Anda di halaman 1dari 50

REFERAT

HERNIA INGUINALIS

Oleh:

Maria Evelyn Suganda 180070200011078


Nabila Zerlina Griselda 180070200011114
Sharon Thesalonica Delaney 180070200011116
Rizha Vitania 180070200011134

Pembimbing : dr. Setyo Sugiharto, Sp.B-KBD

LABORATORIUM/SMF ILMU BEDAH


RSUD DR. SAIFUL ANWAR M ALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
HERNIA INGUINALIS

Disusun Oleh:

Maria Evelyn Suganda 180070200011078


Nabila Zerlina Griselda 180070200011114
Sharon Thesalonica Delaney 180070200011116
Rizha Vitania 180070200011134

Disetujui untuk dibacakan pada:


Hari :
Tanggal :

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Setyo Sugiharto, Sp.B-KBD

ii
DAFTAR ISI

Judul……………………………………………………………………………………….i

Halaman Pengesahan…………………………………………………………………..ii

Daftar isi …………………………………………………………………………………iii

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………...5

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………..5

1.2 Rumusan Masalah...…………………………………………………………….6

1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………………...6

1.4 Manfaat Penulisan……………………………………………………………….6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………….…6

2.1 Definisi ……………………………………………………………………………7

2.2 Etiologi…………………………………………………………………………….7

2.3 Anatomi..……… ……………………………………………………………….10

2.3.1 Abdomen,,……………………………………………………………….10

2.3.2 Kanalis Inguinalis………..……..……………………………………….14

2.3.3 Funikulus Spermatikus……..………………….………………………16

2.3.4 Trigonum Hiesselbach.……...………………………………………...17

2.4 Patofisiologi.……………………………………………………………………18

2.5 Klasifikasi.………………………………………………………………………22

2.6 Manifestasi Klinis……………………………………………………………....26

2.7 Diagnosis…………………..……………………………………………………27

2.7.1 Anamnesis………..……….……………………………………………..27

2.7.2 Pemeriksaan Fisik……………………..………………………………..27

2.8 Pemeriksaan Penunjang………………………………………………………30

2.8.1 Laboratorium………..……….…………………………………………..30

iii
2.8.2 Pemeriksaan Radiologi………………..………………………………..30

2.9 Diagnosis Banding……..…………………….…………...…………………...32

2.10Tatalaksana……..………………………………………...…………………...32

2.11Komplikasi……..…..……………………………………...…………………...48

2.12Prognosis……..…………………………………………...…………………...48

BAB 3 KESIMPULAN..………………………………………………………………...49

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………50

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .

Hernia merupakan suatu penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin, kantong,
dan isi hernia. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi menjadi hernia bawaan
(kongenital) dan hernia yang didapat (akuisita). Sedangkan berdasarkan letaknya,
hernia diberi nama sesuai dengan lokasi anatomisnya, seperti hernia diafragma,
hernia inguinal, umbilikalis, femoralis dan sebagainya. 75% hernia terjadi di sekitar
lipat paha, berupa hernia inguinalis direk, indirek, serta hernia femoralis (Rasjad,
2010).
Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah
appendicitis. Sampai saat ini masih merupakan tantangan dalam peningkatan status
kesehatan masyarakat karena besarnya biaya yang diperlukan dalam
penanganannya dan hilangnya tenaga kerja akibat lambannya pemulihan dan angka
rekurensi. Dari keseluruhan jumlah operasi di Perancis tindakan bedah hernia
tercatat telah dilakukan sebanyak 17,2% dan 24,1% di Amerika Serikat (Townsend,
2004).
Hernia inguinalis dibagi menjadi 2 yaitu hernia inguinalis lateralis dan hernia
inguinalis medialis. Dimana hernia inguinalis lateralis ditemukan lebih banyak 2/3
dari hernia inguinalis dan 1/3 sisanya adalah hernia inguinalis medialis. Hernia
inguinalis lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita, untuk hernia femoralis
lebih sering ditemukan pada wanita. Sedangkan jika ditemukan hernia inguinalis
pada pria kemungkinan adanya hernia inguinalis atau berkembangnya menjadi
hernia inguinalis sebanyak 50%. Perbandingan antara pria dan wanita untuk hernia
inguinalis adalah 7:1. Semakin bertambahnya usia kita, kemungkinan terjadinya
hernia semakin besar. Hal ini dipengaruhi oleh kekuatan otot-otot perut yang sudah
mulai melemah. (Townsend, 2004).
Bedasarkan latar belakang tersebut, referat ini akan membahas mengenai
cara mendiagnosis dan tatalaksana invaginasi secara komprehensif.

5
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah definisi umum dan etiologi hernia inguinalis?
2. Bagaimanakah patogenesis terjadinya hernia inguinalis?
3. Bagaimanakah klasifikasi dan manifestasi klinis hernia inguinalis?
4. Bagaimanakah melakukan diagnosis pasien dengan hernia inguinalis?
5. Bagaimanakah prinsip tatalaksana awal di fasilitas kesehatan primer pasien
hernia inguinalis?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan penulis serta pembaca
mengenai manifestasi klinis, diagnosis, dan tatalaksana hernia inguinalis
secara komprehensif.
2. Memenuhi tugas ilmiah referat dokter muda periode 13 April 2020 – 10 Mei
2020 SMF Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

1.4 Manfaat Penulisan


Penulisan tinjauan pustaka ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman dokter muda mengenai hernia inguinalis dalam hal penegakan
diagnosis, penanganan awal di fasilitas kesehatan primer, serta melakukan sistem
rujukan dengan benar dan tepat sehingga dapat berguna saat berpraktik di
masyarakat kelak.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefinisikan
sebagai suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah
(defek) yang diliputi oleh dinding. Meskipun hernia juga dapat terjadi di berbagai
tempat dari tubuh, namun banyak kasus terjadi defek melibatkan dinding abdomen
yang umumnya di daerah inguinal (Townsend, 2004).
Hernia inguinalis dibagi menjadi dua yaitu hernia inguinalis lateralis (HIL) dan
hernia inguinalis medialis (HIM). Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain
yaitu hernia indirect yang artinya keluarnya tidak langsung menembus dinding
abdomen. Selain hernia indirek nama yang lain adalah hernia oblique yang artinya
kanal yang berjalan miring dari lateral atas ke medial bawah. Hernia inguinalis
lateralis sendiri mempunyai arti pintu keluarnya terletak di sebelah lateral vasa
epigastrica inferior. Hernia inguinalis lateralis bisa disebabkan oleh kelainan
kongenital maupun yang didapat (Arthur, 2020). Hernia inguinalis medialis (HIM)
atau hernia direk hampir selalu disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdomen
kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach (Rasjad, 2010).

