Anda di halaman 1dari 23

PENENTUAN ORDE REAKSI DAN TETAPAN LAJU REAKSI DARI

REAKSI PENYABUNAN ETIL ASETAT (ESTER) DENGAN


METODA TITRASI

I. TUJUAN
Menetapkan tetapan laju dan orde reaksi penyabunan etil asetat oleh ion
hidroksida dengan metode titrasi.

II. TEORI
2.1 Orde reaksi gunakan Capitalize Each Word utk sub bab
Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk matematika dimana hasil perubahan
dapat ditunjukkan. Orde reaksi hanya dapat dihitung secara eksperimen dan hanya
dapat diramalkan jika suatu mekanisme reaksi diketahui seluruh orde reaksi yang
dapat ditentukan sebagai jumlah dari eksponen untuk masing-masing reaktan,
sedangkan hanya eksponen untuk masing-masing reaktan dikenal sebagai orde
reaksi untuk komponen itu.
Orde reaksi adalah jumlah pangkat faktor konsentrasi dalam hukum laju bentuk
diferensial. Pada umumnya orde reaksi terhadap suatu zat tertentu tidak sama
dengan koefisien dalam persamaan stoikiometri reaksi (Naomi 2013).
Pertimbangkan reaksi bentuk A + 2 B → 3 C + D, di mana pada beberapa saat
konsentrasi molar J adalah [J] dan volume sistem konstan. Tingkat konsumsi sesaat
dari salah satu reaktan pada waktu tertentu adalah d [R] / dt,di mana R adalah A
atau B. Laju pembentukan salah satu produk (C atau D, yang kami nyatakan P)
adalah d[P]/dt sehingga laju reaksi terkait dengan laju perubahan konsentrasi
produk dan reaktan dalam beberapa cara. Ketidaksukaan memiliki tingkat yang
berbeda untuk menggambarkan reaksi yang sama dihindari dengan menggunakan
tingkat reaksi (Atkins, P. W., De Paula, J., & Keeler 2010)
Saponifikasi merupakan proses hidrolisis basa terhadap lemak dan minyak, dan
reaksi saponifikasi bukan merupakan reaksi kesetimbangan. Hasil mula-mula dari
penyabunan adalah karboksilat karena campurannya bersifat basa. Setelah
campuran diasamkan, karboksilat berubah menjadi asam karboksilat. Produknya,
sabun yang terdiri dari garam asam-asam lemak. Fungsi sabun dalam
keanekaragaman cara adalah sebagai bahan pembersih. Sabun menurunkan
tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air untuk membasahi bahan yang
dicuci dengan lebih efektif. Sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk
mendispersikan minyak dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran.
Hukum laju dapat ditentukan dengan melakukan serangkain eksperimen secara
sistematik pada reaksi A + B → C, untuk menentukan orde reaksi terhadap A maka
konsentrasi A dibuat tetap sementara konsentrasi B divariasi kemudian ditentukan
laju reaksinya pada variasi konsentrasi tersebut. Sedangkan untuk menentukan orde
reaksi B, maka konsentrasi B dibuat tetap sementara itu konsentrasi A divariasi
kemudian diukur laju reaksinya pada variasi konsentrasi tersebut (Naomi 2013).

2.2 Persamaan laju reaksi gunakan Capitalize Each Word utk sub bab
Tujuan dari mempelajari laju reaksi adalah untuk dapat memprediksi laju suatu
pereaksi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan hitungan matematis melalui hukum
laju. Sebagai contoh, pada reaksi:
aA + bB → cC + dD
dimana A dan B adalah pereaksi, C dan D besar adalah produk dan a, b, c, d kecil
adalah koefisien penyetaraan reaksi, maka hukum lajunya dapat dituliskan sebagai
berikut:
Laju reaksi = k [A]m [B]n
Dengan,
k = tetapan laju, dipengaruhi suhu dan katalis (jika ada)
m = orde (tingkat) reaksi terhadap pereaksi A
n = orde (tingkat) reaksi terhadap pereaksi B
[A], [B] = konsentrasi dalam molaritas

