Anda di halaman 1dari 26

KISI-KISI PKN

1. Nilai-nilai dan moral yang terkandung dalam konstitusi


 Nilai Normatif: suatu konstitusi dimana telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan
nyata berlaku efektif terhadap masyarakat secara murni dan konsekuensi yang tinggi.
 Nilai Nominal : suatu konstitusi yang menurut hukum berlaku, namun tidak begitu
sempurna. Sebab pasal-pasal tertentu dalam kenyataannya tidak berlaku.
 Nilai Semantik : suatu konstitusi yang berlaku dimana hanya untuk kepentingan
penguasa saja. Maka dalam memobilisasi kekuasaan, penguasa menggunakan
konstitusi sebagai alat untuk melaksanakan kekuasaan politik yang ingin dikuasai nya.
Moral Dalam Konstitusi
 Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia
 Keseimbangan antara hak serta kewajiban warga negara
 Pelaksanaan kebebasan dimana dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan
Yang Maha esa, diri sendiri serta orang lain
 Mewujudkan rasa keadilan sosial
 Pengambilan keputusan dimana berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat
 Mengutamakan asas persatuan nasional serta kekeluargaan
 Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional

2. Nilai-nilai dalam Pancasila


 Nilai ideal : nilai-nilai dasar yang relatif tetap ( tidak berubah ) yang nilai tersebut
berada di pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Nilai-nilai dasar Pancasila
(Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial).
 Nilai instrumental: nilai-nilai lebih lanjut dari nilai-nilai dasar yang dijabarkan secara
lebih kreatif dan dinamis dalam bentuk UUD 1945 , TAP MPR , dan peraturan
undang undang lainnya.
 Nilai Praksis : penerapan dari nilai ideal dan instrumental pada kehidupan sehari-hari.

3. Makna alinea pembukaan UUD 1945


 Pada Alinea Pertama (I) 
 Pada alinea pertama terkandung suatu dalil objektif, yatu penjajahan tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dengan demikian, penjajahan harus
dihapus agar semua bangsa di dunia dapat mendapatkan hak kemerdekaannya
sebagai bentuk penerapan dan penegakan hak asasi manusia. 
 Selain itu juga terkandung pernyataan subjektif yaitu partisipasi bangsa
Indonesia untuk membebaskan diri dari penjajahan
 Pada Alinea Kedua (II)
 Dalam alinea kedua (II) juga mengandung adanya ketetapan dan penajaman
penilaian yang dengan menunjukkan bahwa Perjuangan pergerakan di Indonesia
telah sampai pada tingkat yang menentukan
 Momentum yang kini telah dicapai harus dimanfaatkan dalam menyatakan
kemerdekaan
 Kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir melainkan harus diisi
dengan mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, adil, dan makmur
 Pada Alinea Ketiga (III)
 Alinea ketiga menggambarkan adanya keinginan kehidupan yang
berkesinambungan, keseimbangan antara kehidupan yang spritual dan juga
material serta keseimbangan antara kehidupan dunia dan juga akhirat.
 Motivasi spirtual yang luhur serta suatu pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan
 Ketawaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rida-
Nyalah bangsa Indonesia yang berhasil dalam perjungan mencapai
kemerdekaannya

 Pada Alinea Keempat (IV)


 Fungsi dan Tujuan negara Indonesia yaitu : melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 
 Susunan dan bentuk negara, yaitu republik kesatuan
 Sistem pemerintahan negara indonesia adalah berkedaulatan rakyat (demokrasi)
 Dasar negara indonesia yaitu pancasila

4. Tata urutan system hukum dan peradilan nasional


Hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia merujuk ke Pasal 7
ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan terdiri atas:
 Pancasila
 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
 Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
 Peraturan Pemerintah;
 Peraturan Presiden;
 Peraturan Daerah Provinsi; dan
 Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

5. Sebab terjadinya pelanggaran hukum


 Faktor internal : faktor-faktor yang terdapat dalam diri para pelaku pelanggaran
hukum dan HAM. Contoh : keadaan psikologis para pelaku, sifat egois, minimnya
sikap tolerasi pada orang lain, kurangnya tingkat kesadaran pelaku pelanggaran HAM.
 Faktor eksternal : faktor-faktor dari luar diri manusia yang mendorong seseorang atau
sekelompok orang melakukan pelanggaran hukum dan HAM. Contoh: perangkat
hukum yang tidak tegas dan jelas, struktur social dan politik, struktur ekonomi,
teknologi yang digunakan secara salah
6. Macam-macam HAM
a. Hak Asasi Pribadi (Personal Rights) : Hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan
pribadi manusia. Contoh hak-hak asasi pribadi ini sebagai berikut:
 Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian, dan berpindah-pindah tempat
 Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.
 Hak kebebasan memilih dan aktif dalam organisasi atau perkumpulan.
 Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, menjalankan agama dan kepercayaan
yang diyakini masing-masing.
b. Hak Asasi Politik (Political Rights) : Hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan
politik. Contoh hak-hak asasi politik ini sebagai berikut.
 Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan.
 Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.
 Hak membuat dan mendirikan partai politik serta organisasi politik lainnya.
 Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.
c. Hak Asasi Hukum (Legal Equality Rights) : Hak kesamaan kedudukan dalam hukum
dan pemerintahan, yaitu hak yang berkaitan dengan kehidupan hukum dan
pemerintahan. Contoh hak-hak asasi hukum sebagai berikut.
 Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
 Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
 Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.
d. Hak Asasi Ekonomi (Property Rigths): Hak yang berhubungan dengan kegiatan
perekonomian. Contoh hak-hak asasi ekonomi ini sebagai berikut.
 Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli.
 Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak.
 Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa dan utang piutang.
 Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu.
 Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.
e. Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights): Hak untuk diperlakukan sama dalam tata
cara pengadilan. Contoh hak-hak asasi peradilan ini sebagai berikut.
 Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan.
 Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan
penyelidikan di muka hukum.
f. Hak Asasi Sosial Budaya (Social Culture Rights) : Hak yang berhubungan dengan
kehidupan bermasyarakat. Contoh hak-hak asasi sosial budaya ini sebagai berikut.
 Hak menentukan, memilih, dan mendapatkan pendidikan.
 Hak mendapatkan pengajaran.
 Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

7. Sumber hukum penegakan HAM di Indonesia


 UUD 1945 pasca amandemen
1) Hak untuk hidup (pasal 28A, pasal 28C, pasal 28E ayat (1), dan pasal 28I ayat (1);
2) Hak mendapatkan pendidikan (pasal 28C ayat (1);
3) Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28D ayat (1);
4) Hak untuk mendapatkan pekerjaan (pasal 28D ayat (2);
5) Hak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai
dengan hati nuraninya (pasal 28E ayat (2);
6) Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat (pasal 28E
ayat (3);
7) Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia (pasal 28F);
8) Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda yang di bawah kekuasaannya; dan hak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak
asasi (pasal 28G ayat(1).
9) Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia; dan hak memperoleh suaka politik dari negara lain (pasal 28G ayat
(2);
10) Hak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan hak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif (pasal 28I
ayat (2).