2.2. Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat.
Hernia dapat dijumpai pada segala usia, dan lebih banyak pada laki-laki daripada
perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk
hernia di annulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan
isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia
melewati pintu yang sudah cukup terbuka lebar (Rasjad, 2010)
Faktor yang dipandang berperan dalam terjadinya hernia inguinalis antara
lain : (Snell, 2006) (Soegiijanto, 2009)
1. Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang

7
 Mengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan
ukuran badan
 Sering mengedan karena adanya gangguan konstipasi atau
gangguan saluran kencing
 Batuk yang kronis dikarenakan infeksi, bronchitis, asma,
emphysema, alergi
 Partus
 Merokok lama bisa menjadi sebab direk hernia inguinalis
dengan mekanisme, terjadinya pelepasan serum elasytyolitik
yang menyebabkan terjadinya penipisan fascia
transversalis.Pada asites, keganasan hepar, kegagalan fungsi
jantung, penderita yang menjalani peritoneal dialisa
menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal sehingga
membuka kembali prosesus vaginalis sehingga terjadi indirek
hernia

2. Kelemahan otot dinding abdomen


Akhir-akhir ini beberapa peneliti sepakat bahwa lemahnya otot-otot
dan fascia dinding perut pada usia lanjut, kurangnya olahraga,
adanya timbunan lemak, serta penurunan berat badan dan fitness
memungkinkan adanya angka kesakitan hernia. Abnormalitas struktur
jaringan kolagen dan berkurangnya konsentrasi hidroksi prolin
berperan penting terhadap berkurangnya daya ikat serabut kolagen
dan ini ada hubungannya dengan mekanisme rekurensi hernia
ataupun adanya kecenderungan sifat-sifat familier dari hernia. Hernia
rekuren terjadi kurang dari 6 bulan hal tersebut disebabkan oleh
karena kesalahan teknik, tetapi bila terjadi setelah 6 bulan pasca
operasi maka hal tersebut disebabkan oleh penipisan dari fascia

3. Prosesus vaginalis persisten


Hernia mungkin sudah tampak sejak bayi tetapi lebih banyak yang
baru terdiagnosis sebelum pasien mencapai usia 50 tahun. Analisis
dari data statistik otopsi danpembedahan menunjukkan bahwa 20 %

8
laki-laki yang masih mempunyai prosesus vaginalis hingga saat
dewasanya merupakan predisposisi hernia inguinalis.

Sebelum lahir, prosesus vaginalis normalnya akan mengalami


obliterasi sehingga menutup pintu masuk kanalis inguinalis dari
kavum abdomen. Penyebab obliterasi tersebut tidak diketahui dengan
pasti, tetapi beberapa penelitian menyatakan bahwa calcitonin
generelated peptide (CGRP) yang dikeluarkan oleh nervus
genitofemoralis, berperan dalamproses tersebut

Gambar 1. Bagian-bagian dari Hernia (Rasjad, 2010)

Hernia terdiri atas 6 bagian : (Snell, 2006)


a) Kantong hernia : kantong (divertikulum) peritonei dan mempunyai leher dan
badan (corpus)
b) Isi hernia : terdiri atas setiap struktur yang ditemukan di dalam cavitas
abdominalis dan dapat bervariasi dari sebagian kecil omentum sampai
dengan organ besar seperti ren. Pada hernia abdominalis berupa usus
c) Pintu hernia : bagian locus minoris resistence yang dilalui kantong hernia

9
d) Leher hernia/cincin hernia : bagian tersempit kantong hernia yang sesuai
dengan kantong hernia
e) Locus minoris resistence (LMR) : defek/bagian yang lemah dari dinding
rongga
f) Pelapis hernia : dibentuk dari lapisan-lapisan dinding abdomen yang dilalui
oleh kantong hernia

2.3. Anatomi
2.3.1. Abdomen
Lapisan-lapisan dinding abdomen terdiri dari (luar ke dalam) : (Snell, 2006)
1. Kulit
2. Fascia superficialis, terdiri dari fascia camperi dan fascia scarpae
3. Otot dinding anterior abdomen. Antara lain : muskulus obliquus externus
abdominis, muskulus obliquus internus abdominis, muskulus transverses
abdominis
4. Fascia transversalis
5. Lemak extrapertioneal
6. Peritoneum parietale

Gambar 2. Lapisan-lapisan dinding abdomen (Richard, 2014)

10
Penjelasan dari gambar tersebut : (Snell, 2006)

1. Kulit
Garis-garis lipatan kulit alami berjalan konstan dan hampir horizontal di
sekitar tubuh. Secara klinis hal ini penting karena insisi sepanjang garis
lipatan ini akan sembuh dengan sedikit jaringan perut sedangkan insisi yang
menyilang garis-garis ini akan sembuh dengan jaringan parut yang menonjol.

2. Fascia superfisialis
a) Lapisan luar, Panniculus adiposus (fascia camperi) : berhubungan
dengan lemak superficial yang meliputi bagian tubuh lain dan
mungkin sangat tebal.
b) Lapisan dalam, Stratum membranosum (fascia scarpae) : stratum
membranosum tipis dan menghilang di sisi lateral dan atas. Di bagian
inferior, stratum membranosum berjalan di depan paha dan di sini
bersatu dengan fascia profunda pada satu jari di bawah ligamentum
inguinale.

3. Otot dinding anterior abdomen


a) Musculus obliquus externus abdominis : Merupakan lembaran otot
yang lebar dan tipis, dibentuk oleh dua lapisan:superfisial dan
profunda menjadi aponeurosis obliquus externus. Bersama dengan
aponeurosis otot obliqus internus dan transversus abdominis, mereka
membentuk sarung rektus dan akhirnya linea alba. Aponeurosis
obliqus eksternus menjadi batas superfisial dari kanalis inguinalis.
Ligamentum inguinal terletak dari spina iliaca anterior superior ke
tuberculum pubicum. Ligamentum inguinale (Poupart) merupakan
penebalan bagian bawah aponeurosis muskulus obliqus eksternus.
Terletak mulai dari SIAS sampai ke ramus superior tulang pubis.
Lakunare (Gimbernati) merupakan paling bawah dari ligamentum

11
inguinale dan dibentuk dari serabut tendon obliqus eksternus yang
berasal dari daerah Sias (Bland, 2002).
b) Musculus obliquus internus abdominis : Merupakan lembaran otot
yang lebar dan tipis yang terletak di profunda muskulus obliquus
externus abdominis. Serabut tendon yang terbawah bergabung
dengan serabut-serabut yang sama dari muskulus transversus
abdominis membentuk conjoined tendon.
c) Musculus transversus abdominis : Merupakan lembaran otot yang
tipis dan terletak di profunda muskulus obliquus internus abdominis
dan serabut-serabutnya berjalan horizontal ke depan. Serabut tendo
yang terbawah bersatu dengan serabut tendo yang sama dari
muskulus obliquus internus abdominis membentuk conjoined tendon

4. Fascia transversalis
Merupakan lapisan fascia tipis yang membatasi muskulus transversus
abdominis. Fascia transversalis digambarkan oleh Cooper memiliki 2
lapisan:Fascia transversalis dapat dibagi menjadi dua bagian, satu terletak
sedikit sebelum yang lainnya, bagian dalam lebih tipis dari bagian luar; ia
keluar dari tendon otot transversalis pada bagian dalam dari spermatic cord
dan berikatan ke linea semilunaris. Ligamentum Cooper terletak pada bagian
belakang ramus pubis dan dibentuk oleh ramus pubis dan fascia.
Ligamentum Cooper adalah titik fiksasi yang penting dalam metode perbaika
laparoscopic sebagaimana pada titik McVay (Bland, 2002).

5. Lemak extraperitoneal
Merupakan selapis tipis jaringan ikat yang mengandung lemak dalam jumlah
yang bervariasi dan terletak diantara fascia transversalis dan peritoneum
parietale.

6. Peritoneum parietal
Merupakan membrana serosa tipis (pelapis dinding abdomen) dan
melanjutkan diri ke bawah dengan peritoneum parietale yang melapisi
rongga pelvis.

