Anda di halaman 1dari 43

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada awalnya, sumur produksi dapat memproduksikan fluida kepermukaan

dengan menggunakan metode sembur alam (natural flow), di mana tekanan

reservoir dapat mengangkat fluida produksi dari dasar sumur sampai

kepermukaan dan mengalirkannya sampai ke fasilitas produksi di Gathering

Station. Akan tetapi, sumur produksi akan mengalami penurunan laju produksi

yang diakibatkan oleh berkurangnya tekanan reservoir, sehingga fluida tidak

dapat terangkat sampai kepermukaan. Diperlukan suatu metode untuk mengangkat

fluida dari reservoir sampai kepermukaan dan metode pengangkatan buatan atau

artificial lift digunakan untuk memproduksikan fluida tersebut. Banyak metode

pengangkatan buatan, daiantaranya adalah: Gaslift, Sucker Rod Pump (SRP),

Electric Submersible Pump (ESP), Hydraulic Pump Unit (HPU), Progressive

Cavity Pump (PCP).

Pemilihan Electric Submersible Pump sebagai salah satu teknik pengangkatan

buatan telah melalui beberapa pertimbangan, yaitu pertimbangan teknis dan

pertimbangan ekonomis. Electric Submersible Pump merupakan jenis pompa

sentrifugal bertingkat, dengan setiap tingkat terdiri dari impeller dan diffuser.

Fluida yang masuk melalui pump intake akan bergerak menuju tingkat pertama

pompa. Pada setiap tingkat, impeller akan memberikan gaya sentrifugal pada

fluida dengan mempercepat pergerakannya, sehingga fluida tersebut akan

memiliki energi lebih besar dari pada sebelumnya. Diffuser akan mengarahkan

1
fluida untuk bergerak menuju impeller pada tingakat berikutnya dan proses

tersebut akan terus berjalan sampai tingkat terakhir.

Pemilihan dan perencanaan Electric Submersible Pump sebagai salah satu

teknik pengangkatan buatan sangat dipengaruhi oleh kondisi laju produksi sumur

dan sifat fluida yang akan dipompa, serta kondisi reservoir dari sumur. Laju

produksi sumur berpengaruh terhadap pemilihan dan jenis ukuran pompa.

Pemilihan dan jenis ukuran pompa harus ditentukan karena setiap jenis pompa

memiliki laju produksi optimum sesuai yang dianjurkan berdasarkan jenis dan

ukuran pompa.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan yang diharapkan penulis dalam penulisan Kertas Kerja

Wajib ini sebagai berikut.

1) Memenuhi persyaratan kurikulum PEM Akamigas Tahun Akademik

2017/2018 program Diploma II pada Program Studi Teknik Produksi

Minyak dan Gas.

2) Menambah wawasan tentang kinerja dan evaluasi dari desain Electric

Submersible Pump (ESP).

3) Membandingkan antara teori yang didapat dari perkuliahan di kampus

dengan kenyataan di lapangan.

4) Sebagai pedoman bagi penulis dan pembaca dalam memahami dan

mengembangkan tulisan di masa yang akan datang.

2
1.3. Batasan Masalah

Dalam penulisan Kertas Kerja Wajib ini penulis hanya membatasi tulisan pada

evaluasi pompa ESP pada sumur Butun 27.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Kertas Kerja Wajib ini disusun sebagai berikut :

 Bab I, pendahuluan sebagai penyampaian latar belakang pemilihan judul,

maksud dan tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

 Bab II, membahas sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi, sejarah

produksi, serta sarana dan fasilitas produksi di lapangan BOB BSP-

PERTAMINA HULU.

 Bab III, tinjauan pustaka yaitu membahas tentang dasar teori productivity

index, inflow performance relationship, electric submersible pump (ESP)

dan peralatan-peralatannya yang berkaitan dengan evaluasi desain ESP.

 Bab IV, data sumur Butun 27 yang meliputi data reservoir, data ESP

terpasang, serta evaluasi ESP pada sumur Butun 27 sehingga dihasilkan

pemilihan dan jenis dari ESP untuk laju alir yang optimum.

 Bab V, simpulan hasil evaluasi dan saran dari penulis kepada perusahaan

baik dari hasil evaluasi ataupun hasil pengamatan langsung.

3
II. ORIENTASI UMUM

2.1 Sejarah Umum BOB PT Bumi Siak Pusako – Pertamina Hulu Energi

Dalam upaya pencarian minyak Sumatera Bagian Tengah operasi Pedada

dimulai sejak 1976 yang minyaknya dikirim ke unit refinery sungai Pakning.

Produksi minyak pada saat itu rata-rata 40.000 BOPD dan pada tahun 1994

pengiriman ke sungai Pakning diberhentikan. Pada saat ini pengirimannya melalui

GS Zamrud dan GS Pusaka dimana produksi rata-ratanya mencapai 12.000

BOPD. Tahun 2002 kontrak dengan CPI berakhir dan kemudian dikelola oleh

BOB PT.Bumi Siak Pusako – Pertamina Hulu Energi sampai saat ini.

Daerah operasional CPP Block diresmikan pada tanggal 9 Agustus 2002

oleh Bupati Siak Sri Indrapura. Kewenangan pengelolaan block ini diserahkan

pada BOB dari pemerintah dalam usaha pengawasan kegiatan MIGAS di

indonesia melalui BP Migas, selaku badan resmi pemerintah dalam pengawasan

usaha MIGAS di Indonesia pada tangga 6 Agustus 2002 setelah ditanda tangani

perjanjian Production Sharing and Contract for Oil (PSC).

Badan Operasi Bersama (BOB) yang dibentuk oleh Pertamina, perusahaan

minyak dan gas negara serta PT.Bumi Siak Pusako sebuah perusahaan minyak

daerah, merupakan badan pelaksana operasional pengelolaan Coastal Plain

Pekanbaru (CPP) block yang mampu menghasilkan 40.000 Barrel Oil Per Day

(BOPD).

