BAB SATU
Tinjauan Umum
D. Aspek-aspek Membaca
Secara garis besar, ada dua aspek penting dalam membaca, yaitu:
a. Keterampilan bersifat mekanis yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih rendah.
b. Keterampilan bersifat pemahaman yang dapat dianggap berada pada urutan yang paling tinggi.
Tahap III
Para pelajar mulai membaca bhan yang berisi sejumlah kata dan struktur yang masih asing bagi
mereka.
Tahap IV
Beberapa spesiaalis dalam bidang membaca menganjurkan penggunaan teks-teks sastra yang
telah disederhanakan atau majalah-majalah sebagai bacaan pada tahap ini.
Tahap V
Bahan bacaan tidak dibatasi. Seluruh dunia buku terbuka bagi pelajar.
Dalam mengajar membaca membaca pada tahap III dan tahap IV, guru kan melihat betapa
perlunya untuk:
a. Membagi bacaan buat hari itu menjadi dua atau tiga sesi.
b. Memberi motivasi terhadap bacaan.
c. Menyatakan maksud dan tujuan membaca.
d. Menjelaskan kesukaran dalam bagian pertama.
e. Membaca paragraf. Guru dapat mempergunakan teknik A atau teknik B.
Teknik A
Bacalah setiap baris dengan nyaring, dalam kelompok-kelompok pikiran normal yang
logis dan wajar.ajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana untuk setiap baris.
Teknik B
Bacalah seluruh bagian itu dengan nyaring. Kemudian suruh para pelajar membacanya
dalam hati.
Menghasilkansebuah rangkuman yang lengkap dari bacaaan pada hari itu.
Melibatkan seluruh kelas dalam kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan.
Memberi tugas membaca paragraf di rumah sebagai bahan studi mereka.
(Finocchiara and Bonomo, 1973L125-127)
BAB DUA
MEMBACA NYARING
A. PENGERTIAN
Ditinjau dari segi terdengar atau tidaknya suara pembaca waktu dia membaca, proses
membaca dapat dibagi atas:
1. Membaca nyaring, membaca bersuara, dan membaa lisan.
2. Membaca dalam hati.
Pada membaca dalam hati, kita hanya mempergunakan ingatan visual (visual memory).
Dalam hal ini, yang aktif adalah mata nyaring (pandangan; penglihatan) dan ingatan. Sedangkan
pada membaca nyaring, selain penglihatan dan ingatan, juga turut aktif auditory memory( ingatan
pendengaran) dan motor memory (ingatan yang bersangkut paut dengan otot-otot kita). (Moulton
1970 : 15).
Membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru,
murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap
serta memahami informasi, pikiran, dan perasaan seseorang pengarang. Membaca nyaring yang
baik menuntut agar pembaca agar pembaca memiliki kecepatan mata yang tinggi serta
pandangan mata yang jauh, karena dia haruslah melihat pada bahan bacaan untuk memelihara
kontak mata dengan pendengar.
Kegiatan lisan ini memang sangat bermanfaat bagi anak-anak kalau maksud serta tujuan
membaca nyaring itu diarahkan benar-benar serta berguna bagi mereka. Dalam kegiatan ini,
menyimak tidak dapat dikesampingkan, dan maksud serta tujuan penyimakan adalah memahami
yang dibacakan orang. Membaca nyaring adalah sebuah pendekatan yang dapat memuaskan serta
memenuhi berbagai ragam tujuan serta mengembangkan sejumlah keterampilan serta minat .
Oleh karena itu, dalam mengajarkan keterampilan-keterampilan membaca nyaring, guru harus
memahami proses komunikasi dua arah. Lingkaran komunikasi belumlah lengkap kalau
pendengar belum memberi tanggapan secukupnya terhadap pikiran atau perasaan yang
dieksperesikan oleh pembaca. Memang tanggapan tersebut mungkin hanya dalm hati, tetapi
bersifat apresiatif, mempunyai nilai apresiasi yang tinggi (Dawson (et al) 1963 : 215 – 216).