12
Saraf- saraf dinding anterior abdomen : (Snell, 2006)
 Rami anteriores enam nervi thoracici bagian bawah. Berjalan di dalam celah
antara muskulus obliquus internus abdominis dan muskulus transversus
abdominis. Saraf tersebut menyarafi kulit dinding anterior abdomen, otot-otot
(termasuk muskulus rectus abdominis dan muskulus pyramidalis), dan
peritoneum parietale. Saraf-saraf ini berakhir dengan menembus
dindinganterior vagina muskuli recti abdominis
 Nervus lumbalis satu. Punya perjalanan yang sama namun tidak masuk ke
vagina muskuli recti abdominis. Saraf ini berbentuk sebagai nervus
iliohypogastricus yang menembus aponeurosis muskulus obliquus externus
abdominis di atas anulus inguinalis superficialis dan nervus ilioinguinalis yang
keluar dari anulus ini. Saraf-saraf ini berakhir dengan menyarafi kulit tepat di
atas ligamentum inguinale dan symphisis pubica

Arteri dinding anterior abdomen : (Snell, 2006)


 Arteri epigastrika superior : merupakan salah satu cabang terminal arteri
thoracica interna. Mendarahi bagian tengah atas dinding anterior abdomen
dan beranastomosis dengan arteria epigastrika inferior
 Arteri epigastrika inferior : merupakan cabang arteria iliaca externa tepat
diatas ligamentum inguinale. Mendarahi bagian tengah bawah dinding
abdomen anterior dan beranastomosis dengan arteria epigastika superior
 Arteri circumflexa profunda : merupakan cabang arteria iliaca externa tepat
diatas ligamentum inguinale. Mendarahi bagian lateral bawah dinding
abdomen
 Dua arteri intercostales posterior bagian bawah merupakan cabang aorta
descendens dan empat arteri lumbales yang berasal dari aorta abdominalis.
Mendarahi bagian lateral dinding abdomen

13
Vena dinding anterior abdomen : (Snell, 2006)
 Vena epigastrika superior
Mengalirkan darah ke vena
 Vena epigastrika inferior thoracica interna dan vena
 Vena circumflexa ilium profunda iliaca externa
 Vena intercostales posterior mengalirkan darah ke vena azygos
 Vena lumbales mengalirkan darah ke vena cava inferior

2.3.2. Canalis Inguinalis


Canalis inguinalis merupakan saluran oblik yang menembus bagian bawah
dinding anterior abdomen dan terdapat pada kedua jenis kelamin. Pada laki-laki,
saluran ini merupakan tempat lewatnya struktur-struktur yang berjalan dari testis ke
abdomen dan sebaliknya. Pada perempuan, saluran ini dilalui oleh ligamentum teres
uteri (rotundum) yang berjalan dari uterus ke labium majus pudendi. Selain itu,
saluran ini dilewati oleh nevu ilioinguinalis baik laki-laki maupun perempuan (Snell,
2006).
Canalis inguinalis panjangnya sekitar 1.5 inci (4cm) pada orang dewasa dan
terbentang dari anulus inguinalis profundus (lubang berbentuk oval terletak sekitar
1.3cm diatas ligamentum inguinale pada pertengahan antara sias dan symphisis
pubica) pada fascia transversalis, berjalan ke bawah dan medial sampai annulus
inguinalis superficialis (lubang berbentuk segitiga) pada aponeurosis obliquus
externus abdominis. Canalis inguinalis terletak sejajar dan tepat diatas ligamentum
inguinale (Snell, 2006).

14
Gambar 3. Canalis Inguinalis (Snell, 2006)

Dinding canalis inguinalis, terdapat dinding anterior, dinding posterior, dinding


inferior/dasar, dan dinding superior/atap. Dinding anterior canalis inguinalis dibentuk
oleh aponeurosis muskulus obliquus externus abdominis. Dinding posterior canalis
inguinalis dibentuk oleh fascia transversalis. Dinding inferior canalis inguinalis
dibentuk oleh lipatan pinggir bawah aponeurosis muskulus obliquus externus
abdominis yang disebut ligamentum inguinale dan ujung medialnya disebut
ligamentum lacunare. Dinding superior canalis inguinalis dibentuk oleh
serabutserabut terbawah muskulus obliquus internus abdominis dan muskulus
transversus abdominis yang melengkung.

15
Fungsi canalis inguinalis, pada laki-laki, memungkinkan struktur-struktur yang
terdapat di dalam funiculus spermaticus berjalan dari atau ke testis menuju abdomen
dan sebaliknya. Pada perempuan, canalis inguinalis yang lebih kecil memungkinkan
ligamentum teres uteri berjalan dari uterus menuju ke labium majus.
Adanya canalis inguinalis pada bagian bawah dinding anterior abdomen pada
laki-laki dan perempuan merupakan suatu tempat lemah.Tataletak canalis inguinalis
untuk mengatasi kelemahan ini :
 Dinding anterior canalis inguinalis diperkuat oleh serabut-serabut muskulus
obliquus internus abdominis tepat di depan anulus inguinalis profundus
 Dinding posterior canalis inguinalis diperkuat oleh conjoined tendon tepat di
belakang anulus inguinalis superficialis
 Pada waktu batuk dan mengedan (miksi, defekasi, dan partus),
serabutserabut paling bawah muskulus obliquus internus abdominis dan
muskulus transversus abdominis yang melengkung berkontraksi sehingga
atap yang melengkung menjadi datar dan turun mendekati lantai. Atap
mungkin menekan isi canalis inguinalis ke arah dasar sehingga sebenarnya
canalis inguinalis menutup.
 Bila diperlukan mengedan dengan kuat, seperti pada defekasi dan
partus,secara alamiah orang cenderung dalam posisi jongkok, articulatio
coxae fleksi, dan permukaan anterior tungkai atas mendekati permukaan
anterior dinding abdomen. Dengan cara ini, bagian bawah dinding anterior
abdomen dilindungi oleh tungkai atas.

2.3.3. Funikulus Spermatikus


Funikulus spermatikus berawal pada anulus inguinalis profundus yang
terletak lateral terhadap arteria epigastrica inferior dan berakhir di testis. Struktur-
struktur pada funikulus spermatikus adalah sebagai berikut:
1.Vas deferens, 2. Arteria testikularis, 3. Vena testikularis, 4. Pembuluh limfatik
testis, 5. Saraf-saraf otonom, 6. Prosessus vaginalis (sisa), 7. Arteria cremasterica,
8. Arteria ductus deferentis, dan 9. Ramus genitalis nervus genitofemoralis yang
menyarafi muskulus cremaster.