4
Salah satu bentuk nyata dalam pelaksanaan operasional yang excellence

yang dilakukan oleh BOB adalah melakukan semua kegiatan perminyakan secara

aman dan effisien sesuai standart prinsip-prinsip pelestarian dan pengelolaan

intenasional.Sejarah CPP Block :

1971 Pertama kali kontrak ditandatangani, PT.Caltex Pacific Indonesia

1972 Pertama kali ladang minyak ditemukan (Kasikan field)

1973 Ladang minyak Pedada ditemukan

1975 Ladang minyak Zamrud ditemukan

1975 Pertama kali sumur minyak Kasikan #01 diproduksikan

1984 Puncak Produksi 99.000 BOPD

1994 Injeksi air (Waterflood) beroperasi di Zamrud

1998 Injeksi air (Waterflood) beroperasi di Pedada

2001 Berakhir kontrak CPI di CPP block dab diperpanjang 1 tahun

2002 CPP block diserahkan ke Pemkab Siak dan Pertamina Hulu (BOB)

Overview BOB PT.Bumi Siak Pusako – Pertamina Hulu Energi :

 Luas area, Km² : 9.996

 Jumlah Lapangan minyak : 33

 Jumlah Sumur : 702

 Produksi saat ini, BOPD : 12.296

 Air terproduksi, BWPD : 362.878

 Operasi 24 jam nonstop

 Metoda produksi menggunakan pompa & injeksi air

5
2.2 Sejarah Lapangan

Lapangan Pedada terdiri dari 10 struktur penghasil hydrocarbon yang

ditemukan dalam pemboran sumur eksplorasi dan pengembangan.

a. Gatam Field

Ditemukan pada Januari 1977 pada sumur “M” (eksplorasi) yang

mempunyai 4 formasi seluas 191 acre. Lapangan ini diproduksi pada Agustus

1981 dengan 8 sumur produksi. Namun saat ini sumur yang berproduksi hanya 3

sumur, dengan produksi sebesar 33 BOPD.

b. Benua Field

Ditemukan pada Januari 1978 pada sumur “M” (eksplorasi) yang

mempunyai 10 formasi seluas 1101 acre. Lapangan diproduksi pada Januari 1984

dengan 13 sumur produksi dan saat ini berproduksi dengan 43 sumur yang

menghasilkan minyak sebesar 1800 BOPD.

c. Dusun Field

Ditemukan pada Januari 1979 pada sumur “M” (eksplorasi) yang

mengasilkan 2 formasi minyak seluas 1395 acre.Lapangan diproduksikan pada

Januari 1984 dengan 3 sumur produksi dan fluida dipompakan langsung ke

Pusaka GS.Saat ini berproduksi dengan 9 sumur yang menghasilkan minyak

sebesar 470 BOPD.

d. Pusaka Field

Ditemukan pada Januari 1977 pada sumur “M” (eksplorasi, setelah pada

sumur “N” yang dibor Januari 1973 tidak ditemukan formasi minyak).Pada sumur

ini dihasilkan 13 formasi minyak pada luas cakupan 1706 acre.Lapangan ini

6
diproduksikan pertama kali pada April 1984 dengan 13 sumur produksi.Saat ini

menghasilkan minyak sebesar 1090 BOPD dari 27 sumur produksi yang langsung

diproses di Pusaka GS. Sebagai upaya meningkatkan produksi dilakukan Project

EOR pada Februari 1998 dan untuk menciptakan “ Zero Water Discharge ” telah

berhasil dicapai pada 18 September 2001.

e. Butun Field

Ditemukan pada Januari 1982 pada sumur (eksplorasi) “M” yang

menghasilkan 13 formasi penghasil minyak bumi pada luas cakupan 1118 acre.

Lapangan ini diproduksi pertama kali September 1989 dengan 9 sumur produksi

yang fluida terpompakan diproses di Pusaka GS. Saat ini berproduksi dengan 27

sumur yang menghasilkan minyak sebesar 1400 BOPD..

f. North Doral Field

Ditemukan pada Februari 1998 pada sumur (eksplorasi) “M” yang

mempunyai 4 formasi minyak luas cakupan 150 acre.Lapangan diproduksikan

pada Mei 1998 dengan 2 sumur produksi yang sampai saat ini menghasilkan

minyak sebesar 70 BOPD yang diproses diPusaka GS.

g. Doral Field

Ditemukan pada April 1985 pada sumur (eksplorasi) “M” yang

menghasilkan 5 formasi minyak dengan luas cakupan 150 acre.Saat ini

menghasilkan minyak sebesar 150 BOPD dari 4 sumur produksi yang ada dan

fluida diproses di Pusaka GS.

h. Sabak Field

7
Ditemukan pada sumur (eksplorasi) “M” yang mempunyai 6 formasi

minyak dengan luas cakupan 2072 acre. Lapangan diproduksikan pada Maret

1977 dengan 27 sumur produksi. Saat ini lapangan Sabak berproduksi sebesar 633

BOPD dengan 27 sumur produksi dan untuk tahun 2004 dilakukan Water flood

Project.

i. Pak Field

Ditemukan pada Februari 1988 pada sumur (eksplorasi) “M” yang

mempunyai 9 formasi minyak dengan luas cakupan 250 acre. Lapangan

diproduksi pada Oktober 1990. Saat ini berproduksi dengan 13 sumur yang

menghasilkan minyak sebesar 473 BOPD.

j. Pedada Field

Ditemukan pada Januari 1973 pada pemboran (eksplorasi) sumur “M” yang

menghasilkan 8 formasi minyak dan luas cakupan 1920 acre. Lapangan ini

berproduksi pertama kali pada November 1976 dengan 8 sumur produksi dan

minyak dikirim ke Kilang Sungai Pakning melalui pipa produksi 8 inch sepanjang

29 km. saat ini menghasilkan 3971 BOPD dengan 134 sumur produksi.