 UU No. 39 1999 tentang HAM


Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 ini memberi pengaturan yang lebih rinci
tentang pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia.Undang-Undang ini
memberikan jaminan perlindungan dan pelaksanaan hak asasi manusia bagi setiap
warga negara, dengan dilandasi asas-asas hak asasi manusia yang universal seperti
tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
 UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia bertujuan untuk menyelesaikan
pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Sebelumnya telah diupayakan oleh
Pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1
Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.Namun dinilai tidak memadai,
sehingga tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menjadi
undang-undang.

8. Peran Indonesia dalam organisasi internasional


 Peran Indonesia Dalam ASEAN (Association of South East Asian Nation)
Indonesia adalah anggota dari ASEAN, organisasi yang mengayomi persatuan negara
di kawasan Asia Tenggara. Indonesia menjadi salah satu dari lima negara yang
memplopori pendirian ASEAN. Empat negara lainnya adalah Singapura, Thailand,
Malaysia dan Filipina. Indonesia juga berperan aktif dalam berbagai kegiatan
kerjasama.
 Peran Indonesia Dalam PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa)
Indonesia juga berperan aktif dalam organisasi internasional, yaitu PBB. Indonesia
bergabung dengan PBB pada tanggal 28 September 1950. Indonesia tidak lagi
menjadi anggota pada tanggal 7 Januari 1965. Ini adalah bentuk protes terhadap
diterimanya bahwa Malaysia adalah anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Namun, pada tanggal 28 September 1966, Indonesia kembali menjadi anggota PBB
dan tetapmenjadi sebagai anggota yang ke 60. Indonesia telah mampu masuk ke
dalam struktur Perserikatan Bangsa Bangsa, dan menjabat sebagai Dewan tetap
sampai tahun 2020. Hal ini didorong karena Indonesia memiliki toleransi yang tinggi
dan sering memberikan kontribusi untuk perdamaian di dunia. 
 Peran Indonesia Dalam G-20 (Kelompok 20)
Indonesia adalah satu-satunya negara ASEAN yang merupakan anggota G-20.
Kelompok 20 atau G20 terdiri dari 19 negara dan dilengkapi dengan Uni Eropa, yang
mengontrol 75% dari perdagangan dunia. Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi
yang stabil setiap tahunnya, menjadikannya salah satu kekuatan ekonomi dunia.
Negara kita memiliki model bangunan yang sangat lengkap, yaitu sumber daya alam
yang melimpah, sumber daya manusia yang berkualitas, situasi geografis yang stabil
dan iklim demokrasi yang stabil.
 Peran Indonesia Dalam MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)
MEA berlaku di 2015 dan dikenal sebagai pasar bebas Asia Tenggara. MEA
didefinisikan oleh negara Asia Tenggara dalam menghadapi era globalisasi. Indonesia
juga ikut serta dalam pelaksanaan MEA. MEA ditegakkan karena dampak globalisasi
terhadap sektor ekonomi, yang berpotensi membuat kondisi ekonomi di negara
ASEAN tidak stabil dan kurang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Keberadaan MEA dapat meningkatkan daya saing pengusaha di Indonesia dalam
rangka meningkatkan kualitas dan profesionalisme sehingga dapat bersaing sehat
dengan produk asing yang beredar di pasaran.
 Peran Indonesia Dalam GNB (Gerakan Non-Blok)
Indonesia aktif pada 1961 sebagai salah satu pendiri gerakan non-blok (GNB). Pada
1992, Indonesia diangkat sebagai Ketua gerakan non-blok (GNB) pada konferensi
non-Block Countries di Jakarta. Keterlibatan Indonesia melalui GNB secara langsung
menunjukkan bahwa Indonesia terlibat dalam détente era perang dingin antara blok
Barat dan blok Timur.
 Peran Indonesia Dalam APEC (Asia Pacific Economic Cooperation)
Peran Indonesia dalam APEC, khususnya di APEC SUMMIT, 15 November 1994 (1)
Indonesia menjadi Ketua APEC di 1994; (2) Indonesia menjadi tuan rumah
Konferensi tingkat tinggi APEC 1994; (3) Deklarasi perumus Bogor dan tujuan Bogor
di APEC SUMMIT 1994; dan (4) mesin dari formasi ECOTECH (ekonomi dan
kerjasama teknis).
 Peran Indonesia Dalam OKI (Organisasi Konferensi Islam)
Peran Indonesia adalah memfasilitasi upaya penyelesaian konflik antara Front
Pembebasan Nasional Moro (MNLF) dan pemerintah Filipina (GRP) dengan
mengacu pada perjanjian damai akhir 1996. Selain itu, Indonesia juga mendukung
pendirian negara Palestina yang merdeka dan kedaulatan dengan Yerusalem sebagai
ibukotanya. Dukungan ini bahkan dibuktikan dengan didirikannya hubungan
diplomatik antara pemerintah INDONESIA dan Palestina pada tanggal 19 Oktober
1989. 
 Peran Indonesia Dalam OPEC
Indonesia telah menjadi anggota OPEC sejak 1962. Peran Indonesia dalam OPEC
sangat nyata, yaitu ketika Sekretaris Jenderal OPEC dipegang oleh Prof Subroto untuk
periode 1988 untuk 1994. Pada saat itu, Indonesia dikenal sebagai mediator antara
produsen dan konsumen, menengmediasi negara anggota OPEC dalam konflik.
Namun, status Indonesia saat ini telah dibekukan atau didevaluasi sejak 2008. Alasan
untuk ini adalah bahwa posisi Indonesia sebagai importir minyak tidak sesuai dengan
eksportir negara minyak yang menjadi anggota OPEC lainnya.
 Misi Perdamaian Dewan Keamanan PBB
Indonesia terlibat langsung dalam misi perdamaian Dewan Keamanan PBB. Indonesia
mengirimkan pasukan Garuda ke negara yang rawan konflik seperti Konggo,
Vietnam, Bosnia dan Kamboja.
 KAA (Konferensi Asia Afrika)
Indonesia mempelopori Organisasi Konferensi Asia Afrika pada 1955. Konferensi ini
memunculkan semangat dan solidaritas negara-negeri Asia Afrika, yang kemudian
menghasilkan Dasasila Bandung. 
 Kompetisi Olahraga
Indonesia selalu mengirimkan atlet terbaik untuk berbagai kompetisi olahraga
internasional. Misalnya, Permainan Maritim, Asian Games dan Olympic Games.
 Peran Indonesia dalam UNESCO
Peran Indonesia dalam UNESCO diantaranya adalah:
 Indonesia mengatasi kesulitan finansial yang dialami UNESCO melalui program
IFIT (Indonesia Funds-In-Trust). Langkah UNESCO untuk menerima Palestian
sebagai anggotanya menyebabkan Amerika Serikat menghentikan pembayaran
kontribusi negaranya.
 Indonesia terpilih sebagai anggota Badan Eksekutif UNESCO untuk periode 2017
– 2021. Hal ini merupakan bentuk partisipasi aktif Indonesia dalam UNESCO

9. Perjanjian internasional berdasarkan isi


Menurut segi isinya, perjanjian ini terbagi menjadi beberapa segi, yaitu:
 Segi politis: akan membahas seperti fakta pertahanan dan perdamaian.
 Segi ekonomi : akan membahas tentang bantuan ekonomi dan keuangan lainya.
 Segi hukum : untuk membahas status kewarganegaraan, ektradisi dan lain
sebagainya
 Segi batas wilayah : berisi tentang batas laut teritorial, dan batas daratan.
 Segi kesehatan : berisi tentang masalah karantina, penanggulangan wabah
penyakit, dan masalah kesehatan lainnya.

