Biosfer
Permasalahan pada tahap ini adalah "loncatan" munculnya manusia.

3) Tahap Nesosfer
Menurut Teilhard, yang penting pada makhluk hidup, dalam hal ini, manusia adalah
terjadinya evolusi melalui kesadaran batinnya yang semakin mantap.
AdChoices
Evolusi (dalam kajian biologi) berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu populasi
organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan
oleh kombinasi tiga proses utama: variasi, reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi
dasar evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup
dan menjadi bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi, keturunannya
akan mempunyai sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen akibat
mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antar spesies. Pada spesies yang bereproduksi
secara seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh rekombinasi genetika, yang
dapat meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi terjadi ketika perbedaan-perbedaan
terwariskan ini menjadi lebih umum atau langka dalam suatu populasi.

Evolusi didorong oleh dua mekanisme utama, yaitu seleksi alam dan hanyutan genetik.
Seleksi alam merupakan sebuah proses yang menyebabkan sifat terwaris yang berguna untuk
keberlangsungan hidup dan reproduksi organisme menjadi lebih umum dalam suatu populasi
- dan sebaliknya, sifat yang merugikan menjadi lebih berkurang. Hal ini terjadi karena
individu dengan sifat-sifat yang menguntungkan lebih berpeluang besar bereproduksi,
sehingga lebih banyak individu pada generasi selanjutnya yang mewarisi sifat-sifat yang
menguntungkan ini.[1][2] Setelah beberapa generasi, adaptasi terjadi melalui kombinasi
perubahan kecil sifat yang terjadi secara terus menerus dan acak ini dengan seleksi alam.[3]
Sementara itu, hanyutan genetik (Bahasa Inggris: Genetic Drift) merupakan sebuah proses
bebas yang menghasilkan perubahan acak pada frekuensi sifat suatu populasi. Hanyutan
genetik dihasilkan oleh probabilitas apakah suatu sifat akan diwariskan ketika suatu individu
bertahan hidup dan bereproduksi.

Walaupun perubahan yang dihasilkan oleh hanyutan dan seleksi alam kecil, perubahan ini
akan berakumulasi dan menyebabkan perubahan yang substansial pada organisme. Proses ini
mencapai puncaknya dengan menghasilkan spesies yang baru.[4] Dan sebenarnya, kemiripan
antara organisme yang satu dengan organisme yang lain mensugestikan bahwa semua spesies
yang kita kenal berasal dari nenek moyang yang sama melalui proses divergen yang terjadi
secara perlahan ini.[1]

Dokumentasi fakta-fakta terjadinya evolusi dilakukan oleh cabang biologi yang dinamakan
biologi evolusioner. Cabang ini juga mengembangkan dan menguji teori-teori yang
menjelaskan penyebab evolusi. Kajian catatan fosil dan keanekaragaman hayati organisme-
organisme hidup telah meyakinkan para ilmuwan pada pertengahan abad ke-19 bahwa
spesies berubah dari waktu ke waktu.[5][6] Namun, mekanisme yang mendorong perubahan ini
tetap tidaklah jelas sampai pada publikasi tahun 1859 oleh Charles Darwin, On the Origin of
Species yang menjelaskan dengan detail teori evolusi melalui seleksi alam.[7] Karya Darwin
dengan segera diikuti oleh penerimaan teori evolusi dalam komunitas ilmiah.[8][9][10][11] Pada
tahun 1930, teori seleksi alam Darwin digabungkan dengan teori pewarisan Mendel,
membentuk sintesis evolusi modern,[12] yang menghubungkan satuan evolusi (gen) dengan
mekanisme evolusi (seleksi alam). Kekuatan penjelasan dan prediksi teori ini mendorong riset
yang secara terus menerus menimbulkan pertanyaan baru, di mana hal ini telah menjadi
prinsip pusat biologi modern yang memberikan penjelasan secara lebih menyeluruh tentang
keanekaragaman hayati di bumi.[9][10][13]

Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya
biologi evolusioner telah berakar sejak zaman Aristoteles. Namun, Darwin adalah ilmuwan
pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi
pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin mengenai evolusi yang terjadi karena seleksi
alam dianggap oleh mayoritas komunitas sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan
peristiwa evolusi.[14]

Daftar isi
 1 Sejarah pemikiran evolusi
 2 Dasar genetik evolusi
 3 Variasi
o 3.1 Mutasi
o 3.2 Jenis kelamin dan rekombinasi
o 3.3 Genetika populasi
o 3.4 Aliran gen
 4 Mekanisme
o 4.1 Seleksi alam
o 4.2 Hanyutan genetika
 5 Akibat evolusi
o 5.1 Adaptasi
o 5.2 Koevolusi
o 5.3 Kooperasi
o 5.4 Pembentukan spesies baru (Spesiasi)
o 5.5 Kepunahan
 6 Sejarah evolusi kehidupan
o 6.1 Asal usul kehidupan
o 6.2 Nenek moyang bersama
o 6.3 Evolusi kehidupan
 7 Tanggapan sosial dan budaya
 8 Aplikasi
 9 Lihat pula
 10 Referensi
 11 Pranala luar

Sejarah pemikiran evolusi


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah pemikiran evolusi
Alfred Wallace, dikenal sebagai Bapak Biogeografi Evolusi

Charles Darwin pada usia 51, beberapa waktu setelah mempublikasi buku On the Origin of
Species.

Pemikiran-pemikiran evolusi seperi nenek moyang bersama dan transmutasi spesies telah ada
paling tidak sejak abad ke-6 SM ketika hal ini dijelaskan secara rinci oleh seorang filsuf
Yunani, Anaximander.[15] Beberapa orang dengan pemikiran yang sama meliputi
Empedokles, Lucretius, biologiawan Arab Al Jahiz,[16] filsuf Persia Ibnu Miskawaih, Ikhwan
As-Shafa,[17] dan filsuf Cina Zhuangzi.[18] Seiring dengan berkembangnya pengetahuan
biologi pada abad ke-18, pemikiran evolusi mulai ditelusuri oleh beberapa filsuf seperti
Pierre Maupertuis pada tahun 1745 dan Erasmus Darwin pada tahun 1796.[19] Pemikiran
biologiawan Jean-Baptiste Lamarck tentang transmutasi spesies memiliki pengaruh yang
luas. Charles Darwin merumuskan pemikiran seleksi alamnya pada tahun 1838 dan masih
mengembangkan teorinya pada tahun 1858 ketika Alfred Russel Wallace mengirimkannya
teori yang mirip dalam suratnya "Surat dari Ternate". Keduanya diajukan ke Linnean Society
of London sebagai dua karya yang terpisah.[20] Pada akhir tahun 1859, publikasi Darwin, On
the Origin of Species, menjelaskan seleksi alam secara mendetail dan memberikan bukti yang
mendorong penerimaan luas evolusi dalam komunitas ilmiah.

Perdebatan mengenai mekanisme evolusi terus berlanjut, dan Darwin tidak dapat
menjelaskan sumber variasi terwariskan yang diseleksi oleh seleksi alam. Seperti Lamarck, ia
beranggapan bahwa orang tua mewariskan adaptasi yang diperolehnya selama hidupnya,[21]
teori yang kemudian disebut sebagai Lamarckisme.[22] Pada tahun 1880-an, eksperimen
August Weismann mengindikasikan bahwa perubahan ini tidak diwariskan, dan Lamarkisme
berangsur-angsur ditinggalkan.[23][24] Selain itu, Darwin tidak dapat menjelaskan bagaimana
sifat-sifat diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Pada tahun 1865, Gregor
Mendel menemukan bahwa pewarisan sifat-sifat dapat diprediksi.[25] Ketika karya Mendel
ditemukan kembali pada tahun 1900-an, ketidakcocokan atas laju evolusi yang diprediksi
oleh genetikawan dan biometrikawan meretakkan hubungan model evolusi Mendel dan
Darwin.

Walaupun demikian, adalah penemuan kembali karya Gregor Mendel mengenai genetika
(yang tidak diketahui oleh Darwin dan Wallace) oleh Hugo de Vries dan lainnya pada awal
1900-an yang memberikan dorongan terhadap pemahaman bagaimana variasi terjadi pada
sifat tumbuhan dan hewan. Seleksi alam menggunakan variasi tersebut untuk membentuk
keanekaragaman sifat-sifat adaptasi yang terpantau pada organisme hidup. Walaupun Hugo
de Vries dan genetikawan pada awalnya sangat kritis terhadap teori evolusi, penemuan
kembali genetika dan riset selanjutnya pada akhirnya memberikan dasar yang kuat terhadap
evolusi, bahkan lebih meyakinkan daripada ketika teori ini pertama kali diajukan.[26]
Kontradiksi antara teori evolusi Darwin melalui seleksi alam dengan karya Mendel disatukan
pada tahun 1920-an dan 1930-an oleh biologiawan evolusi seperti J.B.S. Haldane, Sewall
Wright, dan terutama Ronald Fisher, yang menyusun dasar-dasar genetika populasi. Hasilnya
adalah kombinasi evolusi melalui seleksi alam dengan pewarisan Mendel menjadi sintesis
evolusi modern.[27] Pada tahun 1940-an, identifikasi DNA sebagai bahan genetika oleh
Oswald Avery dkk. beserta publikasi struktur DNA oleh James Watson dan Francis Crick
pada tahun 1953, memberikan dasar fisik pewarisan ini. Sejak saat itu, genetika dan biologi
molekuler menjadi inti biologi evolusioner dan telah merevolusi filogenetika.[12]

Pada awal sejarahnya, biologiawan evolusioner utamanya berasal dari ilmuwan yang
berorientasi pada bidang taksonomi. Seiring dengan berkembangnya sintesis evolusi modern,
biologi evolusioner menarik lebih banyak ilmuwan dari bidang sains biologi lainnya.[12]
Kajian biologi evolusioner masa kini melibatkan ilmuwan yang berkutat di bidang biokimia,
ekologi, genetika, dan fisiologi. Konsep evolusi juga digunakan lebih lanjut pada bidang
seperti psikologi, pengobatan, filosofi, dan ilmu komputer.

Dasar genetik evolusi


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pengenalan evolusi, Genetika, Hereditas, dan
Kromosom

Struktur DNA. Basa nukleotida berada di tengah, dikelilingi oleh rantai fosfat-gula dalam
bentuk heliks ganda.

Evolusi organisme terjadi melalui perubahan pada sifat-sifat yang terwariskan. Warna mata
pada manusia, sebagai contohnya, merupakan sifat-sifat yang terwariskan ini.[28] Sifat
terwariskan dikontrol oleh gen dan keseluruhan gen dalam suatu genom organisme disebut
sebagai genotipe.[29]

Keseluruhan sifat-sifat yang terpantau pada perilaku dan struktur organisme disebut sebagai
fenotipe. Sifat-sifat ini berasal dari interaksi genotipe dengan lingkungan.[30] Oleh karena itu,
tidak setiap aspek fenotipe organisme diwariskan. Kulit berwarna gelap yang dihasilkan dari
penjemuran matahari berasal dari interaksi antara genotipe seseorang dengan cahaya
matahari; sehingga warna kulit gelap ini tidak akan diwarisi ke keturunan orang tersebut.
Walaupun begitu, manusia memiliki respon yang berbeda terhadap cahaya matahari, dan ini
diakibatkan oleh perbedaan pada genotipenya. Contohnya adalah individu dengan sifat albino
yang kulitnya tidak akan menggelap dan sangat sensitif terhadap sengatan matahari.[31]

Sifat-sifat terwariskan diwariskan antar generasi via DNA, sebuah molekul yang dapat
menyimpan informasi genetika.[29] DNA merupakan sebuah polimer yang terdiri dari empat
jenis basa nukleotida. Urutan basa pada molekul DNA tertentu menentukan informasi
genetika. Bagian molekul DNA yang menentukan sebuah satuan fungsional disebut gen; gen
yang berbeda mempunyai urutan basa yang berbeda. Dalam sel, unting DNA yang panjang
berasosiasi dengan protein, membentuk struktur padat yang disebut kromosom. Lokasi
spesifik pada sebuah kromosom dikenal sebagai lokus. Jika urutan DNA pada sebuah lokus
bervariasi antar individu, bentuk berbeda pada urutan ini disebut sebagai alel. Urutan DNA
dapat berubah melalui mutasi, menghasilkan alel yang baru. Jika mutasi terjadi pada gen, alel
yang baru dapat memengaruhi sifat individu yang dikontrol oleh gen, menyebabkan
perubahan fenotipe organisme. Walaupun demikian, manakala contoh ini menunjukkan
bagaimana alel dan sifat bekerja pada beberapa kasus, kebanyakan sifat lebih kompleks dan
dikontrol oleh interaksi banyak gen.[32][33]

Variasi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Keanekaragaman genetik dan Genetika populasi

Fenotipe suatu individu organisme dihasilkan dari genotipe dan pengaruh lingkungan
organisme tersebut. Variasi fenotipe yang substansial pada sebuah populasi diakibatkan oleh
perbedaan genotipenya.[33] Sintesis evolusioner modern mendefinisikan evolusi sebagai
perubahan dari waktu ke waktu pada variasi genetika ini. Frekuensi alel tertentu akan
berfluktuasi, menjadi lebih umum atau kurang umum relatif terhadap bentuk lain gen itu.
Gaya dorong evolusioner bekerja dengan mendorong perubahan pada frekuensi alel ini ke
satu arah atau lainnya. Variasi menghilang ketika sebuah alel mencapai titik fiksasi, yakni
ketika ia menghilang dari suatu populasi ataupun ia telah menggantikan keseluruhan alel
leluhur.[34]

Variasi berasal dari mutasi bahan genetika, migrasi antar populasi (aliran gen), dan perubahan
susunan gen melalui reproduksi seksual. Variasi juga datang dari tukar ganti gen antara
spesies yang berbeda; contohnya melalui transfer gen horizontal pada bakteria dan hibridisasi
pada tanaman.[35] Walaupun terdapat variasi yang terjadi secara terus menerus melalui proses-
proses ini, kebanyakan genom spesies adalah identik pada seluruh individu spesies tersebut.
[36]
Namun, bahkan perubahan kecil pada genotipe dapat mengakibatkan perubahan yang
dramatis pada fenotipenya. Misalnya simpanse dan manusia hanya berbeda pada 5%
genomnya.[37]

Mutasi

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Mutasi dan Evolusi molekuler
Penggandaan pada kromosom

Variasi genetika berasal dari mutasi acak yang terjadi pada genom organisme. Mutasi
merupakan perubahan pada urutan DNA sel genom dan diakibatkan oleh radiasi, virus,
transposon, bahan kimia mutagenik, serta kesalahan selama proses meiosis ataupun replikasi
DNA.[38][39][40] Mutagen-mutagen ini menghasilkan beberapa jenis perubahan pada urutan
DNA. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan produk gen, mencegah gen berfungsi, atupun
tidak menghasilkan efek sama sekali. Kajian pada lalat Drosophila melanogaster
menunjukkan bahwa jika sebuah mutasi mengubah protein yang dihasilkan oleh sebuah gen,
70% mutasi ini memiliki efek yang merugikan dan sisanya netral ataupun sedikit
menguntungkan.[41] Oleh karena efek-efek merugikan mutasi terhadap sel, organisme
memiliki mekanisme reparasi DNA untuk menghilangkan mutasi.[38] Oleh karena itu, laju
mutasi yang optimal untuk sebuah spesies merupakan kompromi bayaran laju mutasi tinggi
yang merugikan, dengan bayaran metabolik sistem mengurangi laju mutasi, seperti enzim
reparasi DNA.[42] Beberapa spesies seperti retrovirus memiliki laju mutasi yang tinggi,
sedemikian rupanya keturunannya akan memiliki gen yang bermutasi.[43] Mutasi cepat seperti
ini dipilih agar virus ini dapat secara konstan dan cepat berevolusi, sehingga dapat
menghindari respon sistem immun manusia.[44]

Mutasi dapat melibatkan duplikasi fragmen DNA yang besar, yang merupakan sumber utama
bahan baku untuk gen baru yang berevolusi, dengan puluhan sampai ratusan gen terduplikasi
pada genom hewan setiap satu juta tahun.[45] Kebanyakan gen merupakan bagian dari famili
gen leluhur yang sama yang lebih besar.[46]

Gen dihasilkan oleh beberapa metode, umumnya melalui duplikasi dan mutasi gen leluhur
ataupun dengan merekombinasi bagian gen yang berbeda, membentuk kombinasi baru
dengan fungsi yang baru.[47][48] Sebagai contoh, mata manusia menggunakan empat gen untuk
menghasilkan struktur yang dapat merasakan cahaya: tiga untuk sel kerucut, dan satu untuk
sel batang; keseluruhannya berasal dari satu gen leluhur tunggal.[49] Keuntungan duplikasi gen
(atau bahkan keseluruhan genom) adalah bahwa tumpang tindih atau fungsi berlebih pada gen
ganda mengijinkan alel-alel dipertahankan (jika tidak akan membahayakan), sehingga
meningkatkan keanekaragaman genetika.[50]

Perubahan pada bilangan kromosom dapat melibatkan mutasi yang bahkan lebih besar,
dengan segmen DNA dalam kromosom terputus kemudian tersusun kembali. Sebagai contoh,
dua kromosom pada genus Homo bersatu membentuk kromosom 2 manusia; pernyatuan ini
tidak terjadi pada garis keturunan kera lainnya, dan tetap dipertahankan sebagai dua
kromosom terpisah.[51] Peran paling penting penataan ulang kromosom ini pada evolusi
kemungkinan adalah untuk mempercepat divergensi populasi menjadi spesies baru dengan
membuat populasi tidak saling berkembang biak, sehingga mempertahankan perbedaan
genetika antara populasi ini.[52]

Urutan DNA yang dapat berpindah pada genom, seperti transposon, merupakan bagian utama
pada bahan genetika tanaman dan hewan, dan dapat memiliki peran penting pada evolusi
genom.[53] Sebagai contoh, lebih dari satu juta kopi urutan Alu terdapat pada genom manusia,
dan urutan-urutan ini telah digunakan untuk menjalankan fungsi seperti regulasi ekspresi gen.
[54]
Efek lain dari urutan DNA yang bergerak ini adalah ketika ia berpindah dalam suatu
genom, ia dapat memutasikan atau mendelesi gen yang telah ada, sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetika.[39]

Jenis kelamin dan rekombinasi

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Rekombinasi genetika dan Reproduksi seksual

Pada organisme aseksual, gen diwariskan bersama, atau ditautkan, karena ia tidak dapat
bercampur dengan gen organisme lain selama reproduksi. Keturunan organisme seksual
mengandung campuran acak kromosom leluhur yang dihasilkan melalui pemilahan bebas.
Pada proses rekombinasi genetika terkait, organisme seksual juga dapat bertukarganti DNA
antara dua kromosom yang berpadanan.[55] Rekombinasi dan pemilahan ulang tidak
mengubahan frekuensi alel, namun mengubah alel mana yang diasosiasikan satu sama
lainnya, menghasilkan keturunan dengan kombinasi alel yang baru.[56] Manakala proses ini
meningkatkan variasi pada keturunan individu apapun, pencampuran genetika dapat
diprediksi untuk tidak menghasilkan efek, meningkatkan, ataupun mengurangi variasi
genetika pada populasi, bergantung pada bagaimana ragam alel pada populasi tersebut
terdistribusi. Sebagai contoh, jika dua alel secara acak terdistribusi pada sebuah populasi,
maka jenis kelamin tidak akan memberikan efek pada variasi. Namun, jika dua alel
cenderung ditemukan sebagai satu pasang, maka pencampuran genetika akan
menyeimbangkan distribusi tak-acak ini, dan dari waktu ke waktu membuat organisme pada
populasi menjadi lebih mirip satu sama lainnya.[56] Efek keseluruhan jenis kelamin pada
variasi alami tidaklah jelas, namun riset baru-baru ini menunjukkan bahwa jenis kelamin
biasanya meningkatkan variasi genetika dan dapat meningkatkan laju evolusi.[57][58]

Rekombinasi mengijinkan alel sama yang berdekatan satu sama lainnya pada unting DNA
diwariskan secara bebas. Namun laju rekombinasi adalah rendah, karena pada manusia
dengan potongan satu juta pasangan basa DNA, terdapat satu di antara seratus peluang
kejadian rekombinasi terjadi per generasi. Akibatnya, gen-gen yang berdekatan pada
kromosom tidak selalu disusun ulang menjauhi satu sama lainnya, sehingga cenderung
diwariskan bersama.[59] Kecenderungan ini diukur dengan menemukan bagaimana sering dua
alel gen yang berbeda ditemukan bersamaan, yang disebut sebagai ketakseimbangan
pertautan (linkage disequilibrium). Satu set alel yang biasanya diwariskan bersama sebagai
satu kelompok disebut sebagai haplotipe.