CPP Area of Operation


LEGEND
CPP Area
CPP Water flood
PUSING

PINANG
DAMAR

P. RUPAT

BANGKO
ANTARA
UJUNG TANJUNG
T. MEDAN
RANTAUBAIS
DUMAI
BUAYA SO. BALAM SE. BALAM BENAR
KUTU SERUNI
KERANG SINTONG P. BENGKALIS
NO. MENGGALA TELINGA BATANG
PAGER PUNCAK
P. BENGKALIS
SO. MENGGALA SIKLADI
KULIN
BAGANBELADA
KOPAR
TONGA JORANG PAK
ROKIRI PETANI JAMBON
PEM
PELITA DURI PAK
RANGAU PUDU BEKASAP N. SEBANGA
SEBANGA GATAM
PUTIH PINGGIR
P. PADANG
SANGSAM PUNGUT PEDADA
JINGGA INTAN
KELABU SABAK
MANDAR
WADUK ASIH NO PENASA BENUA
HITAM TALAS TANDUN
FAJAR DUSUN
RINTIS MINDAL AYU GARUK
PUSAKA BUTUN
LIBO NUSA
DORAL

N LINDAI
NILAM
NINIK
LANGGAK OSAM
KOTABATAK
KOTAGARO MINAS
TOPAZ BERUK N.E.

KASIKAN ZAMRUD
SURAM PETAPAHAN
RUMBAI IDRIS
25 KM
PAITAN
TERANTAM BUNGSU
BERUK

BESAR
PEKANBARU

8
Gambar 2.1 Peta Lapangan Produksi

2.3 Kondisi Lapangan Pedada

Dari sejarah geologi dan struktur bumi lapangan minyak Pedada berada

pada cekungan Sumatera Tengah. Disebelah barat daya cekungan tidak simetris

dibatasi oleh sesar serta singkapan batuan pra-tersier yang terangkat sepanjang

kaki pegunungan bukit barisan. Disebelah timur laut dibatasi oleh suatu daratan

tinggi yang terletak sejajar dengan pantai timur Sumatera sedangkan sebelah utara

dan barat laut dibatasi oleh tinggian Asahan, disebelah barat laut Pekanbaru

cekungan ini dibatasi oleh batuan pra-tersier.

2.3.1 Kondisi Reservoir Lapangan Pedada

Secara umum perangkap minyak bumi (reservoir) pada lapangan minyak

Pedada merupakan kombinasi antara lipatan dan patahan (anticlin dan fault)

sedangkan tenaga pendorong alamiah reservoirnya adalah air (water drive).

Wilayah lapangan minyak BOB PT.BSP-Pertamina Hulu :

 Zamrud

 Pedada

 West Area

9
Setiap area mempunyai karakteristik reservoir dan fluida yang berbeda,

secara umum dapat dikatakan reservoirnya tidak jauh berbeda. Susunan stratigrafi

dari Central Sumatra Basin secara umum sebagai berikut :

 Formasi Bekasap

 Formasi Pusaka

 Formasi Sihapas

Dari susunan stratigrafi formasi ini sifat fisik batuan dari tiap-tiap

reservoir berbeda. Hal ini tergantung kepada temperatur dan tekanan saat

terbentuk.

2.4 Geologi Reservoir

Reservoir Pedada termasuk kedalam formasi Bekasap pada 350 sand, 550

sand dan 700 sand yang terjebak pada perangkap antiklin dan patahan. Reservoir

ini bersifat water drive dengan data-data sebagai berikut :

 Porositas rata-rata 25%

 Permeabilitas 280 md

 Tekanan reservoir awal 284 psi

 Tekanan saat ini 198 psi

 42O API

 Pour point 80O F

Cekungan sumatera tengah merupakan salah satu cekungan tersier yang

telah terproduksi di Indonesia. Dengan estimasi cadangan minyak sebesar 956.81

10
MMSTB (data Kementerian ESDM 2002) hingga saat ini cekungan sumatera

tengah merupakan penghasil minyak besar di Indonesia.

Gambar 2.2 Cekungan Sumatera


2.5 Struktur Organisasi BOB PT Bumi Siak Pusako

BOB PT Bumi Siak Pusako, khususnya pada daerah operasi pedada area

memiliki struktur organisasi yang tersusun dari beberapa jabatan yang memiliki

tugas dan tanggung jawab masing-masing.

Team Manager Operation

Coord. TL. Operation TL. Operation Coord. Pump


Administrasi South North Shop

Sr. Technican Sr. Technican


South North

Operator GS Opetaror GS
Pusaka Pedada

Pumper Pumper Pumper Pumper

Gambar 2.3 Struktur Organisasi Operasi Pedada Area

2.6 Fasilitas

11
BOB PT.Bumi Siak Pusako memiliki fasilitas untuk kesejahteraan keryawan

antara lain :

 Sarana perumahan (didalam komplek BOB PT.Bumi Siak Pusako).

 Sarana Pendidikan (beasiswa bagi putra putri karyawan perusahaan)

 Sarana untuk beribadah.

 Sarana olahraga, meliputi lapangan sepakbola, Lapangan golf, Lapangan

tennis, Lapangan volley, Lapangan badminton, Billyard, dan Tenis meja.

 Sarana rekreasi, meliputi Auditorium, Game room, Pemancingan.

III. TINJAUAN PUSTAKA

Pada awalnya, sumur produksi dapat memproduksikan fluida

kepermukaan dengan menggunakan metode sembur alam (natural flow), di mana

tekanan reservoir dapat mengangkat fluida produksi dari dasar sumur sampai

kepermukaan dan mengalirkannya sampai ke fasilitas produksi di Gathering

Station. Akan tetapi, sumur produksi akan mengalami penurunan laju produksi

yang diakibatkan oleh berkurangnya tekanan reservoir, sehingga fluida tidak

dapat terangkat sampai kepermukaan. Diperlukan suatu metode untuk mengangkat

fluida dari reservoir sampai kepermukaan dan metode pengangkatan buatan atau

artificial lift digunakan untuk memproduksikan fluida tersebut. Banyak metode

pengangkatan buatan dan salah satunya adalah Electric Submersible Pump. Pada

bab ini akan dibahas prinsip-prinsip dasar dan perhitungan yang berkaitan pada

evaluasi dan perencanaan Electric Submersible Pump.

3.1. Produktivitas Formasi

12
Produktifitas formasi adalah kemampuan suatu formasi untuk

memproduksikan fluida yang dikandungnya pada kondisi tekanan tertentu.