16
Gambar 4. Funikulus Spermatikus (Richard, 2014)

2.3.4 Trigonum Hiesselbach


Trigonum Hesselbach merupakan daerah dengan batas : (Snell, 2006)
· Inferior: Ligamentum Inguinale.
· Lateral: Vasa epigastrika inferior.
· Medial: Tepi m. rectus abdominis.
Dasarnya dibentuk oleh fascia transversalis yang diperkuat serat

17
aponeurosis m.transversus abdominis. Hernia yang melewati trigonum Hesselbach
disebut sebagai hernia direk, sedangkan hernia yang muncul lateral dari trigonum ini
adalah hernia indirek

Gambar 5. Trigonum Hesselbach (Richard, 2014)

2.4. Patofisiologi
Proses penurunan testis merupakan proses yang khas oleh karena
penurunan testis diikuti oleh peritoneum, dinding depan abdomen, dan pembuluh
darah, saraf, limphe dari kavum abdomen. Hingga mendekati masa akhir kehidupan
janin, testis tetap berada di rongga abdomen. Pada awalnya testis terletak di dinding
belakang abdomen setinggi vertebra lumbalis I-II (Rasjad, 2010).
Dari pole bawah testis terdapat suatu lipatan jaringan yang disebut
gubernaculums testis, lipatan jaringan ini akan berlanjut kedaerah inguinal. Testis
dan gubernaculums terletak dibelakang peritoneum primitive, peritoneum akan
terdorong kedepan oleh testis dan gubernaculum. Kemudian gubernaculum
membentuk suatu lipatan pelapis dengan peritoneum yang akan melapisi testis
hampir secara sempurna. Pada saat itu testis melekat di dinding posterior abdomen
pada suatu cekungan yang disebut mesorchium. Pada bulan ketiga kehidupan janin,

18
testis terletak pada fossa iliaca dan pada bulan ketujuh testis sudah berada didekat
annulus inguinalis interna (Rasjad, 2010).
Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun
mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa
terdapat beberapa faktor yang berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik
(anatomik), dan neural. Terjadi dalam dua fase yang dimulai sekitar minggu ke-10
kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase transabdominal dan fase
inguinoskrotal. Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang berbeda (Rasjad,
2010).
Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, dimana
testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi
akibat adanya regresi ligamentum suspensorium kranialis dibawah pengaruh
androgen (testosteron), disertai pemendekan gubernaculum (ligament yang
melekatkan bagian inferior testis ke segmen bawah skrotum) dibawah pengaruh MIF
(Müllerian Inhibiting Factor). Dengan perkembangan yang cepat dari region
abdominopelvic maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada
bulan ke-3 kehamilan untuk psosesus vaginalis yang secara bertahap berkembang
kearah skrotum. Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7
kehamilan (Rasjad, 2010).
Teststeron diproduksi oleh sel leydig testis, merangsang duktus wolfi menjadi
epididimis, vas deferens, dan vesikula seminalis. Struktur wolfii terletak paling dekat
dengan sumber testosterone. MIS diproduksi oleh sel sertroli testis, penting untuk
perkembangan duktus internal laki-laki normal, merupakan suatu protein dengan
berat molekul 15.000, yang disekresi mulai minggu ke delapan. Peran utamanya
adalah represi perkembangan pasif duktus mulleri (tuba fallopi, uterus, vagina atas)
(Rasjad, 2010).
Fase inguinoskrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai
minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal kedalam
skrotum dibawah pengaruh hormone androgen. Mekanismenya belum diketahui
secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengaluaran calcitonin gene related
peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus genitofemoral untuk
mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis dari gubernaculum. Faktor
mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah tekanan abdominal yang

19
meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari kavum abdomen,disamping itu
tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari prosesus vaginalis
melalui kanalis inguinalis menuju skrotum. Proses penurunan testis ini masih bisa
berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan (Rasjad, 2010).

Gambar 6. Penurunan Gonad (Richard, 2014)

Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi kerana usia lanjut, karena
pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya
umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua
prosesus tersebut telah menutup. Namun karena daerah ini merupakan locus
minoris resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra

20
abdominal meningkat seperti batuk – batuk kronik, bersin yang kuat dan
mengangkat barang – barang berat, mengejan. Prosesus yang sudah tertutup dapat
terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu
jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya menekan dinding rongga
yang telah melemas akibat trauma, hipertropi protat, asites, kehamilan, obesitas,
dan kelainan kongenital dan dapat terjadi pada semua (Mansjoer, 2000)

Gambar 7. Patofisiologi Hernia Inguinalis (Mansjoer, 2000)

21
2.5. Klasifikasi

Gambar 8. Perbedaah HIL dan HIM (Rasjad, 2000)

Hernia Inguinalis Lateralis


Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh
epigastrika inferior. Dikenal sebagai indirek karena keluar melalui dua pintu dan
saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan hernia lateralis
akan tampak tonjolan berbentuk lonjong. Dapat terjadi secara kongenital atau
akuisita (Bland, 2002) (Snell, 2006).

a) Hernia inguinalis indirekta kongenital


Terjadi bila processus vaginalis peritonei pada waktu bayi dilahirkan sama
sekali tidak menutup. Sehingga kavum peritonei tetap berhubungan dengan rongga
tunika vaginalis propria testis. Dengan demikian isi perut dengan mudah masuk ke
dalam kantong peritoneum tersebut (Bland, 2002).

b) Hernia inguinalis indirekta akuisita


Terjadi bila penutupan processus vaginalis peritonei hanya pada suatu
bagian saja. Sehingga masih ada kantong peritoneum yang berasal dari processus
vaginalis yang tidak menutup pada waktu bayi dilahirkan. Sewaktu-waktu kantung

22
peritonei ini dapat terisi dalaman perut (misalkan pada saat tekanan intra abdomen
meningkat) (Bland, 2002).

Gambar 9. Hernia Inguinalis Lateralis (Richard, 2014)

Hernia Inguinalis Medialis


Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol
langsung ke depan melalui segitiga Hasselbach, daerah yang dibatasi ligamentum
inguinale di bagian inferior, pembuluh epigastrika inferior di bagian lateral dan tepi
otot rektus di bagian medial. Dasar segitiga Hasselbach dibentuk oleh fasia
transversal yang diperkuat oleh serat aponeurosis muskulus transversus abdominis
yang kadang-kadang tidak sempurna sehingga daerah ini potensial untuk menjadi
lemah. Hernia medialis, karena tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan tidak ke
skrotum, umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin hernia longgar (Bland,
2002).

23
Gambar 10. Hernia Inguinalis Medialis (Richard, 2014)

 Casten membagi hernia menjadi tiga stage, yaitu : (Arthur, 2020)


1. Stage 1 : hernia indirek dengan cincin interna ya ng normal.
2. Stage 2 : hernia direk dengan pembesaran atau distorsi cincin interna.
3. Stage 3 : semua hernia direk atau hernia femoralis.

 Klasifikasi menurut Halverson dan McVay, hernia terdapat terdapat 4


kelas : (Arthur, 2020)
1. Kelas 1 : hernia indirek yang kecil.
2. Kelas 2 : hernia indirek yang medium.
3. Kelas 3 : hernia indirek yang besar atau hernia direk.
4. Kelas 4 : hernia femoralis.

 Sistem Ponka membagi hernia menjadi 2 tipe : (Arthur, 2020)


1. Hernia Indirek
 hernia inguinalis indirek yang t idak terkomplikasi.
 hernia inguinalis indirek sliding.

24
2. Hernia Direk
 suatu defek kecil di sebelah medial segitiga Hesselbach, dekat tuberculum
pubicum.
 hernia divertikular di dinding posterior.
 hernia inguinalis direk dengan pembesaran difus di seluruh permukaan
segitiga Hesselbach

 Gilbert membuat klasifikasi berdasarkan 3 faktor : (Arthur, 2020)


1. Ada atau tidak ada nya kantung peritoneal.
2. Ukuran cincin interna.
3. Integritas dinding posterior dan kanal.

Gilbert membagi hernia menjadi 5 tipe. Tipe 1, 2, and 3 merupakan hernia indirek,
sedangkan tipe 4 and 5 merupakan hernia direk.
o Hernia tipe 1 mempunyai kantung peritoneal yang melewati cincin
interna yang berdiameter < 1 cm.
o Hernia tipe 2 (hernia indirek yang paling sering) mempunyai kantung
peritoneal yang melewati cincin interna yang berdiameter ≤ 2 cm.
o Hernia tipe 3 mempunyai kantung peritoneal yang melewati cincin
interna yang berdiameter > 2 cm. Hernia tipe 3 sering menjadi hernia
komplit dan sering menjadi slidinhernia.
o Hernia tipe 4 mempunyai robekan dinding posterior tau defek posterior
multipel. Cincin interna yang intak dan tidak ada kantung peritoneal.
o Hernia tipe 5 merupakan hernia divertikuler primer. Pada hernia ini
tidak terdapat kantung peritoneal.