Demikianlah, nyata kepada kita bahwa membaca nyaring merupakan suatu keterampilan
yang serba rumit, kompleks, dan banyak seluk beluknya. Pertama- tama, pengertian terhadap
aksara diatas halaman kertas dan sebagainya, kemudian memproduksikan suara yang tepat dan
bermakna. Oleh karena itu, khusus dalam pengarjaran bahasa asing, aktivitas membaca nyaring
lebih dekat atau lebih ditujukan pada ucapan ( Pronounciation) daripada ke pamahamn
(Comprehension). Mengingat hal tersebut, bahan bacaan haruslah dipilih yang mengandung isi
dan bahasa yang relatif mudah dipahami (Brougthon (et al) 1978: 91).
Agaknya, sukar dibantah bahwa membaca adalah sumber utama bagi ilmu pengetahuan.
Walaupun harus diakui bahwa membaca itu sangat bermanfaat, tetapi sangat disayangkan bahwa
masih terdapat juga apa yang disebut’’poor readers’’ (pembaca yang bermutu rendah) pada
profesi-profesi intlektual yang sangat tinggi sekalipun.
Diawal, telah diutarakan mengenai pengertian serta manfaat membaca nyaring. Kalau kita
perhatikan dalam kehidupan sehari-hari,kita harus sadar serta mengakui bahwa sebenarnya
kegunaan keterampilan membaca nyaring memang sangat terbatas. Sesungguhnya, sedikit orang
yang terlibat atau dituntut untuk membaca nyaring sebagai kegiatan rutin setiap hari, seperti
penyiar radio, pembicara televisi, pendeta, pastor, ulama, atau aktor. Demikianlah, dari seegi
mayoritas, kegunaan atau kepentingannya memang terbatas benar- benar. (Broughton (et al)
1978 : 92).
Kelas I:
1. Mempergunakan ucapan yang tepat;
2. Mempergunakan frase yang tepat (bukan kata demi kata);
3. Mempergunakan intonasi suara yang wajar agar makna mudah terpahami;
4. Memiliki perawakan dan sikap yang baik serta merawat buku dengan baik;
5. Menguasai tanda-tanda baca sederhana, seperti;
Titik (.),dan Koma (,), tanda tanya (?), tanda seru (!).
Kelas II:
1. Membaca dengan terang dan jelas;
2. Membaca dengan penuh perasaan, ekspresi;
3. Membaca tanpa tertegun-tegun, tanpa terbata-bata.
Kelas III:
1. Membaca dengan penuh perasaan, ekspresi;
2. Mengerti serta memahami bahan bacaan.
Kelas IV:
1. Memahami bahan bacaan pada tingkat dasar;
2. Kecepatan mata dan suara : 3 patah kata dalam satu detik.
Kelas V:
1. Membaca dengan pemahaman dan perasaan;
2. Aneka kecepatan membaca nyaring bergantung pada bahan bacaan;
3. Dapat membaca tanpa terus-menerus melihat pada bahan bacaan.
Kelas VI:
1. Membaca nyaring dengan penuh perasaan atau ekspresi;
2. Membaca dengan penuh kepercayaan (pada diri sendiri) dan mempergunakan frase atau susunan
kata yang tepat.
C. PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA NYARING
Seorang pembaca nyaring yang baik biasanya berhasrat sekali menyampaikan sesuatu yang
penting kepada para pendengarnya. Sesuatu yang penting tersebut dapat berupa informasi yang
baru, sesuatu pengalaman yang berharga, uraian yang jelas, karakter yang menarik hati,
sekelumit humor yang segar, atau sebait puisi.