Kemampuan sumur untuk memproduksikan fluidanya sangat tergantung pada

jenis reservoir dan tenaga pendorong (water drive, solution gas drive, gas cap

drive, combination drive mechanism) serta kondisi reservoir. Parameter yang

menyatakan produktivitas formasi adalah : Productivity Index (PI) dan Inflow

Performance Relationship (IPR).

3.1.1. Productivity Index (PI)

Pada dasarnya Productivity Index (PI) merupakan indikator potensi

produksi suatu sumur untuk berproduksi sebanyak volume fluida yang dinyatakan

dalam barel per hari pada suatu beda tekanan antara tekanan reservoir (Pr) dengan

tekanan alir (Pwf) di dasar sumur yang biasa disebut draw down (Pr – Pwf). PI

dinyatakan dalam barrel/day/psi dari total produksi (air dan minyak), sehingga

persamaan matematisnya adalah sebagai berikut:

Q
PI = ¿ ¿l ..............................................................(3.1)

Dimana :

PI : Productivity Index, bbl/day/psi

Ql : Laju Produksi, bbl/day

Pr : Tekanan Reservoir, psi

Pwf : Tekanan Alir Dasar Sumur, psi

Berdasarkan pengalaman, Kermit E Brown (1967) telah memberikan

batasan terhadap besarnya produktivitas sumur, yaitu sebagai berikut:

13
1. PI rendah jika nilainya kurang dari 0,5 (PI < 0,5)

2. PI sedang jika nilainya berkisar antara 0,5 sampai 1,5 (0,5 ≥ PI ≤ 1,5)

3. PI tinggi jika nilainya lebih dari 1,5 (PI > 1,5)

3.1.2. Inflow Performance Relationship (IPR)

Productivity Index (PI) yang diperoleh secara langsung atau teoritis hanya

merupakan gambaran secara kualitatif mengenai kemampuan suatu sumur untuk

berproduksi. Dalam perencanaan suatu sumur, ataupun untuk melihat kelakuan

suatu sumur untuk berproduksi, harga PI sangat menentukan dan dapat dinyatakan

secara grafik. Grafik harga PI tersebut disebut dengan grafik inflow performace

relationship (IPR). Grafik IPR dapat diperolah dari hubungan antara aliran fluida

dengan tekanan alir dasar sumur (Pwf). Grafik atau kurva IPR dapat dibagi menjadi

dua jenis berdasarkan kondisi fasa dari fluida yang diproduksikan.

a. Kurva IPR Satu Fasa

Berdasarkan definisi Productivity Index (PI), maka variable pembentuk kurva

IPR adalah laju produksi (Ql) dan tekanan alir dasar sumur (P wf). Kurva IPR satu

fasa akan berbentuk garis lurus karena tekanan reservoir maupun tekanan alir

dasar sumur masih di atas tekanan gelembung (Pb), sehingga tidak ada gas yang

terbebas dari cairan dan hanya fasa liquid saja yang mengalir. Kurva IPR satu fasa

ditunjukkan pada gambar 3.1. Untuk menghitung besarnya laju alir pada IPR satu

fasa persamaan 3.1 dapat diubah menjadi :

Ql=PI ×( Pr−Pwf )...........................................(3.2)

14
Di mana :

PI : Productivity Index, bbl/day/psi

Ql : Laju Produksi, bbl/day

Pr : Tekanan Reservoir, psi

Pwf : Tekanan Alir Dasar Sumur, psi

Gambar 3.1 Kurva IPR Satu Fasa

b. Kurva IPR Dua Fasa

Karena terjadi perubahan tekanan di dasar sumur, maka ketika tekanan alir

dasar sumur (Pwf) di bawah bubble point pressure (Pb) minyak, gas yang semula

larut akan terbebaskan dan menjadikan fluida menjadi dua fasa yang akan

membentuk IPR tersebut melengkung. Hal ini menunjukkan bahwa PI akan

berkurang dengan naiknya laju produksi seperti pada gambar 3.2. Persamaan IPR

dua fasa ini telah dikembangkan oleh Vogel. Metode Vogel ini bisa digunakan

15
untuk kondisi tekanan di atas dan dibawah buble point pressure. Kurva IPR di

atas buble point pressure akan berbentuk gasis lurus, sedangkan untuk di bawah

buble point pressure kurva IPR berbentuk garis melengkung.

Gambar 3.2 Kurva IPR Dua Fasa

Pada penelitian ini menggunakan IPR metode Vogel karena metode ini

merupakan metode IPR dua fasa dan dapat digunakan untuk saturated oil

reservoir dan undersaturated oil reservoir.

Vogel mengembangkan persamaan menggunakan anggapan bahwa:

a. Reservoir bertenaga pendorong gas.

b. Tekanan reservoir di bawah tekanan bubble point.

c. Faktor skin sama dengan nol.

Persamaan Vogel dapat ditulis sebagai berikut :


2
q Pwf P
qmax
=1−0,2 ( ) ( )
Pr
−0,8 wf
Pr
.........................(3.3)

Keterangan:

16
q = laju alir, BPD

qmax = maksimum laju alir @Pwf = 0, BPD

Pr = tekanan reservoir, psi

Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi

Metode Vogel dapat digunakan untuk membuat kurva IPR pada dua tipe

kondisi reservoir yaitu :

1) Saturated oil reservoir (Pr < Pb)

2) Undersaturated oil reservoir (Pr > Pb)

1) Saturated Oil reservoir (Pr < Pb)

Ketika tekanan reservoir sama atau di bawah tekanan bubble point, maka

reservoir minyak disebut sebagai saturated oil reservoir. Prosedur perhitungan

untuk pembuatan kurva IPR menggunakan metode Vogel pada saturated oil

reservoir dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a) Menentukan qmax dengan persamaan:

q
q max =
P wf Pwf 2 ....................................................(3.4)
1−0,2
Pr( ) ( )
−0,8
Pr

b) Menentukan harga q dengan asumsikan harga Pwf dengan persamaan :

2
P P
q=q max
( ( ) ( ))
1−0,2 wf −0,8 wf
Pr Pr
...............................................(3.5)

c) Plot harga q pada berbagai hargai Pwf

2) Undersaturated Oil Reservoir (Pr > Pb)