Nyhus membuat klasifikasi berdasarkan ukuran cincin interna dan integritas dinding
posterior, meliputi : (Arthur, 2020)
 Tipe 1 adalah hernia indirek dengan cincin int erna yang normal.
 Tipe 2 adalah hernia indirek dengan cincin interna yang membesar.
 Tipe 3a adalah hernia inguinalis indirek.

25
 Tipe 3b adalah hernia indirek yang menyebabkan kelemahan dinding
posterior.
 Tipe 3c adalah hernia femoralis.
 Tipe 4 memperlihatkan s emua hernia rekuren

2.6. Manifestasi Klinis


Hernia Inguinalis Lateralis
Umumnya pasien mengatakan adanya benjolan diselangkangan atau
kemaluan. Benjolan tersebut dapat mengecil atau menghilang pada waktu tidur, dan
bila menangis, mengejan, atau mengangkat benda berat atau bila posisi pasien
berdiri dapat timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat timbul nyeri
(Mansjoer, 2000).
Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak nampak, pasien
dapat disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri. Bila terdapat
hernia maka akan tampak benjolan. Bila memang sudah tampak benjolan, harus
diperiksa apakah benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta
berbaring, bernafas dengan mulut untuk mengurangi tekanan intraabdominal, lalu
skrotum diangkat perlahan-lahan. Diagnosis pasti hernia pada umumnya sudah
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti. Keadaan cincin hernia juga
perlu diperiksa (Mansjoer, 2000).
Melalui skrotum jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum
pubikum. Ikuti fasikulus spermatikus sampai ke annulus inguinalis internus. Pada
keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien diminta mengejan dan
merasakan apakah ada massa yang menyentuh jari tangan. Bila massa tersebut
menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedang
bilamenyentuh sisi jari maka diagno sisnya adalah hernia inguinalis medialis
(Mansjoer, 2000).

Hernia Inguinalis Medialis


Pada pasien terlihat adanya massa bundar pada annulus inguinalis eksterna
yang mudah mengecil bila pasien tidur. Karena besarnya defek pada dinding
posterior maka hernia ini jarang sekali menjadi irreponibilis. Hernia ini disebut direk

26
karena langsung menuju annulus inguinalis eksterna sehingga meskipun annulus
inguinalis interna ditekan bila pasien berdiri atau mengejan, tetap akan timbul
benjolan. Bila hernia ini sampai ke skrotum, maka hanya sampai kebagian atas
skrotum, sedangkan testis dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari massa
hernia (Mansjoer, 2000).
Bila jari dimasukkan dalam annulus inguinalis eksterna, tidak akan ditemukan
dinding belakang. Bila pasien disuruh mengejan tidak akan terasa tekanan dan
ujung jari dengan mudah dapat meraba ligamentum cooper pada ramus superior
tulang pubis. Pada pasien kadang-kadang ditemukan gejala mudah kecing karena
buli-buli ikut membentuk dinding medial hernia (Mansjoer, 2000).

2.7. Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Pasien mengeluh ada tonjolan di lipat paha ,pada beberapa orang adanya nyeri
dan membengkak pada saat mengangkat atau ketegangan. Seringnya hernia
ditemukan pada saat pemeriksaan fisik misalnya pemeriksaan kesehatan sebelum
masuk kerja. Beberapa pasien mengeluh adanya sensasi nyeri yang menyebar
biasanya pada hernia ingunalis lateralis, perasaan nyeri yang menyebar hingga ke
scrotum. Dengan bertambah besarnya hernia maka diikuti rasa yang tidak nyaman
dan rasa nyeri, sehingga pasien berbaring untuk menguranginya (Carol,2019).
Pada umumnya hernia direct akan memberikan gejala yang sedikit
dibandingkan hernia ingunalis lateralis.dan juga kemungkinannya lebih berkurang
untuk menjadi inkarserasi atau strangulasi (Carol,2019).

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


Inspeksi
Hernia reponibel terdapat benjolan dilipat paha yang muncul pada waktu
berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan menghilang setelah berbaring. Pada
hernia inguinal lateralis muncul benjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral
ke medial, tonjolan berbentuk lonjong. Hernia skrotalis yaitu benjolan yang terlihat
sampai skrotum yang merupakan tojolan lanjutan dari hernia inguinalis lateralis.
Pada hernia inguinalis medialis tonjolan biasanya terjadi bilateral, berbentuk bulat

27
Palpasi
Titik tengah antar SIAS dengan tuberkulum pubicum ditekan lalu pasien
disuruh mengejan. Jika terjadi penonjolan di sebelah medial maka dapat
diasumsikan bahwa itu hernia inguinalis medialis.Titik yang terletak di sebelah lateral
tuberkulum pubikum ditekan lalu pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di
lateral titik yang kita tekan maka dapat diasumsikan sebagai nernia inguinalis
lateralis. Titik tengah antara kedua titik tersebut di atas (pertengahan canalis
inguinalis) ditekan lalu pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateralnya
berarti hernia inguinalis lateralis jika di medialnya hernia inguinalis medialis
Pada hernia inguinalis, kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba
pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dua permukaan sutera, tanda ini
disebut sarung tanda sarung tangan sutera. Kantong hernia yang berisi mungkin
teraba usus, omentum (seperti karet), atau ovarium. Dalam hal hernia dapat
direposisi pada waktu jari masih berada dalam annulus eksternus, pasien mulai
mengedan kalau hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis dan
kalau samping jari yang menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis.

Perkusi
Bila didapatkan perkusi perut kembung maka harus dipikirkan kemungkinan
hernia strangulate

Auskultasi
Hiperperistaltis didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia yang
mengalami obstruksi usus (hernia inkarserata).

Pemeriksaan Finger Test (Burhitt, 2003)


1. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5
2. Dimasukkan lewat skrotum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal
3. Penderita disuruh batuk :
 Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis
 Bila impuls disamping jari Hernia Inguinalis Medialis

28
Gambar 11. Pemeriksaan Finger Test (Burhitt, 2003)

Pemeriksaan Zieman Test (Burhitt, 2003)


1. Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya oleh
penderita).
2. Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan.
3. Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada :
 jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis
 jari ke 3 : hernia Ingunalis Medialis
 jari ke 4 : Hernia Femoralis

Gambar 12. Pemeriksaan Zieman Test (Burhitt, 2003)

29
Pemeriksaan Thumb Test (Burhitt, 2003)
Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan
 Bila keluar benjolan : Hernia Inguinalis Medialis
 Bila tidak keluar benjolan : Hernia Inguinalis Lateralis

Gambar 13. Pemeriksaan Thumb Test (Burhitt, 2003)

2.8 Pemeriksaan Penunjang


2.8.1 Laboratorium
Untuk mendukung kearah adanya strangulasi, sebagai berikut :
 Leukocytosis dengan shift to the left yang menandakan strangulasi.
 Elektrolit, BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-muntah dan
menjadi dehidrasi.
 Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus
genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat paha.