Agar dapat membaca nyaring dengan baik, sang pembaca haruslah menguasai keterampilan-
keterampilan persepsi (penglihatan dan daya tanggap) sehingga dia mengenal/memahami kata-
kata dengan cepat dan tepat. Untuk membantu para pendegar menangkap serta memahami
maksud pengarang, pembaca biasanya mempergunakan berbagai cara, antara lain:
1. Dia menyoroti ide-ide baru dengan mempergunakan penekanan yang jelas;
2. Dia menjelaskan perubahan dari satu ide ke ide lainya;
3. Dia menerangkan kesatuan-kesatuan kata-kata yang tepat dan baik;
4. Menghubungkan ide-ide yang bertautan dengan jalan menjaga suaranya agar tinggi sampai akhir
dan tujuan tercapai;
5. Menjelaskan klimaks-klimaks dengan gaya dan daya ekspresi yang baik dan tepat.
Sumber
Tarigan, Henri Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
BAB TIGA
MEMBACA DALAM HATI
A. Pengantar
Pada saat membaca dalam hati, kita harus menggunakan ingatan visual (visual memory),
yang melibatkan pengaktifan mata dan ingatan. Tujuan utama membaca dalam hati (silent
reading) adalah untuk memperoleh informasi. Berdasrkan konsep bahwa setiap anak, setiap
orang harus tahu mencari sendiri, memilih snediri, melangkah sendiri, maju sendiri, program
membaca perorangan ini merupakan satu bagian dari program keseluruhan yang mungkin
mencakup program dasar pengajaran perorangan dan pendekatan pengalaman bahasa (Barbe and
Abbott, 1974:23). Progam membaca perorangan menganut suatu falsafah yang megatakan “You
learn to read by reading” atau “Anda belajar membaca dengan (jalan) membaca”. (Barbe and
Abbott, 1975:26).
Dalam garis besarnya, membaca dalam hati dapat dibagi atas membaca ekstensif dan
membaca intensif.
B. Membaca Ekstensif
Membaca ekstensif berarti membaca secara luas objeknya meliputi sebanyak mungkin
teks dalam waktu yang sesingkat mungkin. Membaca ekstensif ini meliputi pula:
1. Membaca survei (survey reading)
Sebelum kita mulai membaca, kita mensurvei bahan bacaan yang akan dipelajari, yang akan
ditelaah dengan jalan:
a) Memeriksa, meneliti indeks-indeks, daftar kata-kata yang terdapat dalam buku-buku,
b) Melihat-lihat, memeriksa, meneliti judul-judul bab yang terdapat dalam buku-buku yang
bersangkutan, dan
c) Memeriksa, meneliti bagan, skema, outline buku yang bersangkutan.
2. Membaca sekilas (skimming)
Membaca sekilas atau skimming adalah sejenis membaca yang membuat mata kita bergerak
dengan cepat melihat, memerhatikan bahan tertulis untuk mecari serta mendapatkan informasi
dan penerangan.ada tiga tujuan utama dalam membaca sekilas, yaitu:
A. Membaca Teliti
Sama pengertiannya dengan membaca sekilas, kita acap kali perlu membaca dengan teliti
bahan-bahan yang kita sukai. Jenis membaca telitti ini menurut suatu pertukaran atau pembalikan
pendidikan yang menyeluruh. Membaca teliti membutuhkan sejumlah keterampilan, antara lain:
(1)survei yang cepat untuk memperhatikan / melihat organisasi dan pendekatan umum;
(2)membaca secara seksama dan membaca ulang paragraf-paragraf untuk menemukan kalimat-
kalimat judul dan perincian-parincian penting; (3) penemuan hubungan setiap paragraf dengan
keseluruhan tulisan atau artikel.
1. Membaca paragraf dengan pengertian
Suatu paragraf yang tertulis rapi biasanya mengandung sebuah pikiran pokok (atau central
thought). Kadang-kadang, kata pikiran pokok tersebut diekspresikan dalam suatu kalimat judul
(atau topic sentence) pada awal paragraf. Perlu diketahui bahwa terdapat sejumlah cara untuk
mengembangkan pikiran pokok suatu paragraf, antara lain: (a)dengan mengemukakan alasan-
alasan; (b) dengan mengutarakan perincian-perincian ; (c) dengan mengetengahkan satu atau
lebih contoh; (d) dengan mempertentangkan dua hal.
2. Membaca pilihan yang lebih panjang
Kemampuan untuk menghubung-hubungkan paragraf-paragraf tunggal dan kelompok-
kelompok paragraf dengan penggalan keseluruhan tulisan sangat penting dalam membaca teliti
begitupun kemampuan untuk membeda-bedakan, antara paragraf yang memuat ide-ide dan
menerangkan ide-ide pada paragraf terdahulu.