10. Hak dan kewajiban sebagai warga negara


 Hak Warga Negara Indonesia :
 Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
 Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
 Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah (pasal 28B ayat 1).
 Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan Berkembang”
 Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan
berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya
demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal
28C ayat 1)
 Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
 Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
 Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak,
 Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).
 Kewajiban Warga Negara Indonesia  :
 Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi :
segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
 Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945
menyatakan  : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara”.
 Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan :
Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain
 Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal
28J ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang
wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis.”
 Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1)
UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”

11. Pelaksanaan demokrasi dalam kerangka NKRI


Di era kepemimpinan presiden Soekarno, Indonesia pernah menerapkan sistem
demokrasi terpimpin. Kemudian pada masa pemerintahan presiden Soeharto, digunakan
demokrasi Pancasila hingga pada era reformasi. Nah, di era reformasi, Indonesia
mengalami berbagai perubahandalam hal penerapan demokrasi. Hal tersebut terlihat saat
proses pemilihan presiden, anggota legislatif, dan kepala daerah, yang dapat dilakukan
secara langsung demi mengakomodasi aspirasi rakyat. Penerapan demokrasi di Indonesia
telah melalui banyak proses hingga saat ini, keadilan dan kebebasan memberikan aspirasi
yang dapat dilalukan oleh masyarakat. Sesuai dengan pengertian demokrasi, rakyat
Indonesia saat ini dapat berperan aktif dalam memilih wakil dan para pemimpinnya tanpa
adanya intimidasi dari pihak-pihak tertentu.

12. Ancaman yang menghambat integrasi nasional


 Ancaman militer : ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata yang
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan segenap
bangsa. Ancaman militer terhadap integrasi nasional dapat berasal dari luar negeri dan
dari dalam negeri. Contoh :
 Ancaman dari luar negeri, yaitu: Agresi militer Pelanggaran wilayah oleh negara
lain, Mata-mata (spionase), Sabotase, Aksi teror dari jaringan internasional
 Ancaman dari dalam negeri, yaitu: Pemberontakan bersenjata Konflik horizontal,
Aksi terror, Sabotase, Aksi kekerasan yang berbau SARA, Gerakan separatis
(upaya pemisahan diri untuk membuat negara baru).
 Ancaman nonmiliter : ancaman yang tidak menggunakan senjata tetapi jika dibiarkan
akan membahayakan kedaulatan negera, keutuhan wilayah negara dan keselamatan
segenap bangsa. Pada hakikatnya, ancaman nonmiliter dinilai berpotensi
membahayakan kedaulatan negara, kepribadian bangsa, keutuhan wilayah negara dan
keselamatan segenap bangsa. Ancaman ini salah satunya disebabkan oleh pengaruh
negatif dari globalisasi. Globalisasi menghilangkan sekat atau batas pergaulan antar
bangsa secara disadari atau tidak telah menimbulkan dampak negatif yang berpotensi
menjadi ancaman bagi keutuhan sebuah negara. Ancaman nonmiliter mencakup
dimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan bahkan
teknologi dan informasi.
Contoh ancaman nonmiliter antara lain: Pengaruh gaya hidup kebarat-baratan, Tidak
mencintai budaya sendiri, Tidak menggunakan produk dalam negeri

13. Kedudukan Bhinneka Tunggal Ika untuk memperkokoh NKRI


Jika merujuk pada esensi atau inti dari motto "Bhinneka Tunggal Ika" yang
hakekatnya mengandung nilai-nilai nasionalisme, yaitu persatuan, kesatuan, serta
kebersamaan untuk satu niat dan tujuan (visi dan misi), yang dijalin erat oleh rasa
persaudaraan. Sudah tentu, keragaman yang terikat dalam Bhinneka Tunggal Ika adalah
aset yang paling berharga bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita luhurnya,
yakni menata dan membangun bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa bermartabat yang
mampu berdiri sendiri: adil, makmur, damai, sentosa.
Demokrasi Indonesia atau Demokrasi Pancasila yang berazas musyawarah mufakat,
yang secara harfiah menyimpan makna dari nilai-nilai nasionalisme dalam Bhinneka
Tunggal Ika, yaitu kebersamaan yang diikat oleh rasa persaudaraan, yang menjadi
manifestasi dari kokohnya persatuan serta kesatuan untuk satu tujuan, dimana setiap
keputusan adalah hasil kesepakatan yang intensif dari kebersamaan, yang disaring secara
jujur dan adil, dan dikembalikan dengan jujur dan adil pula untuk kebersamaan.
Perbedaan kelompok, perbedaan pendapat dan pemikiran, yang disebut keragaman
dalam demokrasi Indonesia, bisa menjadi penyakit mematikan yang merongrong bangsa
Indonesia dalam mewujudkan cita-cita luhurnya, dan akan menjadi bumerang yang
memalukan bagi paham serta kedemokrasiannya, jika perbedaan atau keragaman tersebut
telah saling berbenturan dan tidak lagi memprioritaskan kepentingan serta tujuan
bersama atas nama kebersamaan yang dilandasi oleh rasa persaudaraan, seperti yang
terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika.

14. Pengertian geopolitik


Geopolitik berasal dari kata geo dan politik. Geo berarti bumi dan politik berasal dari
bahasa yunani, politeia. Poli artinya kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri dan teia
artinya urusan. Di Indonesia, geopolitik juga disebut dengan wawasan nusantara.
Wawasan nusantara adalah sudut pandang geopolitik Indonesia secara mendasar.
Secara harfiah, wawasan nusantara berarti konsep kepulauan; secara kontekstual istilah
ini lebih tepat diterjemahkan sebagai "visi kepulauan Indonesia". Wawasan nusantara
adalah cara bagi Indonesia untuk memandang dirinya sendiri (secara geografis) sebagai
satu kesatuan antara ideologi, politik, ekonomi, sosiokultural, serta masalah keamanan
dan pertahanan. Wawasan nasional itu selanjutnya menjadi pandangan atau visi bangsa
dalam menuju tujuan dan cita-cita nasionalnya.