Suatu reaksi dikatakan berorde dua terhadap salah satu pereaksi jika laju reaksi
merupakan pangkat dua dari konsentrasi pereaksi itu. Apabila konsentrasi zat itu
dilipat tigakan, maka laju reaksi akan 32 atau 9 kali lebih besar.
Misalnya, A = produk, maka persamaan lajunya dapat dituliskan sebagai berikut.
d[A] 2
V = = k[A ]
dt
Integrasinya adalah:
1 1
= kt ln
[A] t [A]o
1 1 1
Bila persamaan = kt ln , dibuat grafik terhadap t, maka diperoleh garis
[A] t [A] o [A ]
lurus dengan kemiringan = k, sedang jelajahnya (intersep):
1
Intersep =
[A ]0
2.3 Faktor yang mempengaruhi laju reaksi gunakan Capitalize Each Word
kecuali kata hubung utk sub bab
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju reaksi diantaranya konsentrasi, luas
permukaan sentuhan, suhu, dan katalis. Apabila konsentrasi pereaksi diperbesar
dalam suatu reaksi, berarti kerapatannya bertambah dan akan memperbanyak
kemungkinan tabrakan sehingga akan mempercepat laju reaksi. Bila partikel makin
banyak, artinya akan lebih banyak kemungkinan partikel akan saling bertumbukan
yang terjadi dalam suatu larutan, sehingga reaksi bertambah cepat.
Pengaruh luas permukaan sentuhan yaitu semakin luas bidang sentuh makin
cepat bereaksi. Jadi semakin halus kepingan zat padat maka akan semakin luas
permukaannya. Semakin luas permukaan bidang sentuh maka tumbukannya akan
semakin besar. Artinya makin kecil ukuran, makin luas permukaannya, makin banyak
tumbukan, semakin cepat pula terjadinya reaksi.
Pada umumnya kenaikan suhu dapat mempercepat reaksi dan sebaliknya
penurunan suhu memperlambat reaksi. Jika suhu dinaikkan, maka kalor yang
diberikan akan menambah energi partikel pereaksi. Sehingga pergerakan partikel-
partikel pereaksi makin cepat, semakin cepat pergerakan partikel akan
menyebabkan terjadinya tumbukan antar zat pereaksi makin banyak sehingga reaksi
makin cepat.
Katalis merupakan zat yang dapat meningkatkan laju reaksi tanpa dirinya
mengalami perubahan kimia secara permanen. Katalis dapat bekerja dengan
membentuk senyawa antara atau mengadsorpsi zat yang direaksikan. Katalis dapat
mempercepat laju reaksi dengan menurunkan energi aktivasi suatu reaksi. Katalis
terbagi dua yaitu:
a) Katalis positif (Katalisator)
Katalis positif (Katalisator) berfungsi mempercepat reaksi selain itu katalis ini
berperan menurunkan energi aktivasi dan membuat orientasi molekul sesuai untuk
terjadinya tumbukan.
Katalisator terbagi atas dua yaitu:
 Katalisator homogen.
 Katalisator heterogen.

b) Katalis negatif (inhibitor)


Katalis negatif (inhibitor) berfungsi memperlambat laju reaksi (Widjajanti 2007).
III. PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan fungsinya gunakan Capitalize Each Word kecuali kata hubung
utk sub sub bab
No Alat Fungsi