3. Membuat catatan
Sebagai tambahan untuk nilai itu sendiri, proses aktual pembuatan catatan tersebut akan
membantu kita dalam tiga hal pentingyaitu: (a) mnolong kita untuk memahami apa yang kita
baca atau kita dengar; (b) membuat kita terus-menerus mencari fakta-fakta dan ide-ide yang
penting; (c) membantu ingatan kita. Mencatat fakta-fakta serta ide yang penting akan
menanamkan kesan yang mendalam pada ingatan kita.
4. Dalam kelas
Dalam situasi seperti itu, perlu diperhatikan hal-hal berikut yang dapat menolong Anda
membuat catatan yang bermanfaat. (a) Jangan berusaha mencatat atau merekam segala sesuatu
yang dikatakan oleh guru; (b) dengarkanlah benar-benar isyarat yang diberikan oleh guru; (c)
usahakan memperoleh bahan yang terlewat dari siapa saja; (d) secepat mungkin perhatikan
kembali catatan untuk memasukkan fakta dan ide.
5. Menelaah tugas
Agar pelajaran yang telah dibarikan mantap serta lebih dipahami maka guru biasanya
memberikan tugas dan agar siswa mampu menelaah tugas mereka dibiasakan dengan cara studi
SQ3R. Perlu dijelaskan bahwa SQ3R adalah suatu metode studiyan g mencakup lima tahap:
survey, question, read, recite, review.
6. Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman (reading for understanding) yang dimaksud disini adalah sejenis
bacaan yang bertujuan untuk memahami: (1) standar-standar atau norma-norma kesastraan; (2)
resensi kritis; (3) drama tulis; dan (4) pola-pola fiksi.
7. Membaca Kritis
Kemampuan membaca pemahaman merupakan dasar dari membaca kritis . membaca kritis
adalah sejenis membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam,
evaluatuf, serta analitis, dan bukan hanya menvari kesalahan. Manfaat yang dapat dipetik dari
membaca kritis ialah: Pertama, haruslah dipahami benar-benar bahwa membaca kritis meliputi
panggilan lebih mendalam di bawah permukaan. Kedua, membaca kritis merupakan modal
utama bagi para Mahasiswa untuk mendapatkan / mencapai kesuksesan dalam studinya. Pada
umumnya membaca kritis (membaca interpretatif ataupun membaca kreatif) menuntut para
pembaca agar: (1) memahami maksud penulis; (2) memahami organisasi dasar tulis; (3) dapat
menilai penyajian penulis / pengarang; (4) dapat menerapkan prinsip-prinsip kritis pada bacaan
sehari-hari; (5) meningkatkan minat baca, kemampuan baca, dan berpikir kritis; (6) memahami
prinsip pemilihan bahan bacaan; (7) membaca majalah / publikasi-publikasi periodik yang serius.
8. Membaca Ide
Yang dimaksud membaca ide adalah sejenis kegiatan membaca yang ingin mencari,
memperoleh, serta memenfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan. Lebih terperinci lagi. Agar
dapat mencari serta menemukan ide-ide yang terkandung dalam bacaan kita harus menjadi
pembaca yang baik atau a good reader. Berikut akan diperbincangkan apa yang disebut membaca
yang baik.
1. Pembaca yan g baik tahu mengapa ia membaca.
Syarat pertama bagi setiap pembaca yang baik ialah bahwa ia tahu atau sadr mengapa ia
membaca. Dua hal maksud yang paling umum ialah : (1) mencari informasi; (2) menikmati
bacaan.
2. Pembaca yang baik memahami apa yang dibacanya.
Syarat kedua bagi setiap pembaca yang baik ialah memahami benar-benar apa yang dibacanya.
Pertama-tama hal ini menuntut perhatian atau konsentrasi dan suatu kemampuan yang erat sekali
berhubungan dengan maksud.
3. Pembaca yang baik harus menguasai kecepatan membaca.
Syarat ketiga bagi setiap pembaca ialah memiliki ragam kecepatan membaca, dapat
menyesuaikan dengan sifat cetakan yang menuntut perhatiannya.