17
Beggs (1991) menyatakan bahwa penggunaan metode Vogel untuk

undersaturated oil reservoir mempunyai dua kemungkinan yang harus

diperhatikan dalam penggunaanya yaitu :

 Kondisi Pr > Pb dan Pwf test > Pb

Kondisi Pr > Pb dan Pwf test > Pb ditunjukkan oleh gambar 3.2 case 1

(Pwf test > Pb). Beggs menguraikan prosedur untuk menentukan kurva IPR

ketika tekanan alir dasar sumur lebih besar atau sama dengan tekanan bubble

point sebagai berikut:

a) Hitung harga PI dengan menggunakan persamaan 3.1.

b) Hitung harga laju alir saat tekanan bubble point (q b) menggunakan

persamaan :

q b=PI ( Pr −Pb )...........................................................................(3.6)

c) Menentukan harga q max dengan menggunakan persamaan :

PI × Pb
q max =qb + .......................................................................(3.7)
1,8

d) Menggunakan harga q pada saat Pwf < Pb menggunakan persamaan :

2
PI × Pb P P
q=q b +
1,8 ( ( ) ( ))
1−0,2 wf −0,8 wf
Pr Pr
.................................(3.8)

e) Ketika harga Pwf > Pb maka kurva IPR berbentuk linear sehingga untuk

menghitung harga q dapat menggunakan persamaan 3.2.

f) Plot q vs Pwf

 Kondisi Pr > Pb dan Pwf test < Pb

18
Ketika kondisi Pr > Pb dan Pwf < Pb ditunjukkan pada gambar 3.2 case 2

(Pwf test < Pb). Maka prosedur pengerjaan pembuatan kurva IPR dapat

dilakukan sebagai berikut :

a) Penentuan harga PI menggunakan persamaan sebagai berikut :

q
PI = 2
P P P ............................(3.9)
( ( ) ( ))
( P r−Pb ) + 1,8b 1−0,2 Pwf −0,8 Pwf
r r

b) Menentukan harga qb menggunakan persamaan 3.6

c) Menentukkan harga q max menggunakan persamaan 3.7

d) Meenntukan harga q pada berbagai harga P wf saat Pwf > Pb menggunakan

persamaan 3.2

e) Menentukan harga q pada berbagai harga Pwf saat Pwf < Pb menggunakan

persamaan 3.8

f) Plot harga qo vs Pwf

3.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir

Sifat fisik fluida (gas, minyak dan air) perlu diketahui karena merupakan

variabel utama aliran fluida dalam media berpori maupun dalam pipa. Sifat fisik

fluida yang akan dibahas adalah sifat fisik fluida yang mempengaruhi

pererncanaan Electric Submersible Pump (ESP) yaitu specific gravity fluida (SG),
o
API, tekanan bubble point (Pb), gas oil ratio (GOR), kelarutan gas dalam minyak

(Rs), faktor volume (FV), faktor compresibilitas (Z factor), viskositas (µ).

3.3. Specific Gravity Fluida (SGf)

19
Specific gravity fluida (SGf) adalah perbandingan antara densitas fluida

dengan fresh water pada kondisi standard (14,7 psi, 60oF) yaitu 62,4 lb/cuft atau 1

gr/cc. Sehingga specific gravity fluida adalah :

ρf lb/cuft ρ gr /cc
SGf = atau SGf = f ............................(3.10)
62,4 lb/cuft 1 gr /cc

Sedangkan besaran yang digunakan untuk menyatakan spesific gravity (SG)

dari minyak adalah oAPI . Adapun harga o


API dapat ditentukan besaran SG

dengan hubungan sebagai berikut :

141,5 141,5
SG= atau API= −131,5................(3.11)
( 131,5+ ° API ) SG

Specific gravity fluida campuran (SGf mix) dapat dihitung apabila harga

specific gravity air (SGw), specific gravity minyak (SGo) dan water cut (WC)

diketahui, yaitu dengan menggunakan persamaan berikut :

SG f mix=( 1−WC ) × SG o +WC × SG w..........................(3.12)

Keterangan :

SGf mix = specific gravity fluida campuran

SGo = specific gravity minyak

SGw = specific gravity air

WC = water cut

3.4. Bubble Point Pressure (Pb)

Bubble point pressure adalah suatu tekanan dimana terjadi pembentukan gas

untuk pertama kali dari larutan minyak yang disebabkan oleh penurunan tekanan

secara isothermal pada reservoir. Harga bubble point pressure dapat ditentukan

dari uji laboratorium PVT.

20
3.5. Kelarutan Gas Dalam Minyak (Rs)

Kelarutan gas dalam minyak didefinisikan sebagai banyaknya cubic-feet gas

dalam keadaan standard yang terlarut dalam minyak mentah sebanyak satu barrel

dalam tanki, dinyatakan dalam satuan SCF/STB. Kelarutan gas dipengaruhi oleh

tekanan, temperatur, densitas, gas spesifik gravity, derajat API gravity minyak.

Untuk menghitung gas terlarut pada tekanan dan temperatur tertentu dapat

menggunakan korelasi dari Standing yaitu :

1
61,11 100,0125 x(° API )
R s=γ g ×
[ 18
×
100,00091 x(T) ] 0,83
.........................(3.13)

Dimana :
Rs = Kelarutan gas dalam minyak, SCF/BBL
T = Temperatur, oF
P = Tekanan, psi.

3.6. Faktor Volume Formasi (FVF)

Faktor Volume Formasi didifinisikan sebagai perbandingan volume fluida di

dalam reservoir terhadap volume fluida pada kondisi standard. Volume air,

minyak maupun gas dalam reservoir banyak dipengaruhi oleh tekanan dan

temperatur, hal ini berhubungan dengan banyaknya gas yang terlarut dalam fluida

tersebut.

Perubahan volume pada air sangat kecil sekali, ini disebabkan karena

kelarutan gas dalam air relatif kecil, maka harga Bw sering dianggap 1 RB/STB,

sehingga ini bisa diabaikan untuk perhitungan air.

21
Perubahan volume minyak oleh perubahan tekanan dan temperatur dihitung

untuk menentukan faktor volume formasi minyak. Faktor tersebut juga merupakan

perubahan volume karena masuknya fasa gas kedalam larutan minyak.