Reproduksi seksual membantu menghilangkan mutasi yang merugikan dan mempertahankan


mutasi yang menguntungkan.[60] Sebagai akibatnya, ketika alel tidak dapat dipisahkan dengan
rekombinasi (misalnya kromosom Y mamalia yang diwariskan dari ayah ke anak laki-laki),
mutasi yang merugikan berakumulasi.[61][62] Selain itu, rekombinasi dan pemilahan ulang
dapat menghasilkan individu dengan kombinasi gen yang baru dan menguntungkan. Efek
positif ini diseimbangkan oleh fakta bahwa proses ini dapat menyebabkan mutasi dan
pemisahan kombinasi gen yang menguntungkan.[60]

Genetika populasi

Biston Betularia putih

Biston Betularia hitam

Dari sudut pandang genetika, evolusi ialah perubahan pada frekuensi alel dalam populasi
yang saling berbagi lungkang gen (gene pool) dari generasi yang satu ke generasi yang lain.
[63]
Sebuah populasi merupakan kelompok individu terlokalisasi yang merupakan spesies yang
sama. Sebagai contoh, semua ngengat dengan spesies yang sama yang hidup di sebuah hutan
yang terisolasi mewakili sebuah populasi. Sebuah gen tunggal pada populasi ini dapat
mempunyai bentuk-bentuk alternatif yang bertanggung jawab terhadap variasi antar fenotipe
organisme. Contohnya adalah gen yang bertanggung jawab terhadap warna ngengat
mempunyai dua alel: hitam dan putih. Lungkang gen merupakan keseluruhan set alel pada
sebuah populasi tunggal, sehingga tiap alel muncul pada lungkang gen beberapa kali. Fraksi
gen dalam lungkang gen yang merupakan alel tertentu disebut sebagai frekuensi alel. Evolusi
terjadi ketika terdapat perubahan pada frekuensi alel dalam sebuah populasi organisme yang
saling berkembangbiak; sebagai contoh alel untuk warna hitam pada populasi ngengat
menjadi lebih umum.

Untuk memahami mekanisme yang menyebabkan sebuah populasi berevolusi, adalah sangat
berguna untuk memperhatikan kondisi-kondisi apa saja yang diperlukan oleh suatu populasi
untuk tidak berevolusi. Asas Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel (variasi pada
sebuah gen) pada sebuah populasi yang cukup besar akan tetap konstan jika gaya dorong
yang terdapat pada populasi tersebut hanyalah penataan ulang alel secara acak selama
pembentukan sperma atau sel telur dan kombinasi acak alel sel kelamin ini selama
pembuahan.[64] Populasi seperti ini dikatakan sebagai dalam kesetimbangan Hardy-Weinberg
dan tidak berevolusi.[65]

Aliran gen
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Aliran gen, Hibrida, dan transfer gen horizontal

Singa jantan meninggalkan kelompok tempat ia lahir, dan menuju ke kelompok yang baru
untuk berkawin. Hal ini menyebabkan aliran gen antar kelompok singa.

Aliran gen merupakan pertukaran gen antar populasi, yang biasanya merupakan spesies yang
sama.[66] Contoh aliran gen dalam sebuah spesies meliputi migrasi dan perkembangbiakan
organisme atau pertukaran serbuk sari. Transfer gen antar spesies meliputi pembentukan
organisme hibrid dan transfer gen horizontal.

Migrasi ke dalam atau ke luar populasi dapat mengubah frekuensi alel, serta menambah
variasi genetika ke dalam suatu populasi. Imigrasi dapat menambah bahan genetika baru ke
lungkang gen yang telah ada pada suatu populasi. Sebaliknya, emigrasi dapat menghilangkan
bahan genetika. Karena pemisahan reproduksi antara dua populasi yang berdivergen
diperlukan agar terjadi spesiasi, aliran gen dapat memperlambat proses ini dengan
menyebarkan genetika yang berbeda antar populasi. Aliran gen dihalangi oleh barisan
gunung, samudera, dan padang pasir. Bahkan bangunan manusia seperti Tembok Raksasa
Cina dapat menghalangi aliran gen tanaman.[67]

Bergantung dari sejauh mana dua spesies telah berdivergen sejak leluhur bersama terbaru
mereka, adalah mungkin kedua spesies tersebut menghasilkan keturunan, seperti pada kuda
dan keledai yang hasil perkawinan campurannya menghasilkan bagal.[68] Hibrid tersebut
biasanya mandul, oleh karena dua set kromosom yang berbeda tidak dapat berpasangan
selama meiosis. Pada kasus ini, spesies yang berhubungan dekat dapat secara reguler saling
kawin, namun hibrid yang dihasilkan akan terseleksi keluar, dan kedua spesies ini tetap
berbeda. Namun, hibrid yang berkemampuan berkembang biak kadang-kadang terbentuk, dan
spesies baru ini dapat memiliki sifat-sifat antara kedua spesies leluhur ataupun fenotipe yang
secara keseluruhan baru.[69] Pentingnya hibridisasi dalam pembentukan spesies baru hewan
tidaklah jelas, walaupun beberapa kasus telah ditemukan pada banyak jenis hewan,[70] Hyla
versicolor merupakan contoh hewan yang telah dikaji dengan baik.[71]

Hibridisasi merupakan cara spesiasi yang penting pada tanaman, karena poliploidi (memiliki
lebih dari dua kopi pada setiap kromosom) dapat lebih ditoleransi pada tanaman
dibandingkan hewan.[72][73] Poliploidi sangat penting pada hibdrid karena ia mengijinkan
reproduksi, dengan dua set kromosom yang berbeda, tiap-tiap kromosom dapat berpasangan
dengan pasangan yang identik selama meiosis.[74] Poliploid juga memiliki keanekaragaman
genetika yeng lebih, yang mengijinkannya menghindari depresi penangkaran sanak
(inbreeding depression) pada populasi yang kecil.[75]

Transfer gen horizontal merupakan transfer bahan genetika dari satu organisme ke organisme
lainnya yang bukan keturunannya. Hal ini paling umum terjadi pada bakteri.[76] Pada bidang
pengobatan, hal ini berkontribusi terhadap resistansi antibiotik. Ketika satu bakteri
mendapatkan gen resistansi, ia akan dengan cepat mentransfernya ke spesies lainnya.[77]
Transfer gen horizontal dari bakteri ke eukariota seperti khamir Saccharomyces cerevisiae
dan kumbang Callosobruchus chinensis juga dapat terjadi.[78][79] Contoh transfer dalam skala
besar adalah pada eukariota bdelloid rotifers, yang tampaknya telah menerima gen dari
bakteri, fungi, dan tanaman.[80] Virus juga dapat membawa DNA antar organisme,
mengijinkan transfer gen antar domain.[81] Transfer gen berskala besar juga telah terjadi
antara leluhur sel eukariota dengan prokariota selama akuisisi kloroplas dan mitokondria.[82]

Mekanisme
Mekanisme utama untuk menghasilkan perubahan evolusioner adalah seleksi alam dan
hanyutan genetika. Seleksi alam memfavoritkan gen yang meningkatkan kapasitas
keberlangsungan dan reproduksi. Hanyutan genetika merupakan perubahan acak pada
frekuensi alel, disebabkan oleh percontohan acak (random sampling) gen generasi selama
reproduksi. Aliran gen merupakan transfer gen dalam dan antar populasi. Kepentingan relatif
seleksi alam dan hanyutan genetika dalam sebuah populasi bervariasi, tergantung pada
kuatnya seleksi dan ukuran populasi efektif, yang merupakan jumlah individu yang
berkemampuan untuk berkembang biak.[83] Seleksi alam biasanya mendominasi pada populasi
yang besar, sedangkan hanyutan genetika mendominasi pada populasi yang kecil. Dominansi
hanyutan genetika pada populasi yang kecil bahkan dapat menyebabkan fiksasi mutasi yang
sedikit merugikan.[84] Karenanya, dengan mengubah ukuran populasi dapat secara dramatis
memengaruhi arah evolusi. Leher botol populasi, di mana populasi mengecil untuk sementara
waktu dan kehilangan variasi genetika, menyebabkan populasi yang lebih seragam.[34] Leher
botol disebabkan oleh perubahan pada aliran gen, seperti migrasi yang menurun, ekspansi ke
habitat yang baru, ataupun subdivisi populasi.[83]

Seleksi alam

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Seleksi alam dan Kebugaran (biologi)

Seleksi alam populasi berwarna kulit gelap.

Seleksi alam adalah proses di mana mutasi genetika yang meningkatkan keberlangsungan dan
reproduksi suatu organisme menjadi (dan tetap) lebih umum dari generasi yang satu ke
genarasi yang lain pada sebuah populasi. Ia sering disebut sebagai mekanisme yang "terbukti
sendiri" karena:

 Variasi terwariskan terdapat dalam populasi organisme.


 Organisme menghasilkan keturunan lebih dari yang dapat bertahan hidup
 Keturunan-keturunan ini bervariasi dalam kemampuannya bertahan hidup dan
bereproduksi.

Kondisi-kondisi ini menghasilkan kompetisi antar organisme untuk bertahan hidup dan
bereproduksi. Oleh sebab itu, organisme dengan sifat-sifat yang lebih menguntungkan akan
lebih berkemungkinan mewariskan sifatnya, sedangkan yang tidak menguntungkan
cenderung tidak akan diwariskan ke generasi selanjutnya.

Konsep pusat seleksi alam adalah kebugaran evolusi organisme. Kebugaran evolusi
mengukur kontribusi genetika organisme pada generasi selanjutnya. Namun, ini tidaklah
sama dengan jumlah total keturunan, melainkan kebugaran mengukur proporsi generasi
tersebut untuk membawa gen sebuah organisme.[85] Karena itu, jika sebuah alel meningkatkan
kebugaran lebih daripada alel-alel lainnya, maka pada tiap generasi, alel tersebut menjadi
lebih umum dalam populasi. Contoh-contoh sifat yang dapat meningkatkan kebugaran adalah
peningkatan keberlangsungan hidup dan fekunditas. Sebaliknya, kebugaran yang lebih rendah
yang disebabkan oleh alel yang kurang menguntungkan atau merugikan mengakibatkan alel
ini menjadi lebih langka.[2] Adalah penting untuk diperhatikan bahwa kebugaran sebuah alel
bukanlah karakteristik yang tetap. Jika lingkungan berubah, sifat-sifat yang sebelumnya
bersifat netral atau merugikan bisa menjadi menguntungkan dan yang sebelumnya
menguntungkan bisa menjadi merugikan.[1].

Seleksi alam dalam sebuah populasi untuk sebuah sifat yang nilainya bervariasi, misalnya
tinggi badan, dapat dikategorikan menjadi tiga jenis. Yang pertama adalah seleksi berarah
(directional selection), yang merupakan geseran nilai rata-rata sifat dalam selang waktu
tertentu, misalnya organisme cenderung menjadi lebih tinggi.[86] Kedua, seleksi pemutus
(disruptive selection), merupakan seleksi nilai ekstrem, dan sering mengakibatkan dua nilai
yang berbeda menjadi lebih umum (dengan menyeleksi keluar nilai rata-rata). Hal ini terjadi
apabila baik organisme yang pendek ataupun panjang menguntungkan, sedangkan organisme
dengan tinggi menengah tidak. Ketiga, seleksi pemantap (stabilizing selection), yaitu seleksi
terhadap nilai-nilai ektrem, menyebabkan penurunan variasi di sekitar nilai rata-rata.[87] Hal
ini dapat menyebabkan organisme secara pelahan memiliki tinggi badan yang sama.

Kasus khusus seleksi alam adalah seleksi seksual, yang merupakan seleksi untuk sifat-sifat
yang meningkatkan keberhasilan perkawinan dengan meningkatkan daya tarik suatu
organisme.[88] Sifat-sifat yang berevolusi melalui seleksi seksual utamanya terdapat pada
pejantan beberapa spesies hewan. Walaupun sifat ini dapat menurunkan keberlangsungan
hidup individu jantan tersebut (misalnya pada tanduk rusa yang besar dan warna yang cerah
dapat menarik predator),[89] Ketidakuntungan keberlangsungan hidup ini diseimbangkan oleh
keberhasilan reproduksi yang lebih tinggi pada penjantan.[90]

Bidang riset yang aktif dalam bidang biologi evolusi pada saat ini adalah satuan seleksi,
dengan seleksi alam diajukan bekerja pada tingkat gen, sel, organisme individu, kelompok
organisme, dan bahkan spesies.[91][92] Dari model-model ini, tiada yang eksklusif, dan seleksi
dapat bekerja pada beberapa tingkatan secara serentak.[93] Di bawah tingkat individu, gen
yang disebut transposon berusaha menkopi dirinya di seluruh genom.[94] Seleksi pada tingkat
di atas individu, seperti seleksi kelompok, dapat mengijinkan evolusi ko-operasi.[95]

Hanyutan genetika

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Hanyutan genetika dan Ukuran populasi efektif

Simulasi hanyutan genetika 20 alel yang tidak bertaut pada jumlah populasi 10 (atas) dan 100
(bawah). Hanyutan mencapai fiksasi lebih cepat pada populasi yang lebih kecil.

Hanyutan genetika atau ingsut genetik merupakan perubahan frekuensi alel dari satu generasi
ke generasi selanjutnya yang terjadi karena alel pada suatu keturunan merupakan sampel acak
(random sample) dari orang tuanya; selain itu ia juga terjadi karena peranan probabilitas
dalam penentuan apakah suatu individu akan bertahan hidup dan bereproduksi atau tidak.[34]
Dalam istilah matematika, alel berpotensi mengalami galat percontohan (sampling error).
Karenanya, ketika gaya dorong selektif tidak ada ataupun secara relatif lemah, frekuensi-
frekuensi alel cenderung "menghanyut" ke atas atau ke bawah secara acak (langkah acak).
Hanyutan ini berhenti ketika sebuah alel pada akhirnya menjadi tetap, baik karena
menghilang dari populasi, ataupun menggantikan keseluruhan alel lainnya. Hanyutan
genetika oleh karena itu dapat mengeliminasi beberapa alel dari sebuah populasi hanya
karena kebetulan saja. Bahkan pada ketidadaan gaya selektif, hanyutan genetika dapat
menyebabkan dua populasi yang terpisah dengan stuktur genetik yang sama menghanyut
menjadi dua populasi divergen dengan set alel yang berbeda.[96]

Waktu untuk sebuah alel menjadi tetap oleh hanyutan genetika bergantung pada ukuran
populasi, dengan fiksasi terjadi lebih cepat dalam populasi yang lebih kecil.[97] Pengukuran
populasi yang tepat adalah ukuran populasi efektif, yakni didefinisikan oleh Sewall Wright
sebagai bilangan teoretis yang mewakili jumlah individu berkembangbiak yang akan
menunjukkan derajat perkembangbiakan terpantau yang sama.

Walaupun seleksi alam bertanggung jawab terhadap adaptasi, kepentingan relatif seleksi alam
dan hanyutan genetika dalam mendorong perubahan evolusioner secara umum merupakan
bidang riset pada biologi evolusioner.[98] Investigasi ini disarankan oleh teori evolusi
molekuler netral, yang mengajukan bahwa kebanyakan perubahan evolusioner merupakan
akibat dari fiksasi mutasi netral yang tidak memiliki efek seketika pada kebugaran suatu
organisme.[99] Sehingga, pada model ini, kebanyakan perubahan genetika pada sebuat
populasi merupakan akibat dari tekanan mutasi konstan dan hanyutan genetika.[100]

Akibat evolusi
Evolusi memengaruhi setiap aspek dari bentuk dan perilaku organisme. Yang paling terlihat
adalah adaptasi perilaku dan fisik yang diakibatkan oleh seleksi alam. Adaptasi-adaptasi ini
meningkatkan kebugaran dengan membantu aktivitas seperti menemukan makanan,
menghindari predator, dan menarik lawan jenis. Organisme juga dapat merespon terhadap
seleksi dengan berkooperasi satu sama lainnya, biasanya dengan saling membantu dalam
simbiosis. Dalam jangka waktu yang lama, evolusi menghasilkan spesies yang baru melalui
pemisahan populasi leluhur organisme menjadi kelompok baru yang tidak akan bercampur
kawin.

Akibat evolusi kadang-kadang dibagi menjadi makroevolusi dan mikroevolusi. Makroevolusi


adalah evolusi yang terjadi pada tingkat di atas spesies, seperti kepunahan dan spesiasi.
Sedangkan mikroevolusi adalah perubahan evolusioner yang kecil, seperti adaptasi yang
terjadi dalam spesies atau populasi. Secara umum, makroevolusi dianggap sebagai akibat
jangka panjang dari mikroevolusi.[101] Sehingga perbedaan antara mikroevolusi dengan
makroevolusi tidaklah begitu banyak terkecuali pada waktu yang terlibat dalam proses
tersebut.[102] Namun, pada makroevolusi, sifat-sifat keseluruhan spesies adalah penting.
Misalnya, variasi dalam jumlah besar di antara individu mengijinkan suatu spesies secara
cepat beradaptasi terhadap habitat yang baru, mengurangi kemungkinan terjadinya
kepunahan. Sedangkan kisaran geografi yang luas meningkatkan kemungkinan spesiasi
dengan membuat sebagian populasi menjadi terisolasi. Dalam pengertian ini, mikroevolusi
dan makroevolusi dapat melibatkan seleksi pada tingkat-tingkat yang berbeda, dengan
mikroevolusi bekerja pada gen dan organisme, versus makroevolusi yang bekerja pada
keseluruhan spesies dan memengaruhi laju spesiasi dan kepunahan.[103][104][105]

Terdapat sebuah miskonsepsi bahwa evolusi bersifat "progresif", namun seleksi alam tidaklah
memiliki tujuan jangka panjang dan tidak perlulah menghasilkan kompleksitas yang lebih
besar.[106] Walaupun spesies kompleks berkembang dari evolusi, hal ini terjadi sebagai efek
samping dari jumlah organisme yang meningkat, dan bentuk kehidupan yang sederhana tetap
lebih umum.[107] Sebagai contoh, mayoritas besar spesies adalah prokariota mikroskopis yang
membentuk setengah biomassa dunia walaupun bentuknya yang kecil,[108] serta merupakan
mayoritas pada biodiversitas bumi.[109] Organisme sederhana oleh karenanya merupakan
bentuk kehidupan yang dominan di bumi dalam sejarahnya sampai sekarang. Kehidupan
kompleks tampaknya lebih beranekaragam karena ia lebih mudah diamati.[110]

Adaptasi

Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Adaptasi.

Adaptasi merupakan struktur atau perilaku yang meningkatkan fungsi organ tertentu,
menyebabkan organisme menjadi lebih baik dalam bertahan hidup dan bereproduksi.[7] Ia
diakibatkan oleh kombinasi perubahan acak dalam skala kecil pada sifat organisme secara
terus menerus yang diikuti oleh seleksi alam varian yang paling cocok terhadap
lingkungannya.[111] Proses ini dapat menyebabkan penambahan ciri-ciri baru ataupun
kehilangan ciri-ciri leluhur. Contohnya adalah adaptasi bakteri terhadap seleksi antibiotik
melalui perubahan genetika yang menyebabkan resistansi antibiotik. Hal ini dapat dicapai
dengan mengubah target obat ataupun meningkatkan aktivitas transporter yang memompa
obat keluar dari sel.[112] Contoh lainnya adalah bakteri Escherichia coli yang berevolusi
menjadi berkemampuan menggunakan asam sitrat sebagai nutrien pada sebuah eksperimen
laboratorium jangka panjang,[113] ataupun Flavobacterium yang berhasil menghasilkan enzim
yang mengijinkan bakteri-bakteri ini tumbuh di limbah produksi nilon.[114][115]

Namun, banyak sifat-sifat yang tampaknya merupakan adapatasi sederhana sebenarnya


merupakan eksaptasi, yakni struktur yang awalnya beradaptasi untuk fungsi tertentu namun
secara kebetulan memiliki fungsi-fungsi lainnya dalam proses evolusi.[116] Contohnya adalah
cicak Afrika Holaspis guentheri yang mengembangkan bentuk kepala yang sangat pipih
untuk dapat bersembunyi di celah-celah retakan, seperti yang dapat dilihat pada kerabat dekat
spesies ini. Namun, pada spesies ini, kepalanya menjadi sangat pipih, sehingga hal ini
membantu spesies tersebut meluncur dari pohon ke pohon.[116] Contoh lainnya adalah
penggunaan enzim dari glikolisis dan metabolisme xenobiotik sebagai protein struktural yang
dinamakan kristalin (crystallin) dalam lensa mata organisme.[117][118]

Kerangka paus balin, label a dan b merupakan tulang kaki sirip yang merupakan adaptasi dari
tulang kaki depan; sedangkan c mengindikasikan tulang kaki vestigial.[119]

Ketika adaptasi terjadi melalui modifikasi perlahan pada stuktur yang telah ada, struktur
dengan organisasi internal dapat memiliki fungsi yang sangat berbeda pada organisme terkait.
Ini merupakan akibat dari stuktur leluhur yang diadaptasikan untuk berfungsi dengan cara
yang berbeda. Tulang pada sayap kelelawar sebagai contohnya, secara struktural sama
dengan tangan manusia dan sirip anjing laut oleh karena struktur leluhur yang sama yang
mempunyai lima jari. Ciri-ciri anatomi idiosinkratik lainnya adalah tulang pada pergelangan
panda yang terbentuk menjadi "ibu jari" palsu, mengindikasikan bahwa garis keturunan
evolusi suatu organisme dapat membatasi adaptasi apa yang memungkinkan.[120]

Selama adaptasi, beberapa struktur dapat kehilangan fungsi awalnya dan menjadi struktur
vestigial.[121] Struktur tersebut dapat memiliki fungsi yang kecil atau sama sekali tidak
berfungsi pada spesies sekarang, namun memiliki fungsi yang jelas pada spesies leluhur atau
spesies lainnya yang berkerabat dekat. Contohnya meliputi pseudogen,[122] sisa mata yang
tidak berfungsi pada ikan gua yang buta,[123] sayap pada burung yang tidak dapat terbang,[124]
dan keberadaan tulang pinggul pada ikan paus dan ular.[119] Contoh stuktur vestigial pada
manusia meliputi geraham bungsu,[125] tulang ekor,[121] dan umbai cacing (apendiks
vermiformis).[121]