4. Pembaca yang baik harus mengenal media cetak.
Syarat keempat yang harus dimiliki oleh pembaca yang baik ialah ia harus mengenal bentuk-
bentuk kontemporer media cetak, yang melipiti: (a) papersbacks (buku saku, buku berjilid tipis,
kulit kertas); (b) media grafika (komik, kartun, foto, dan lain-lain); (c) majalah; (d) surat kabar.
Dalam bentuk kontemporer media cetak tersebut terpendan ide-ide kontemporer yang
dapat kita manfaatkan demi kemajuan hidup kita, merupakan sumber yang tidak kunjung kering
dengan bahan yang selalu segar.
Sumber
Tarigan, Henri Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
BAB LIMA
MEMBACA TELAAH BAHASA
A. PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diperbincangkan satu jenis lagi membaca intensif, yaitu membaca telaah
bahasa atau languagestudy reading. Pada hakikatnya, segala sesuatu terlebih-lebih sesuatu yang
kongret itu terdiri atas bentuk dan isi, atau from and meaning,atas jasmani dan rohani. Begitu
pula dengan bacaan, yng terdiri atas isi (countent) dan bahasa (launguage).
Membaca telaah bahasa mencakup pula: (1) Membaca bahasa (asing) atau
(foreign)language reading; (2) Membaca sastra (literary reading)
Berikut ini kan dibahas satu persatu.
B. MEMBACA BAHASA
Tujuan utama pada membaca bahasa adalah:
a. Memperkaya Daya Kata
Dalam kegiatan membaca bahasa untuk memperbesar daya kata, ada beberapa hal yang harus
kita ketahui, antara lain: (1) Ragam-ragam bahasa; (2) Mempelajari makna kata dari konteks; (3)
Bagian-bagian kata; (4) enggunaan kamus; (5) Makna-makna varian; (6) Idiom; (7) Sinonim dan
antonim; (8) Konotasi dan denotasi; dan (9) Derivasi.
b. Mengembangkan Kosa kata kritik
Dalam upaya mengembangkan kosa kata kritik ini, kita perlu mengetahui beberapa hal, antara
lain: a) Bahasa kritikan sastra; b) Memetik makna dari konteks; c) Petunjuk-petunjuk konteks;
C. MEMBACA SASTRA
Dalam Bab 5 subbab C ini, kita pusatkan pada penggunaan bahasa dalam karya sastra.
Apabila seorang pembaca dapat memgenal serta mengerti seluk-beluk bahasa dalam suatu karya
sastra, semakin mudahlah dia memahami isinya serta menikmati keindahannya. Untuk ini paling
sedikit, seorang pembaca harus dapat membedakan bhasa ilmiah dan bahasa sastra; dia harus
mengenal serta memahami jenis-jenis gaya bahasa,figurative language, atau figurative use of
words.
1. Bahasa Ilmiah dan Bahasa Sastra
Memperbincangkan perbedaan penggunaan bahasa dalam karya ilmiah dan karya sastra,
kita pada adasarnya memperbincangkan seseorang masalah konotasi dan denotasi dalam kegiatan
menulis. Laporan-laporan penelitian dalam bidang kimia dan fisika hampir seluruhnya tertulis
dalam kata-kata denotatif, karena laporan-laporan tersebut mengemukakan fakta, bukan
perasaan. Sebaliknya , kalau kita menulis cerita-cerita pendek, puisi, atau pidato untuk umum,
kita biasanya mempergunakan kata-kata konotatif, karena tulisan-tulisan seperti itu acapkali
menggarap hal-hal yang berhubungan dengan emosi dan nilai-nilai. Dapat disimpulkan
bahwa bahasa ilmiah, pada umumnya bersifatdenotatif; dan bahasa sastrapada
umumnya bersifat konotatif.
2. Gaya Bahasa
Kekonotatifan bahasa sastra melibatkan emosi-emosi dan nilai-nilai. Dalam membaca karya
sastra, kita harus terlebih dahulu dibekali dengan pengetahuan mengenai gaya bahasa. Dengan
pengenalan serta pemahaman sejumlah gaya bahasa, kita akan lebih mantap lagi menikmati
keindahan karya sastra tersebut.