15. Kesadaran berbangsa dan bernegara


16. Penyelenggaraan pemerintahan pusat dan daerah
 Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan
menteri sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
 Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah otonom.  Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah
Pusat.
 Pemerintah Pusat berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur, monev,
supervisi, fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional.
Pemerintah Provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan
dengan eksternalitas regional (lintas Kabupaten/Kota).
 Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan
pemerintahan dengan eksternalitas lokal (dalam satu Kabupaten/Kota).
Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintahan Daerahberpedoman pada asas
penyelenggaraan pemerintahan negara yang terdiri atas: kepastian hukum, tertib
penyelenggara negara, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas,
profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas, dan keadilan.

17. Bidang-bidang yang menjadi urusan pemerintah pusat


Bidangnya adalah politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, Moneter dan fiskal
nasional, dan Agama.

18. Proses pelaksanaan kekuasaan pemerintahan kekuasaan Negara


19. Dinamika pengelolaan kekuasaan Negara
20. Wewenang lembaga Negara dalam system ketatanegaraan Indonesia (Mahkamah
Konstitusi)
 MPR
 mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;
 melantik presiden dan wakil presiden;
 memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya menurut
undang-undang dasar.
 MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara.
 DPR
 Fungsi legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-
undang.
  Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
  Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan
terhadap pemerintahan yang menjalankan undang-undang.
 DPD
 Dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan
pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.
 Ikut merancang undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.
 Dapat memberi pertimbangan kepada DPR yang berkaitan dengan rancangan
undang-undang, RAPBN, pajak, pendidikan, dan agama.
 Dapat melakukan pengawasan yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-
undang otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dengan daerah,
pajak, pendidikan, dan agama.
 Presiden
Sebagai seorang kepala negara, menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:
 Membuat perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat.
 Mengangkat duta dan konsul. Duta adalah perwakilan negara Indonesia di negara
sahabat. Duta bertugas di kedutaan besar yang ditempatkan di ibu kota negara sahabat
itu. Sedangkan konsul adalah lembaga yang mewakili negara Indonesia di kota
tertentu di bawah kedutaan besar kita.
 Menerima duta dari negara lain
 Memberi gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya kepada warga negara
Indonesia atau warga negara asing yang telah berjasa mengharumkan nama baik
Indonesia.
Sebagai seorang kepala pemerintahan, presiden mempunyai kekuasaan tertinggi untuk
menyelenggarakan pemerintahan negara Indonesia. Wewenang, hak dan kewajiban
Presiden sebagai kepala pemerintahan, diantaranya:
 memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar
 berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR
 menetapkan peraturan pemerintah
 memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang- Undang
dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa
 memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung. Grasi adalah pengampunan yang diberikan oleh kepala negara kepada orang
yang dijatuhi hukuman. Sedangkan rehabilitasi adalah pemulihan nama baik atau
kehormatan seseorang yang telah dituduh secara tidak sah atau dilanggar
kehormatannya.
 memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Amnesti
adalah pengampunan atau pengurangan hukuman yang diberikan oleh negara kepada
tahanan-tahanan, terutama tahanan politik. Sedangkan abolisi adalah pembatalan
tuntutan pidana.
 Selain sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, seorang presiden juga
merupakan panglima tertinggi angkatan perang. Dalam kedudukannya seperti ini,
presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:
 menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan
persetujuan DPR
  membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
  menyatakan keadaan bahaya
 Mahkamah Agung (MA)
 Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan
di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang
lainnya yang diberikan oleh undang-undang;
  mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi;
  memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi grasi dan rehabilitasi.
 Mahkamah Konstitusi (MK)
 Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final
untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar
 Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannnya
diberikan oleh UUD 1945
 Memutus pembubaran partai politik 3
 Memutus perselisihan tentang hasil pemilu
 Komisi Yudisial (KY)
 mengusulkan pengangkatan hakim agung;
 menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan keuangan negara.

21. Perubahan system ketatanegaraan sesuai perubahan UUD 1945


Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan UUD 1945.
Perubahan tersebut yaitu:
 Perubahan (Amandemen) I
Perubahan atau Amandemen UUD 1945 pertama dilakukan tanggal 14-21 Oktober
1999 dalam Sidang Umum MPR. Amandemen tersebut menyempurnakan sembilan
pasal, yakni Pasal 5, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 20, dan Pasal
21. Terdapat dua perubahan fundamental yang dilakukan, yaitu: Pergeseran kekuasaan
dengan membentuk undang-undang dari Presiden ke DPR. Pembatasan masa jabatan
presiden selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama, untuk satu kali masa jabatan.
 Perubahan (Amandemen) II
Perubahan UUD 1945 kedua terjadi pada 7-18 Agustus 2000 dalam Sidang Tahunan
MPR. Pada perubahan UUD 1945 tersebut ada 15 pasal perubahan atau tambahan,
serta tambahan dan perubahan enam bab. Terdapat delapan perubahan penting, yaitu:
 Otonomi daerah atau desentralisasi
 Pengakuan serta penghormatan terhadap satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau istimewa dan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak tradisionalnya
 Penegasan fungsi dan hak DPR
 Penegasan NKRI sebagai sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara
dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan undang-undang.
 Perluasan jaminan konstitusional hak asasi manusia
 Sistem pertahanan dan keamanan Negara
 Pemisahan struktur dan fungsi TNI serta Polri
 Pengaturan bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan.
 Perubahan (Amandemen) III
Perubahan UUD 1945 ketiga berlangsung dari tanggal 1-9 November 2001 dalam
Sidang Umum MPR. Terdapat 23 pasal perubahan atau tambahan dan tiga bab
tambahan. Terdapat 10 perubahan mendasar, yaitu:
 Penegasan Indonesia sebagai negara demokratis berdasar hukum berbasis
konstitusionalisme.
 Perubahan struktur dan kewenangan MPR
 Pemilihan presiden dan wakil presiden langsung oleh rakyat.
 Mekanisme pemakzulan presiden dan atau wakil presiden
 Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah
 Pemilihan umum
 Pembaharuan kelembagaan Badan Pemeriksa Keuangan
 Perubahan kewenangan dan proses pemilihan serta penetapan hakim agung.
 Pembentukan Mahkamah Konstitusi
 Pembentukan Komisi Yudisial
 Perubahan (Amandemen) IV
Perubahan UUD 1945 keempat berlangsung dari tanggal 1-11 Agustus 2002 pada
Sidang Umum MPR. Terdapat 13 pasal, tiga pasal aturan peralihan, dua pasal
tambahan, dan perubahan dua bab.

Syarat perubahan Terdapat beberapa syarat untuk melakukan perubahan pasal dalam
UUD 1945, di antaranya: Usul perubahan pasal-pasal UUD 1945 dapat diagendakan
dalam Sidang MPR bila diajukan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.
Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD 1945, diajukan secara tertulis dan ditunjukkan
dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. Untuk mengubah
pasal UUD 1945, Sidang MPR harus dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota MPR. Putusan untuk mengubah pasal UUD 1945 dilakukan dengan
persetujuan 50 persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR. Khusus
mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan.