2.8.2 Pemeriksaan Radiologis


Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin
hernia.Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat
paha atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan testis.
Pemeriksaan Ultrasound pada daerah inguinal dengan pasien dalam posisi supine

30
dan posisi berdiri dengan manuver valsafa dilaporkan memiliki sensitifitas dan
spesifisitas diagnosis mendekati 90% (Carol, 2019).
Pemeriksaan ultrasonografi juga berguna untuk membedakan hernia
inkarserata dari suatu nodus limfatikus patologis atau penyebab lain dari suatu
massa yang teraba di inguinal. Pada pasien yang sangat jarang dengan nyeri
inguinal tetapi tak ada bukti fisik atau sonografi yang menunjukkan hernia inguinalis.
CT scan dapat digunakan untuk mengevaluasi pelvis untuk mencari adanya hernia
obturator (Carol, 2019).
Pada pemeriksaan radiologis kadang terdapat suatu yang tidak biasa terjadi,
yaitu adanya suatu gambaran massa. Gambaran ini dikenal dengan Spontaneous
Reduction of Hernia En Masse. Adalah suatu keadaan dimana berpindahnya secara
spontan kantong hernia beserta isinya ke rongga extraperitoneal. Ada 4 tipe
pembagian reduction of hernia en masse : (Carol, 2019)

Gambar 14. Gambaran Hernia Inguinalis (Carol, 2019)

31
2.9 Diagnosis Banding

Gambar 15. Diagnosis Banding Hernia Inguinalis (Rasjad, 2010)

1. Hidrokel
Tidak dapat dimasukkan kembali. Testis pada pasien hidrokel tidak dapat
diraba.Pada hidrokel, pemeriksaan transiluminasi akan memberi hasil
positif. Hidrokel dapat dikosongkan dengan pungsi, tetapi sering kambuh
kembali. Pada pungsi didapatkan cairan jernih (Rasjad, 2010).
2. Varikokel
Peninggian tekanan di dalam pleksus pampiniformis dapat diraba
sebagai struktur yang terdiri atas varises pleksus pampiniformis yang
memberikan kesan raba seperti kumpulan cacing. Permukaan testis
normal licin tanpa tonjolan dengan konsistensi elastic (Rasjad, 2010).

2.10 Tatalaksana
Konservatif
- Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk
corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan
tekanan lambat dan menetap sampai terjadi reposisi (Brunicardi, 2005).

32
- Reposisi spontan pada anak : menidurkan anak dengan posisi
Trendelenburg, pemberian sedatif parenteral, kompres es di atas hernia,
kemudian bila berhasil, anak boleh menjalani operasi pada hari berikutnya
(Brunicardi, 2005).
- Bantal penyangga, bertujuan untuk menahan hernia yang telah
direposisi dan harus dipakai seumur hidup. Namun cara ini sudah tidak
dianjurkan karena merusak kulit dan otot abdomen yang tertekan, sedangkan
strangulasi masih mengancam (Brunicardi, 2005).
Operatif
Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioplasti :
(Brunicardi, 2005)
 Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,
kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian
direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin kemudian dipotong.
 Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus
dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih
penting artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan herniotomi.

1. Anak-anak : Hernioplasty
Karena masalahnya pada kantong hernia,maka dilakukan pembebasan
kantong hernia sampai dengan lehernya, dibuka dan dibebaskan isi hernia, jika
ada perlekatan lakukan reposisi, kemudian kantong hernia dijahit setinggi-tinggi
mungkin lalu dipotong. Karena herniotomi pada anak-anak sangat cepat dan
mudah, maka kedua sisi dapat direparasi sekaligus jika hernia terjadi bilateral

33
Gambar 16. Hernioplasty (Zinner,2013)

2. Dewasa : Herniotomy
 Perawatan kantung hernia dan isi hernia
 Penguatan dinding belakang (secara Bassini, Marcy
Ferguson, Halsted / Kirchner, Lotheissen-Mc Vay (Cooper’s
ligament repair), Shouldice, Tension free herniorrhaphy)
 Berliner repair
 The Lichtenstein repair
 The Wilkinson Technique
 Abrahamson Nylon Darn Repair
 Lichtenstein Plastic Screen Reinforcement
 Klasifikasi dan terapi menurut Gilbert tipe I-IV
 Rutkow Mesh-plug hernioplasty
 Rives Prosthetic Mesh Repair
 Stoppa Gerat Prosthetic for Reinforcement of the Visceral Sac
 Minimally Invasive Surgery (Laparoscopy)
 TAPP = Trans Abdominal Pre Peritoneal
 TEP = Total Extra Peritoneal

34
Teknik-Teknik Operasi (Brunicardi, 2005)
 Bassini, dahulu merupakan metode yang sering digunakan, dengan cara
conjoint tendon didekatkan dengan ligamentum Poupart’s dan spermatic cord
diposisikan seanatomis mungkin di bawah aponeurosis muskulus oblikuus
eksterna. Menjait conjoint tendon dengan ligamentum inguinale.
 Shouldice : seperti bassini ditambah jahitan fascia transversa dengan
lig.Cooper.
 Lichtenstein : menggunakan propilene (bahan sintetik) menutup segitiga
Hasselbach dan mempersempit anulus internus.
 Halsted, menempatkan muskulus oblikuus eksterna diantara cord
kebalikannya cara Bassini. seperti Bassini tetapi funikulus spermatikus
berada diluar Apponeurosis M.O.E.
 Mc Vay, dikenal dengan metode ligamentum Cooper, meletakkan conjoint
tendon lebih posterior dan inferior terhadap ligamentum Cooper

Berdasarkan pendekatan operasi, banyak teknik hernioraphy dapat


dikelompokkan dalam 4 kategori utama : (Snell, 2006)

1. Kelompok 1 : Open Anterior Repair


Kelompok operasi hernia kelompok 1 (teknik Bassini, McVay dan Shouldice)
melibatkan pembukaan aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dan
membebaskan funnikulus spermatikus. Fascia transversalis kemudian dibuka,
dilakukan inspeksi kanalis spinalis, celah direct dan indirect. Kantung hernia diligasi
dan dasar kanalis spinalis di rekonstruksi

35
Gambar 17. Tahapa Shouldice Repair (Zinner, 2013)

 Langkah pertama: Setelah dilakukan incisi garis kulit sampai fasia, dengan
preparasi saraf ilioinguinal dan iliohipogastrika, bebaskan funikulus dari fasia
transversalis sampai ke cincin interna, membuang kantong dan ligasi setinggi
mungkin
 Dilanjutkan dengan memotong fasia transversalis dan membebaskan lemak
pre peritoneal. Langkah berikutnya dilakukan rekonstruksi dinding belakang
inguinal dengan jahitan jelujur membuat suatu flap dari tepi bawah fasia ke
bagian belakang flap superior, usahakan titik jahitan tidak segaris dengan
jarak 2-4 mm
 Langkah berikutnya dilakukan rekonstruksi dinding belakang inguinal dengan
jahitan jelujur membuat suatu flap dari tepi bawah fasia ke bagian belakang
flap superior, usahakan titik jahitan tidak segaris dengan jarak 2-4
mm.Bagian flap superior yang berlebih dijahitkan kembali pada lapisan
dibawahnya dengan jelujur membentuk lapisan ke dua (gambarA). Demikian
seterusnya dengan menjahit tendon konjoin ke ligamentum inguinal
membentuk lapisan ke tig. Kemudiaan penjahitan aponeorosis obliqus
eksterna membentuk lapisan ke empat