1 Labu ukur untuk mengencerkan larutan

2 Pipet 25, 20, 10 mL untuk memipet larutan

3 Erlenmeyer 250 mL untuk wadah larutan

4 Erlenmeyer 100 mL untuk wadah larutan

5 Kaca arloji untuk wadah menimbang zat

6 Buret 25 mL untuk wadah pentiter

7 Labu semprot untuk wadah akuades

8 Pipet tetes untuk memipet larutan

9 Penangas untuk memanaskan larutan

10 Gelas ukur untuk mengukur volume larutan

3.1.2 Bahan dan fungsinya gunakan Capitalize Each Word kecuali kata hubung
utk sub sub bab
No Alat Fungsi

1 Etil asetat p.a sebagai sampel

2 NaOH 0,02 M sebagai larutan standar sekunder dan


zat penyabunan sampel
3 HCl 0,02 M sebagai penetral NaOH sisa

4 Asam oksalat sebagai larutan standar primer

5 Indikator fenolftalein sebagai larutan indikator

6 Akuades sebagai pelarut


3.2 Cara kerja
3.2.1 Pembuatan Larutan
1. Etil asetat dipipet sebanyak 0,097 mL dan dilarutkan dengan akuades sampai
tanda batas kedalam labu ukur berukuran 50 mL.
2. Kristal hapus saja kata kristal NaOH ditimbang seberat 0,2 gram dan dilarutkan
dengan akuades sampai tanda batas kedalam labu ukur berukuran 250 mL.
3. Kristal hapus saja kata kristal asam oksalat ditimbang seberat 0,045 gram dan
dilarutkan dengan akua-des sampai tanda batas kedalam labu ukur berukuran
25 mL.
4. Larutan HCl 1 M dipipet sebanyak 3 mL dan dilarutkan dengan akuades
kedalam labu ukur berukuran 150 mL.

3.2.2 Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat


1. Larutan NaOH 0,02 M dimasukkan kedalam buret berukuran 50 mL.
2. Larutan asam oksalat 0,02 M dipipet sebanyak 10 mL kemudian dimasukkan
ke-dalam erlenmeyer dan ditambahkan sebanyak 2 tetes indikator fenolftalein.
3. Larutan asam oksalat dititrasi dengan larutan NaOH sampai timbul perubahan
warna menjadi merah muda lembayung.
4. Volume larutan NaOH yang terpakai dicatat.

3.2.3 Proses Titrasi


1. Larutan NaOH 0,02 M dipipet sebanyak 60 mL dan dimasukkan kedalam erlen-
meyer.
2. Etil asetat 0,02 M dipipet sebanyak 30 mL dan dimasukkan kedalam erlenmeyer.
3. Larutan NaOH dan etil asetat dicampurkan dengan cepat kedalam salah satu
erlenmeyer dan dilakukan pengocokan. Stopwatch dijalankan pada saat kedua
larutan tersebut tercampur.
4. Pada tiga menit setelah reaksi dimulai, campuran dipipet sebanyak 10 mL dan
dimasukkan kedalam erlenmeyer yang berisi larutan HCl 0,02 M sebanyak 20
mL. Pengambilan dilakukan pada menit ke-3, 6, 9, 12, dan 15 setelah pen-
campuran.
5. Indikator fenolftalein ditambahkan sebanyak 2 tetes kedalam erlenmeyer yang
telah berisi campuran dan dilakukan titrasi dengan larutan standar NaOH 0,02
M sampai mengalami perubahan warna menjadi merah muda lembayung.
6. Volume NaOH yang terpakai dicatat.
7. Sisa dari campuran dipanaskan diatas pemanas dan kemudian didinginkan.
8. Campuran ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 2 tetes.
9. Campuran dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,02 M sampai mengalami
perubahan warna menjadi merah muda lembayung.
10. Volume NaOH yang terpakai dicatat.
3.3 Skema Kerja
3.3.1 Pembuatan Larutan

Etil asetat
- dipipet sebanyak 0,097 mL
- dilarutkan dengan akuades sampai tanda batas kedalam labu
ukur 50 mL

Etil asetat 0,02 M

Kristal NaOH hapus saja kata kristal


- ditimbang seberat 0,2 gram
- dilarutkan dengan akuades sampai tanda batas kedalam labu
ukur 250 mL

Larutan NaOH 0,02 M

Kristal asam oksalat hapus saja kata kristal


- ditimbang seberat 0,045 gram
- dilarutkan dengan akuades sampai tanda batas kedalam labu
ukur 25 mL

Larutan asam oksalat 0,02 M

Larutan HCl 1 M
- dipipet sebanyak 3 mL
- dilarutkan dengan akuades sampai tanda batas kedalam labu
ukur 150 mL.