Pembicaraan mengenai gaya bahasa ini akan kita batasi pada hal-hal yang umum saja, antara
lain: a) Perbandingan, yang mencakup metafora, kesamaan, dari analogi; b) Hubungan, yang
mencakup metoninia, dan sinekdoke; c) Taraf pernyataan, yang mencakup hiperbola, litotes, dan
ironi (Perrin; 1968 : 350-3).
Walaupun mungkin kita tidak menyadarinya, kita mempergunaan bahasa figuratif atau gaya
bahasa dalam percakapan setiap waktu. Praktis semua tulisan, karya-karya referensi, karya-karya
ilmiah, atau paper-paper kesarjanaan, mempergunakannya. Apabila dipergunakan dengan tepat
untuk membuat ekspresi kita lebih tepat, lebih menarik hati, atau lebih efektif, gaya bahasa
merupakan sumber daya yang amat penting dalam menulis. Sebagai pembaca yang baik, kita
harus memehaminya benar-benar.
a. Perbandingan
Gaya bahasa metafora, kesamaan, dan analogi sama-sama membuat komparasi atau
perbandingan, tetapi dengan cara-cara yang berbeda.
a) Metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di
dalamnya, terlibat dua ide: yang satu adalah suatu kenyataan dan, sesuatu yang dipikirkan, yang
menjadi objek; dan yang satu lagi merupakan perbandingan terhadap kenyataan tadi; dan kita
menggantikan yang belakangan ini menjadi yang terdahulu tadi. Contoh:
“Nani adalah gadis ramah tetapi sukar di dekati, sukar ditebak isi hatinya”.Diganti dengan:“Nani
jinak-jinak merpati”
b) Kesamaanberbeda dari metafora dalam hal: Kalau metafora menyatakan secara tidak langsung
adanya kesamaan antara dua hal, gaya bahasa kesamaan atau persamaan menyatakan serta
menegaskan bahwa yang satu sama dengan yang lain; biasanya mempergunakan kata-
kata sepertiatausebagaidan sejenisnya. Suatu gaya bahasa kesamaan adalah suatu komparasi
antara dua hal atau benda yang pada dasarnya tidak sama, tetapi mungkin saja secara menyolok
sama dalam beberapa hal, yang menjelaskan maksud utama penulis.
c) Analogi, agak berlainan dengan metafora dan kesamaan, biasanya melihat beberapa titik
persamaan, bukan hanya satu saja.
b. Hubungan
Sinekdoke dan metonimia termasuk gaya bahasa hubungan; kedua-duanya mengantikan nama
sesuatu dengan yang lainnya yang ada hubungannya. Sinekdokememberikan nama suatu bagian
apabila yang dimaksud adalah keseluruhan; atau sebaliknya: keseluruhan pengganti sebagian.
Contoh; Berjuta-juta mulut harus diberi makan oleh pemerintah.
c. Pernyataan
Dari segi tarafnya, pernyataan ini terbagi atas tiga jenis, yaitu:(1) Pernyataan yang berlebih-
lebihan (overstatement; atau hiperbola); (2) Pernyataan yang dikecil-kecilkan (litotes); (3)
Ironi.
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-
lebihan. Contoh:
Sepurnah sekali, tiada kekurangan suatu apapun buat pengganti baik atau cantik.
Litotes, kebalikan dari hiperbola, adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan
yang dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, misalnya untuk merendahkan
diri. Contoh:
H.B. Jassin bukan kritikus jalanan.
Ironi adalah sejenis gaya bahasa yang mengimplikasikan (menyatakan secara tidak langsung)
sesuatu yang nyata berbeda, bahkan ada kalanya bertentangan dari apa yang sebenarnya
dikatakan itu. Contoh : Suatu revolusi senantiasa dibedakan oleh ketidaksopansantunan,
barangkali karena penguasa tidak mau bersusah-susah dalam hal yang baik untuk mengajar
orang-orang sikap-sikap yang terpuji. (Perrin; 1968 : 353)
Sumber
Tarigan, Henri Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.