Deskripsi Singkat Struktur Ketatanegaraan RI Sebelum Amandemen UUD


1945:
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat
diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan
kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar
kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Deskripsi Struktur Ketatanegaraan RI Setelah Amandemen UUD 1945:
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan
pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan
kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi
(MK).

22. Pembagian kekuasaan


 Pembagian kekuasaan secara horizontal
Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi
lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan
negara di lakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.
Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara
lembaga-lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat
pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran
klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan
(legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara, yaitu:
Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang
Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar.
Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan
penyelenggraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar.
Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini
dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan
Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang
oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24
ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.
Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan
bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan
satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan
nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menyatakan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,
kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang-undang.
Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah
berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah
(Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada
tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi
(Gubernur/wakil Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota,
pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/wakil Bupati
atau Walikota/wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.
 Pembagian kekuasaan secara vertikal
Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut
tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal
18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi
itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara


Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah
(pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah
berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh
pemerintahan pusat. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan
kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh
Pemerintahan Pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan. Pembagian
kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas
desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut,
Pemerintah Pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah
otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan
pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal.  Hal tersebut ditegaskan
dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

23. Pentingnya perlindungan dan penegakan hukum


Perlindungan dan penegakan hukum sangat penting dilakukan, karena dapat mewujudkan
hal-hal berikut ini :
a) Tegaknya supremasi hukum
Supremasi hukum bermakna bahwa hukum mempunyai kekuasaan mutlak dalam
mengatur pergaulan manusia dalam berbagai macam kehidupan. Dengan kata lain,
semua tindakan warga negara maupun pemerintahan selalu berlandaskan pada
hukum yang berlaku. Tegaknya supremasi hukum tidak akan terwujud apabila
aturan-aturan yang berlaku tidak ditegakkan baik oleh masyarakat maupun aparat
penegak hokum.
b) Tegaknya keadilan
Tujuan utama hukum adalah mewujudkan keadilan bagi setiap warga negara. Setiap
warga negara dapat menikmati haknya dan melaksanakan kewajibannya merupakan
wujud dari keadilan tersebut. Hal itu dapat terwujud apabila aturan-aturan
ditegakkan.
c) Mewujudkan perdamaian dalam kehidupan di masyarakat
Kehidupan yang diwarnai suasana yang damai merupakan harapan setiap orang.
Perdamaian akan terwjud apabila setiap orang merasa dilindungi dalam segala
bidang kehidupan. Hal itu akan terwujud apabila aturan-aturan yang berlaku
dilaksanakan.

Menurut Soerjono Soekanto (dalam bukunya yang berjudul Faktor-faktor Yang


Mempengaruhi Penegakan Hukum, 2002) sangat tergantung pula dari beberapa
faktor, antara lain:
a)      Hukumnya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah undang-undang dibuat tidak
boleh bertentangan dengan ideologi negara, dan undang-undang dibuat haruslah
menurut ketentuan yang mengatur kewenangan pembuatan
undangundang sebagaimana diatur dalam Konstitusi negara, serta undang-
undang dibuat haruslah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat di
mana undang-undang tersebut diberlakukan.
b)      Penegak hukum, yakni pihakpihak yang secara langsung terlibat dalam bidang
penegakan hukum. Penegak hukum harus menjalankan tugasnya dengan baik
sesuai dengan peranannya masing-masing yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Dalam menjalankan tugas tersebut dilakukan dengan
mengutamakan keadilan dan profesionalisme, sehingga menjadi panutan masyarakat
serta dipercaya oleh semua pihak termasuk semua anggota masyarakat.
c)      Masyarakat, yakni masyarakat lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan. Maksudnya warga masyarakat harus mengetahui dan memahami hukum
yang berlaku, serta menaati hukum yang berlaku dengan penuh kesadaran akan
penting dan perlunya hukum bagi kehidupan masyarakat.
d)     Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Sarana
atau fasilitas`tersebut mencakup tenaga manusia yang terdidik dan
terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup,
dan sebagainya. Ketersediaan sarana dan fasilitas yang memadai merupakan
suatu keharusan bagi keberhasilan penegakan hokum.
e)      Kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Dalam hal ini kebudayaan mencakup nilai-
nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi-
konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianut, dan apa yang
dianggap buruk sehingga dihindari.
24. Alasan yang melatarbelakangi pemerintah Indonesia menerapkan politik luar
negeri yang bebas aktif
Meletusnya perang dunia ke-2 telah melahirkan bipolarisasi di dunia internasional
sehingga terbentulah kedua blok yaitu blok barat dan blok timur dimana blok barat
merupakan kubu dan blok timur merupakan kubu Uni Soviet ( sekarang sudah tidak ada
lagi ). Kedua negara adikuasa tersebut bersitegang dan melakukan perang dingin. Sebagai
akibat dari perang dingin tersebut muncullah dekonsolisasi di berbagai belahan dunia yaitu
penghapusan daerah jajahan sehingga beberapa negara menyatakan kemerdekaannya.
Indonesia menjadi salah satu negara yang segera mengurus kemerdekaannya setelah adanya
perang dingin ini. Pada saat itu Indonesia berada di bawah kekuasaan Jepang, setelah Jepang
menyerah kepada sekutu yaitu Amerika, dengan segera Indonesia menyatakan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia telah tercatat bahwa Mohammad Hatta
menawarkan konsep politik luar negeri bebas aktif dalam pidatonya yang berjudul
“Mendayung diantara Dua Karang” yang disampaikannya pada tanggal 2 September 1948 di
depan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) bahwa Indonesia seharusnya menentukan
sikap tersendiri terhadap pertarungan internasional (dalam hal ini dimaknai pertarungan
internasional yang dimaksud adalah perang yang terjadi antara blok barat dan blok timur) dan
bukan menjadi objek politik internasional. Kenetralan bangsa Indonesia terhadap kedua kubu
didukung dengan disusunnya Pancasila sebagai dasar negara dan UUD (Undang-Undang
Dasar) 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. Pada tahun 1960 Soekarno menyampaikan
kembali bahwa Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif dalam pidatonya yang
berjudul “Revolusi Kita” yang berbunyi “Pendirian kita yang Bebas-Aktif itu, secara setapak
demi setapak harus dicerminkan dalam hubungan ekonomi dengan luar negeri, agar supaya
tidak berat sebelah ke Barat atau ke Timur”.