Bidang investigasi masa kini pada biologi perkembangan evolusioner adalah perkembangan
yang berdasarkan adaptasi dan eksaptasi.[126] Riset ini mengalamatkan asal muasal dan evolusi
perkembangan embrio, dan bagaimana modifikasi perkembangan dan proses perkembangan
ini menghasilkan ciri-ciri yang baru.[127] Kajian pada bidang ini menunjukkan bahwa evolusi
dapat mengubah perkembangan dan menghasilkan struktur yang baru, seperti stuktur tulang
embrio yang berkembang menjadi rahang pada beberapa hewan daripada menjadi telinga
tengah pada mamalia.[128] Adalah mungkin untuk struktur yang telah hilang selama proses
evolusi muncul kembali karena perubahan pada perkembangan gen, seperti mutasi pada ayam
yang menyebabkan pertumbuhan gigi yang mirip dengan gigi buaya.[129] Adalah semakin jelas
bahwa kebanyakan perubahan pada bentuk organisme diakibatkan oleh perubahan pada
tingkat dan waktu ekspresi sebuah set kecil gen yang terpelihara.[130]

Koevolusi

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Koevolusi

Interaksi antar organisme dapat menghasilkan baik konflik maupuan koopreasi. Ketika
interaksi antar pasangan spesies, seperti patogen dengan inang atau predator dengan
mangsanya, spesies-spesies ini mengembangkan set adaptasi yang bersepadan. Dalam hal ini,
evolusi satu spesies menyebabkan adaptasi spesies ke-dua. Perubahan pada spesies ke-dua
kemudian menyebabkan kembali adaptasi spesies pertama. Siklus seleksi dan respon ini
dikenal sebagai koevolusi.[131] Contohnya adalah produksi tetrodotoksin pada kadal air
Taricha granulosa dan evolusi resistansi tetrodotoksin pada predatornya, ular Thamnophis
sirtalis. Pada pasangan predator-mangsa ini, persaingan senjata evolusioner ini
mengakibatkan kadar racun yang tinggi pada mangsa dan resistansi racun yang tinggi pada
predatornya.[132]

Kooperasi

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kooperasi (evolusi)

Namun, tidak semua interaksi antar spesies melibatkan konflik.[133] Pada kebanyakan kasus,
interaksi yang saling menguntungkan berkembang. Sebagai contoh, kooperasi ekstrem yang
terdapat antara tanaman dengan fungi mycorrhizal yang tumbuh di akar tanaman dan
membantu tanaman menyerap nutrien dari tanah.[134] Ini merupakan hubungan timbal balik,
dengan tanaman menyediakan gula dari fotosintesis ke fungi. Pada kasus ini, fungi
sebenarnya tumbuh di dalam sel tanaman, mengijinkannya bertukar nutrien dengan inang
manakala mengirim sinyal yang menekan sistem immun tanaman.[135]

Koalisi antara organisme spesies yang sama juga berkembang. Kasus ekstrem ini adalah
eusosialitas yang ditemukan pada serangga sosial, seperti lebah, rayap, dan semut, di mana
serangga mandul memberi makan dan menjaga sejumlah organisme dalam koloni yang dapat
berkembang biak. Pada skala yang lebih kecil sel somatik yang menyusun tubuh seekor
hewan membatasi reproduksinya agar dapat menjaga organisme yang stabil, sehingga
kemudian dapat mendukung sejumlah kecil sel nutfah hewan untuk menghasilkan keturunan.
Dalam kasus ini, sel somatik merespon terhadap signal tertentu yang menginstruksikannya
untuk tumbuh maupun mati. Jika sel mengabaikan signal ini dan kemudian menggandakan
diri, pertumbuhan yang tidak terkontrol ini akan menyebabkan kanker.[38]

Kooperasi dalam spesies diperkirakan berkembang melalui proses seleksi sanak (kin
selection), di mana satu organisme berperan memelihara keturunan sanak saudaranya.[136]
Aktivitas ini terseleksi karena apabila individu yang "membantu" mengandung alel yang
mempromosikan aktivitas bantuan, adalah mungkin bahwa sanaknya "juga" mengandung alel
ini, sehingga alel-alel tersebut akan diwariskan.[137] Proses lainnya yang mempromosikan
kooperasi meliputi seleksi kelompok, di mana kooperasi memberikan keuntungan terhadap
kelompok organisme tersebut.[138]
Pembentukan spesies baru (Spesiasi)

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Spesiasi

Empat mekanisme spesiasi.

Spesiasi adalah proses suatu spesies berdivergen menjadi dua atau lebih spesies.[139] Ia telah
terpantau berkali-kali pada kondisi laboratorium yang terkontrol maupun di alam bebas.[140]
Pada organisme yang berkembang biak secara seksual, spesiasi dihasilkan oleh isolasi
reproduksi yang diikuti dengan divergensi genealogis. Terdapat empat mekanisme spesiasi.
Yang paling umum terjadi pada hewan adalah spesiasi alopatrik, yang terjadi pada populasi
yang awalnya terisolasi secara geografis, misalnya melalui fragmentasi habitat atau migrasi.
Seleksi di bawah kondisi demikian dapat menghasilkan perubahan yang sangat cepat pada
penampilan dan perilaku organisme.[141][142] Karena seleksi dan hanyutan bekerja secara bebas
pada populasi yang terisolasi, pemisahan pada akhirnya akan menghasilkan organisme yang
tidak akan dapat berkawin campur.[143]

Mekanisme kedua spesiasi adalah spesiasi peripatrik, yang terjadi ketika sebagian kecil
populasi organisme menjadi terisolasi dalam sebuah lingkungan yang baru. Ini berbeda
dengan spesiasi alopatrik dalam hal ukuran populasi yang lebih kecil dari populasi tetua.
Dalam hal ini, efek pendiri menyebabkan spesiasi cepat melalui hanyutan genetika yang
cepat dan seleksi terhadap lungkang gen yang kecil.[144]

Mekanisme ketiga spesiasi adalah spesiasi parapatrik. Ia mirip dengan spesiasi peripatrik
dalam hal ukuran populasi kecil yang masuk ke habitat yang baru, namun berbeda dalam hal
tidak adanya pemisahan secara fisik antara dua populasi. Spesiasi ini dihasilkan dari evolusi
mekanisme yang mengurangi aliran genetika antara dua populasi.[139] Secara umum, ini terjadi
ketika terdapat perubahan drastis pada lingkungan habitat tetua spesies. Salah satu contohnya
adalah rumput Anthoxanthum odoratum, yang dapat mengalami spesiasi parapatrik sebagai
respon terhadap polusi logam terlokalisasi yang berasal dari pertambangan.[145] Pada kasus ini,
tanaman berevolusi menjadi resistan terhadap kadar logam yang tinggi dalam tanah. Seleksi
keluar terhadap kawin campur dengan populasi tetua menghasilkan perubahan pada waktu
pembungaan, menyebabkan isolasi reproduksi. Seleksi keluar terhadap hibrid antar dua
populasi dapat menyebabkan "penguatan", yang merupakan evolusi sifat yang
mempromosikan perkawinan dalam spesies, serta peralihan karakter, yang terjadi ketika dua
spesies menjadi lebih berbeda pada penampilannya.[146]

Isolasi geografis burung Finch di Kepulauan Galapagos menghasilkan lebih dari satu lusin
spesies baru.

Mekanisme keempat spesiasi adalah spesiasi simpatrik, di mana spesies berdivergen tanpa
isolasi geografis atau perubahan pada habitat. Mekanisme ini cukup langka karena hanya
dengan aliran gen yang sedikit akan menghilangkan perbedaan genetika antara satu bagian
populasi dengan bagian populasi lainnya.[147] Secara umum, spesiasi simpatrik pada hewan
memerlukan evolusi perbedaan genetika dan perkawinan tak-acak, mengijinkan isolasi
reproduksi berkembang.[148]

Salah satu jenis spesiasi simpatrik melibatkan perkawinan silang dua spesies yang berkerabat,
menghasilkan spesies hibrid. Hal ini tidaklah umum terjadi pada hewan karena hewan hibrid
bisanya mandul. Sebaliknya, perkawinan silang umumnya terjadi pada tanaman, karena
tanaman sering menggandakan jumlah kromosomnya, membentuk poliploid. Ini mengijinkan
kromosom dari tiap spesies tetua membentuk pasangan yang sepadan selama meiosis.[149]
Salah satu contoh kejadian spesiasi ini adalah ketika tanaman Arabidopsis thaliana dan
Arabidopsis arenosa berkawin silang, menghasilkan spesies baru Arabidopsis suecica.[150] Hal
ini terjadi sekitar 20.000 tahun yang lalu,[151] dan proses spesiasi ini telah diulang dalam
laboratorium, mengijinkan kajian mekanisme genetika yang terlibat dalam proses ini.[152]
Sebenarnya, penggandaan kromosom dalam spesies merupakan sebab utama isolasi
reproduksi, karena setengah dari kromosom yang berganda akan tidak sepadan ketika
berkawin dengan organisme yang kromosomnya tidak berganda.[73]

Kepunahan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kepunahan


Fosil tarbosaurus. Dinosaurus non-aves yang mati pada peristiwa kepunahan Kapur-Tersier
pada akhir periode Kapur.

Kepunahan merupakan kejadian hilangnya keseluruhan spesies. Kepunahan bukanlah


peristiwa yang tidak umum, karena spesies secara reguler muncul melalui spesiasi dan
menghilang melalui kepunahan.[153] Sebenarnya, hampir seluruh spesies hewan dan tanaman
yang pernah hidup di bumi telah punah,[154] dan kepunahan tampaknya merupakan nasib akhir
semua spesies.[155] Kepunahan telah terjadi secara terus menerus sepanjang sejarah kehidupan,
walaupun kadang-kadang laju kepunahan meningkat tajam pada peristiwa kepunahan massal.
[156]
Peristiwa kepunahan Kapur-Tersier adalah salah satu contoh kepunahan massal yang
terkenal, di mana dinosaurus menjadi punah. Namun peristiwa yang lebih awal, Peristiwan
kepunahan Perm-Trias lebih buruk, dengan sekitar 96 persen spesies punah.[156] Peristiwa
kepunahan Holosen merupakan kepunahan massal yang diasosiasikan dengan ekspansi
manusia ke seluruh bumi selama beberapa ribu tahun. Laju kepunahan masa kini 100-1000
kali lebih besar dari laju latar, dan sampai dengan 30 persen spesies dapat menjadi punah
pada pertengahan abad ke-21.[157] Aktivitas manusia sekarang menjadi penyebab utama
peristiwa kepunahan yang sedang berlangsung ini.[158] Selain itu, pemanasan global dapat
mempercepat laju kepunahan lebih lanjut.[159]

Peranan kepunahan pada evolusi tergantung pada jenis kepunahan tersebut. Penyebab
persitiwa kepunahan "tingkat rendah" secara terus menerus (yang merupakan mayoritas kasus
kepunahan) tidaklah jelas dan kemungkinan merupakan akibat kompetisi antar spesies
terhadap sumber daya yang terbatas (prinsip hindar-saing).[12] Jika kompetisi dari spesies lain
mengubah probabilitas suatu spesies menjadi punah, hal ini dapat menghasilkan seleksi
spesies sebagai salah satu tingkat seleksi alam.[91] Peristiwa kepunahan massal jugalah
penting, namun daripada berperan sebagai gaya selektif, ia secara drastis mengurangi
keanekaragaman dan mendorong evolusi cepat secara tiba-tiba serta spesiasi pada makhluk
yang selamat dari kepunahan.[156]

Sejarah evolusi kehidupan


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah evolusi kehidupan

Asal usul kehidupan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Abiogenesis dan hipotesis dunia RNA

Asal usul kehidupan merupakan prekursor evolusi biologis, namun pemahaman terhadap
evolusi yang terjadi seketika organisme muncul dan investigasi bagaimana ini terjadi tidak
tergantung pada pemahaman bagaimana kehidupan dimulai.[160] Konsensus ilmiah saat ini
adalah bahwa senyawa biokimia yang kompleks, yang menyusun kehidupan, berasal dari
reaksi kimia yang lebih sederhana. Namun belumlah jelas bagaimana hal itu terjadi.[161] Tidak
begitu pasti bagaimana perkembangan kehidupan yang paling awal, struktur kehidupan
pertama, ataupun identitas dan ciri-ciri dari leluhur universal terakhir dan lungkang gen
leluhur.[162][163] Oleh karena itu, tidak terdapat konsensus ilmiah yang pasti bagaimana
kehidupan dimulai, namun terdapat beberapa proposal yang melibatkan molekul swa-
replikasi (misalnya RNA)[164] dan perakitan sel sederhana.[165]

Nenek moyang bersama

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Bukti nenek moyang bersama, Nenek moyang
bersama, dan Homologi (biologi)

Hominoid merupakan keturunan dari nenek moyang yang sama.

Semua organisme di bumi merupakan keturunan dari leluhur atau lungkang gen leluhur yang
sama.[166] Spesies masa kini yang juga berada dalam proses evolusi dengan
keanekaragamannya merupakan hasil dari rentetan peristiwa spesiasi dan kepunahan.[167]
Nenek moyang bersama organisme pertama kali dideduksi dari empat fakta sederhana
mengenai organisme. Pertama, bahwa organisme-organisme memiliki distribusi geografi
yang tidak dapat dijelaskan dengan adaptasi lokal. Kedua, bentuk keanekaragaman hayati
tidaklah berupa organisme yang berbeda sama sekali satu sama lainnya, melainkan berupa
organisme yang memiliki kemiripan morfologis satu sama lainnya. Ketiga, sifat-sifat vestigial
dengan fungsi yang tidak jelas memiliki kemiripan dengan sifat leluhur yang berfungsi jelas.
Terakhir, organisme-organisme dapat diklasifikasikan berdasarkan kemiripan ini ke dalam
kelompok-kelompok hirarkis.[7]

Spesies-spesies lampau juga meninggalkan catatan sejarah evolusi mereka. Fosil, bersama
dengan anatomi yang dapat dibandingkan dengan organisme sekarang, merupakan catatan
morfologi dan anatomi.[168] Dengan membandingkan anatomi spesies yang sudah punah
dengan spesies modern, ahli paleontologi dapat menarik garis keturunan spesies tersebut.
Namun pendekatan ini hanya berhasil pada organisme-organisme yang mempunyai bagian
tubuh yang keras, seperti cangkang, kerangka, atau gigi. Lebih lanjut lagi, karena prokariota
seperti bakteri dan arkaea hanya memiliki kemiripan morfologi bersama yang terbatas, fosil-
fosil prokariota tidak memberikan informasi mengenai leluhurnya.

Baru-baru ini, bukti nenek moyang bersama datang dari kajian kemiripan biokimia antar
spesies. Sebagai contoh, semua sel hidup di dunia ini mempunyai set dasar nukleotida dan
asam amino yang sama.[169] Perkembangan genetika molekuler telah menyingkap catatan
evolusi yang tertinggal pada genom organisme, sehingga dapat diketahui kapan spesies
berdivergen melalui jam molekul yang dihasilkan oleh mutasi.[170] Sebagai contoh,
perbandingan urutan DNA ini telah menyingkap kekerabatan genetika antara manusia dengan
simpanse dan kapan nenek moyang bersama kedua spesies ini pernah ada.[171]

Evolusi kehidupan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Garis waktu evolusi

Pohon evolusi yang menunjukkan divergensi spesies-spesies modern dari nenek moyang
bersama yang berada di tengah[172] Tiga domain diwarnai berbeda, dengan warna biru adalah
bakteri, hijau adalah arkaea, dan merah adalah eukariota.

Walaupun terdapat ketidakpastian bagaimana kehidupan bermula, adalah umumnya diterima


bahwa prokariota hidup di bumi sekitar 3–4 miliar tahun yang lalu.[173][174] Tidak terdapat
perubahan yang banyak pada morfologi atau organisasi sel yang terjadi pada organisme ini
selama beberapa miliar tahun ke depan.[175]

Eukariota merupakan perkembangan besar pada evolusi sel. Ia berasal dari bakteri purba
yang ditelan oleh leluhur sel prokariotik dalam asosiasi kooperatif yang disebut
endosimbiosis.[82][176] Bakteri yang ditelan dan sel inang kemudian menjalani koevolusi,
dengan bakteri berevolusi menjadi mitokondria ataupun hidrogenosom.[177] Penelanan kedua
secara terpisah pada organisme yang mirip dengan sianobakteri mengakibatkan pembentukan
kloroplas pada ganggang dan tumbuhan.[178] Tidaklah diketahui kapan sel pertama eukariotik
muncul, walaupun sel-sel ini muncul sekitar 1,6 - 2,7 miliar tahun yang lalu.

Sejarah kehidupan masih berupa eukariota, prokariota, dan arkaea bersel tunggal sampai
sekitar 610 miliar tahun yang lalu, ketika organisme multisel mulai muncul di samudra pada
periode Ediakara.[173][179] Evolusi multiselularitas terjadi pada banyak peristiwa yang terpisah,
terjadi pada organisme yang beranekaragam seperti bunga karang, ganggang coklat,
sianobakteri, jamur lendir, dan miksobakteri.[180]

Segera sesudah kemunculan organisme multisel, sejumlah besar keanekaragaman biologis


muncul dalam jangka waktu lebih dari sekitar 10 juta tahun pada perstiwa yang dikenal
sebagai ledakan Kambria. Pada masa ini, mayoritas jenis hewan modern muncul pada catatan
fosil, demikian pula garis silsilah hewan yang telah punah.[181] Beberapa faktor pendorong
ledakan Kambria telah diajukan, meliputi akumulasi oksigen pada atmosfer dari fotosintesis.
[182]
Sekitar 500 juta tahun yang lalu, tumbuhan dan fungi mengkolonisasi daratan, dan dengan
segera diikuti oleh arthropoda dan hewan lainnya.[183] Hewan amfibi pertama kali muncul
sekitar 300 juta tahun yang lalu, diikuti amniota, kemudian mamalia sekitar 200 juta tahun
yang lalu, dan aves sekitar 100 juta tahun yang lalu. Namun, walaupun terdapat evolusi
hewan besar, organisme-organisme yang mirip dengan organisme awal proses evolusi tetap
mendominasi bumi, dengan mayoritas biomassa dan spesies bumi berupa prokariota.[109]

Tanggapan sosial dan budaya


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Efek sosial teori evolusi

Seiring dengan penerimaan "Darwinisme" yang meluas pada 1870-an, karikatur Charles
Darwin dengan tubuh kera atau monyet menyimbolkan evolusi.[184]

Pada abad ke-19, terutama semenjak penerbitan buku Darwin "The Origin of Species",
pemikiran bahwa kehidupan berevolusi mendapat banyak kritik dan menjadi tema yang
kontroversial. Namun, kontroversi ini pada umumnya berkisar pada implikasi teori evolusi di
bidang filsafat, sosial, dan agama. Di dalam komunitas ilmuwan, fakta bahwa organisme
berevolusi telah diterima secara luas dan tidak mendapat tantangan.[12] Walaupun demikian,
evolusi masih menjadi konsep yang diperdebatkan oleh beberapa kelompok agama.[185]

Manakala berbagai kelompok agama berusaha menyambungkan ajaran mereka dengan teori
evolusi melalui berbagai konsep evolusi teistik, terdapat banyak pendukung ciptaanisme yang
percaya bahwa evolusi berkontradiksi dengan mitos penciptaan yang ditemukan pada ajaran
agama mereka.[186] Seperti yang sudah diprediksi oleh Darwin, implikasi yang paling
kontroversial adalah asal usul manusia. Di beberapa negara, terutama di Amerika Serikat,
pertentangan antara agama dan sains telah mendorong kontroversi penciptaan-evolusi,
konflik keagamaan yang berfokus pada politik dan pendidikan.[187] Manakala bidang-bidang
sains lainnya seperti kosmologi[188] dan ilmu bumi[189] juga bertentangan dengan interpretasi
literal banyak teks keagamaan, biologi evolusioner mendapatkan oposisi yang lebih
signifikan.