Larutan HCl 0,02 M

3.3.2 Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat

Larutan NaOH 0,02 M Larutan asam oksalat 0,02 M


- dimasukkan ke dalam - dipipet 10 mL
buret 50 mL - ditambahkan indikator PP
- dititrasi asam oksalat dengan NaOH sampai timbul
warna merah muda lembayung
- dicatat volume larutan NaOH yang terpakai
Hasil
3.3.3 Proses titrasi gunakan Capitalize Each Word utk sub sub bab

Larutan NaOH 0,02 M Etil asetat 0,02 M


- dipipet 60 mL dan - dipipet 30 mL ke dalam
dimasukkan ke dalam erlenmeyer
erlenmeyer

- dicampurkan dengan cepat


- dilakukan pengocokan.
- dijalankan stopwatch pada saat pencampuran.
- dipipet sebanyak 10 mL pada tiga menit setelah reaksi
dimulai dan dimasukkan kedalam erlenmeyer yang
berisi larutan HCl 0,02 M sebanyak 20 mL.
- ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 2 tetes.
- dilakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,02 M sampai
mengalami perubahan warna menjadi merah muda
lembayung.
- dicatat volume larutan NaOH yang terpakai.
- dipanaskan campuran yang masih tersisa.
- didinginkan dan ditambahkan indikator fenolftalein
sebanyak 2 tetes.
- dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 M sampai terjadi
perubahan warna menjadi merah muda lembayung.
- dicatat volume larutan NaOH yang terpakai.
Hasil
3.4 Skema Alat

Keterangan:
1. Standar
2. Klem
3. Buret
4. Erlenmeyer
IV. HASIL DAN PERHITUNGAN
4.1 Data posisi tabel rata tengah (center)

Waktu (Menit) V NaOH(mL)


3 18,1
6 18,4
9 19
12 19,6
15 21
~ 25

4.2 Perhitungan
4.2.1 Pembuatan Asam Oksalat

0,02 mol 90 gram 1 L


N = x x x 25 mL = 0, 045 gram
1L 1 mol 1000 mL

4.2.2 Pembuatan Natrium Hidroksida 0,02 M

40 gram 0,02 mol 1 L


N = x x x 250 mL = 0, 2 gram
1 mol 1L 1000 mL

4.2.3 Standarisasi Natrium Hidroksida dengan Asam Oksalat


(V1 . M1) H2C2O4 = (V2 . M2) NaOH
10 mL . 0,02 M = 13,5 mL . M2
M2 = 0,0148 M
4.2.4 Pengenceran Asam Klorida 1 M menjadi 0,02 M
(V1 . M1) HCl 1 M = (V2 . M2) HCl 0,02 M
V1. 1 M = 150 mL . 0,02 M

V1 = 3 mL

4.2.5 Etil Asetat

% . ρ . 1000 99,95% . 0,902 gram. m L-1 . 1000


M= = = 10,23 M
Mr 88,1 gram. mo l -1

(V1 . M1) Etil Asetat = (V2 . M2) NaOH


V1 . 1 M = 25 mL . 0,02 M
V1 = 0,5 mL

4.2.6 Konsentrasi Campuran


a) Pada t = 3 menit
18,1 mL x 0,0148 M = 30 mL x M campuran
M campuran = 0,00893 M
b) Pada t = 6 menit
18,4 mL x 0,0148 M = 30 mL x M campuran
M campuran = 0,00908 M
c) Pada t = 9 menit
19 mL x 0,0148 M = 30 mL x M campuran
M campuran = 0,00937 M
d) Pada t = 12 menit
19,6 mL x 0,0148 M = 30 mL x M campuran
M campuran = 0,00967 M
e) Pada t = 15 menit
21 mL x 0,0148 M = 30 mL x M campuran

M campuran = 0,01036 M

4.2.7 Penentuan Nilai y


a) Pada t = 3 menit
0,00893 M
y= = 102,79018 M-1
0,0148 M (0,0148 M-0,00893 M)
b) Pada t = 6 menit
0,00908 M
y= = 107,25761 M -1
0,0148 M (0,0148 M-0,00 908 M)
c) Pada t = 9 menit
0,00937 M
y= = 116,59450 M -1
0,0148 M (0,0148 M-0,00937 M)
d) Pada t = 12 menit
0,00967 M
y= = 127,36421 M-1
0,0148 M (0,0148 M-0,00967 M)
e) Pada t = 15 menit

0,01036 M
y= = 157 ,65766 M -1
0,0148 M (0,0148 M-0,01036 M)