25. Alasan penggunaan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa


Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan bangsa Indonesia yang tertulis
pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa
Kuno yang artinya “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.
Secara etimologis, kata bhinneka berarti “beraneka ragam”. Kata neka dalam bahasa
Sanskerta berarti “macam” dan menjadi pembentuk kata “aneka” dalam Bahasa
Indonesia. Kata tunggal berarti “satu”. Kata ika berarti “itu”. Secara harfiah Bhinneka
Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun
beranekaragam tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan.
Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa
daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Kalimat Bhinneka Tunggal Ika merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuno
yaitu kakawin atau kitab Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan
Majapahit sekitar abad ke-14. Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara
umat Hindu Siwa dengan umat Buddha.
Hal ini menunjukkan persatuan dan kesatuan yang terjadi di wilayah Indonesia,
dengan keberagaman penduduk Indonesia yang terdiri dari beragam suku, bahasa daerah,
ras, agama, dan kepercayaan, lantas tidak membuat Indonesia menjadi terpecah belah.
Melalui semboyan ini, Indonesia bisa dipersatukan dan semua keberagaman tersebut
menjadi satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebelumnya semboyan yang dijadikan semboyan resmi Negara Indonesia sangat
panjang yaitu Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Bhineka Tunggal Ika
dikenalkan untuk pertama kalinya di masa pemerintahan Majapahit saat kepemimpinan
Wisnuwardhana. Perumusan semboyan Bhineka Tunggl Ika ini dilakukan oleh Mpu
Tantular dalam kitab Sutasoma. Pada dasarnya, perumusan semboyan ini merupakan
pernyataan kreatif dalam usaha mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan.
Hal ini tentunya dilakukan karena berhubungan dengan usaha membina Negara pada
masa kerajaan Majapahit saat itu.
Semboyan Bhineka Tunggal Ika juga telah menumbuhkan semangat persatuan dan
kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada masa kemerdekaan. Di dalam kitab
Sutosoma, Bhinneka Tunggal Ika lebih didefinisikan pada perbedaan dalam hal
kepercayaan dan keanekaragaman agama yang ada di kalangan masyarakat pada jaman
pemerintahan Majapahit.
Akan tetapi, sebagai semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep
Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya perbedaan agama dan kepercayaan menjadi fokus,
tapi pengertiannya lebih luas. Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara memiliki
cakupan lebih luas seperti perbedaan suku, bangsa, budaya (adat-istiadat), beda pulau,
dan tentunya agama dan kepercayaan yang menuju persatuan dan kesatuan Negara.
Seluruh perbedaan yang ada di Indonesia memiliki tujuan yang satu atau sama yakni
bangsa dan Negara Indonesia. 

26. Ancaman terhadap Negara dibidang politik


Ancaman integrasi politik dari luar negeri, ancaman di bidang politik dilakukan oleh
suatu negara dengan melakukan tekanan politik terhadap Indonesia. Bentuk ancaman
nonmiliter berdimensi politik antara lain intimidasi, provokasi atau blokade politik.
Ancaman tersebut seringnya digunakan oleh pihak-pihak dari luar untuk menekan suatu
negara. Di Indonesia, diperkirakan di masa depan masih ada potensi bentuk ancaman
integrasi nasional berdimensi politik dari luar negeri. Untuk menghadapi ancaman
integrasi politik di Indonesia yang bersumber dari luar negeri, diperlukan peran dari
fungsi pertahanan nonmiliter.
Ancaman Terhadap Integrasi Nasional Ancaman integrasi politik dari dalam negeri
Ancaman berdimensi politik yang bersumber dari dalam negeri dapat berupa penggunaan
kekuatan seperti pengerahan massa. Bertujuan untuk menumbangkan suatu pemerintahan
yang berkuasa, atau menggalang kekuatan politik untuk melemahkan kekuasaan
pemerintah. Bentuk ancaman integrasi bidang politik yang lain adalah separatisme yang
timbul dari dalam negeri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, separatisme adalah
paham atau gerakan untuk memisahkan diri (mendirikan negara sendiri). Separatisme
bisa menempuh pola perjuangan politik tanpa senjata dan perjuangan bersenjata. Pola
perjuangan politik tanpa senjata sering ditempuh untuk menarik simpati masyarakat
internasional. Maka dari itu, separatisme sulit dihadapi dengan menggunakan kekuatan
militer. Dengan demikian, ancaman di bidang politik memiliki tingkat risiko yang besar.
Sebab mengancam kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa.

27. Aspek alamiah wawasan nusantara


Menurut model tannas Indonesia, aspek kehidupan nasional dibagi dua yaitu aspek
alamiah dan aspek sosial. Aspek alamiah mencakup tiga gatra sebagai berikut.
1. Kondisi geografis negara.
2. Kekayaan alam.
3. Keadaan dan kemampuan penduduk (demografi).
Oleh karena aspek alamiah tersebut mencakup tiga gatra maka disebut Trigatra. Aspek
sosial mencakup lima gatra, yaitu sebagai berikut.
1. Ideologi.
2. Politik.
3. Ekonomi.
4. Sosial budaya.
5. Hankam (Pertahanan dan Keamanan).

28. Tujuan pembagian kekuasaan


Secara garis besar, pengertian dari kekuasaan ialah kemampuan untuk mempengaruhi
serta mengatur prilaku suatu individu maupun kelompok. Apabila hanya ada satu
kelompok atau individu yang berkuasa atas segalanya, maka hal itu akan menyebabkan
rawan tindakan otoriter. Maka dari itu dibagilah kekuasaan di Indonesia secara vertikal
dan horizontal, dengan tujuan :
a.    Mencegah tindakan sewenang – wenang ( otoriter )
b.    Menciptakan kepentingan umum bagi kesejahteraan rakyat
c.    Mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
d.    Mensinergiskan fungsi kekuasaan.
e.    Mempermudah dan mengoptimalkan kinerja suatu badan pemerintah.

29. Dampak tuntutan reformasi pada masa sekarang


Berikut adalah 6 tuntutan reformasi yang didorong oleh berbagai elemen bangsa,
termasuk mahasiswa dan pemuda.  Tuntutan tersebut antara lain sebagai berikut :
- Amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Penghapusan doktrin dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
- Penegakkan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia, serta
pemberantasan korupsi-kolusi-dan nepotisme.
- Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah.
- Mewujudkan kebebasan pers.
- Mewujudkan kehidupan demokrasi.

30. Kelebihan system pembagian kekuasaan di Indonesia


 Sebuah badan eksekutif yaitu presiden kemudian memiliki sebuah kedudukan yang
dimana kedudukannya itu sendiri tidak akan memiliki ketergantungan di dalam
parlemen.
 Dalam sebuah masa jabatan dari sebuah badan eksekutif itu sendiri yang dimana
adalah seorang presiden yang dimana memiliki sebuah jangka dari waktu tertentu itu
sendiri. Dimana jangka waktu presiden dari Republik Indonesia itu sendiri adalah 5
tahun.
 Dalam melakukan sebuah program kerja dari kabinet itu sendiri kemudian akan
dapat disusun secara lebih mudah dikarenakan akan dapat dilakukan sebuah
penyesuaian dengan melakukan sebuah penyusunan dari jangka waktu tersebut
dalam satu periode jabatan.
 Dalam sebuah badan legislatif itu sendiri bukanlah dianggap sebagai sebuah tempat
yang dimana menjadi kaderisasi daripada calon jabatan eksekutif itu sendiri
dikarenakan dalam sebuah badan legislatif itu sendiri kemudian dapat diisi dari
orang luar yang dimana bukanlah seorang anggota dari parlemen pun memiliki hak
untuk dapat bergabung dengan badan legislatif.
 Ada kestabilan pemerintah karena mereka tidak dapat dijatuhkan atau dibubarkan
oleh badan perwakilan rakyat (parlemen). Oleh karena itu, pemerintahan dapat
melaksanakan program-programnya dengan baik.
 Pembuatan kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian
pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan legislatif dan
eksekutif berada pada satu partai atau koalisi partai.
 Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas
 Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet
menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.