Beberapa contoh kontroversi tak beralasan yang diasosiasikan dengan teori evolusi adalah
"Darwinisme sosial", istilah yang diberikan kepada teori Malthusianisme yang dikembangkan
oleh Herbert Spencer mengenai sintasan yang terbugar (survival of the fittest) dalam
masyarakat, dan oleh lainnya mengklaim bahwa kesenjangan sosial, rasisme, dan
imperialisme oleh karena itu dibenarkan.[190] Namun, pemikiran-pemikiran ini berkontradiksi
dengan pandangan Darwin itu sendiri, dan ilmuwan berserta filsuf kontemporer menganggap
pemikiran ini bukanlah amanat dari teori evolusi maupun didukung oleh data.[191][192]

Aplikasi
 . ASSALAMUALAIKUM WR.WB TEORI EVOLUSI Disusun Oleh : 1. Ferry bahtiar
putra(14121520516) 2. Nurhayati (14121520522) 3. Susan (14121520524)
 2. Evolusi Evolusi adalah suatu proses perubahan makhluk hidup secara bertahap dan
membutuhkan waktu yang lama dari bentuk yang sederhana, menjadi bentuk yang lebih
kompleks.
 3. Macam-Macaam Evolusi Terdapat dua macam evolusi : Evolusi Progresif : Evolusi
yang menuju pada kemungkinan dapat bertahan hidup.
 4. Teori Evolusi Jean Baptise Lamarck Idenya mengenai evolusi, di tuangkan di dalam
buku berjudul "Philosophic zoologique". Dalam buku tersebut, Lamarck mengungkapkan :
Alam sekitar/lingkungan mempunyai pengaruh pada ciri-ciri atau sifat yang diwariskan Ciri-
ciri/sifat tersebut akan diwariskan kepada keturunannya
 5. Teori Evolusi Charles Darwin Charles Darwin juga menerbitkan buku mengenai asal
mula spesies pada tahun 1859, dengan judul "on the ofiginof species by means of natural
selection" atau "the preservation of favored races in the struggle for life". Mengenai Evolusi,
Darwin berpendapat : Yang menjadi dasar evolusi organik bukan dari adaptasi lingkungan,
melainkan karena seleksi alam dan seksual berupa "pertarungan" dalam kehidupan, yang kuat
akan terus hidup Setiap populasi berkecenderungan untuk tumbuh banyak karena proses
bereproduksi
 6. Perbedaan dari Teori Evolusi Lamarck dan Darwin Mereka berpendapat mengenai
jerapah berleher panjang. Lamarck : Semula, jerapah berleher pendek, namun karena
beradaptasi dengan lingkungan (selalu memakan dedaunan di pohon yang tinggi), maka
lehernya pun menjadi panjang. Darwin : Dalam populasi, ada jerapah berleher pendek, dan
ada yang berleher panjang. Dalam kompetisi untuk
 7. Ciri-Ciri proses Evolusi
 8. Bukti-Bukti Adanya Evolusi Fosil  Homologi
 9. Analogi Embriologi Perbandingan o Ontogeni
 10. Adanya variasi dalam satu spesies Petunjuk secara biokimia Petunjuk Peristiwa
Domestikasi Adanya Organ-Organ tubuh yang terseisa
 11. Mekanisme Evolusi Mutasi Mutasi adalah perubahan materi genetik (gen/kromosom)
yang dapat diwariskan secara genetik pada keturunannya. Mutasi ini akan menghasilkan alel
baru, kemudian melalui proses perkawinan (kombinasi) akan menghasilkan variasi baru.  
Seleksi Alam Seleksi terhadap anggota populasi
 12. proses evolusi  Menurut Teilhard, proses evolusi dibagi menjadi 3 tahap : Tahap
Geosfer : Meripakan tahap pra-hidup (sebelum adanya kehidupan). tahap perubahan ini
terutama menyangkut pada perubahan tata surya. Tahap Biosfer : Permasalahan pada tahap
ini adalah "loncatan" munculnya manusia.
 13. Faktor –Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Evolusi
 14. Terbentuknya Spesies Baru Isolasi oleh waktu Isolasi geografi Domestikasi Mutasi
Kromosom
 15. Video Teori Evolusi
 16. TERIMA KASIH ... ‘ WASSALAMUALAIKUM WR.WB
INTERAKSI GEN
INTERAKSI ANTAR GEN-GEN
Selain mengalami berbagai modifikasi nisbah fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen
tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan
modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja
sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi
gen.
Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet setelah
mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam. Dalam hal ini terdapat empat
macam bentuk jengger ayam, yaitu mawar, kacang, walnut, dan tunggal, seperti dapat dilihat
pada Gambar 2.12.
Persilangan ayam berjengger mawar dengan ayam berjengger kacang menghasilkan
keturunan dengan bentuk jengger yang sama sekali berbeda dengan bentuk jengger kedua
tetuanya. Ayam hibrid (hasil persilangan) ini memiliki jengger berbentuk walnut.
Selanjutnya, apabila ayam berjengger walnut disilangkan dengan sesamanya, maka diperoleh
generasi F2 dengan nisbah fenotipe walnut : mawar : kacang : tunggal = 9 : 3 : 3 : 1.
Dari nisbah fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang sebelumnya tidak
pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal. Munculnya fenotipe ini, dan juga fenotipe
walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua pasang gen nonalelik yang berinteraksi
untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua pasang gen tersebut masing-masing ditunjukkan
oleh fenotipe mawar dan fenotipe kacang.
Apabila gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe mawar adalah R, sedangkan
gen untuk fenotipe kacang adalah P, maka keempat macam fenotipe tersebut masing-masing
dapat dituliskan sebagai R-pp untuk mawar, rrP- untuk kacang, R-P- untuk walnut, dan rrpp
untuk tunggal. Dengan demikian, diagram persilangan untuk pewarisan jengger ayam dapat
dijelaskan seperti pada Gambar 2.13.
P : RRpp x rrPP
mawar kacang
ê
F1 : RrPp
walnut
F2 : 9 R-P- walnut
3 R-pp mawar walnut : mawar : kacang : tunggal
3 rrP- kacang = 9 : 3 : 3 : 1
1 rrpp tunggal
Gambar 2.13. Diagram persilangan interaksi gen nonalelik
Selain itu, biasanya kita beranggapan bahwa suatu sifat keturunan yang nampak pada suatu
individu itu ditentukan oleh sebuah gen tunggal, misalnya bunga merah oleh gen R, bunga
putih oleh gen r, buah bulat oleh gen B, buah oval (lonjong) oleh gen b, batang tiggi oleh gen
T, batang pendek oleh gen t dll.
Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mengetahui bahwa cara
diwariskannya sifat keturunan tidak mungkin diterangkan dengan pedoman tersebut di atas,
karena sulit sekali disesuaikan dengan hukum-hukum mendel.
Sebuah contoh klasik yang dapat dikemukakan di sini ialah hasil percobaan Wiliam Bateson
dan R.C Punnet ada ermulaan abad ini. Mereka mengawinan berbagai macam ayam negeri
dengan memperhatikan bentuk jengger di atas kepala. Ayam Wyandotte mempunyai jenger
tipe mawar (“rose“), sedang ayam Brahma berjengger tipe ercis (“pea“). Pada waktu
dikawinkan ayam berjengger mawar ercis didapatkan ayam-ayam F1 yang kesemuanya
mempunyai jengger bersifat walnut (“walnut“= nama semacam buah). Mula-mula dikira
bahwa jengger tipe walnut ini intermedier. Tetapi yang mengherankan ialah bahwa pada
wakru ayam-ayam walnut itu dibiarkan kawin sesamanya dan dihasilkan banyak ayam-ayam
F2 maka perbandingan 9:3:3:1 nampak dalam keturunan ini. Kira-kira 9/16 bagian dari ayam-
ayam F2 ini berjengger walnut. 3/16 mawar, 3/16 ercis dan 1/16 tunggal (single).
Fenotip jengger yang baru ini disebabkan karena adanya interaksi (saling pengaruh) antara
gen-gen. adanya 16 kombinasi dalam F2 memberikan petunjuk bahwa ada 2 pasang alel yang
berbeda ikut menentukan bentuk dari jengger ayam. Sepasang alel menentukan tipe jengger
mawar dan sepasang alel lainnya untuk tipe jengger ercis. Sebuah gen untuk mawar dan
sebuh gen untuk ercis mengadakan interaksi menghasilkan jengger walnut, seperti terlihat
pada ayam-ayam F1. Jengger mawar ditentukan oleh gen dominan R(berasal dari “rose”),
jengger ercis oleh gen dominan P (berasal dari “pea”). Karena itu ayam berjengger mawar
homozigot mempunyai genotip RRpp, sedangkan ayam berjengger ercis homozigot
mempunyai genotip rrPP. Perkawinan dua ekor ayam ini menghasilkan F1 yang berjengger
walnut (bergenotip RrPp) dan F2 memperlihatkan perbandingan fenotip 9:3:3:1.
Gen R dan gen P adalah bukan alel, tetapi masing-masing domina terhadap alelnya (R
dominan terhadap r, P dominan terhadap p). sebuah atau sepasang gen yang menutupi
(mengalahkan) ekspresi gen lain yang buka alelnya dinamakan gen yang epistasis. Gen yang
dikalahkan ini tadi dinamakan gen yang hipostasis. Peristiwanya disebut epistasi dan
hipostasi.
Peristiwa epistasi dibedakan atas:
Epistasis resesif
Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang
bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 : 4.
Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit (Mus musculus).
Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada mencit, yaitu gen A
menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu berwarna hitam, gen C
menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c menyebabkan tidak ada pigmentasi. Persilangan
antara mencit berbulu kelabu (AACC) dan albino (aacc) dapat digambarkan seperti pada
diagram berikut ini.
P : AACC x aacc
kelabu albino
ê
F1 : AaCc
kelabu
F2 : 9 A-C- kelabu
A-cc albino kelabu : hitam : albino =
aaC- hitam 9 : 3 : 4
1 aacc albino
Epistasis dominan
Pada peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan
yang bukan alelnya. Nisbah fenotipe pada generasi F2 dengan adanya epistasis dominan
adalah 12 : 3 : 1.
Peristiwa epistasis dominan dapat dilihat misalnya pada pewarisan warna buah waluh besar
(Cucurbita pepo). Dalam hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah berwarna kuning
dan alelnya y yang menyebabkan buah berwarna hijau. Selain itu, ada gen W yang
menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi pigmentasi. Persilangan antara waluh
putih (WWYY) dan waluh hijau (wwyy) menghasilkan nisbah fenotipe generasi F2 sebagai
berikut.
P : WWYY x wwyy
putih hijau
ê
F1 : WwYy
putih
F2 : 9 W-Y- putih
3 W-yy putih putih : kuning : hijau =
3 wwY- kuning 12 : 3 : 1
1 wwyy hijau
Gambar 2.7. Diagram persilangan epistasis dominan
Epistasis resesif ganda
Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap pasangan
gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II
ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis
resesif ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 pada generasi F2.
Sebagai contoh peristiwa epistasis resesif ganda dapat dikemukakan pewarisan kandungan
HCN pada tanaman Trifolium repens. Terbentuknya HCN pada tanaman ini dapat dilukiskan
secara skema sebagai berikut.
gen L gen H
êê
Bahan dasar enzim L glukosida sianogenik enzim H HCN
Gen L menyebabkan terbentuknya enzim L yang mengatalisis perubahan bahan dasar
menjadi bahan antara berupa glukosida sianogenik. Alelnya, l, menghalangi pembentukan
enzim L. Gen H menyebabkan terbentuknya enzim H yang mengatalisis perubahan glukosida
sianogenik menjadi HCN, sedangkan gen h menghalangi pembentukan enzim H. Dengan
demikian, l epistatis terhadap H dan h, sementara h epistatis terhadap L dan l. Persilangan dua
tanaman dengan kandungan HCN sama-sama rendah tetapi genotipenya berbeda (LLhh
dengan llHH) dapat digambarkan sebagai berikut.
P : LLhh x llHH
HCN rendah HCN rendah
ê
F1 : LlHh
HCN tinggi
F2 : 9 L-H- HCN tinggi
3 L-hh HCN rendah HCN tinggi : HCN rendah =
3 llH- HCN rendah 9 : 7
1 llhh HCN rendah
Epistasis dominan ganda
Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan
alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen
I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda. Epistasis ini menghasilkan
nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada pewarisan bentuk buah
Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu segitiga dan oval. Bentuk segitiga
disebabkan oleh gen dominan C dan D, sedang bentuk oval disebabkan oleh gen resesif c dan
d. Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d, sedangkan D dominan terhadap C dan c.
P : CCDD x ccdd
segitiga oval
ê
F1 : CcDd
segitiga
F2 : 9 C-D- segitiga
3 C-dd segitiga segitiga : oval = 15 : 1
3 ccD- segitiga
1 ccdd oval
Epistasis domian-resesif
Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap
pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga
epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3 pada
generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis dominan-resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu ayam
ras. Dalam hal ini terdapat pasangan gen I, yang menghalangi pigmentasi, dan alelnya, i,
yang tidak menghalangi pigmentasi. Selain itu, terdapat gen C, yang menimbulkan
pigmentasi, dan alelnya, c, yang tidak menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan terhadap C
dan c, sedangkan gen c dominan terhadap I dan i.
P : IICC x iicc
putih putih
ê
F1 : IiCc
putih
F2 : 9 I-C- putih
3 I-cc putih putih : berwarna = 13 : 3
3 iiC- berwarna
1 iicc putih

Epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif


Pada Cucurbita pepo dikenal tiga macam bentuk buah, yaitu cakram, bulat, dan lonjong. Gen
yang mengatur pemunculan fenotipe tersebut ada dua pasang, masing-masing B dan b serta L
dan l. Apabila pada suatu individu terdapat sebuah atau dua buah gen dominan dari salah satu
pasangan gen tersebut, maka fenotipe yang muncul adalah bentuk buah bulat (B-ll atau bbL-).
Sementara itu, apabila sebuah atau dua buah gen dominan dari kedua pasangan gen tersebut
berada pada suatu individu, maka fenotipe yang dihasilkan adalah bentuk buah cakram (B-
L-). Adapun fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan berupa buah berbentuk lonjong.
Pewarisan sifat semacam ini dinamakan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif.
P : BBLL x bbll
cakram lonjong
ê
F1 : BbLl
cakram
F2 : 9 B-L- cakram
3 B-ll bulat cakram : bulat : lonjong = 9 : 6 : 1
3 bbL- bulat
1 bbll lonjong
 
¢  3. Epistasis Dominan dan Resesif
¢   KUNCI : A epistasis terhadap B dan b
¢  bb epistasis terhadap A dan a
     Contoh pada ayam negeri/ kampung
C: gen penghasil warna
c : gen tidak menghasilkan warna
I: gen penghalang warna
i : gen tidak menghalangi warna
¢  P :  IICC   x   iicc
¢        putih       putih
¢  F 1  IiCc  (putih)
¢  F1 xF1
¢   F2   9 I_C_  : putih
¢           3 I_ cc  : putih
¢           3 ii C_  ; warna
¢           1 iicc     : putih
¢  Perbandingan  fenotipnya menjadi
¢  13 putih : 3 warna
 
Hukum Pemilihan Bebas
Persilangan yang hanya menyangkut pola pewarisan satu macam sifat seperti yang dilakukan
oleh Mendel tersebut di atas dinamakan persilangan monohibrid.  Mendel melakukan
persilangan monohibrid  untuk enam macam sifat lainnya, yaitu warna bunga (ungu-putih),
warna kotiledon (hijau-kuning), warna biji (hijau-kuning), bentuk polong (rata-berlekuk),
permukaan biji (halus-keriput), dan letak bunga (aksial-terminal).
Selain persilangan monohibrid, Mendel juga melakukan persilangan dihibrid, yaitu
persilangan yang melibatkan pola perwarisan dua macam sifat seketika. Salah satu di
antaranya adalah persilangan galur murni kedelai berbiji kuning-halus dengan galur murni
berbiji hijau-keriput. Hasilnya berupa tanaman kedelai generasi F1 yang semuanya berbiji
kuning-halus. Ketika tanaman F1 ini dibiarkan menyerbuk sendiri, maka diperoleh empat
macam individu generasi F2, masing-masing berbiji kuning-halus, kuning-keriput, hijau-
halus, dan hijau-keriput dengan nisbah 9 : 3 : 3 : 1.
Jika gen yang menyebabkan biji berwarna kuning dan hijau masing-masing adalah gen G dan
g, sedang gen yang menyebabkan biji halus dan keriput masing-masing adalah gen W dan
gen w, maka persilangan dihibrid terdsebut dapat digambarkan secara skema seperti pada
diagram berikut ini.
Gambar 2.2. Diagram persilangan dihibrid untuk sifat warna dan bentuk biji
Dari diagram persilangan dihibrid tersebut di atas dapat dilihat bahwa fenotipe F2 memiliki
nisbah 9 : 3 : 3 : 1 sebagai akibat terjadinya segregasi gen G dan W secara independen.
Dengan demikian, gamet-gamet yang terbentuk dapat mengandung kombinasi gen dominan
dengan gen dominan (GW), gen dominan dengan gen resesif (Gw dan gW), serta gen resesif
dengan gen resesif (gw). Hal inilah yang kemudian dikenal sebagai hukum pemilihan bebas
(the law of independent assortment) atau hukum Mendel II
Hukum Pemilihan Bebas :
Segregasi suatu pasangan gen tidak bergantung kepada segregasi pasangan gen lainnya,
sehingga di dalam gamet-gamet yang terbentuk akan terjadi pemilihan kombinasi gen-gen
secara bebas.
Diagram kombinasi gamet ♂ dan gamet ♀ dalam menghasilkan individu generasi F2 seperti
pada Gambar 2.2 dinamakan diagram Punnett. Ada cara lain yang dapat digunakan untuk
menentukan kombinasi gamet pada individu generasi F2, yaitu menggunakan diagram anak
garpu (fork line). Cara ini didasarkan pada perhitungan matematika bahwa persilangan
dihibrid merupakan dua kali persilangan monohibrid. Untuk contoh persilangan sesama
individu GgWw, diagram anak garpunya adalah sebagai berikut
Gambar 2.3. Diagram anak garpu pada persilangan dihibrid
Ternyata penentuan nisbah fenotipe F2 menggunakan diagram anak garpu dapat dilakukan
dengan lebih cepat dan dengan risiko kekeliruan yang lebih kecil daripada penggunaan
diagram Punnett. Kelebihan cara diagram anak garpu ini akan lebih terasa apabila persilangan
yang dilakukan melibatkan lebih dari dua pasang gen (trihibrid, tetrahibrid,dan seterusnya)
atau pada persilangan-persilangan di antara individu yang genotipenya tidak sama. Sebagai
contoh, hasil persilangan antara AaBbcc dan aaBbCc akan lebih mudah diketahui nisbah
fenotipe dan genotipenya apabila digunakan cara diagram anak garpu, yaitu
Gambar 2.4. Contoh penggunaan diagram anak garpu
 
A.    Pengertian Interaksi Gen-Gen

Interaksi gen adalah penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak

melibatkan modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang

merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik.

Selain terjadi interaksi antar alel, interaksi juga dapat terjadi secara genetik. Selain

mengalami berbagai modifikasi rasio fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu,

terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi

rasio fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau

interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen menurut

(Suryo: 2001). Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C.

Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam.

Menurut William D. Stansfield (1991 : 56) fenotipe adalah hasil produk gen yang

dibawa untuk diekspresikan ke dalam lingkungan tertentu. Lingkungan ini tidak hanya

meliputi berbagai faktor eksternal seperti: temperatur dan banyaknya suatu kualitas cahaya.

Sedangkan faktor internalnya meliputi: Hormon dan enzim. Gen merinci struktur protein.

Semua enzim yang diketahui adalah protein. Enzim melakukan fungsi katalis, yang

menyebabkanpemecahan atau penggabungan berbagai molekul. Semua reaksi kimiawi yang

terjadi di dalam sel merupakan persoalan metabolisma. Reaksi – reaksi ini merupakan reaksi

pengubahan bertahap satu substansi menjadi substansi lain, setiap langkah (tahap)

diperantarai oleh suatu enzim spesifik. Semua langkah yang mengubah substansi pendahulu

(precursor) menjadi produk akhir menyusun suatu jalur biosintesis.Interaksi gen terjadi bila
dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim yang mengkatalis langkah – langkah

dalam suatu jalur bersama.

B.     Epistasis Dominan dan Epistasis Resesif

Interaksi beberapa gen, gen yang bersifat menutup disebut (epistasis) dan gen yang

bersifat tertutupi (hipostasis). Epistasis-hipostasis pertama kali ditemukan oleh (Nelson dan

Ehle). Interaksi gen bisa berupa gen-gen dominan (epistasis dominan), dan jika interaksi

terjadi antar gen-gen resesif (epistasis resesif)

Gambar 1. Prinsip Epistasis Hipotasis


Sumber: Sumber gambar : biologigonz.blogspot.com

1.      Epistasis Dominan

Epistasis dominan : gen dengan alel dominan yang menutupi kerja gen lain. Pada

peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang

bukan alelnya. Nisbah fenotipe pada generasi F2 dengan adanya epistasis dominan adalah 12 :

3 : 1.

Peristiwa epistasis dominan dapat dilihat misalnya pada pewarisan warna buah waluh

besar (Cucurbita pepo). Dalam hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah berwarna

kuning dan alelnya y yang menyebabkan buah berwarna hijau. Selain itu, ada gen W yang

menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi pigmentasi. Persilangan antara


waluh putih (WWYY) dan waluh hijau (wwyy) menghasilkan nisbah fenotipe generasi F 2

sebagai berikut.

P : WWYY x wwyy
putih hijau
ê
F1 : WwYy
putih

F2 : 9 W-Y- putih
3 W-yy putih putih : kuning : hijau
3 wwY- kuning 12 : 3 : 1
1 wwyy hijau
Gambar 2. Diagram persilangan epistasis dominan

2.      Epistasis Resesif

Epistasis resesif : gen dengan alel homozigot resesif yang mempengaruhi gen lain.

Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang

bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F 2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 :

4.

Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit (Mus

musculus). Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada mencit, yaitu gen

A menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu berwarna hitam, gen C

menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c menyebabkan tidak ada pigmentasi. Persilangan

antara mencit berbulu kelabu (AACC) dan albino (aacc) dapat digambarkan seperti pada

diagram berikut ini.

P : AACC x aacc
kelabu albino
ê
F1 : AaCc
kelabu
F2 : 9 A-C- kelabu
3        A-cc albino kelabu : hitam : albino
3        aaC- hitam 9 : 3 : 4
1 aacc albino
Gambar 3. Diagram persilangan epistasis resesif

C.    Gen Resesif Rangkap dan Gen Dominan Rangkap

1.      Gen Resesif Rangkap

Komplementer / epistasis resesif rangkap : interkasi beberapa gen yang slaing melengkapi.

Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap

pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari

pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi

dinamakan epistasis resesif ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 pada

generasi F2.

Sebagai contoh peristiwa epistasis resesif ganda dapat dikemukakan pewarisan

kandungan HCN pada tanaman Trifolium repens. Terbentuknya HCN pada tanaman ini dapat

dilukiskan secara skema sebagai berikut.

gen L gen H
ê ê
Bahan dasar enzim L
glukosida sianogenik enzim H HCN
Gen L menyebabkan terbentuknya enzim L yang mengatalisis perubahan bahan dasar

menjadi bahan antara berupa glukosida sianogenik. Alelnya, l, menghalangi pembentukan

enzim L. Gen H menyebabkan terbentuknya enzim H yang mengatalisis perubahan glukosida

sianogenik menjadi HCN, sedangkan gen h menghalangi pembentukan enzim H. Dengan

demikian, l epistatis terhadap H dan h, sementara h epistatis terhadap L dan l. Persilangan

dua tanaman dengan kandungan HCN sama-sama rendah tetapi genotipenya berbeda (LLhh

dengan llHH) dapat digambarkan sebagai berikut.