36
Gambar 18. Tahapa Shouldice Repair (Zinner, 2013)

Gambar 19. Tahapa Shouldice Repair (Zinner, 2013)

37
Gambar 20. Tahapa Shouldice Repair (Zinner, 2013)

Gambar 21. Tahapa Shouldice Repair (Zinner, 2013)

38
Tehnik pemasangan mesh pada Lichtenstein seperti berikut (Wexler, 1997) :
1. Dilakukan terlebih dahulu herniotomi.
2. Letakkan bahan mesh ukuran 10x5 cm diletakkan di atas defek, disebelah bawah
spermatik kord.
3. Dilakukan penjahitan dengan benang non absorbsi 3-0 ke arah :
1 - Medial : perios tuberkulum pubikum.
2 - Lateral : melingkari spermatik kord.
3 - Superior : pada konjoin tendon.
4 - Inferior : pada ligamentum inguinal

Gambar 22. Lichtenstein Tension Free (John, 2000)

Karena penjahitan pada tehnik Shouldice dilakukan cara jelujur tidak terputus
pada titik yang berbeda kesegarisannya menyebabkan tarikan yang terjadi
menyebar dan terdistribusi dibanyak titik sehingga rasa nyeri menjadi tidak dominan
disatu tempat. Hal inilah yang menyebabkan keluhan rasa nyeri pasca operasi
menjadi lebih ringan dibanding tehnik konvensional lainnya
Penggunaan material sintetis sebagai penutup defek miopektineal dinding
belakang kanalis inguinal memerlukan persyaratan tertentu, prostesis yang dipakai

39
harus cukup kuat sebagai penyangga, tidak bersikap alergen, mempunyai potensi
untuk menimbulkan respon inflamasi dan cepat berintegrasi dengan jaringan sekitar.
Agar integrasi menjadi solid, prostesis berupa anyaman yang berpori sehingga
jaringan tumbuh diantara pori-pori tersebut. Polypropylene mesh dikategorikan
memiliki sifat tersebut serta mampu bersifat permanen sehingga tidak diperbolehkan
kontak langsung dengan organ visera karena akan menimbulkan perlengketan serta
obstruksi atau pembentukan fistula. Saat ini polypropylen mesh dipilih sebagai
prostesis baku dalam petatalaksanaan hernioplasty.
Hernioplasty dengan polypropylene mesh mencegah terjadinya peregangan
sewaktu rekonstruksi dinding belakang kanalis inguinal sehingga perasaan nyeri
pasca operasi dapat berkurang dengan nyata. Diikuti pemulihan dan kembali kepada
aktivitas rutin yang lebih dini, serta pencegahan rekurensi jangka panjang.
Pemulihan dan kemampuan kerja setelah operasi ternyata sangat dipengaruhi oleh
rasa sakit (Callesen,1999). Bax (1999) melaporkan dengan polypropylene mesh
lebih dari 60% pekerja kasar dan lebih dari 90% pekerja kantoran telah dapat
bekerja dalam 10 hari. Ismail (2000) melaporkan 74 % penderita telah kembali
mengemudikan mobil dalam 10 hari, 49 % diantaranya dalam 7 hari.

2. Kelompok 2 : Open Posterior Repair


Posterior repair (iliopubic repair dan teknik Nyhus) dilakukan dengan membelah
lapisan dinding abdomen superior hingga ke cincinluar dan masuk ke properitoneal
space. Diseksi kemudian diperdalam kesemua bagian kanalis inguinalis. Perbedaan
utama antara teknik ini dan teknik open anterior adalah rekonstruksi dilakukan dari
bagian dalam. Posterior repair sering digunakan pada hernia dengan kekambuhan
karena menghindari jaringan parut dari operasi sebelumnya. Operasi ini biasanya
dilakukan dengan anastesi regional atau anastesi umum

3. Kelompok 3 : Tension-free Repair with Mesh


Kelompok 3 operasi hernia (teknik Lichtenstein dan Rutkow) menggunakan
pendekatan awal yang sama dengan teknik open anterior. Akan tetapi tidak menjahit
lapisan fascia untuk memperbaiki defek, tetapi menempatkan sebuah prostesis,
yaitu Mesh yang tidak diserap. Mesh ini dapat memperbaiki defek hernia tanpa
menimbulkan tegangan dan ditempatkan disekitar fascia. Hasil yang baik diperoleh

40
dengan teknik ini dan angka kekambuhan dilaporkan kurang dari 1 persen.
Beberapa ahli bedah meragukan keamanan jangka panjang penggunaan implant
prosthesis, khususnya kemungkinan infeksi atau penolakan. Akan tetapi
pengalaman yang luas dengan mesh telah mulai menghilangkan anggapan ini, dan
teknik ini terus populer. Teknik ini dapat dilakukan dengan anastesi lokal, regional
atau general.

4. Kelompok 4 : Laparoscopic
Saat ini kebanyakan teknik laparoscopic herniorhappies dilakukan
menggunakan salah satu pendekatan transabdominal preperitoneal (TAPP) atau
total extraperitoneal (TEP). Pendekatan TAPP dilakukan dengan meletakkan trokar
laparoskopik dalam cavum abdomen dan memperbaiki regio i nguinal dari dalam. Ini
memungkinkan mesh diletakkan dan kemudian ditutupi dengan peritoneum.
Sedangkan pendekatan TEP adalah prosedur laparokopik langsung yang
mengharuskan masuk ke cavum peritoneal untuk diseksi. Konsekuensinya, usus
atau pembuluh darah bisa cedera selama operasi

Teknik-Teknik operasi lain menurut John dibagi menjadi 2 kelompok yaitu


teknik operasi hernia lateralis dan teknik operasi hernia medialis :

Hernia Inguinalis Lateralis

Incisi 1-2cm diatas ligamentum inguinal sehingga tembus searah dengan


seratnya,sayatan diperluas dari lateral inga cincin interna sampai tuberculum
pubicum. Pisahkan dan ligasi vena dari jaringan subkutan.

41
Gambar 23. Tahapan Operasi Hernia Inguinalis Lateralis (John, 2000)

Pada saat ini, aponeurosis oblikuus eksternus akan terlihat dengan serat
berjalan ke bawah ke arah medial. Incisi aponeurosis searah dengan arah seratnya,
kemudian ditarik dengan hak. Gunakan forceps untuk mengangkat dan meretraksi
ujungnya, sambil incise diperluas melewati sayatan. Cari nervus inguinal dan
lindungi selama operasi selama operasi dengan menjauhkan dari lapangan operasi.

Gambar 24. Tahapan Operasi Hernia Inguinalis Lateralis (John, 2000)

42
Kemudian sayat secara tumpul, keluarkan spermatic cord bersamaan dengan
kantung hernia yang merupakan satu massa dan masukkan jari di sekelilingnya.
Amankan massa dengan menggunakan gauze. Dan menggunakan sayatan tajam
dan tumpul, pisahkan kantung dari cord (vasa deferen dan pembuluh darah) lapis
demi lapis.