31. Urusan yang berkaitan dengan pelayanan dasar


 Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi:
pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan
kawasan permukiman, ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat,
dan sosial.
 Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi:
tenaga kerja, pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak, pangan, pertanahan,
lingkungan hidup, administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, pemberdayaan
masyarakat dan Desa, pengendalian penduduk dan keluarga berencana, perhubungan,
komunikasi dan informatika, koperasi, usaha kecil, dan menengah, penanaman modal,
kepemudaan dan olahraga, statistic, persandian, kebudayaan, perpustakaan, dan
kearsipan.

32. Contoh kerjasama antara lembaga eksekutif dengan yudikatif


Hubungan kerjasamanya : Dimana lembaga-lembaga negara tersebut diakui sederajat
tetapi saling mengendalikan satu sama lain. Sebagai akibat adanya mekanisme hubungan
yang sederajat itu,timbul kemungkinan dalam melaksanakan kewenangan masing-masing
terdapat perselisihan dalam menafsirkan amanat UUD. Dengan dihapuskannya
penjelasan UUD, bisa jadi lembaga-lembaga negara menafsirkan sendiri UUD dengan
seenaknya sesuai dengan kepentingan kelembagaannya.
Pembentukan Mahkamah Konstitusi dimaksudkan untuk menjaga kemurnian Konstitusi.
Setiap tindakan lembaga negara yang melaksanakn kekuasaan negara harus dilandasi dan
berdasarkan konstitusi. Tindakan yang bertentangan dengan konstitusi dapat diuji dan
diluruskan oleh Mahkamah Kontitusi melalui proses peradilan yang diselenggarakan
oleh Mahkamah Konstitusi.

Hubungan kerja sama antara lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif yaitu berkaitan
dengan undang undang. Ketiga jenis kekuasan tersebut tidak boleh saling tumpang tindih
dan harus berfungsi secara optimal pada ranahnya masing masing agar sistem
pemerintahan berjalan dengan baik.  

Misalnya saat Negara akan melaksanakan pemilihan umum, maka lembaga legislatif
bertanggung jawab untuk membuat undang undang tentang pemilihan umum yang akan
dilaksanakan sebagai batasan yang harus dipatuhi oleh partai politik peserta pemilu.
Sedangkan lembaga eksekutif bertanggung jawab dalam melaksanakan undang undang
tersebut sehingga pelaksanaan pemilihan umum tetap sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Kemudian untuk lembaga yudikatif bertugas untuk mengadili semua pihak yang
melanggar undang undang yang telah ditetapkan sebelumnya.  

33. Pengingkaran kewajiban Negara terhadap warga Negara


- Menelantarkan dan tidak memberdayakan orang miskin dan penyandang cacat
- Tidak menerapkan sistem pemilu melainkan voting hanya dari perwakilan rakyat
- Tidak menerapkan sistem hukum yang adil pada semua golongan masyarakat
- Tidak menyediakan fasilitas/sarana umum yang baik dan memadai

34. Contoh pengingkaran kewajiban dilingkungan sekolah


- Seorang siswa yang tidak mengerjakan Tugas Sekolah.
- Seorang guru yang sengaja datang terlambat.
- Malas menjalankan piket kebersihan kelas yang berlaku.
- Siswa yang bolos sekolah.
- Tidak membayar uang spp tepat pada waktunya
- Tidak mematuhi semua peraturan yang berlaku
- Tidak menghormati tenaga kependidikan
- Tidak ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban dan
keamanan satuan pendidikan yang

35. Sikap sadar hukum yang tepati


Kesadaran hukum diartikan secara terpisah dalam bahasa yang kata dasarnya "sadar"
tahu dan mengerti, dan secara keseluruhan merupakan mengetahui dan mengerti tentang
hukum, menurut Ewick dan Silbey : "Kesadaran Hukum" mengacu ke cara-cara dimana
orang-orang memahami hukum dan intitusi-institusi hukum, yaitu pemahaman-pemahaman
yang memberikan makna kepada pengalaman dan tindakan orang-orang.
Bagi Ewick dan Silbey, "kesadaran hukum"  terbentuk dalam tindakan dan karenannya
merupakan persoalan praktik untuk dikaji secara empiris. Dengan kata lain, kesadaran hukum
adalah persoalan "hukum sebagai perilaku", dan bukan "hukum sebagai aturan norma atau
asas"
Membangun kesadaran hukum tidaklah mudah, tidak semua orang memiliki kesadaran
tersebut. Hukum sebagai fenomena sosial merupakam institusi dan pengendalian masyarakat.
Didalam masyarakat dijumpai berbagai institusi yang masing-masing diperlukan didalam
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan memperlancar jalannya
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, oleh karena fungsinya demikian masyarakat perlu
akan kehadiran institusi sebagai pemahaman kesadaran hukum.
Pentingnya kesadaran membangun masyarakat yang sadar akan hukum inilah yang
diharapkan akan menunjang dan menjadikan masyarakat menjunjung tinggi intitusi atau
aturan sebagai pemenuhan kebutuhan untuk mendambakan ketaatan serta ketertiban hukum.
Peran dan fungsi membangun kesadaran hukum dalam masyarakat pada umumnya melekat
pada intitusi sebagai pelengkap masyarakat dapat dilihat dengan :
 Stabilitas
 Memberikan kerangka sosial terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat
 Memberikan kerangka sosial institusi berwujud norma-norma
 Jalinan antar institusi.
Beberapa faktor yang mempengarui masyarakat menjadi tidak sadar akan pentingnya hukum
adalah :
- Adanya ketidak pastian hokum
- Peraturan-peraturan bersifat statis
- Tidak efisiennya cara-cara masyarakat untuk mempertahankan peraturan yang berlaku

36. Contoh peran kepolisian dalam menjamin keadilan dalam masyarakat


- Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
- Menegakkan hokum
- Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal
13)
- Sebagaipenyidik utama yang menangani setiap kejahatan secara umum dalam
rangka menciptakan keamanan dalam negeri.