P: LLhh x llHH
HCN rendah HCN rendah
ê
F1 : LlHh
HCN tinggi

F2 : 9 L-H- HCN tinggi


3 L-hh HCN rendah HCN tinggi : HCN rendah
3 llH- HCN rendah 9 : 7
1 llhh HCN rendah
Gambar 4. Diagram persilangan epistasis resesif ganda

2.      Gen Dominan Rangkap

Epistasis dominan rangkap : peristiwa dua gen dominan atau lebih yang bekerja untuk

munculnya satu fenotip tunggal.

Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan

alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen

I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda. Epistasis ini

menghasilkan nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2.

Contoh peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada pewarisan bentuk buah

Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu segitiga dan oval. Bentuk segitiga

disebabkan oleh gen dominan C dan D, sedang bentuk oval disebabkan oleh gen resesif c dan

d. Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d, sedangkan D dominan terhadap C dan c.

P : CCDD x ccdd
segitiga oval
ê
F1 : CcDd
segitiga

F2 : 9 C-D- segitiga
3 C-dd segitiga segitiga : oval = 15 : 1
3 ccD- segitiga
1 ccdd oval
Gambar 5. Diagram persilangan epistasis dominan ganda

D.    Gen-gen Rangkap Yang Mempunyai Pengaruh Komulatif

Atavisme : Interaksi gen dapat menyebabkan tersembunyi sifat keturunan untuk beberapa

generasi.

Atavisme adalah interaksi dari beberapa gen yang menyebabkan munculnya suatu sifat yang

berbeda dengan karakter induknya

Atavisme pertama kali ditemukan oleh Bateson dan Punnet.

ada 4 macam bentuk pial/jengger ayam yaitu: Interaksi antar gen-gen yang menentukan

bentuk dari pial (jengger ayam).

Hasil temuan: karakter pial/jengger ayam tidak hanya diatur oleh satu gen, tetapi oleh dua

gen yang berinteraksi.

Pada Cucurbita pepo dikenal tiga macam bentuk buah, yaitu cakram, bulat, dan lonjong. Gen

yang mengatur pemunculan fenotipe tersebut ada dua pasang, masing-masing B dan b serta L

dan l. Apabila pada suatu individu terdapat sebuah atau dua buah gen dominan dari salah

satu pasangan gen tersebut, maka fenotipe yang muncul adalah bentuk buah bulat (B-ll atau

bbL-). Sementara itu, apabila sebuah atau dua buah gen dominan dari kedua pasangan gen

tersebut berada pada suatu individu, maka fenotipe yang dihasilkan adalah bentuk buah

cakram (B-L-). Adapun fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan berupa buah berbentuk

lonjong.
Pewarisan sifat semacam ini dinamakan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif.

P: BBLL x bbll
cakram lonjong
ê
F1 : BbLl
cakram

F2 : 9 B-L- cakram
3 B-ll bulat cakram : bulat : lonjong = 9 : 6 : 1
3 bbL- bulat
1 bbll lonjong
Gambar 6. Diagram persilangan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif

INTERAKSI GEN

INTERAKSI GEN

Sejak diakuinya Hukum Mendel (segregasi dan berpadu bebas) maka banyak dil akukan penelitian ke
arah genetika. Namun rasio Mendel seperti 3:1 dan 9:3:3:1 tidak selalu terjadi dalam semua
persilangan. Ni sbah fenotipe maupun genotipe yang dihasilkan Mendel akan diperoleh seandainya
terpenuhi kondisi tertentu, yaitu (a) seti ap s ifat hanya ditentukan oleh satu lokus; (b) alel dalam
setiap lokus bersegregasi bebas dari lokus lain; dan (c) gen-gen yang di pelajari terdapat pada inti.
Ternyata kondisi ini tidak selalu terpenuhi, oleh karena itu akan sering ditemukan penyimpangan d
ari nisbah Mendel. Penyimpangan ini dapat dijelask an bahwa terdapat karakter-karakter yang
dipengaruhi oleh lebih dari sepasa ng gen yang berinteraksi. Interaksi inilah yang akan memunculkan
berbag ai variasi fenotipe, meskipun hukum dasar pewarisan si fat keturunan sama dengan Mendel.

Tabel 1. Nisbah Fenotip (F2) Hibrida Normal Menurut Mendel

Monohibrida 3: 1 (Hukum Dominasi penuh) n= 1 jumlah gamet = 2

Dihibrida 9: 3: 3: 1 n= 2 jumlah gamet = 4

Trihibrida 27: 9: 9: 9: 3: 3 : 3: 1 n= 3 jumlah gamet = 8

Polihibrida (3:1)n n= n jumlah gamet = 2n

(n) = jenis sifat berbeda (hibridanya)


Pewarisan suatu sifat ditentukan oleh g en-gen yang terletak pada kromosom. Tempat ge n-gen
pada kromosom disebut dengan lokus. Setiap lokus memiliki 2 atau lebih ale l yang mengendalikan
suatu karakter. Namun tidak jarang ditemui bahwa dalam satu lokus ditemukan beberapa variasi
alel. Variasi ini muncul akibat mutasi ya ng mengakibatkan munculnya fenotipefenotipe baru.

TIPE INTERAKSI

Tipe interaksi gen merupakan hasil interaksi diantara gen-gen dan menghasilkan produk dari
aktivitas 2 gen atau lebi h. Interaksi ini mungkin berada pada level gen-gen itu sendir i, aksi dari
produk-produk yang dihasilkan pada kegiatan sitoplasma atau merupakan interaksi sel-sel atau
organ-organ yang gen-gennya mengalami perubahan. Untuk mengetahui pada level mana interaksi
terjadi maka itu merupakan su atu objek utama dalam studi interaksi gen. Studi ini akan melengkapi
studi dibidang biokimia dan fisiologi. Produk dari semua aspek fenotipe bergantung pada
keseluruhan gen yang membentuk genome. Bahwa sangat tidak mungkin pendekat an studi interaksi
gen dengan hanya melihat total dari interaksi itu sendiri tetapi dapat didekati dengan
memperhatikan kejadi an sederhana pada variasi sebuah sifat yang bersegregasi dari dua gen nona
lelik. Dan hal ini dinamakan dengan pewarisan digen ik (Wagner and Mitchell, 1965). Seiring dengan
perkembangan wakt u maka penelitian-penelitian yang menjelaskan tentang intera ksi gen semakin
berkembang. Salah satunya adalah dominansi suatu alel terhadap alel lain tidak selalu terjadi .
Penampakan su atu gen dapat dipeng aruhi oleh faktor-faktor seperti lingkungan, umur, jenis
kelamin, fisiologis, genetik dan faktor lainnya.

Perubahan pengaruh dominansi ini timbul akibat :

1) intralokus atau intralelik atau intragenik

2) interlokus atau intergenik

3) interaksi gen dengan lingkungan

Analisis genetik dapat mengidentifi kasi gen yang berinteraksi dalam menentukan suatu si fat atau
gen-gen ya ng terdapat dalam lintasan biologi yang khusus. Kunci utamanya adalah bahwa interaksi
gen menyebabkan peru bahan rasio turunan. Griffith et al . (2000) membedakan beberapa jenis
interaksi yang menimbulkan berbagai modifikasi fenotipe . Perbedaan penting adalah adanya
interaksi gen yang bera da dalam lintasan biologi yang sama dan terdapat juga interaksi gen yang
berada dalam lintasan yang berbeda.

A. Interaksi gen dalam lintasan biologi yang berbeda

Umumnya interaksi yang melibatkan dua lintasan biokimia yang berbeda menghasilkan F2 dengan 4
kelas fenotipe yang berhubungan dengan kelas genotipe yang mungkin terbentuk, sebagai contoh
adalah pewarisan warna kulit pada Corn Snake.

O += berwarna orange b +=menimbulkan warna hitam

O = tidak menimbulkan warna orange b =tidak menimbulkn warna hitam


P : o +o+bb (Orange) X oob+b+ (hitam)

F1: o +o b+b (camouflaged /warna agak pudar ataus amar)

F2 : 9 o +ob+b (camouflaged) 3 o +_bb (Orange) 3 o o b +_ (Hitam) 1 oobb (Albino)

B. Interaksi gen dalam lintasan biologi yang sama

1. Intralokus atau intralelik atau intragenik adalah interkasi yang terjadi anat ar 2 atau lebih alel yang
berasal dari lokus yang sama, untuk menghasilkan suatu fenotipe. Yang termasuk dalam interaksi
intralokus adalah sebagai berikut:

         Dominansi; Adalah kehadiran al el dominan dari suatu gen menyebabkan efek alel resesif dari lokus
yang sama akan te rselubungi, sehingga fenotipe yang tampa k adalah efek alel dominan. Pada tipe
ini, fenotipe dari individu bergenotipe heterozigot identik dengan fenotipe individu berg enotipe
homozigot dominan. Zuriat individu heterozigot yang menyerbuk sendiri akan bersegregasi menjadi
3 zuriat dominan : 1 zuriat resesif. Tipe ini disebut juga dengan kedominanan penuh (Hartana,
1992)
         Dominan parsial atau incomplete dominance; Pada tip e ini tidak terjadi domi nansi karena fenotipe
heterozigot terletak diantara 2 induk homozigot (intermediet). Tanaman heterozig ot akan
menghasilkan segregasi zuriat dengan nisbah 1:2:1. Pada tingkat molekuler, tipe ini umumnya
disebabkan oleh pengaruh k uantitatif sejumlah alel normal yang mengakibatkan te rjadinya proses
transkripsi yang menghasilkan banyak protein, sedang kan yang sedikit alel normal maka transkripsi
akan menghasilkan sedikit pr otein. Jika tidak memiliki alel yang normal maka terhambat terjadi
transk ripsi dan mungkin tidak akan atau hanya sedikit sekali terbentuk protein. Alel gen warna
bunga merah tidak dominan penuh terhadap alel gen warna bunga putih sehingga tanaman be
rgenotipe heterozigot akan menampakkan warna intermediet (merah muda). Jika dibiarkan tanaman
tersebut menyerbuk sendiri maka akan menghasilkan zuriat tanaman yang bersegregasi dengan
nisbah bunga merah : merah muda : putih = 1 : 2 : 1
         Kodominan; Pada tipe ini, alel-alel suatu gen da ri lokus yang sama berinteraksi dan sama-sama
memberikan efek pada penampilan fenotipenya. Contoh:

a. Lokus sifat ketidakserasian sendiri

Genotipe stigma Fenotipe

S1S1 Polen S1 akan ditolak

S2S2 Polen S2 akan ditolak


S1S2 baik polen S1 maupun S2 akan ditolak

terlihat bahwa alel S1 dan S2 kodominan, artinya sama-samamemberi kan efek pada
ketidakserasian

b. Tipe golongan darah ABO pada manusia

Ada 4 tipe golongan darah dalam sistem ABO yaitu: Sistem golongan darah ini mempunyai 3 alel
yaitu IA, IB dan i. Golongan darah AB meru pakan bentuk kekodominanan karena keduanya sama-
sama mengekspresikan antigen A dan B. Huruf pada golongan darah menunjukkan bahwa terdapat
2 molekul karbohidrat khusus yang terdapat pada permukan sel darah merah. Individu bisa
memiliki karbohidrat A (golonga n darah A), karbohidrat B (golongan darah B) atau memiliki
karbohidrat A dan B sekaligus (golongan darah AB).

c. Warna kulit ular gandum

Umumnya warna kulit ular ini adalh berbentuk belang-belan g hitamorange agak pudar(samar).
Warna ini di hasilkan oleh pigmen yang terpisah yang dikendalikan oleh gen secara genetik.

O += berwarna orange b +=menimbulkan warna hitam

O = tidak menimbulkan warna orange b =tidak menimbulkn warna hitam

P : o +o+bb (Orange) X oob+b+ (hitam)

F1: o +o b+b (camouflaged /warna agak pudar ataus amar)

F2 : 9 o +ob+b (camouflaged) 3 o +_bb (Orange) 3 o o b +_ (Hitam) 1 oobb (Albino)

         Dominansi berlebih (overdominance)

Welsh (1991) menambahkan overdominance ke dalam interaksi intralokus. Pada proses ini,
heterozigot mempunyai nilai fenotip yang terletak diluar kedua induknya.

2. Interlokus atau intergenik

Interaksi ini merupakan peristiwa dimana dua atau lebih gen dari lokus yang berbeda berinterak si
mempengaruhi suatu karakter dan suatu gen/lokus menutupi gen/lokus lainnya dan dikenal dengan
istilah EPISTASIS. Epistasis artinya menutupi gen lain dan gen yang ditutup disebut juga dengan
hypostatis.Pemunculan sifat satu alel dapa t berubah kar ena adanya kehadiran atau ketidakhadiran
salah satu alel atau lebih pada lokus yang berlainan. Proses ini berlangsung bila pal ing sedikit ada
2lokus yang mengendalikan pemunculan satu sifat/karakter. Misa lnya ada 2 pasang gen yang
memisah secara bebas tapi saling berinteraksi, pa da banyak peristiwa interaksi nisbah yang
dharapkan 9:3:3:1 akan berubah. Interaksi yang termas uk ke dalam interaksi interlokus adalah
sebagai berikut:

2.1. Dominan epistasi; yaitu suatu gen dominan mengalahkan pengar uh dominan lainnya dan resesifnya.
contoh: Warna buah Squash; Pada buah squash alel resesi f harus diekspresikan sebelum alel warna
tertentu pada lokus kedua (lainnya) diekspresikan. Gen pertama, gen warna squash putih dominan
terhadap squash berwarna (lainnya : kuning dan hijau) diberi simbol W (putih) dan w (berwarna).
Gen kedua, warna kuning dominan terhadap hijau diberi simbol G (kuning) dan g (hijau). Jika
dihibrid di-selfing maka akan terdapat 3 warna buah squash dengan rasio 12:3:1 (putih : kuning :
hijau).

2.2. Resesif epistasi; yaitu kedua pasang gen domina n lengkap tetapi gen resesif pada satu lokus (lok
us epistatik) menekan penampilan alel pada lokus lain (lokus hypostatik). Mekanisme ini disebut juga
sebagai modifikasi aksi ge n (Welsh, 1991). Contoh:

a. Warna kulit pada bawang merah

C= gen dominan yang diperlukan untuk menghasilkan warna

c= alel tidak aktif yang menghalangi pembentukan warna

R= Gen dominan untuk warna merah

r= alel resesif untuk warna kuning

P CCrr (kuning) X ccRR (Putih)

F1 CcRr Putih

F2 9 C_R_ : 3 C_rr : 3 ccR_ : 1 ccrr

9 merah :3 Kuning : 4 putih

Gen c tidak aktif menghalangi pembentukan warna dan epistatik terhadap gen R dan r. Fenotipe
ccR_ dan ccrr putih karena pembentukanwarna dihalangi oleh alel c

b. Warna bung a matahari (Helianthusa annus) dikendalikan oleh 2 lokus bebas yang mempunyai
beberapa alel majemuk yang bersifat dominan dalam setiap lokusnya.

P LLLaLa (kuning) X lllala (kuning muda)

F1 LlLala Kuning

F2 9 L_La_ : 3 L_lala: 3 llLa_ : 1 lllala

9 kuning : 3 merah kekuningan : 4 kuning muda

c. Ada interaksi lain dalam menumbuhkan wana bulu pada mencit. Yang epistasi di sini adalah cc. Kalau
cc tak hadir maka warna bulu kelabu dengan kehadiran A dan hitam dengan kehadiran a.

A= kelabu C= pigmentasi normal

a= hitam c = tidak ada pigmentasi

P AACC kelabu X aacc albino

F1 AaCc kelabu
F2 9 A_C_ : 3 aaC_ : 3 A_cc : 1 aacc

9 kelabu :3 hitam : 4 albino

d. Warna kulit kuda; Warna kulit coklat (B) dominan terh adap tan (b). Fenotipe tergantung pada gen
kedua yang mengendalikan pigmen rambut. G en C dominan untuk menghadirkan pigmen rambut
sedangkan alel c adalah resesif untuk mengendalikan tidak ada pigmen. Jika kuda bergenotipe
homozigot resesif cc maka akan muncul warna putih.
2.3. Inhibitor gen action; yaitu satu gen dominan pada satu lokus dan homozigot resesif pada lokus

yang lain bersifat epistasis, yaitu bila terdapat salah satu gen itu akan mencegah pembuatan hasil
akhir gen. Interaksi ini dise but juga dengan epistasi dominan & resesif (Crowder, 1993).

Contoh:

a. Kasus pada warna bulu ayam kampung :

C = Gen domina n yang diperlukan untuk pembentukan warna bulu

c= Gen yang tidak menghasilkan warna

I= Gen dominan yang menghambat pembentu kan warna

i= Gen resesif yang menentukan warna hitam

Persilangan antara dua ayam kampung berbulu putih dengan genotipe yan g

berbeda :

P IICC (putih) X iicc (putih)

F1 IiCc (putih)

F2 9 I_C_ (putih) 3 I_cc (putih) 3 iiC_ (berwarna) 1 iicc (putih)

Sehingga terdapat 13 ayam kampung berbulu putih dan 3 ayam kampong berbulu warna.

b. Kasus pada produksi malvidin pada tanaman Primula : Sintesis malvilin pada tanaman Primula
dikontro l oleh alel K (gen dominan untuk pembentukan malvilin) sedangkan penghambat sintesis
malvilin diberi simbol alel D (Gen domina n penghambat sintesis malvilin). Tanaman F1 dengan
genotipe KkDd tidak akan memproduksi malvilin karena keberadaan dari alel dominan D
(penghambat sintesis malvilin).

2.4. Duplikat dominan epistasi; merupakan interaksi yang terjadi bila dua gen berperan sama dan
mengatur sifat yang sama yaitu salah satu dapat menggantikan yang lain. Tipe interaksi ini dise but
juga dengan isoepistasi (Crowder, 1993)

Contoh :

a. Bentuk buah tanaman Bursa sp (15 :1)

Parental : AABB (segitiga) X aabb (Oval)

F1 : AaBb (Segitiga)

F2 : 9 A_B_ (segitiga) 3 A_bb (segitiga) 15 segitiga : 1 oval 3 aaB_ (segitiga) 1 aabb (oval)

Kasus duplikat dominan epistatis dapat ditemui pada warna kernel pada gandum. Pathway da ri
enzim fu ngsional dari enzim A dan B dapat memproduksi produk dari precursor tertentu. Produk
yang dihasilkan menentukan w arna kernel dari biji gandum. Ternyata hanya alel dominan dari dua
lokus yang dapat memberikan fenotipe warna pada karnel biji g andum. Persilangan galur murni dari
tanaman gandum dengan kernel biji berwarna (genotipe AABB) dan tanaman gandum dengan ker
nel biji putih (aabb) akan menghasilkan F1, yang kemudian di-s elfing, akan menghasilkan dihibrid
dengan perbandingan 9:3:3:1. Secara biokimia akan menghasilkan perbandingan dihibrid 15:1
(Tabel 4) yaitu 15 kernel biji berwarna dan 1 kernel tidak berwarna (putih). Duplikat dominan
epistatis sering juga disebut sebagai duplicate gene action, sisoepistatis atau epistatis dominan
ganda.

2.5. Duplikat resesif epistasi ; adalah fenotipe yang sama dihasilkan oleh kedua genotipe homozigot
resesif. Dua gen resesif bersifat epistatik terhadap alel dominan. Hal ini disebut juga dengan istilah
komplementer (Yatim, 1991).

Contoh:

a. Warna bu nga tanaman kapri (Pisum sativum)

C= gen dominan diperlukan untuk pembentukan warna P=gen dominan menghasilkan pigmen ungu

P CCpp X ccPP putih putih

F1 CcPp ungu

F2 9 C_P _ : 3 C_pp : 3 ccP_ : 1 ccpp

9 ungu : 7 putih

Kedua alel dominan harus bersama-s ama untuk dapat menghasilkan warna, jadi kedua gen ini
komplementer. Gen P sendiri tidak nebghasilkan cukup zat warna untuk menimbulkan warna ungu.
Gen resesif dalam keadaan homozigot tidak aktif dan epistatik terhadap gen yang dominan.

2.6. Koepistatik; Ini terjadi apabila dua gen yang bukan alelnya (pada lokus berbeda) kerjanya
berlainan, seperti pada alel ko dominan. Tipe ini disebut juga dengan istilah kriptomeri (Yatim, 1991).
Satu sifat ditentukan oleh satu lokus. Contoh : a. Bentuk jengger ayam varietas Wyandotte, Brahmas
dan Leghorns menunjukan peristiwa epistais. Jengger ayam ditentukan oleh peran dua alel dengan
hubungan dominan resesif yaitu R, r, dan P, p. Alel R akan menberikan t ipe jengger Rose sedangkan
P akan memberikan tipe jengge r ayam Pea. Fenotipe Rose (alel R) akan muncul bila pada lokus lain t
ida k muncul alel dominan P dan fenotipe Pea (alel P) akan muncul bila pada lokus lain tidak ada alel
R. Bila alel P dan R muncul bersamaan pada kedua lokus ak a menghasilkan fenotipe Walnut
edangkan ketidakhadiran satupun alel dominan akan menghasi lkan fenotipe Single.
TENTANNG SPESIESI, ISOLASI, REPRODUKSI, DAN
HABITAT
Mekanisme Evolusi terdiri dari 3 yaitu :

A. Seleksi Alam

B. Mutasi Gen

C.Pengertian Spesiasi

Spesiasi merupakan proses pembentukan spesies baru dan berbeda dari


spesies sebelumnya melalui proses perkembangbiakan secara natural dalam
kerangka evolusi. Spesiasi sangat terkait dengan evolusi, keduanya merupakan
proses perubahan yang berangsur-angsur, sedikit demi sedikit, secara gradual,
perlahan tetapi pasti terjadi. Spesiasi lebih ditekankan pada perubahan yang terjadi
pada populasi jenis tertentu. Kecepatan spesiasi maupun kepunahan sebagian
tergantung pada ukuran kisaran geografis dari suatu daerah. Daerah yang luas
cenderung meningkatkan kecepatan spesiasi dan menurunkan kecepatan
kepunahan. Jenis yang terdapat di daerah yang luas akan mengalami spesiasi lebih
cepat, sedangkan menurunnya luas area akan meningkatkan kepunahan suatu
jenis, jadi menurunkan jumlah jenis yang akan mengalami spesiasi. (Widodo, 2007).
Spesiasi atau terbentuknya spesies baru dapat diakibatkan oleh adanya isolasi
geografi, isolasi reproduksi, dan perubahan genetika (Campbell, 2003). Adapun
proses spesiasi ini dapat berlangsung secara cepat atau lama hingga berjuta-juta
tahun.