Gambar 23. Tahapan Operasi Hernia Inguinalis Lateralis (John, 2000)

Perluas sayatan hingga leher kantung tepat di cincin interna, sehingga


terlihat lapisan peritoneal fat. Buka kantung diantara dua pasang forcep kecil, dan
periksa rongga abdomen dengan jari hingga membuka

43
Gambar 24. Tahapan Operasi Hernia Inguinalis Lateralis (John, 2000)

Terus putar kantung untuk memastikan isinya kosong. Lehar diikat dengan
benang 2/0, tahan ikatannya, dan kantung diexcisi

Gambar 25. Tahapan Operasi Hernia Inguinalis Lateralis (John, 2000)

Perhatikan punctum untuk memastikan ikatannya cukup kuat. Ketika


ikatannya dipotong, maka punctum masuk ke dalam cincin dan tidak terlihat.
Tujuan dari prosedur Bassini adalah untuk memperkuat dinding posterior.
Dengan cara menjahitkan M. transversus abdominis dan aponeurosis M. obliquus
abdominis internus atau conjoint tendon ke ligamentum inguinal. Prosedur ini juga
menyempitkan cincin interna.
Mulai perbaikan dengan menggunakan benang no.1. Jahitan silang harus
dimasukkan melewati ligamentum inguinalis pada jalur yang berbeda dengan arah
serat, serat dirawat terpisah sepanjang garis ligamentum. Masukkan jahitan silang
pertama ke ligamentum pectineal.

44
Gambar 26. Tahapan Operasi Hernia Inguinalis Lateralis (John, 2000)

Masukkan jahitan berikutnya melalui conjoined tendon dan ligamentum


inguinal, teruskan ke arah lateral untuk memasukkan jahitan silang pada bagian ini.
Tinggalkan jahitan silang tanpa diikat sehingga semuanya masuk

Gambar 27. Tahapan Operasi Hernia Inguinalis Lateralis (John, 2000)

45
Kemudian jahitan silang didekatkan ke cincin sebelum jahitannya diikat, dan
harus masih bisa dilalui ujung jari melewati cincin sepanjang cord. Kemudian ikat
jahitan dimulai dari tengah dan potong ujungnya

Gambar 28. Tahapan Operasi Hernia Inguinalis Lateralis (John, 2000)

Dan terakhir, tambahkan tegangan sehingga cincin interna masih bisa dilalui
ujung jari

Gambar 29. Tahapan Operasi Hernia Inguinalis Lateralis (John, 2000)

46
Tutup aponeurosis obliquus eksterna secara kontinyus dengan chromic cat
gut 0

Gambar 30. Tahapan Operasi Hernia Inguinalis Lateralis (John, 2000)

Jahit kulit secara interrupted 2.0

Gambar 31. Tahapan Operasi Hernia Inguinalis Lateralis (John, 2000)

47
2.11 Komplikasi
Hernia inkarserasi
Isi hernia yang tercekik oleh cincin hernia yang menimbulkan gejala obstruksi
usus yang sederhana, menyebabkan gangguan dari pasase usus, mual, dan
muntah. Hernia yang membesar mengakibatkan nyeri dan tegang. Pada hernia
inkarserasi, hernia tidak dapat direposisi (Bland, 2002).
Hernia strangulasi
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi
hernia. Pada permulaan, terjadi bendungan vena sehingga terjadi oedem organ atau
struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya oedem
menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya
peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia
akan berisi transudat berupa cairan serosanguinus (Bland, 2002).

2.12 Prognosis
Prognosa tergantung pada keadaan umum penderita serta ketepatan
penanganan. Tetapi pada umumnya baik karena kekambuhan setelah operasi
jarang terjadi, kecuali pada hernia berulag atau hernia yang besar yang memerlukan
penggunaan materi prosthesis. Pada penyakit hernia ini yang penting adalah
mencegah faktor predisposisinya (Townsend, 2004).

48
BAB III
PENUTUP

Hernia didefinisikan sebagai suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan


melalui daerah yang lemah (defek) yang diliputi oleh dinding. Meskipun hernia juga
dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh, namun banyak kasus terjadi defek
melibatkan dinding abdomen yang umumnya di daerah inguinal. Hernia inguinalis
dibagi menjadi dua yaitu hernia inguinalis lateralis (HIL) dan hernia inguinalis
medialis (HIM). Faktor yang dipandang berperan dalam terjadinya hernia inguinalis
antara lain : peningkatan tekanan intraabdomen yang berulang, kelemahan otot
dinding abdomen, prosesus vaginalis persisten. Umumnya gejala yang dialami
pasien adalah ada tonjolan di lipat paha dan pada beberapa orang adanya nyeri
serta membengkak pada saat mengangkat atau ketegangan. Beberapa pasien juga
mengeluh adanya sensasi nyeri yang menyebar biasanya pada hernia ingunalis
lateralis, perasaan nyeri yang menyebar hingga ke scrotum. Diagnosis dilakukan
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang dengan
pencitraan. Hernia dapat diklasifikasikan berdasarkan Caston, Halverson dan Mc
Vay, Ponka, Gilbert serta Nyhus. Tatalaksana hernia inguinalis dibagi menjadi dua
yaitu tindakan konservatif dan operatif. Pengenalan lebih awal, cepat dan stabil
adalah esensi dari manajemen yang sukses. Keterlambatan dalam penanganan
dapat menyebabkan komplikasi dan morbiditas.

49
DAFT AR PUSTAKA

Rasjad C. Hernia. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong WD, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2010;

Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery. 17th Edition.


Philadelphia. Elsevier Saunders. 1199-1217.

Arthur I. Gilbert, MD, FACS, Michael F. Graham, MD FACS, Walter J. Voight, MD


FACS. Inguinal Hernia: Anatomy and Mana gement Accesed on 12th April
2020 Availableat http://www.medscape.com/viewarticle/420354_4

Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran; alih bahasa: Liliana
Sugiharto, edisi ke-6. Jakarta:EGC, 2006, hal. 148-65, 189-90

Brunicardi, F Charles. 2005. Inguinal Hernias. Schwartz’s Principles of Surgery.


Eighth edition. New York. Mc Graw-Hill. 1353-94.

Bedah UGM, 2009, Hernia Inguinalis Medialis, Available from


:http://www.bedahugm.net/hernia-inguinalis-medialis/v. (Accessed : April, 12
April 2020).

Richard L Drake, Wayne Vogl, Adam WMMitchell. 2014. Gray’s Anatomy: Anatomy
of the Human Body. Elsevier.

Bland, Kirby I. 2002. Inguinal Hernias. The Practice of General Surgery. New
York.WB Saunders Company.

A. Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. 2000. Kapita Selekta


Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Der Sarkissian, Carol. 2019. Inguinal hernia. Accesed on 13th April 2020 Available at
http://www.webmed.com/digestive-disorders/tc/Inguinal-Hernia

H G, Burhitt & O.R.G. 2003. Quick. Essential Surgery . Edisi III

Cook, John. 2000. Hernia. General Surgery at the Distric Hospital.


Switzerland.WHO.

Zinner MJ, Ashley SW. Maingot’s. Abdominal Operation. 12th ed. New York: Mc-
Graw Hill. 2013.

50

Anda mungkin juga menyukai