4.2.8 Konsentrasi Campuran dan Nilai y (dipanaskan)


25 mL x 0,0148 M = 30 mL x M campuran
M campuran = 0,01233 M
0,01233 M
y= = 337,29073 M-1
0,0148 M (0,0148 M-0,01233 M)
4.2.9 Persamaan Regresi

x = waktu (sekon) x
y =
a (a-x)
posisi tabel rata tengah (center)

x Y xy x2
180 102,79018 18502,2324 32400
360 107,25761 38612,7396 129600
540 116,59450 62961,03 291600
720 127,36421 91702,2312 518400
900 157,65766 141891,894 810000
2
∑x = 2700 ∑y = 611,66416 ∑xy = 353670,1272 ∑x = 1782000
x́ = 540 ý = 122,33283

n.Σxy- Σx.Σy 5 (198976,788) - (2700)(365,9086)


B = = = 0,004278
n.Σ x2 - ( Σx )2 5 (1782000) - ( 2700 )2
A = ý - B x́ = 73,18172 – (0,004278)(540) = 70,8716

4.2.10 Nilai k
y
k =
t

a) Pada t = 180 s
102,79018 M -1 -1 -1
k = = 0,57105 M s
180 s
b) Pada t = 360 s
107,25761 M -1 -1 -1
k = = 0, 29294 M s
360 s
c) Pada t = 540 s
116,59450 M -1 -1 -1
k = = 0,21592 M s
540 s
d) Pada t = 720 s
127,36421 M -1 -1 -1
k = = 0,17689 M s
720 s
e) Pada t = 900 s
157,65766 M -1 -1 -1
k = = 0, 17518 M s
900 s
(0,57105 + 0,29294 + 0,21592 + 0,17689 + 0,17518) M -1 s-1
k rata-rata =
5
k rata rata = 0,57105 M -1 s -1
4.3 Grafik
4.3.1 Kurva regresi waktu terhadap volume NaOH

Kurva regresi waktu terhadap volume NaOH


21.5
21

Volume NaOH (mL)


20.5
f(x) = 0 x + 17.12
20 R² = 0.93
19.5
19
18.5
18
17.5
17
16.5
100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

Waktu (detik)

4.3.2 Kurva regresi waktu terhadap nilai y

Kurva regresi waktu terhadap nilai y


180
160
140 f(x) = 0.07 x + 83.38
120 R² = 0.88
Nilai y (M-1)

100
80
60
40
20
0
100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

Waktu (detik)

4.3.3 Kurva regresi waktu terhadap nilai k

Kurva regresi waktu terhadap nilai k


0.6
0.5
Nilai k (M-1s-1)

0.4 f(x) = − 0 x + 0.56


R² = 0.75
0.3
0.2
0.1
0
100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

Waktu (detik)
V. PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengamatan Setiap Langkah Kerja