Spesiasi adalah pembentukan spesies baru dan berbeda dari


spesies sebelumnya dalam kerangka evolusi. Spesiasi dapat berlangsung
cepat, dapat pula berlangsung lama hingga puluhan juta tahun. Setiap
populasi terdiri atas kumpulan individu sejenis (satu spesies) dan
menempati suatu lokasi yang sama. Karena suatu sebab, populasi dapat
terpisah dan masing-masing mengembangkan adaptasinya sesuai dengan
lingkungan baru. Dalam jangka waktu yang lama, populasi yang saling
terpisah itu masing-masing berkembang menjadi spesies baru sehingga
tidak dapat lagi mengadakan perkawinan yang menghasilkan keturunan
fertil. Terbentuknya spesies baru (spesiasi) dapat diakibatkan oleh adanya
isolasi geografi, isolasi reproduksi, dan perubahan genetika.

B. Syarat terjadinya spesiasi

1. Adanya perubahan lingkungan

Perubahan lingkungan dapat menyebabkan perubahan evolusi.


Contohnya, bencana alam dapat menyebabkan timbulnya kepunahan
massal di muka bumi. Bencana alam seperti glasiasi, vulkanisme, atau
akibat pergesaran benua, dan proses-proses lainnya menyebabkan
perubahan global yang menyebabkan timbulnya kepunahan missal di
muka bumi. Kepunahan massal akan menimbulkan relung-relung kosong
yang dalam waktu lama relung-relung tersebut baru terisi. Apabila tidak
ada relung yang kosong, tidak ada tempat bagi suatu spesies untuk
mengalami proses spesiasi.

2. Adanya relung (niche) yang kosong

Relung merupakan tempat hidup dan interaksi suatu organisme.


Suatu spesies selalu menempati relung tertentu. Suatu relung umumnya
hanya dapat ditempati oleh satu jenis spesies saja. Kepunahan massal
akan menimbulkan relung-relung kosong yang akan menyebabkan relung-
relung baru terisi kembali dalam jangka waktu yang panjang. Apabila
relung tersebut kosong (tidak ada organisme yang menempatinya), maka
akan ada banyak organisme yang berusaha menempati relung tersebut.

3. Adanya keanekaragaman suatu kelompok organisme

Selalu akan ada sejumlah organisme yang mencoba mengisi relung yang
kosong. Keberhasilan suatu organisme mengisi relung ditentukan oleh
seberapa besar kecocokan organisme tersebut dibandingkan dengan
persyaratan relung yang kosong.

C. Proses Spesiasi
1. Isolasi Geografi

Mayoritas para ahli biologi berpandangan bahwa faktor awal dalam proses
spesiasi adalah pemisahan geografis, karena selama populasi dari spesies yang
sama masih dalam hubungan langsung maupun tidak langsung gene flow masih
dapat terjadi, meskipun berbagai populasi di dalam sistem dapat menyimpang di
dalam beberapa sifat sehingga menyebabkan variasi intraspesies. Hal serupa juga
dikemukakan oleh Campbell dkk (2003) bahwa proses-proses geologis dapat
memisahkan suatu populasi menjadi dua atau lebih terisolasi. Suatu daerah
pegunungan bisa muncul dan secara perlahan-lahan memisahkan populasi
organisme yang hanya dapat menempati dataran rendah; suatu glasier yang yang
bergeser secara perlahan-lahan bisa membagi suatu populasi; atau suatu danau
besar bisa surut sampai terbentuk beberapa danau yang lebih kecil dengan populasi
yang sekarang menjadi terisolasi. Jika populasi yang semula kontinyu dipisahkan
oleh geografis sehingga terbentuk hambatan bagi penyebaran spesies, maka
populasi yang demikian tidak akan lagi bertukar susunan gennya dan evolusinya
berlangsung secara sendiri-sendiri. Seiring dengan berjalannya waktu, kedua
populasi tersebut akan makin berbeda sebab masing-masing menjalani evolusi
dengan caranya masing-masing (Widodo dkk, 2003).

Pada awalnya isolasi reproduksi muncul sebagai akibat adanya faktor


geografis, yang sebenarnya populasi tersebut masih memiliki potensi untuk
melakukan interbreeding dan masih dapat dikatakan sebagai satu spesies.
Kemudian kedua populasi tersebut menjadi begitu berbeda secara genetis, sehingga
gene flow yang efektif tidak akan berlangsung lagi jika keduanya bercampur kembali.
Jika titik pemisahan tersebut dapat tercapai, maka kedua populasi telah menjadi dua
spesies yang terpisah (Widodo dkk, 2003). Isolasi geografi dari sistem populasi
diprediksi akan mengalami penyimpangan karena kedua sistem populasi yang
terpisah itu mempunyai frekuensi gen awal yang berbeda, terjadi mutasi, pengaruh
tekanan seleksi dari lingkungan yang berbeda, serta adanya pergeseran susunan
genetis (genetic drift), ini memunculkan peluang untuk terbentuknya populasi kecil
dengan membentuk koloni baru.

Suatu penghalang (barier) adalah keadaaan fisis ekologis yang mencegah


terjadinya perpindahan-perpindahan spesies tertentu melewati batas ini dan suatu
barier suatu spesies belum tentu merupakan barier bagi spesies lain. Perubahan
waktu yang terjadi pada isolasi geografis menyebabkan terjadinya isolasi reproduktif
sehingga menghasilkan dua spesies yang berbeda.

a. Proses spesiasi Simpatri

Menurut Campbell, dkk (2003) dalam spesiasi simpatrik, spesies baru muncul
di dalam lingkungan hidup populasi tetua; isolasi genetik berkembang dengan
berbagai cara, tanpa adanya isolasi geografis. Model spesiasi simpatrik meliputi
spesiasi gradual dan spontan. Sebagian besar model spesiasi simpatrik masih
dalam kontroversi, kecuali pada model spesiasi spontan dan spesiasi poliploidi yang
terjadi pada tumbuhan.

Hugo de Vries menyatakan bahwa spesiasi simpatrik dengan autopoliploidi


yang terjadi pada tumbuhan bunga primrose (Oenothera lamarckiana) yang
merupakan suatu spesies diploid dengan 14 kromosom. Di mana suatu saat muncul
varian baru yang tidak biasanya diantara tumbuhan itu dan bersifat tetraploid dengan
28 kromosom. Selanjutnya bahwa tumbuhan itu tidak mampu kawin dengan bunga
mawar diploid, spesies baru itu kemudian dinamai Oenothera gigas. Mekanisme lain
spesiasi adalah alopoliploid yaitu kontribusi dua spesies yang berbeda terhadap
suatu hibrid poliploid. Misalnya rumput Spartina anglica yang berasal dari hibridisasi
Spartina maritima dengan Spartina alternaflora. Spesiasi simpatrik pada hewan
contohnya serangga Rhagoletis sp.

Model-model spesiasi simpatrik didasarkan pada seleksi terpecah (distruptive


selection), seperti ketika dua homozigot pada satu atau lebih lokus teradaptasi
dengan sumber yang berbeda dan hal itu merupakan suatu multiple-niche
polymorphism. Contohnya pada serangga herbivora bergenotip AA dan A’A’
teradaptasi dengan spesies tumbuhan 1 dan 2, dimana genotip AA’ tidak teradaptasi
dengan baik. Masing-masing homozigot ingin mempunyai fittes lebih tinggi jika
dilakukan mating secara assortative dengan genotip yang mirip dan tidak
menghasilkan keturunan heterozigot yang tidak fit. Assortative mating mungkin
dipertimbangkan adanya lokus B yang dapat mempengaruhi perilaku kawin maupun
mendorong serangga untuk memilih inang spesifik, yang pada tempat tersebut dapat
ditemukan pasangan dan kemudian dapat bertelur. Jika BB dan Bb kawin hanya
pada inang 2, perbedaan dalam pemilihan inang dapat mendasari terjadinya
pengasingan/ isolasi reproduktif. Banyak dari serangga herbivora yang merupakan
spesies yang berkerabat dekat dibatasi oleh perbedaan inang, terutama untuk
pemenuhan kebutuhan makan, mating/kawin.

b. Proses spesiasi tidak Simpatri

Spesiasi tidak simpatri adalah proses spesiasi yang terdapat dalam area
geografi yang berbeda dibandingkan dengan area geografi suatu spesies yang
paling berkerabat. Spesiasi tidak simpatri dapat dibagi tiga, yaitu spesiasi alopatri
(spesiasi yang terjadi di daerah yang berjauhan atau berlainan dari satu spesies
yang paling dekat hubungan kekerabatannya), spesiasi parapatri (spesiasi terjadi di
daerah yang bersebelahan dengan daerah dari suatu spesies yang paling dekat
hubungan kekerabatannya), spesiasi peripatri (spesiasi yang terjadi di daerah
pinggir dari daerah suatu spesies yang paling dekat hubungan kekerabatannya).

1) Spesiasi Alopatrik ( Allopatric Speciation)

` Terjadinya spesiasi alopatrik banyak dibuktikan melalui studi variasi geografi.


Spesies yang beranekaragam secara geografis dari seluruh karakter dapat
menghalangi pertukaran gen antara spesies simpatrik. Populasi yang terpisah
secara geografis dapat terisolasi oleh kemandulan atau perbedaan perilaku
dibandingkan dengan populasi yang berdekatan. Populasi yang terisolasi mungkin
tidak dapat melakukan interbreeding jika mereka bertemu, karena bentuknya sangat
menyimpang (divergent) dan kemudian masuk ke dalam simpatrik tetapi tidak terjadi
interbreeding. Spesiasi alopatrik merupakan mekanisme isolasi yang terjadi secara
gradual.

Contoh bukti perbedaan alopatrik misalnya hewan air tawar menunjukkan


keanekaragaman yang besar di daerah pegunungan yang banyak terisolasi dengan
sistem sungai. Pada suatu pulau suatu spesies adalah homogen di atas rentang
kontinen yang berbeda dalam hal penampilan, ekologi dan perilaku. Contoh spesiasi
alopatrik lainnya adalah pembentukan spesies burung finch di Kepulauan Galapagos
yang dikemukakan oleh Darwin. Menurut Darwin dalam Stearns and Hoekstra
(2003) bahwa burung finch berasal dari satu nenek moyang burung yang sama.
Spesiasi alopatrik juga dialami oleh tupai antelope di Grand Canyon. Di mana
pada tebing selatan hidup tupai antelope harris (Ammospermophillus harris).
Beberapa mil dari daerah itu pada sisi tebing utara hidup tupai antelope berekor
putih harris (Ammospermophillus leucurus), yang berukuran sedikit lebih kecil dan
memiliki ekor yang lebih pendek dengan warna putih di bawah ekornya (Gambar
2.6.). Ternyata di situ semua burung-burung dan organisme lain dapat dengan
mudah menyebar melewati ngarai ini, tetapi tidak dapat dilewati oleh kedua jenis
tupai ini.

2) Spesiasi parapatrik/ Semi geografik

Jika seleksi menyokong dua alel berbeda yang berdekatan atau parapatrik, frekuensi
sudah dapat ditetapkan. Dengan cukupnya seleksi pada suatu lokus yang
berkontribusi terhadap isolasi reproduktif, populasi dapat membedakan kepada
spesies yang terisolasi secara reproduktif. Endler (1977) dalam Widodo dkk (2003)
berargumen bahwa zona bastar yang biasanya menandai untuk dapat terjadinya
kontak sekunder sebenarnya sudah muncul secara in situ (melalui perbedaan
populasi parapatrik dan spesies yang muncul juga parapatrik).

Spesiasi Parapatrik merupakan spesiasi yang terjadi karena adanya variasi


frekuensi kawin dalam suatu populasi yang menempati wilayah yang sama. Pada
model ini, spesies induk tinggal di habitat yang kontinu tanpa ada isolasi geografi.
Spesies baru terbentuk dari populasi yang berdekatan. Suatu populasi yang berada
di dalam wilayah tertentu harus berusaha untuk beradaptasi dengan baik untuk
menjamin kelangsungan hidupnya, dan usaha itu dimulai dengan memperluas
daerah ke daerah lain yang masih berdekatan dengan daerah asalnya. Apabila di
area yang baru ini terjadi seleksi, maka perubahan gen akan terakumulasi dan dua
populasi akan berubah menjadi teradaptasikan dengan lingkungan barunya. Jika
kemudian mereka berubah menjadi spesies lain (spesies yang berbeda), maka
perbatasan ini akan diakui sebagai zona hibrid. Dengan demikian, dua populasi
tersebut akan terpisah, namun secara geografis letaknya berdekatan sepanjang
gradient lingkungan.

Di dalam spesiasi parapatrik tidak ada barier ekstrinsik yang spesifik untuk
gene flow. Populasi berlanjut, tetapi populasi tidak kawin secara acak, individu lebih
mudah kawin dengan tetangganya secara geografis dari pada individu di dalam
cakupan populasi yang berbeda. Artinya bahwa individu lebih mungkin untuk kawin
dengan tetangganya daripada dengan individu yang ada dalam cakupan Di dalam
gaya ini, penyimpangan boleh terjadi oleh karena arus gen dikurangi di dalam
populasi dan bermacam-macam tekanan pemilihan ke seberang cakupan populasi.

3) Spesiasi peripatrik

Spesiasi peripatrik : proses spesiasi yang terjadi di daerah pinggir dari daerah
suatu spesies yang paling dekat hubungan kekerabatannya. Suatu organisme
memiliki kisaran toleransi tertentu, akibatnya jenis tersebut akan menempati daerah
tertentu. Semakin jauh dari pusat penyebarannya, maka lingkungannya pun makin
berbeda. Dengan demikian spesies yang menempati daerah tersebut akan semakin
berbeda dengan spesies yang menempati pusat. Dengan demikian, interaksi antara
populasi tersebut dengan populasi satu spesiesnya menjadi sangat terbatas.

2. Isolasi Reproduksi

Pengaruh isolasi geografis dalam spesiasi dapat terjadi karena adanya


pencegahan gene flow antara dua sistem populasi yang berdekatan akibat faktor
ekstrinsik (geografis). Setelah kedua populasi berbeda terjadi pengumpulan
perbedaan dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga dapat menjadi
mekanisme isolasi instrinsik. Isolasi instrinsik dapat mencegah bercampurnya dua
populasi atau mencegah interbreeding jika kedua populasi tersebut berkumpul
kembali setelah batas pemisahan tidak ada.

Spesiasi dimulai dengan terdapatnya penghambat luar yang menjadikan kedua


populasi menjadi sama sekali alopatrik (mempunyai tempat yang berbeda) dan
keadaan ini belum sempurna sampai populasi mengalami proses instrinsik yang
menjaga supaya supaya mereka tetap alopatrik atau gene pool mereka tetap
terpisah meskipun mereka dalam keadaan simpatrik (mempunyai tempat yang
sama).

Mekanisme isolasi intrinsik yang mungkin dapat timbul yaitu isolasi sebelum
perkawinan dan isolasi sesudah perkawinan.

a. Isolasi Sebelum Perkawinan (Pre-mating isolation/prezygotic barrier)

Isolasi sebelum perkawinan menghalangi perkawinan antara spesies atau


merintangi pembuahan telur jika anggota-anggota spesies yang berbeda berusaha
untuk saling mengawini. Isolasi ini terdiri dari:

1) Isolasi Ekologi (ecological)


Dua sistem yang mula-mula dipisahkan oleh penghambat luar (eksternal
barrier), suatu ketika mempunyai karakteristik yang khusus untuk berbagai
keadaan lingkungan meskipun penghambat luar tersebut dihilangkan,
keduanya tidak akan simpatrik. Setiap populasi tidak mampu hidup pada
tempat dimana populasi lain berada, mereka dapat mengalami perubahan
pada perbedaan-perbedaan genetik yang dapat tetap memisahkan mereka.
Setiap spesies beradaptasi dengan iklim setempat di dalam batas-batas
daerah sendiri dan iklim dari keduanya sangat berbeda, sehingga setiap
spesies tidak mungkin hidup di tempat spesies yang lain. Jadi, disini terdapat
perbedaan-perbedaan genetik yang mencegah gene flow diantara spesies
pada keadaan yang alami. Contohnya pada pohon jenis Platanus occidentalis
yang terdapat di bagian timur Amerika Serikat dan Platanus orientalis yang
terdapat di timur Laut Tengah, kedua spesies ini dapat disilangkan dan
menghasilkan hibrid yang kuat dan fertil. Kedua spesies ini terpisah tempat
yang berbeda dan fertilisasi alami tidak mungkin terjadi (Waluyo, 2005).

2) Isolasi Tingkah laku (Behavioral)

Tingkah laku berperan sangat penting dalam hal courtship (percumbuan)


dan perkawinan (mating). Tingkah laku juga berperan pada perkawinan acak
antar spesies yang berbeda sehingga perkawinan mendapat hambatan oleh
terjadinya inkompatibilitas beberapa perilaku sebagai dasar bagi suksesnya
perkawinan tersebut. Contohnya pada hewan jantan spesies tertentu memiliki
pola perilaku yang spesifik dalam menarik, mendekati dan mengawini
pasangannya. Kegagalan perkawinan terjadi karena pasangan merasa asing
dengan pola perilaku yang ditunjukkan oleh pasangannya sehingga terjadi
penolakan. Selain sekuen perilaku yang spesifik seperti yang ditunjukkan oleh
burung bower di mana hewan jantan harus mempersiapkan pelaminan yang
penuh dengan aksesoris tertentu agar burung betina mau dikawini. Isolasi
perilaku sangat tergantung pada produksi dan penerimaan stimulus oleh
pasangan dari dua jenis kelamin yang berbeda. Jenis stimulus yang dominan
untuk mensukseskan perkawinan, stimulus tersebut diantaranya adalah:

a) Stimulus visual: Bentuk, warna, dan karakter morfologi lain dapat


mempengaruhi stimulus visual. Beberapa hewan seperti kelompok ikan,
burung, dan insekta menunjukkan bahwa stimulus visual dominan
mempengaruhi ketertarikan pasangan seksualnya. Contohnya pada bebek
liar Amerika Serikat yang simpatrik mempunyai courtship display yang baik
dan disertai dengan warna yang mencolok pada bebek jantan. Fungsinya
adalah untuk memperkecil kesempatan bebek betina memilih pasangan
yang salah (Waluyo, 2005).

b) Stimulus adaptif: Bunyi nyanyian atau suara lain yang spesifik berfungsi
sebagai alat komunikasi antar jenis kelamin yang mengarah pada proses
terjadinya perkawinan intra maupun interspesies. Suara-suara yang
dikeluarkan oleh insekta, reptilia, burung, dan mamalia banyak yang spesifik
untuk tiap spesies.

c) Stimulus kimia/feromon: Parris (1999) menyatakan bahwa feromon


merupakan signal kimia yang bersifat intraspesifik yang penting dan
digunakan untuk menarik dan membedakan pasangannya, bahkan feromon
dapat bertindak sebagai tanda bahaya. Molekul ini spesifik pada individu
betina yang dapat merangsang individu jantan dan atau sebaliknya sebagai
molekul spesifik yang dihasilkan oleh individu betina untuk menolak individu
jantan. Misalnya pada Drosophila melanogaster feromon mempunyai
pengaruh pada tingkah laku perkawinan, di mana dengan adanya feromon
yang dilepaskan oleh individu betina membuat individu jantan melakuakn
aktivitas sebagai wujud responnya terhadap adanya feromon tersebut.

3) Isolasi Sementara (temporal)

Dua spesies yang kawin pada waktu yang berbeda (hari, musim, atau
tahun), gametnya tidak akan pernah mencampur. Misalnya hewan singung
berbintik (Spilogale gracilis) yang sangat mirip dengan S. putorius ini tidak akan
saling mengawini karena S. gracilis kawin pada akhir musim panas dan S.
putorius kawin pada akhir musim dingin. Hal yang sama juga terjadi pada 3
spesies dari genus anggrek Dendrobium yang hidup di musim tropis basah
yang sama tidak terhibridisasi, karena ketige spesies ini berbunga pada hari
yang berbeda.

4) Isolasi Mekanik (mechanical)

Apabila perbedaan struktural diantara dua populasi yang sangat


berdekatan menyebabkan terhalangnya perkawinan antar spesies, maka
diantara kedua populasi tersebut tidak terjadi gene flow (Waluyo, 2005). Isolasi
mekanik ditunjukkan oleh inkompatibilitas alat reproduksi antara dua spesies
yang berbeda sehingga pada saat terjadinya perkawinan salah satu
pasangannya menderita. Mekanisme ini sebagaimana terlihat pada Molusca
sub-famili Polygyrinae, struktur genetalianya menghalangi terjadinya
perkawinan spesies dalam sub-famili yang sama. Pada tumbuhan isolasi ini
terlihat pada tanaman sage hitam yang memiliki bunga kecil yang hanya dapat
diserbuki oelh lebah kecil. Berbeda dengan tanaman sage putih yang memiliki
struktur bunga yang besar yang hanya dapat diserbuki oleh lebah yang besar.