Faktor volume formasi didefinisikan sebagai perbandingan volume fluida

dalam reservoir dengan fluida pada kondisi standard.

a. Faktor volume gas (Bg)

Faktor volume gas (Bg) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

0,0282 × Z × T
Bg = ( BBL /SCF ) ................................(3.14)
P

Keterangan:

Z = Faktor penyimpangan gas nyata dengan gas ideal

T = Temperatur,oR

P = Tekanan, psi

b. Faktor volume minyak (Bo)

Faktor volume formasi minyak digunakan untuk menghitung volume pada

kondisi reservoir yang meliputi 1 stock tank barrel ditambah dengan volume

gas terlarut. Standing membuat korelasi untuk menghitung faktor volume

formasi minyak (Bo), yaitu:

1, 175
B o = 0 , 972 + 0 , 000147 x F ..................(3.15)

22
0,5
γ
F = Rs x g
γo () + 1 ,25 x T
.................(3.16)

Keterangan:

Bo = faktor volume formasi minyak, Bbl/STB

Rs = kelarutan gas dalam minyak, SCF/STB

γg = spesific gravity gas

γo = spesific gravity minyak

T = temperatur, oF

3.7. Electric Submersible Pump

Electric Submersible Pump (ESP) adalah salah satu artifitial lift yang

digunakan untuk mengangkat fluida dari reservoir ke permukaan dikarenakan

tenaga pendorong alamiah sudah tidak mampu mendorong fluida sampai ke

permukaan. Electric submersible pump (ESP) dibuat atas dasar pompa sentrifugal

bertingkat banyak (multi stage) dan masing-masing tingkat terdiri dari impeller

dan difusser yang dimasukkan ke dalam rumah pompa. Jumlah stages pompa

bergantung pada head pengangkatan. ESP digerakkan dengan motor listrik

melalui poros motor (shaft) yang akan memutar sudu-sudu (impeller) pompa

sehingga menimbulkan gaya sentrifugal yang digunakan untuk mendorong fluida

23
ke permukaan. Untuk kondisi operasi keseluruhan rangkaian pompa ESP dan

motor ditenggelamkan ke dalam fluida dalam sumur.

3.8. Peralatan ESP

Secara umum peralatan Electric Submersible Pump (ESP) dapat dibagi

menjadi dua bagian, yaitu:

a) Peralatan di atas permukaan, terdiri atas:

1) Transformer

2) Switchboard/Variable Speed Drive (VSD)

3) Junction Box

4) Wellhead Assembly

b) Peralatan di bawah permukaan, terdiri atas:

1) Power Cable

2) Bleeder Valve

3) Check Valve

4) Pump ESP

5) Protector

6) Motor

a. Peralatan ESP di Atas Permukaan

Unit peralatan atas permukaan ESP terdiri dari beberapa komponen utama,

yaitu: transformer, switchboard/variable speed drive, junction box, wellhead

assembly. Peralatan atas permukaan tersebut berperan dalam mengontrol kondisi

ESP di bawah permukaan.

24
1. Transformer

Tansformer merupakan alat untuk mengubah tegangan listrik, bisa untuk

menaikkan atau menurunkan tegangan. Alat ini terdiri dari core (inti) yang

dikelingi oleh coil dari lilitan kawat tembaga. Core dan coil direndam dalam

minyak trafo sebagai pendingin dan isolasi. Perubahan tegangan akan sebanding

dengan jumlah lilitan kawatnya. Biasanya tegangan input transformer diberikan

tinggi agar didapat amper yang rendah pada jalur transmisi, sehingga tidak

dibutuhkan kabel (penghantar) yang besar. Tegangan input yang tinggi akan

diturunkan dengan menggunakan step-down transformer sampai dengan tegangan

yang dibutuhkan oleh motor.

2. Switchboard/VSD

Switcboard/VSD adalah panel kontrol kerja di permukaan saat pompa bekerja

yang dilengkapi dengan motor controller, overload dan underload protection serta

alat pencatat (recording instrument) yang bekerja secara manual ataupun otomatis

apabila terjadi penyimpangan. Fungsi utama dari switchnboard adalah:

a. Untuk mengontrol kemungkinan terjadinya downhole problem seperti:

overload atau underload current.

b. Auto restart setelah underload pada intermittent well.

c. Mendeteksi unbalance voltage.

Pada switchboard biasanya dilengkapi dengan ammeter chart yang berfungsi

untuk mencatat arus motor versus waktu ketika motor bekerja.

25
Gambar 3.4 Switchboard

3. Junction Box

Junction box ditempatkan diantara kepala sumur dan switchboard untuk

mengeluarkan gas yang naik ke atas melalui kabel karena bisa menyebabkan

terjadinya kebakaran pada switcboard. Junction box berada 2 sampai 3 ft di atas

permukaan tanah. Fungsi dari junction box antara lain:

a. Sebagai ventilasi terhadap adanya gas yang mungkin bermigrasi ke permukaan

melalui kabel agar terbuang ke atamosfer.

b. Sebagai terminal penyambungan kabel dari dalam sumur dengan kabel dari

switchboard.

26
Gambar 3.5 Junction Box

3. Wellhead Assembly

Wellhead atau kepala sumur dilengkapi dengan tubing hanger khusus yang

mempunyai lubang untuk cable pack-off atau penatrator. Cable pack-off ini

biasanya tahan sampai tekanan 5000 psi. Tubing hanger dilengkapi juga dengan

lubang untuk hydraulic control line, yaitu saluran cairan hydraulic dilengkapi

dengan seal agar tidak bocor pada lubang untuk kabel.

27
Gambar 3.6 Wellhead Assembly

b. Peralatan ESP di Bawah Permukaan

Peralatan bawah permukaan ESP terdiri dari power cable, bleeder valve,

check valve, pump ESP, pump intake, protector, motor dan centralizer. Dalam

instlasinya unit bawah permukaan ESP ditenggelamkan dalam fluida dengan

disambung tubing yang kemudian digantung pada wellhead.