N Cara kerja dan reaksi Gambar Pengamatan Analisis


o
1 Larutan HCl etil asetat, dan asam oksalat Larutan encer yang Pembuatan larutan digunakan untuk men-
dibuat dengan masing-masing ditambahkan tidak berwarna dapatkan konsentrasi larutan yang
dengan akuades sampai larutan tersebut diinginkan.
berkonsentrasi 0,02 M. Larutan NaOH dibuat
dengan melarutkan 0,2 gram kristal NaOH
kedalam erlenmeyer berisi air 250 mL
2 Larutan NaOH distandarisasi dengan asam Volume larutan Na- Larutan NaOH termasuk larutan standar
oksalat berkonsentrasi 0,02 M OH yang terpakai sekunder yang belum diketahui konsen-
sebanyak 13,5 mL. trasinya secara pasti, maka perlu dilakukan
standarisasi dengan menggunakan larutan
standar primer yaitu asam oksalat.
3 Larutan NaOH dan etil asetat dicampurkan Volume larutan Na- Larutan HCl digunakan sebagai sumber H +
dan diambil 10 mL tiap waktu tertentu dari OH yang terpakai yang memberikan suasana asam dalam
campuran. Kemudian ditambahkan HCl dan di-ukur pada proses penyabunan. Seharusnya hasil yang
indikator fenolftalein dan dilakukan titrasi. masing-masing didapatkan semakin lama waktu pen-
Campuran sisa dipanaskan dan dilakukan waktu reaksi dan campuran maka semakin banyak larutan
titrasi. warna pada titik NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi, sebab
akhir titrasi yaitu semakin banyak sabun yang terbentuk dan
merah muda lem- HCl yang terpakai juga semakin sedikit.
bayung. Analisis utk pemanasan ?
5.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini mengenai penentuan orde reaksi dan tetapan laju reaksi dari
reaksi penyabunan etil asetat (ester) dengan metode titrasi untuk menentukan nilai
konstanta kecepatan reaksi dari reaksi saponifikasi yang terjadi.
Larutan-larutan yang digunakan akan diencerkan terlebih dahulu untuk
mendapatkan variasi konsentrasi yang diinginkan. Reaksi penyabunan terjadi antara
ester dengan basa yang menghasilkan garam dan air.
Larutan NaOH distandarisasi terlebih dahulu karena larutan NaOH termasuk
larutan standar sekunder yang bersifat higroskopis dan konsentrasinya tidak dapat
diketahui dengan tepat karena zat tersebut tidak pernah didapatkan dalam keadaan
murni. Larutan tersebut distandarisasi oleh larutan standar primer yaitu asam
oksalat. Etil asetat yang digunakan yaitu larutan p.a yang konsentrasinya dapat
diketahui dengan cara penimbangan.
Reksi penyabunan ini memiliki orde reaksi yaitu reaksi orde dua karena reaksi
ini melibatkan dua reaktan atau dua zat yang berbeda dengan konsentrasi yang
sama.
Dalam menentukan orde reaksi dan konstanta kecepatan reaksi maka dapat
digunakan metode titrasi yang memiliki prinsip terjadinya perubahan warna dari analit
dengan bantuan indikator fenolftalein.
Larutan NaOH disiapkan sebanyak 60 mL didalam erlenmeyar dan etil asetat
sebayak 30 mL didalam erlenmeyer yang terpisah. Kemudian larutan NaOH dan etil
asetat tersebut dicampurkan didalam erlenmeyer dan dilakukan pengocokan
pengocokan utk menghomogenkan campuran bukan mempercepat untuk
mempercepat dan menyempurnakan reaksi. Waktu saat awal direaksikannya larutan
NaOH dan etil asetat dihitung. Pada waktu 3 menit, 6 menit, 9 menit, 12 menit dan
15 menit dilakukan titrasi dengan memipet 10 mL campuran etil asetat dengan
larutan NaOH kedalam erlenmeyer yang berisi 20 mL HCl 0,02 M dan beberapa
tetes indikator fenolftalein. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh waktu
pencampuran terhadap reaksi saponifikasi yang terjadi. Pembahasan utk
pemanasan ??
Berdasarkan data yang didapatkan pada percobaan ini, volume NaOH yang
terpakai mengalami kenaikan dan penurunan apa iya mengalami kenaikan dan
penurunan ? coba perhatikan lagi datanya. Seharusnya volume NaOH yang terpakai
semakin meningkat dengan lamanya waktu pencampuran pada larutan karena
semakin banyak garam yang terbentuk. Dengan semakin banyaknya garam yang
terbentuk maka volume HCl yang digunakan sebagai katalis akan semakin banyak
dan mempengaruhi reaksi. HCl bkn sbg katalis, tp utk menetralkan sisa OH - dari
reaksi penyabunan dan pemberi suasana asam.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan kesimpulan yg diminta tambahkan kemarin ??
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Semakin lama waktu pencampuran maka semakin banyak larutan yang
dibutuhkan.