5) Isolasi Gametis (gametic)

Isolasi gamet menghalangi terjadinya fertilisasi akibat susunan kimiawi


dan molekul yang berbeda antara dua sel gamet, seperti spermatozoa yang
mengalami kerusakan di daerah traktus genital organ betina karena adanya
reaksi antigenik, menjadi immobilitas, dan mengalami kematian sebelum
mencapai atau bertemu sel telur. Contohnya pada persilangan Drosophila
virilis dan D. americana, sperma segera berhenti bergerak pada saat sampai
pada alat kelamin betina, atau bila tidak rusak maka sperma akan mengalami
kematian. gambaran lain juga yang terjadi pada ikan, di mana telur ikan yang
dikeluarkan dari air tidak akan dibuahi oleh sperma dari spesies lain karena
selaput sel telurnya mengandung protein tertentu yang hanya dapat mengikat
molekul sel sperma dari spesies yang sama.

b. Isolasi Setelah Perkawinan (Post-mating isolation/Postzigotic barrier)


Hal ini terjadi jika sel sperma dari satu spesies membuahi ovum dari spesies
yang lain, maka barier postzigot akan mencegah zigot hibrida itu untuk berkembang
menjadi organisme dewasa yang bertahan hidup dan fertil. Mekanisme ini dapat
terjadi melalui:

1) Kematian zigot (zygotic mortality)

Sel telur yang telah dibuahi oleh sperma spesies lain (zigot hibrid)
seringkali tidak mengalami perkembangan regular pada setiap stadianya,
sehingga zigot tersebut mengalami abnormalitas dan tidak mencapai tahapan
maturitas yang baik atau mengalami kematian pada stadia awal
perkembangannya. Di antara banyak spesies katak yang termasuk dalam
genus Rana, beberapa diantaranya hidup pada daerah dan habitat yang sama,
dan kadang-kadang mereka bisa berhibridisasi. Akan tetapi keturunan yang
dihasilkan umumnya tidak menyelesaikan perkembangannya dan akan
mengalami kematian.

2) Perusakan hibrid (hybrid breakdown)

Pada beberapa kasus ketika spesies berbeda melakuakn kawin silang,


keturunan hibrid generasi pertama dapat bertahan hidup dan fertil, tetapi ketika
hibrid tersebut kawin satu sama lain atau dengan spesies induknya, keturunan
generasi berikutnya akan menjadi lemah dan mandul. Sebagai contoh, spesies
kapas yang berbeda dapat menghasilkan keturunan hibrid yang fertil, tetapi
kerusakan terjadi pada generasi berikutnya ketika keturunan hibrid itu mati
pada saat berbentuk biji atau tumbuh menjadi tumbuhan yang cacat dan
lemah.

3) Sterilitas hibrid

Hibridisasi pada beberapa spesies dapat menghasilkan keturunan yang


sehat dan hidup normal akan tetapi hibrid tersebut mengalami sterilitas.
Terjadinya sterilitas ini disebabkan oleh inkompatibilitas genetik yang nyata
sehingga tidak dapat menurunkan keturunannya. Contoh hibrid yang steril
antara lain: mule (hibrid antara keledai dan kuda), cama (hibrid antara onta dan
ilama), tiglon (hibrid anatara macan dan singa), zebroid (hibrid antara zebra
dan kuda).

Evolusi-Cara Pembentukan Spesies (Spesiasi)

Spesiasi atau terbentuknya spesies baru dapat diakibatkan oleh adanya isolasi geografi, isolasi
reproduksi, dan perubahan genetika (Campbell, 2003). Adapun proses spesiasi ini dapat
berlangsung secara cepat atau lama hingga berjuta-juta tahun.

Isolasi geografis merupakan bentuk pembatasan alam yang berupa pemisahan populasi oleh
kondisi alam. Hal ini dapat terjadi jika populasi makhluk hidup yang sama bermigrasi dari
lingkungan lama menuju lingkungan baru yang terpisah dengan lingkungan awal dan
menetap membentuk populasi tersendiri. Jika sistem populasi yang mula-mula kontinu
dipisahkan oleh kondisi geografis sehingga terbentuk hambatan bagi penyebaran spesiesnya,
maka sistem populasi yang demikian tidak akan lagi bertukar susunan gen, dan evolusinya
berlangsung secara sendiri-sendiri. Seiring dengan berjalannya waktu, kedua populasi tadi
akan semakin berbeda sebab masing-masing menjalani evolusi dengan caranya sendiri.

Isolasi geografis suatu populasi kecil, umumnya terjadi pada daerah pinggiran tempat hidup
populasi tetua. Populasi yang memisahkan diri inilah yang disebut isolat periferal adalah
suatu calon yang baik untuk terjadinya spesiasi karena tiga alasan berikut:

1. Kumpulan gen isolat periferal mungkin berbeda dengan kumpulan gen permulaaan
populasi tetua. Hidup dekat perbatasan, isolat periferal mewakili sisi ekstrim setiap cline
genotip yang berada di populasi tersebut. Jika jumlah isolat cukup kecil, maka akan terdapat
efek pendiri yang menghasilkan suatu kumpulan gen populasi tetuanya.

2. Sampai isolat periferal menjadi populasi yang besar, hanyutan genetik akan terus merubah
kumpulan gennya secara acak. Mutasi baru atau kombinasi alel yang ada saat ini bersifat
netral dalam nilai adaptasinya bisa menjadi tetap dalam populasi semata-mata hanya faktor
kebetulan. Sehingga menyebabkan perbedaan genotip dan fenotip dari populasi tetua.

3. Evolusi yang disebabkan karena seleksi alam bisa mengambil arah yang berbeda dalam
isolat periferal dibandingkan dengan isolat di dalam populasi tetua. Karena isolat periferal
menempati daerah perbatasan dimana lingkungannya agak berbeda, maka isolat periferal ini
mungkin akan mengalami faktor seleksi yang berbeda dari dan umumnya lebih keras
dibandingkan faktor seleksi yang berpengaruh pada populasi tetua.

Pengaruh isolasi georafis di dalam spesiasi dapat terjadi karena adanya pencegahan ”gene
flow” antara dua sistem populasi yang berdekatan akibat faktor luar (ekstrinsik). Berikutnya,
setelah kedua populasi itu berbeda, maka pengumpulan perbedaan di dalam rentang waktu
yang cukup menjadi mekanisme isolasi intrinsik. Isolasi intrinsik ini mempunyai sifat-sifat
biologis yang dapat mencegah bercampurnya dua populasi atau mencegah interbreeding jika
kedua populasi ini berkumpul lagi setelah batas pemisahnya tidak ada. Setiap faktor yang
menghalangi dua spesies untuk menghasilkan keturunan yang dapat hidup dan fertil
mengarah pada terbentuknya isolasi reproduktif.

Isolasi reproduksi merupakan salah satu penghambat untuk terjadinya perkawinan silang. Jika
individu-individu dalam suatu populasi berkumpul dalam satu tempat, maka mungkin terjadi
kompetisi untuk mendapatkan makanan, tempat maupun pasangan. Kompetisi ini
memungkinkan individu yang kalah akan beradaptasi dengan mengembangkan hanya sebagai
faktor geografis (isolasi dengan pemisahan fisis) yang sebenarnya populasi itu masih memilki
potensi untuk melakukan interbreeding dan mereka sebenarnya masih dapat dikatakan dalam
satu spesies. Selanjutnya kedua populasi tersebut begitu berbeda secara genetis sehingga
"gene flow" yang efektif tidak akan berlangsung lagi seandainya bercampur lagi. Jika titik
pemisahan itu telah tercapai, maka kedua populasi itu telah menjadi dua spesies yang
terpisah.

Berbagai rintangan reproduksi yang mengisolasi kumpulan gen spesies dapat dikategorikan
ke dalam kelompok prazigotik dan pascazigotik (Campbell, 2003). Hal ini tergantung pada
kapan rintangan tersebut bekerja, sebelum ataukah setelah pembentukan zigot.

Sawar prazigotik. 
Sawar prazigotik menghalangi perkawinan antar spesies atau merintangi pembuahan telur
jika anggota-anggota spesies yang berbeda berusaha untuk saling mengawini. Sawar ini
terdiri dari isolasi habitat, isolasi temporal, isolasi mekanis dan isolasi gametik.

Isolasi habitat. Dua spesies yang hidup di dalam habitat yang berbeda di wilayah yang sama
bisa saja bertemu walaupun hanya sesekali ataupun tidak sama sekali bertemu meskipun
spesies-spesies tersebut tidak bisa dikatakan sepenuhnya terisolasi secara geografis.
Contohnya pada dua spesies ular garter dengan genus Thamnophis hidup di daerah yang
sama, tetapi salah satunya lebih menyukai hidup di dalam air dan yang satunya lebih banyak
tinggal di darat. Isolasi habitat juga mempengaruhi parasit yang umumya terbatasi pada
spesies inang tumbuhan atau hewan tertentu. Dua spesies parasit yang tinggal pada inang
berbeda tidak akan mempunyai peluang untuk saling mengawini.

Isolasi perilaku. Senyawa khusus yang menarik pasangan kawin dan juga perilaku kompleks
yang khas untuk spesies, mungkin merupakan sawar reproduktif yang paling penting bagi
hewan-hewan yang sangat dekat hubungan kekerabatannya. Misalnya kunang-kunang jantan,
dari berbagai spesies akan mengirimkan sinyal ke betina sejenisnya dengan cara
memancarkan cahayanya dengan pola tertentu. Sedangkan kunang-kunang betina hanya akan
memberikan respon ke sinyal yang menjadi ciri khas spesiesnya. Kunang-kunang betina ini
memancarkan cahayanya kembali dan menarik kunang-kunang jantan. Bentuk lain isolasi
perilaku adalah ritual bercumbu yang sangat khas pada spesies tertentu.

Isolasi temporal. Dua spesies yang kawin pada waktu yang berbeda (hari, musim, atau tahun),
gametnya tidak akan pernah bercampur. Misalnya, wilayah geografis hewan sigung berbintik
(Spilogale gracilis) dari bagian barat bertumpang tindih dengan wilayah geografis hewan
sigung berbintik (Spilogale putorius) dari bagian timur, tapi kedua spesies yang sangat mirip
ini tidak saling mengawini, karena S. Gracilis kawin pada akhir musim panas, sedangkan S.
Putorius kawin pada akhir musim dingin. Sedangkan contoh pada tumbuhan adalah pada tiga
spesies anggrek Dendrobium yang hidup di hutan tropis basah yang sama, namun tidak
berhibridisasi karena ketiga jenis tumbuhan itu berbunga pada hari yang berbeda.
Penyerbukan pada masa spesies hanya terbatas pada satu hari saja karena bunga mekar pada
pagi hari dan menjadi layu pada malam itu juga.

Isolasi Mekanis. Spesies yang berkerabat dekat mungkin akan mencoba untuk kawin, namun
tidak berhasil melakukan perkawinan itu karena secara anatomis mereka berbeda. Contohnya,
sawar mekanis turut menyebabkan isolasi reproduktif pada tumbuhan berbunga yang
penyerbukannya dilakukan oleh serangga atau hewan lain. Anatomi bunga seringkali
diadaptasikan dengan polinator atau penyerbuk tertentu yang memindahkan serbuk sari hanya
di tumbuhan yang spesiesnya sama.

Isolasi gametik. Meskipun gamet-gamet dari spesies yang berbeda bertemu, gamet-gamet
tersebut sangat jarang menyatu untuk membentuk sebuah zigot. Untuk hewan-hewan yang sel
telurnya dibuahi di dalam saluran reproduksi betina (pembuahan internal), sperma suatu
spesies mungkin tidak dapat bertahan hidup di dalam lingkunga saluran reproduksi betina
berspesies lain. Bahkan ketika dua spesies yang berkerabat dekat sekalipun membebaskan
gametnya pada saat yang bersaman di tempat yang sama pembuahan antar spesies biasanya
tidak terjadi. Pengenalan gamet mungkin bisa didasarkan pada kehadiran molekul spesifik
pada lapisan pelapis telur yang hanya menempel ke molekul yang komplementer pada sel
sperma spesies yang sama. Suatu mekanisme pengenalan molekul yang sama akan
memungkinkan bunga membedakan serbuk sari dari spesies yang sama dan serbuk sari dari
spesies yang berbeda.
Sawar pascazigotik

Jika sel sperma dari satu spesies membuahi ovum dari spesies yang lain maka sawar
pascazigotik akan mencegah zigot hibrida itu untuk menjadi organisme dewasa yang bertahan
hidup dan fertil. Sawar ini terdiri dari penurunan ketahanan hidup hibrida, penurunan
fertilitas hibrida, dan perusakan hibrida.

Penurunan ketahanan hidup hibrida. Ketika sawar prazigotik ditembus dan zigot hibridanya
terbentuk, ketidaksesuaian genetik di antara kedua spesies itu bisa menggugurkan
perkembangan keturunan hibrida itu pada tahap perkembangan embrio. Di antara banyak
spesies katak yang termasuk ke dalam genus Rana, beberapa diantaranya hidup di dalam
habitat dan daerah yang sama, kadang-kadang bisa berhibridisasi. Akan tetapi, keturunan
yang dihasilakan umumnya tidak menyelesaikan perkembangannya dan keturunan hibrida
tersebut menjadi lemah.

Penurunan fertilitas hibrida. Meskipun dua spesies kawin dan menghasilkan keturunan yang
bisa bertahan hidup, isolasi reproduksi masih tetap ada jika semua atau sebagian besar hibrida
steril atau mandul. Karena hibrida yang tidak subur itu tidak bisa kawin kembali dengan salah
satu spesies orang tuanya, maka gen-gen tidak akan bisa mengalir secara bebas antara spesies
tersebut. Salah satu penyebab sawar ini adalah kegagalan meiosis untuk menghasilkan gamet
normal dalam hibrida jika kromosom kedua spesies induknya berbeda dalam hal jumlah atau
struktur. Suatu kasus yang terkenal mengenai hibrida yang steril adalah Mule yang
merupakan hasil persilangan antara kuda dan keledai. Akan tetapi karena kuda dan keledai
berbeda spesies maka Mule tidak dapat mengawini salah satu spesies induknya (steril).

Perusakan hibrida. Pada beberapa kasus ketika spesies berbeda melakukan kawin silang,
keturunan hibrida generasi pertama dapat bertahan hidup dan fertil, tetapi ketika hibrida
tersebut kawin satu sama lain atau dengan spesies induknya, generasi spesies berikutnya akan
menjadi lemah atau mandul. Sebagai contoh spesies kapas yang berbeda dapat menghasilkan
keturunan hibrida yang fertil, tetapi kerusakan terjadi pada generasi berikutnya ketika
keturunan hibrida itu mati pada saat berbentuk biji atau tumbuh menjadi tumbuhan yang
cacat dan lemah.

Ketika dua populasi beradaptasi ke lingkungan yang berbeda, mereka akan mengakumulasi
perbedaan dalam kumpulan gen, perbedaan dalam frekuensi alel dan genotipe. Dalam
rangkaian perbedaan adaptif gradual dua kumpulan gen, sawar reproduktif di antara dua
populasi itu bisa berevolusi secara kebetulan sehingga membedakan populasi itu menjadi dua
spesies. Suatu ide pokok dalam evolusi akibat divergensi adalah bahwa sawar reproduktif
dapat muncul tanpa langsung didukung oleh alam. Artinya spesiasi tidak terjadi demi
kebaikan organisme. Isolasi reproduktif umumnya merupakan hasil sekunder perubahan dua
populasi ketika mereka beradaptasi ke lingkungan yang berbeda.

Banyaknya perubahan genetik yang diperlukan untuk spesiasi tidak dapat ditentukan. Sebagai
contoh, dua spesies Drosophila hawaii, Drosophila silvestris, dan Drosophila heteroneura
berbeda dalam alel pada suatu lokus gen yang menentukan bentuk kepala, suatu karakter
penting dalam pengenalan pasangan kawin Drosophila ini. Akan tetapi, efek fenotipik alel
yang berbeda pada lokus ini digandakan oleh paling tidak 10 lokus gen lain yang berinteraksi
dalam sistem epistasis. Dengan demikian paling tidak lebih dari satu mutasi diperlukan untuk
dapat membedakan kedua spesies Drosophila ini. Akan tetapi, jelas terlihat dari contoh
seperti itu bahwa perubahan genetik secara besar-besaran yang melibatkan ratusan lokus
bukan merupakan keharusan untuk terjadinya spesiasi.

PENGARUH EVOLUSI
Pengertian evolusi adalah ilmu tentang perubahan-perubahan organisme yang
berangsur-angsur menuju kepada kesesuaian dengan waktu dan tempat. Dari
pengertian evolusi tersebut, evolusi tidak akan pernah membuktikan bagaimana
kera berubah menjadi manusia. Evolusi bukan proses perubahan dari suatu
organisme (spesies) ke organisme (spesies) yang lain.

Pengertian Evolusi merupakan perubahan frekuensi alel suatu populasi per


satuan waktu. Menurut teori evolusi, kera mempunyai hubungan kekerabatan
yang dekat dengan manusia. Teori evolusi tidak menerangkan bahwa kera
adalah nenek moyang langsung dari manusia. Pada dasarnya, pengertian evolusi
menjelaskan bahwa perubahan frekuensi alel dari suatu populasi merupakan
proses evolusi. Dengan demikian, semua organisme berevolusi dari waktu ke
waktu.

Pada zaman Aristoteles hingga zaman Linnaeus, suatu spesies dianggap tetap,
tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Akan tetapi, setelah
pengertian evolusi muncul, pendapat itu berubah. Suatu populasi organisme
berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi lingkungannya (seleksi
alami). Oleh karena itu, organisme akan tetap berada dalam kondisi yang cocok
dengan lingkungannya.

Perkembangan Teori Evolusi


Teori evolusi, seperti ilmu lainnya, juga berkembang sesuai dengan
perkembangan ilmu yang terkait dengannya. Lamarck, sesuai dengan
perkembangan ilmu saat itu, menyimpulkan bahwa pengertian evolusi
dipengaruhi oleh adaptasi makhluk hidup tersebut terhadap lingkungannya.
Contoh, zarafah yang tadinya berleher pendek akan berkembang menjadi
zarafah yang berleher panjang.

Menurut Lamarck, hal yang diperoleh dari latihan dapat diturunkan kepada
anaknya. Setelah sekitar lima puluh tahun Lamarck mengemukakan teori
tentang pengertian evolusi, Darwin mengemukakan teori evolusi menurut
hasil penelitiannya. Teori evolusi Darwin ini dimuat dalam bukunya yang berjudul
On The Origin of Species by Means of Natural Selection. Dalam bukunya ini,
Darwin mengemukakan dua pokok teori evolusinya, yakni sebagai berikut.

 Spesies yang hidup sekarang berasal dari spesies yang sebelumnya.


 Evolusi terjadi melalui seleksi alami.

Pendapat yang hampir sama dengan Darwin dikemukakan oleh Wallace. Teori
evolusi memberikan pengertian evolusi semakin berkembang seiring dengan
berkembangnya ilmu genetika. Hukum pewarisan sifat yang dikenal dengan
Hukum Mendel telah menerangkan banyak hal yang tidak dapat diterangkan
oleh teori evolusi pada waktu itu. Faktor genetis pun memberi pengaruh besar
dalam pengertian evolusi.

Saat ini, setelah struktur DNA ditemukan dan majunya perkembangan komputer,
teori evolusi pun berkembang dengan pesat. Kajian Pengertian Evolusi tidak
hanya dilihat dari bentuk fisik (morfologi), tetapi sudah dilihat dari tingkat
DNAnya. Ilmu-ilmu lainnya pun ikut terlibat dalam teori evolusi, seperti Kimia dan
Matematika.

Dengan melihat kajian pengertian evolusi dari tingkat molekuler (DNA), maka
kekerabatan dan asal-usul makhluk hidup tampak lebih jelas dan pasti. Hal ini
memberi pengaruh besar juga terhadap Biologi, misalnya dalam penentuan
klasifikasi makhluk hidup.

Bukti-Bukti Terjadinya Evolusi


Pengertian evolusi sulit dibuktikan. Namun, banyak hal yang dapat dijadikan
petunjuk adanya evolusi. Untuk meyakinkan adanya suatu proses perubahan
dari bentuk yang sederhana menjadi bentuk yang lebih kompleks tersebut, kita
memerlukan suatu bukti atau petunjuk yang dapat mendukung atau membantah
fakta dari suatu teori. Beberapa petunjuk bahwa pendapat tentang pengertian
evolusi benar adanya, buktinya adalah variasi dalam satu spesies, adanya fosil,
kesamaan kimia, perbandingan anatomi (homologi dan analogi).