1. Power Cable

Jenis kabel listrik umtuk unit-unit ESP harus tahan terhadap rendaman

minyak, gas maupun air asin, tekanan dan suhu tinggi, korosi dan gesekan-

gesekan fisik dengan dinding dalam casing. Kabel yang dipakai adalah 3 jenis

konduktor. Dilihat dari bentuknya ada dua jenis kabel, yaitu flat cable type dan

round cable type. Fungsi kabel tersebut adalah sebagai media penghantar arus

listrik dari switchboard sampai ke motor di dalam sumur. Secara umum ada 2

jenis kabel yang lazim digunakan di lapangan, yaitu:

28
 Low temperature cable, yang biasanya dengan material isolasinya terdiri dari

jenis polypropylene ethylene (PPE) atau nitrile. Direkomendasikan untuk

pemasangan pada sumur-sumur dengan temperatur maksimum 205oF.

 High temperature cable, banyak dibuat dengan jenis ethylene prophylene

diene methylene (EPDM). Direkomendasikan untuk pemasangan pada sumur-

sumur dengan temperatur tinggi sampai 400oF.

Kabel ESP harus mempunyai isolasi dan sarung yang baik. Bagian dari kabel

biasanya terdiri dari:

a. Konduktor (Conductor)

b. Isolasi (Isolation)

c. Sarung (Sheath)

d. Jaket (Jacket)

Gambar 3.7 Power Cable

2. Check Valve

Check valve biasanya dipasang pada tubing (2–3 joint) di atas pompa.

Bertujuan untuk menjaga fluida tetap berada di atas pompa. Jika check valve tidak

dipasang maka kebocoran fluida dari tubing (kehilangan fluida) akan melalui

29
pompa yang dapat menyebabkan aliran balik dari fluida yang naik ke atas, sebab

aliran balik (back flow) tersebut membuat putaran impeller berbalik arah, dan

dapat menyebabkan motor terbakar atau rusak.

Jadi umumnya check valve digunakan agar tubing tetap terisi penuh dengan

fluida sewaktu pompa mati dan mencegah supaya fluida tidak turun ke bawah.

3. Bleeder Valve

Bleeder valve dipasang dipasang satu joint di atas check valve yang berfungsi

untuk mengeluarkan fluida yang berada di dalam tubing. Bleeder valve dipasang

jika check valve dipasang pada tubing.

4. Centralizer

Centrlizer berfungsi untuk menjaga kedudukan pompa selalu di tengah–

tengah sehingga kerusakan kabel karena gesekan dapat dicegah.

5. Centrifugal Pump

Unit pompa merupakan multistage centrifugal pump, yang terdiri dari:

impeller, diffuser, shaft (tangkai) dan housing (rumah pompa), di dalam housing

pompa terdapat sejumlah stage, dimana setiap stage terdiri dari satu impeller dan

satu diffuser. Jumlah stage yang dipasang pada setiap pompa akan dikorelasi

langsung dengan head capacity dari pompa tersebut. Dalam pemasangannya bisa

menggunakan lebih dari satu (tandem) tergantung dari head capacity yang

dibutuhkan untuk menaikkan fluida dari lubang sumur ke permukaan. Impeller

merupkan bagian yang bergerak, sedangkan diffuser adalah bagian yang diam.

30
Seluruh stage disusun secara vertikal, dimana masing-masing stage dipasang

tegak lurus pada poros pompa yang berputar pada housing, seperti yang

ditunjukkan dalam gambar 3.8.

Gambar 3.8 Unit Pompa ESP

Prinsip pompa ini yaitu fluida yang masuk ke dalam pompa melalui intake

pompa akan diterima oleh stage paling bawah dari pompa, impeller akan

mendorongnya masuk, sebagai akibat proses sentrifugal maka fluida akan

terlempar keluar dan diterima diffuser.

6. Pump Intake (Gas Separator)

Pump intake dipasang dibawah pompa dengan cara menyambungkan

sumbunya (shaft) memakai coupling. Pump intake ada yang dirancang untuk

mengurangi volume gas yang masuk ke dalam pompa, disebut dengan gas

separator.

31
Ada beberapa intake yang populer dipakai, yaitu:

a. Standart intake, dipakai untuk sumur dengan GLR rendah. Jumlah gas yang

masuk pada intake harus kurang dari 10% sampai dengan 15% dari total

volume fluida. Intake mempunyai lubang untuk masuknya fluida ke pompa

dan pada bagian luar dipasang selubung untuk masuknya fluida ke pompa, dan

dibagian luar dipasang selubung (screen) yang gunanya untuk menyaring

partikle padatan sebelum masuk ke dalam pompa.

b. Rotary Gas Separator, peralatan ini dapat memisahkan gas sampai dengan

90% dan biasanya dipasang untuk sumur-sumur dengan GLR tinggi. Gas

separator jenis ini tidak direkomendasikan untuk dipasang pada sumur-sumur

yang abrasive.

c. Static gas separator atau sering disebut reserve gas separator, yang dipakai

memisahkan gas hingga 20% dari fluidanya.

Gambar 3.9 Pump Intake

7. Protector

32
Protector sering juga disebut seal section. Alat ini berfungsi untuk menahan

masuknya fluida kedalam motor. Adapun fungsi yang lain dari pemasangan

protector adalah sebagai berikut :

 Menghubungkan motor dan pompa dengan menghubungkan poros motor ke

poros pompa.

 Sebagai tempat thrust bearing pompa untuk menahan gerakan aksial dari

pompa.

 Memberikan ruangan untuk minyak pelumas motor yang akan mengembang

dan kontraksi karena adanya pengaruh temperatur dari minyak pelumas

motor.

Secara umum protector mempunyai 2 macam tipe yaitu:

1. Positive seal atau modular type protector

2. Labyrinth tipe protector.

Gambar 3.10 Protector

33
8. Electric Motor

Jenis motor ESP adalah motor listrik induksi 2 kutub 3 fasa yang diisi dengan

minyak pelumas khusus yang mempunyai tahanan listrik (dielectric strength)

tinggi. Tenaga listrik untuk motor diberikan dari permukaan melalui kabel listrik

sebagai penghantar ke motor. Putaran motor adalah 3400 RPM-3600 RPM

tergantung besarnya frekuensi yang diberikan serta beban yang diderita oleh

pompa saat mengangkat fluida.