2. Reaksi yang terjadi pada pencampuran etil asetat dengan larutan NaOH
memiliki orde reaksi yaitu orde dua.

6.2 Saran
Agar percobaan selanjutnya berjalan dengan lancar, maka disarankan:
1. Memastikan alat yang digunakan dalam keadaan bersih.
2. Teliti dalam mentitrasi dan menentukan titik akhir titrasi.
Daftar Pustaka rata tengan (center)
Atkins, P. W., De Paula, J., & Keeler, J. 2010. Atkins’ Physical Chemistry. ninth.
Oxford university press.
Naomi, dkk. 2013. “Pembuatan Sabun Lunak Dari Minyak Goreng Bekas Ditinjau
Dari Kinetika Reaksi Kimia.” Jurnal Teknik Kimia 19(2): 42–48.
Widjajanti, Endang. 2007. “Kinetika Kimia.” Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA UNY:
1–7.
Lampiran 1. Tugas Sebelum Praktikum

1. Apakah akibatnya bila titrasi HCl tidak segera dilakukan, seandainya titrasi ini
harus ditunda (umpamanya sampai seluruh percobaan selesai), apakah yang
harus dilakukan?
Jawab:
Bila titrasi HCl tidak dapat segera dilakukan maka akan memengaruhi laju reaksi
yang diperoleh semakin lambat maka akan terjadi reaksi penggaraman antara
HCl dengan NaOH yang berada dalam campuran NaOH dengan etil asetat
(membentuk reaksi penggaraman yang berlangsung sempurna). Hal ini
mengakibatkan pengukuran sisa asam menjadi tidak tepat, sehingga penentuan
OH- yang bereaksipun menjadi tidak tepat dan tentunya akan memberikan
kesalahan pada perhitungan terhadap reaksi penyabunan etil asetat. Apabila
titrasi tidak dilakukan atau ditunda, maka reaksi pengaraman akan yang akan
terjadi harus diperlambat yaitu dengan cara memanaskan campuran.
Lampiran 2. Analisis Artikel Ilmiah

I. Judul

Perbandingan kinetika saponifikasi etil asetat dengan metode pH dan metode titrasi.

II. Tujuan

Membandingkan kinetika saponifikasi etil asetat dengan metode pH dan metode


titrasi.

III. Skema Kerja


1. Metode pH 1

50 mL etil asetat 0,04 M pH meter

- ditambahkan 50 mL - distandarisasi dengan


NaOH 0,04 M pada mencelupkan ke
suhu 28°C larutan buffer pH 9-12

- diukur pH campuran

Hasil

2. Metode pH 2

Data pH 1

- dihitung konsentrasi OH- pada interval waktu dari


awal reaksi dengan pH yang diamati
- ditentukan konstanta laju reaksi spesifik
- dihitung k untuk saponifikasi

Hasil
3. Metode titrasi

50 mL etil asetat 0,04 M

- dicampurkan dengan 50 mL NaOH 0,04 M pada suhu


28°C
Campuran

- ditambahkan ke 25 mL dari 0,01 M larutan CH 3COOH


- ditambahkan indikator fenolftalein (PP)
- dititrasi dengan NaOH 0,04 M
Hasil

IV. Hasil dan Pembahasan


Konstanta laju reaksi spesifik saponifikasi etil asetat telah dilakukan dengan berbagai
metode seperti pH, konduktometri, dan titrasi. Konstanta laju reaksi spesifik yang
didapatkan bervariasi. Nilai k dari konduktivitas masing-masing sampel sebesar 9,72
L mol– 1 min– 1 dan 4,09 L mol– 1 min– 1 pada suhu kisaran 26 – 30°C.

V. Hubungan dengan praktikum


Reaksi yang ditentukan sama-sama berorde dua, dengan metode yang sama namun
pada artikel hasil yang didapatkan lebih sempurna karena menggunakan variasi
terhadap pH pada larutan campuran.
Lampiran 3. Simbol yang Digunakan
No Simbol Pengertian
.
1. k Tetapan laju
2. M Orde (tingkat) reaksi terhadap pereaksi A
3. N Orde (tingkat) reaksi terhadap pereaksi B
4. [A] Konsentrasi pereaksi A
5. [B] Konsentrasi pereaksi B
6. V Volume dalam mL
7. T Waktu dalam sekon
Lampiran 4. Struktur Senyawa Utama
No Nama Senyawa Struktur
.
1 CH3(CO)OC2H5 O

H3C O CH3
2 NaOH Na O
H
3 C2H5OH
HO CH3
4 HCl H Cl
5 H2O O
H H
6 H2C2O4 O

HO C
C OH

Anda mungkin juga menyukai