37. Perbuatan yang dapat menyebabkan hilangnya kewarganegaraan seseorang


- Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
- Tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan yang
bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
- Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin Presiden;
- Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam
itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat
dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
- Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara
asing atau bagian dari negara asing tersebut;
- Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat
ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
- Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang
dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain
atas namanya, atau;
- Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun
terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan
sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara
Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima)
tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap
menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan
Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang
bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
- Warga Negara Indonesia dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas
permohonannya sendiri apabila yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas)
tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan
hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

38. Kewenangan lembaga peradilan agama


Pengadilan Agama berugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam, dibidang :
Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah, Ekonomi Syariah;
memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat hukum Islam kepada instansi pemerintah
di daerah hukumnya apabila diminta dan memberikan itsbat kesaksian rukyat hilal serta
penentuan arah kiblat dan waktu sholat serta tugas dan kewenangan lain yang diberikan oleh
atau berdasarkan Undang-undang (Pasal 49 dan 52 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama).
A. Pernikahan
1. Ijin beristeri lebih dari seorang;
2. Ijin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun dalam hal
orang tua, wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
3. Dispensasi kawin;
4. Pencegahan perkawinan;
5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
6. Pembatalan perkawinan;
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau isteri;
8. Perceraian karena talak;
9. Gugatan perceraian;
10. Penyelesaian harta bersama;
11. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang
seharusnya bertanggung jawab tidak memenuhinya;
12. Penguasaan anak-anak;
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isteri atau
penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri;
14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16. Pencabutan kekuasaan wali;
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang
wali dicabut;
18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18
(delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya, padahal tidak ada penunjukan wali
oleh orang tuanya;
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah
kekuasaannya;
20. Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan
hukum Islam;
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan
campur; dan
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang No. 1
tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.
 
B. Waris
1. Penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris;
2. Penentuan mengenai harta peninggalan;
3. Penentuan bagian masing-masing ahli waris;
4. Melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut;
5. Penetapan Pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang
menjadi ahli waris, dan penentuan bagian-bagiannya.
 
C. Wasiat
Mengenai wasiat, wewenang Pengadilan Agama diatur dalam penjelasan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Peradilan Agama dijelaskan
bahwa definisi wasiat adalah: “Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain
atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.”
Namun, Undang-Undang tersebut tidak mengatur lebih jauh tentang wasiat. Ketentuan lebih
detail diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
(KHI). Dalam KHI, wasiat ditempatkan pada bab V, dan diatur melalui 16 pasal.
Ketentuan mendasar yang diatur di dalamnya adalah tentang: syarat orang membuat
wasiat, harta benda yang diwasiatkan, kapan wasiat mulai berlaku, di mana wasiat dilakukan,
seberapa banyak maksimal wasiat dapat diberikan, bagaimana kedudukan wasiat kepada ahli
waris, dalam wasiat harus disebut dengan jelas siapa yang akan menerima harta benda wasiat,
kapan wasiat batal, wasiat mengenai hasil investasi, pencabutan wasiat, bagaimana jika harta
wasiat menyusut, wasiat melebihi sepertiga sedang ahli waris tidak setuju, di mana surat
wasiat disimpan, bagaimana jika wasiat dicabut, bagaimana jika pewasiat meninggal dunia,
wasiat dalam kondisi perang, wasiat dalam perjalanan, kepada siapa tidak diperbolehkan
wasiat, bagi siapa wasiat tidak berlaku, wasiat wajibah bagi orang tua angkat dan besarnya,
dan wasiat wajibah bagi anak angkat serta besarnya.
 
D. Hibah
Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 memberikan definisi tentang hibah
sebagai: “pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau
badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.”
Hibah juga tidak diregulasi secara rinci dalam Undang-Undang a quo. Ia secara garis besar
diatur dalam KHI, dengan menempati bab VI, dan hanya diatur dalam lima pasal. Secara
garis besar pasal-pasal ini berisi: Subjek hukum hibah, besarnya hibah, di mana hibah
dilakukan, harta benda yang dihibahkan, hibah orang tua kepada anak, kapan hibah harus
mendapat persetujuan ahli waris, dan hibah yang dilakukan di luar wilayah Republik
Indonesia.
 
E. Wakaf
Wakaf dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dimaknai sebagai:
“perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syari’ah.” Tentang wakaf ini tidak dijelaskan secara rinci dalam
Undang-Undang ini.
Ketentuan lebih luas tercantum dalam KHI, Buku III, Bab I hingga Bab V, yang mencakup
14 pasal. Pasal-pasal tersebut mengatur: Ketentuan umum, yaitu definisi wakaf, wakif, ikrar,
benda wakaf, nadzir, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf; fungsi wakaf; subjek hukum yang
dapat mewakafkan harta bendanya; syarat benda wakaf; prosedur mewakafkan; syarat-syarat
nadzir; kewajiban dan hak-hak nadzir; pendaftaran benda wakaf; perubahan, penyelesaian
dan pengawasan benda wakaf. Khusus mengenai perwakafan tanah milik, KHI tidak
mengaturnya. Ia telah diregulasi empat tahun sebelumnya dalam Peraturan Pemerintah No.
28 tahun 1977, lembaran negara No. 38 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
 
F. Zakat
Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorag Muslim atau badan hukum yang
dimiliki oleh orang Muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya. KHI tidak menyinggung pengaturan zakat.
Regulasi mengenai zakat telah diatur tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun
1999 Lembaran Negara Nomor 164 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Secara garis
besar, isi Undang-Undang ini adalah: Pemerintah memandang perlu untuk campur tangan
dalam bidang zakat, yang mencakup: perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada
muzakki, mustahiq dan amil zakat; tujuan pengelolaan zakat; organisasi pengelolaan zakat;
pengumpulan zakat; pendayagunaan zakat; pengawasan pengelolaan zakat; dan sanksi
terhadap pelanggaran regulasi pengelolaan zakat.
 
G. Infaq
Infaq dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 diartikan dengan:
“perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik
berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rizqi (karunia), atau menafkahkan
sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlash, dan karena Allah Subhanahu Wata’ala.”
Kewenangan Pengadilan Agama ini belum pernah diatur secara tersendiri dalam bentuk
peraturan perundang-undangan, dan dalam Undang-Undang ini juga tak diatur lebih lanjut.
 
H. Shadaqah
Mengenai shadaqah diartikan sebagai: “Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada
orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu
dan jumlah tertentu dengan mengharap ridha Allah dan pahala semata.”
Sama seperti infaq, shadaqah juga tidak diatur dalam regulasi khusus. Dan hingga kini belum
ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.
 
I. Ekonomi Syari’ah
Ekonomi syari’ah diartikan dengan: “Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan
menurut prinsip syari’ah.” Kewenangan itu antara lain :
1. Bank Syari’ah;
2. Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah;
3. Asuransi Syari’ah;
4. Reasuransi Syari’ah;
5. Reksadana Syari’ah;
6. Obligasi Syari’ah dan Surat Berharga Berjangka Menengah Syari’ah;
7. Sekuritas Syari’ah;
8. Pembiayaan Syari’ah;
9. Pegadaian Syari’ah;
10. Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syari’ah; dan
11. Bisnis Syari’ah.

Anda mungkin juga menyukai