FOSIL FOSIL

 Home
 Profil
 Tentang
 Posts RSS
 Comments RSS

DOWNLOAD FREE
 Download Artikel
 Download Laporan Praktikum
 Download Makalah
 Materi Biologi SMP
Seputar Manusia
 Info Kehamilan
 Kulit Manusia
 Penuaan Manusia
 Penyakit Kanker
 Peredaran Darah
 Sel Dan Materi Genetik
 Struktur Dan Fungsi Vitamin

Dunia Hewan
 Drosophila melanogaster
 Kajian Amphibia
 Kajian Echinodermata
 Kajian Serangga
 Kajian Tentang Hiu

Dunia Tumbuhan
 Fotosintesis
 Metabolisme Nitrogen
 Nutrisi Tumbuhan
 Pertumbuhan Dan Perkembangan
 Respirasi Tumbuhan
 Tumbuhan dan Air
 Tumbuhan Dan Rangsangan

Organisme Lain
 Alga Dan Kehidupannya
 Bakteri Dan Kehidupannya
 Jamur Dan Kehidupannya
 Kajian Protozoa
 Kajian Tentang Virus
 Organisme Perairan

evolusi
 Evolusi

Bukti Evolusi Berdasarkan Fosil Hewan yang Sudah Mati

Bukti evolusi yang lain adalah fosil. Kita dapat mendefinisikan fosil sebagai setiap macam sisa

organisme yang hidup dalam zaman geologi yang lampau. Usia fosil dapat diperkirakan berdasarkan

usia berbagai usia berbagai lapisan tanah atau batuan yang menyusun bumi. Fosil satu jenis hewan
mungkin dapat ditemukan di beberapa lapisan pemukaan bumi. Dari fosil-fosil yang berasal dari

berbagai lapisan bumi, ilmuwan dapat menurut proses perubahan yang terjadi pada spesies

tersebut.

Terdapat pula fosil berupa jejak sehingga bentuk binatang dapat direkonstruksi secara umum atau

untuk mengetahui bagaimana binatang bergerak. Selain fosil jejak, noda-noda pada tulang tempat

menempel otot dan ukuran serta bentu otot, memungkingkan rekontruksi keseluruhan bentuk

binatang. Paleontologi adalah ilmu yang khusus mempelajari mengenai fosil.

Dalam keadaan khusus, seluruh tubuh suatu organisme setelah mati dapat diawetkan. Anak

dinosaurus yang ditemukan secara utuh menjadi fosil pada batu ambar di selatan Italia dapat

dipelajari dengan mudah seakan-akan baru mati. Bangkai (karkas) mammoth yang beku, suatu

kerabat gajah yang telah punah, kadang-kadang ditemukan di Seberia. Meskipun telah membeku

selama 40.000tahun, dagingnya masih cukup baik untuk digunakan dalam studi biokimia

Akan tetapi, pengawetan total organisme secara utuh jarang terjadi. Biasanya setelah mati, bagian-

bagian lunak tubuh dengan cepat dirusak oleh pemakan bangkai atau busuk karena bakteri. Bagian

keras seperti tulang atau cangkang lebih tahan terhadap pengrusakan, karena itu kemungkinannya

lebih besar untuk menjadi fosil.

Jasad organisme jika dikelilingi oleh sedimen tanah liat atau pasir, bagian tersebut dapat menjadi

fosil yang dapat dikenali ratusan juta tahun kemudian, setelah sedimen yang membungkusnya

berubah menjadi batuan seperti serpihan atau batu pasir. Fosil-fosil jenis ini malahan dapat
mengandung sisa bahan organik untuk jangka waktu yang sangat lama. Dari beberapa fosil yang

berumur lebih dari 300 juta tahun telah ditemukan asam amino dan peptida.

Kita tahu bahwa fosil bahwa fosil telah menimbulkan keingintahuan manusia paling tidak sejak

zaman Yunani kuno. Sering ditemukan fosil yang bentuknya tidak ada pada organisme yang hidup di

bumi sekarang ini. Lalu bagaimana kita dapat menjelaskan adanya organisme tersebut? Sebagai

penjelasan kadang-kadang dikatakan adanya serangkaian penciptaan khusus yang diikuti bencana

alam yang memusnahkan organisme diseluruh dunia.

Tetapi teori evolusi memberikan jawaban yang lebih memuaskan. Ada gagasan yang menyatakan

bahwa semua organisme yang hidup sekarang ini pada suatu periode dalam sejarahnya mempunyai

moyang yang sama. Secara tidak langsung hal ini menyatakan bahwa pada waktu yang lampau

terdapat lebih sedikit jenis makluk hidup dan keadaanya lebih sederhana. Hal ini sesuai dengan

bukti-bukti fosil yang ditemukan.

Jika kita menuruni Grand Canyon di Amerika Serikat, kita akan melihat secara jelas lapisan demi

lapisan batu batuan sedimen, lapisan terdalam adalah ialah lapisan yang tertua. Makin dalam kita

menuruni lembah tersebut makin berkurang jumlah jenis fosil. Selanjutnya juga terdapat fakta, sifat

organisme yang terdapat di lapisan yang lebih dalam itu kurang kompleks bila dibandingkan dengan

yang terdapat di lapisan atasnya. Fosil reptilia terdapat dilapisan tanah yang secara geologi lebih

muda, sedangkan fosil cacing terdapat dalam lapisan yang lebih tua.
Perlu diperhatikan bahwa dalam satu lokasi kita tidak akan pernah menemukan sejarah fosil yang

tidak terputus. Pergolakan geologi tanah selalu diikuti erosi. Oleh karena itu sebagian dari sejarah

catatan fosil akan lenyap (missing link). Sebagian besar kecaman terhadap Darwin datang terkait

kegagalan para paleontologi untuk menemukan missing link, merupakan kelemahan besar bagi

gagasan bahwa organisme yang sekarang ini berkembang dari organisme yang ditemukan sebagai

fosil.

Tetapi seiring dengan waktu, ahli paleontologi telah banyak menemukan missing link. Fosil

Archeopteryx adalah salah satunya, berbentuk peralihan antara burung dan reptilia yang diduga

menjadi moyangnya. Kesenjangan pada data fosil masih sangat mencolok pada hewan bertubuh

lunak dan pada manusia. Hal ini tidak mengherankan bila kita ingat bahwa peluang kedua tipe

organisme dan hewan darat lainnya (terutama primata yang cerdas) mati ditempat dimana dia akan

tertutup dengan cepat oleh sedimen adalah kecil. 

Kemudian, juga harus diingat bahwa jangan berharap untuk menemukan informasi secara lengkap

selain bagian-bagian catatan fosil. Sebagian besar fosil yang pernah terbentuk masih ada di

pegunungan, dalam tanah dan lautan, mungkin juga telah rusak oleh gejolak geologi berikutnya

Rintangan terbesar menemukan missing link ialah evolusi spesies baru dari tumbuhan atau hewan

umumnya terjadi dalam populasi kecil pada organisme yang kurang mengalami spesialisasi.

Meskipun kita mungkin tidak akan pernah mampu merunut evolusi semua makluk hidup melalui fosil

moyangnya, tetapi adanya fosil dan penyebarannya yang telah ditemukan memberikan pada kita

beberapa bukti nyata dari evolusi. 


DOWNLOAD materi lengkap bukti evolusi berdasarkan fosil hewan yang sudah mati dalam bentuk
Microsoft Word disini!

Tulisan terkait

Evolusi

 Bukti Evolusi Berdasarkan Struktur Kromosom


 Bukti Evolusi Berdasarkan Domestikasi
 Bukti Evolusi Berdasarkan Biokimia Perbandingan
 Bukti Evolusi Berdasarkan Distrubusi Makhluk Hidup di Muka Bumi
 Bukti Evolusi Berdasarkan Taksonomi pada Tumbuhan dan Hewan
 Bukti Evolusi Berdasarkan Variabilitas Tumbuhan dan Hewan
 Bukti Evolusi Berdasarkan Embriologi Perbandingan
 Bukti Evolusi Berdasarkan Anatomi Perbandingan
 Asal Mula Manusia
 Evolusi Manusia
 Masa Kenozoikum
 Masa Mesozoikum
 Masa Paleozoikum
 Prakambrium
 Perkembangan Kehidupan Di Bumi
 Sejarah Singkat Kehidupan Di Bumi
 Perkembangan Teori Evolusi
 Konsep Evolusi

Share on facebook Share on twitter Share on email Share on print More Sharing Services ?

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Cari Berkas
 

powered
by
Blog Archive
 ▼  2011
o ►  Oktober
o ►  September
o ►  Agustus
o ►  Juli
o ►  Juni
o ►  Mei
o ►  April
o ▼  Maret
 Obesitas Memperpendek Umur Manusia?
 Eritrosit (Sel Darah Merah)
 Cara Kerja Jantung Manusia
 Talesemia
 Leukimia
 Anemia
 Bukti Evolusi Berdasarkan Fosil Hewan yang Sudah M...
 Bukti Evolusi Berdasarkan Struktur Kromosom
 Bukti Evolusi Berdasarkan Domestikasi
 Bukti Evolusi Berdasarkan Biokimia Perbandingan
 Bukti Evolusi Berdasarkan Distrubusi Makhluk Hidup...
 Bukti Evolusi Berdasarkan Taksonomi pada Tumbuhan ...
 Bukti Evolusi Berdasarkan Variabilitas Tumbuhan da...
 Bukti Evolusi Berdasarkan Embriologi Perbandingan
 Bukti Evolusi Berdasarkan Anatomi Perbandingan
 Asal Mula Manusia
 Evolusi Manusia
 Masa Kenozoikum
 Masa Mesozoikum
 Masa Paleozoikum
 Prakambrium
 Perkembangan Kehidupan Di Bumi
 Sejarah Singkat Kehidupan Di Bumi
 Makna Tanggal Lahir Anda
o ►  Februari

Jejak Pengunjung
Naik Donk!

 
Hukum Hardy-Weinberg adalah suatu rumus yang dapat menjelaskan mengenai
mekanika evolusi dalam populasi. Hukum ini dapat menggambarkan perimbangan
genotipe yang berbeda akan tetap sama sepanjang waktu.

Hukum Hardy-Weinberg ini akan berlaku jika beberapa syarat berikut ini terpenuhi

 Jumlah anggota yang besar dalam suatu populasi. Karena penyimpangan


genetika tidak terlalu berpengaruh terhadap anggota populasi dalam jumlah
yang besar.
 Tidak ada mutasi. Karena dengan adanya mutasi, gen-gen bersifat resesif
dapat berubah menjadi gen dominan atau sebaliknya yaitu gen-gen dominan
berubah menjadi gen resesif.
 Tidak ada aliran gen atau migrasi gen. Keseimbangan genetika terjadi apabila
tidak terjadi migrasi gen yang masuk dalam populasi dan keluar populasi.
Migrasi gen yang masuk populasi disebut imigrasi sedangkan yang keluar
populasi disebut emigrasi.
 Perkawinan secara acak. Hal tersebut karena perkawinan acak dapat
menghasilkan variasi genotipe yang lebih besar. Perkawinan tidak acak
hanya akan menghasilkan genotipe tertentu saja yang bertahan.
 Tidak terjadi seleksi alam. Seleksi alam dapat menyebabkan individu dengan
alel tertentu menjadi adaptif. Individu tersebut akan bersifat resisten dan
berhasil dalam bereproduksi sehingga meningkatkan frekuensi alel ke
generasi berikutnya.

Hukum Hardy-Weiberg dapat diterapkan dalam menghitung frekuensi alel pada


suatu populasi. Keseimbangan dari frekuensi alel dalam pusat gen dapat ditulis
dengan kalimat matematika sebagai berikut
p² + 2pq + q²

 p² adalah presentase individu dominan homozigot


 p  adalah frekuensi alel dominan
 q² adalah presentase individu resesif homozigot
 q  adalah frekuensi alel resesif
 2pq adalah presentase individu heterozigot
Hukum Hardy-Weinberg

Asas Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam
suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada dalam kesetimbangan dari satu generasi ke
generasi lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu
kesetimbangan tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak acak, mutasi,
seleksi, ukuran populasi terbatas, hanyutan genetik, dan aliran gen. Adalah penting untuk
dimengerti bahwa di luar laboratorium, satu atau lebih pengaruh ini akan selalu ada. Oleh
karena itu, kesetimbangan Hardy-Weinberg sangatlah tidak mungkin terjadi di alam.
Kesetimbangan genetik adalah suatu keadaan ideal yang dapat dijadikan sebagai garis dasar
untuk mengukur perubahan genetik.

Syarat berlakunya asas Hardy-Weinberg


a.       Setiap gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama

b. Perkawinan terjadi secara acak


c. Tidak terjadi mutasi gen atau frekuensi terjadinya mutasi, sama besar.
d. Tidak terjadi migrasi
e. Jumlah individu dari suatu populasi selalu besar

Jika lima syarat yang diajukan dalam kesetimbangan Hardy Weinberg tadi banyak
dilanggar, jelas akan terjadi evolusi pada populasi tersebut, yang akan menyebabkan
perubahan perbandingan alel dalam populasi tersebut. Definisi evolusi sekarang dapat
dikatakan sebagai: ”Perubahan dari generasi ke generasi dalam hal frekuensi alel atau
genotipe populasi”.
Genetika populasi adalah cabang dari genetika yang mempelajari gen-gen dalam
populasi, yang menguraikan secara matematik kibat dari keturunan pada tingkat populasi.
Adapun populasi ialah suatu kelompok dari satu macam organisme, dan dari situ dapat
diambil cuplikan (sampel). Semua mahkluk merupakan suatu masyarakat sebagai hasil
perkawinan antar spesies dan mempunyai lengkang gen yang sama. Lengkang gen (gene
pool) ialah jumlah dari semua alel yang berlainan atau keterangan genetik dalam anggota dari
suatu populasi yang membias secara kawin. Gen-gen dalam lengkang mempunyai hubungan
dinamis dengan alel lainnya dan dengan lingkungan diman mahkluk-mahkluk itu berada.
Faktor-faktor lingkungan seperti seleksi, mempunyai kecenderungan untuk merubah
frekuensi gen dan dengan demikian akan menyebabkan perubahan efolusi dalam populasi.
Dalam tahun 1908 G. Hardy (seorang ahli matematika bangsa inggris) dan W. Weinberg
(seorang dokter bangsa jerman) secara terpisah menemukan dasar-dasar yang ada hubungan
dengan frekuensi gen di dalam populasi. Prinsip yang berbentuk pernyataan teoritis itu
dikenal sebagai prinsif ekuilibrium Hardy Weinberg.pernyataan itu menegaskan bahwa
didalam populasi yang equilibrium ( dalam kesimbangan), maka baik frekuensi gen mapun
frekuensi genotip akan tetap dari satu generasi ke genarasi seterusnya. Ini dijumapai dalam
populasi yang besar, dimana perkawinan berlangsung secara acak  (Random) dan tidak ada
pilihan/ pegetahuan atau faktor lain yang dapat merubah frekuensi gen.
            Pimisahan menurut mendel dapat dikemukankan secara matematis mengunakkkan
rumus binomium (a + b)ⁿ diman a adalah kemungkinan bahwa suatu kejadian akan terjadi,
sedang b yang mungkin tidak akan terjadi. Perbandingan 1:2:1 yang memperlihatkan
pemisahan dari sepasng alel tunggal (Aa), pada perkawinan monohibrid dapat digambarkan
sebagai berikut: (a+b)ⁿ = (A+a)² = 1AA + 2Aa + 1aa (Surya, 2008).

2. Faktor- faktor yang mempengaruhi frekuensi gen dan keanekaragaman (variabilitas)


genetik

Estimasi frekuensi gen yang sebenarnya didalam suatu populasi sering memerlukan
penggunan berbagai pendekatan matematik. Namun pada pembahasan kita, untuk sebagian
besar akan kita pusatkan pada prinsip-prinsip dan konsep-konsep saja, dan mengabaikan
langkah-langkah sebenarnyaa dalam kalkulasi, yang dapat dicari dalam buku-buku genetika
yang terperinci. Kalkulasi ini memperhitungkan sejumlah faktor yang diketahui
mempengaruhi frekuensi gen dalam atau variabbilitas genetik dari, populasi. Faktor-faktor itu
diantaranya adalah mutasi, reproduksi seksual dan rekombinasi, perkawinan keluarga,
migrasi, arus genetik secara acak (“rendom genetic drift”), seleksi, dan lingkungan.
Mutasi Akhirmya , gen-gen terdapat dalam berbagai bentuk sebagai alela yang
berlainan karena mereka mengalami mutasi. Sebab itu, frekuensi alela-alela pada lokus
didalam suatu populasi di pengaruhi oleh sifat dapat bermutasi dari lokus itu. Mutasi maju
(“forward mutation”) mengurangi frekuensi gen-gen tipe liar; muatsi surut (“back mutation”)
meningkatkan frekuensi gen-gen tipe liar.
Selain dari pada itu, gen-gen dapat mengalami mutasi maju menjadi banyak bentuk yang
berlainan, suatu penomena yang telah kita teliti terdahulu sebagai alelisma jamak. Adanya
banyak alela yang berlainan bagi gen yang sama dikenal sebagai polimorfisma. Pada tahun-
tahun terakhir ini, genetika molekular telah meningkatkan pengetahuan kita mengenai
polimorfisma ekstensif melalui studi struktur molekular protein-protein (hemoglobin,
misalnya) dan deretan ADN.

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FREKUENSI GEN


1.   Seleksi
Seleksi merupakan suatau proses yang melibatkan kekuatan – kekuatan untuk
menentukan ternaka mana yang boleh berkembang biak pada generasi selanjutnya.
Kekuaktan – kekuatan itu bisa di kontrol se0penuhnya oleh alam yang disebut seleksi alam.
Jika kekuatan itu di kontrol oleh manusia maka prosesnya disebut seleksi buatan kedua
macam seleksi itu akan merubah frekuensi gen yang sat relatif terhadap alelnya. Laju
perubahan frekuensi pada seleksi buatan jika dibandingkan dengan seleksi alam.
Untuk mendemonstrasikan peran seleksi dalam mengubah frekuesni gen, diambil suatu
contoh populasi yang terdiri dari beberapa ribu sap yang bertanduk dan yang tidak bertanduk.
Jika diasunsikan bahwa frekuensi gen yang bertanduk dan yang  tidak bertandu pada populasi
tersebut masing – masing 0,5 ( bila terjadi kawin acak) maka sekitar 75% dari total sapi yang
ada tidak bertanduk dan 25% bertanduk. Dari 75% sapi yang tidak bertanduk sebanyak 1/3
bergenotip hemozigot dan 2/3 bergenotip heterozigot. 

2. Mutasi
Mutasi adalah suatu perubahan kimia gen yang berakibat berubahnya fungsi gen. Jika
gen mengalami mutasi dengan kecepatan tetap maka frekuensi gen akan sedikit menurun,
sedangkan frekuensi alel  akan meningkat. Laju mutasi bervariasi dari suatu kejadian mutasi
ke kejadian mutasi lain. Namun, laju relatif rendah ( kira – kira satu dalam satu juta
pengandaan ge) sebagai gambaran, diambil contoh frekuensi gen merah pada sapi angus,
yaitu antara 0.05-0.08. jika terjadi kawin acak maka akan dijumpai 25-64 ekor sapi merh dari
setiap 10.000 kelahiran. Anak sapi yang berwarna merah dan juga tetua yang heterozigot
akan dikeluarkan dari peternakan. Secara teoritis frekuensi gen merah akan menurun
mendekati angkan nol, namun kenyataan frekuensi gen merah tetap anata 0.05-0.08 dari suatu
generasi ke generasi berikutnya hal itu bisa dijalaskan dengan mengunakkan teori mutasi.
Diduga bahwa laju mutasi gen hitam menjadi gen merah sama dengan laju seleksi terhadaap
gen merah sehingga tercapai suatu keseimbangan.
  
3. Pencampuran populasi
Percampuran dua populasi yang frekuensi gennya berbeda dapat mengubah frekuensi gen
tertentu. Frekuenssi gen ini merupakan rataan dari frekuensi gen dari dua populasi yang
bercampur.
Jika seorang peternak memiliki 150 ekor sapi dengan frekuensi bertanduk dengan = 0.95
( bila terjadi kawin acak) maka sekitar 90% dari sapi – sapinya akan bertanduk. Selanjutnya,
jika diasumsikan bahwa ada enam pejatan baru yang diamsukkan ke peternakan utnuk
memperbaiki mutu geneteik terna – ternak yang ada. Dari enam pejantan dimasukkan
terdapat satu ekor yang bertanduk, dua ekor yang tidak bertanduk heterozigot dan tiga ekor
yang tidak bertanduk homozigot.  Frekuensi gen bertanduk pada kelompok pejantan =  1/6  =
0.033. dengan asumsi bahwa tidak ada sapi lain yang masuk kedalam peternakan maka
frekuensi gen bertanduk pada populasi itu setelah terjadi kawin acak, selama satu generasi  
( 0.950 + 0.333) / 2 = 0.064

4. Silang dalam (inbreeding ) dan sialng luar (outbreeding)

Silang dalam merupakan salah satu bentuk isolasi secara genetik. Jika suatu populais
terisolasi, silang dalam cenderung terjadi karena adanya keterbatasan pilihan dalam proses
perkawinan. Jika silang dalam terjadi anatara grup ternak yang tidak terisolasi secara
geografis maka pengaruhnya juga yang sama. Oleh sebab itu, silang dalam merupakan suatu
isolasi buatan. Sebenarnya silang dalam tidak merubah frekuensi gen awal pada saat proses
silang dalam dimulai. Jika terjadi perubahan frekuensi gen maka perubahan itu disebabkan
oleh adanya seleksi, mutasi dan pengaruh sampel acak. Jika silang luar dilakukan pada suatu
populasi yang memilik rasio jenis kelamin yang sama dengan frekuensi gen pada suatu lokus
yang sama pada kedua jenis kelamin maka frekuensi gen tidak akan berubah akibat pengaruh
langsung silang luar.

5. Genetic drift
Genetic drift merupakan perubahan frekuensi gen yang mendadak. Perubahan frekuensi
gen yang mendadak biasanya terjadi pada kelompok kecil ternak yang di pindahkan untuk
tujuan pemulian ternak atau dibiakan. Jika kelompok ternak diisolasi  dari kelompok ternak
asalnya maka frekuensi gen yang terbentuk pada populasi baru dapat  berubah. Perubahan
frekuensi gen yang mendadak dapat pula disebabkan oleh bencana alam, misal matinya
sebagian besar ternak yang memiliki Tidak ada komentar:

Anda mungkin juga menyukai