Secara garis besar motor ESP sama juga seperti motor listrik yang lain,

memppunyai 2 bagian pokok, yaitu:

 Rotor (bagian yang berputar)

 Stator (bagian yang diam)

Stator menginduksi aliran listrik dan mengubah menjadi tenaga putaran pada

rotor. Dengan berputarnya rotor maka poros (shaft) yang berada di tengah akan

ikut berputar pula (poros pompa, intake dan protector).

Untuk jenis motor listrik induksi dikenal putaran medan magnet atau putaran

motor kalau seandainya tidak ada faktor kehilangan atau internal motor losses

yang diakibatkan oleh beban shaft (shaft load) dan friction. Putaran motor yang

biasanya tertera pada name plate dari pabrik misalnya: 3500 RPM/60 Hz.

Panas yang ditimbulkan oleh putaran rotor akan dipindahkan ke housing

motor melalui media minyak motor, untuk selanjutnya dibawa ke permukaan oleh

fluida sumur.

Fungsi dari minyak tersebut adalah:

 Sebagai pelumas,

34
 Sebagai tahanan (isolasi),

 Sebagai media penghantar panas motor yang ditimbulkan oleh perputaran

rotor ketika motor tersebut sedang bekerja.

Gambar 3.11 Motor Pompa ESP

Minyak tersebut harus mempunyai spesifikasi tertentu yang bisanya sudah

ditentukan oleh pabrik yaitu berwarna jernih, tidak mengandung bahan kimia,

dielectrict strength tinggi, lubricant dan tahan panas. Minyak yang diisikan akan

mengisi semua celah-celah yang ada dalam motor, yaitu antara motor dan stator.

Panas yang ditimbulkan oleh putaran rotor akan dipindahkan ke housing motor

melalui media minyak motor, untuk selanjutnya dibawa ke permukaan oleh fluida

sumur. Untuk mendapatkan pendinginan yang sempurna maka pemasangan ESP

unit dianjurkan di atas perforasi untuk memastikan fluida yang masuk ke pump

intake melewati seluruh housing motor.

Tetapi dalam suatu pertimbangan tertentu, ESP bisa juga dipasang di bawah

perforasi dengan memakai casing shroud (selubung pelindung) yang digantung di

bagian atas intake sampai ke bagian bawah motor. Untuk mendapatkan

pendinginan yang baik, pihak pabrik sudah menentukan bahwa kecepatan fluida

35
yang melewati motor harus lebih dari 1 ft/sec. Kurang dari itu motor menjadi

panas dan memungkinkan motor terbakar.

3.9. Tahapan Evaluasi ESP

Didalam tahapan evaluasi suatu instalasi sumur ESP diperlukan data-data

yang akan dipergunakan sebagai dasar perhitungan dan beberapa langkah

perhitungan.

1. Pengumpulan Data

a. Data produksi sumur

 Wellhead pressure (WHP)

 Laju alir liquid (Ql)

 Laju alir oil (Qo)

 Laju alir water (Qw)

 Water cut

b. Data reservoir sumur

 Tekanan reservoir (Pr)

 Pressure Well Flowing (Pwf)

 Bubble Point Pressure (Pb)

c. Data fluida reservoir

 SG water

 SG gas

 oAPI

d. Sumber Tenaga

 Interval open hole (TVD)

36
 Middle Perforation Depth (TVD)

 Tubing OD, inchi

 Tubing ID, inchi

 Panjang tubing

e. Data pompa ESP terpasang

 Type pompa

 Pump setting depth (TVD)

 Stages

 Operating range

2. Tahapan Evaluasi Pompa ESP

a. Penentuan Kapasitas Produksi

Untuk menentukan kapasitas produksi dilakukan dengan melakukan

analisa Inflow Performance Relationship (IPR). IPR menggunakan persamaan

Vogel. Setelah memperoleh kurava IPR maka dapat dilakukan pemilihan laju

alir yang optimum yang dinginkan pada tekanan alir dasar sumur.

b. Penentuan Gradien Tekanan Fluida

Penentuan specific gravity fluida campuran menggunakan persamaan 3.12.

Besarnya graadien fluida campuran dapat dihitung dengan persamaan sebagai

berikut :

SG f mix=( 1−WC ) × SG o +WC × SG w................................................(3.17)

Gf mix=0,052× 8,33× SG f mix .........................................................(3.18)

Keterangan :

SGf mix = specific gravity fluida campuran

37
Gf mix = gradien fluida campuran, psi/ft

c. Penentuan Static Fluid Level dan Working Fluid Level

Sebelum perhitungan pump setting depth (PSD) dilakukan, terlebih dahulu

diketahui parameter yang menentukannya, yaitu static fluid level (SFL) dan

working fluid level (WFL). SFL dan WFL dapat dihitung dengan persamaan

sebagai berikut :

1) Static fluid level (SFL) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

Ps
SFL=MiddlePerforationDepth−
( )
Gf
................................(3.19)

2) Penentuan working fluid level (WFL) pada laju produksi yang diharapkan

menggunakan persamaan sebagai berikut.

P wf
WFL=MiddlePerforationDepth−
( )
Gf
...............................(3.20)

Keterangan :

Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi

Gf = gradien tekanan fluida, psi/ft

Ps = tekanan static, psi

3) Perhitungan Laju Alir Total pada Pump Intake Pompa ESP Terpasang

Perhitungan Laju Alir Total pada Pump Intake Pompa ESP Terpasang

dapat dilakukan dengan menghitung pump intake pressure terlebih dahulu.

Pump intake presure dipengaruhi oleh pump setting depth dan tekanan alir

dasar sumur. Perhitungan pump intake pressure dapat dilakukan dengan

persamaan sebagai berikut.

38
PIP=P wf −((MPD−PSD)×G f ) ......................................... (3.21)

Keterangan :

PIP = pump intake pressure, psi

Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi

MPD = kedalaman tengah perforasi, ft

PSD = pump setting depth, ft

Gf = gradien tekanan fluida, psi/ft

Terdapatnya gas bebas pada pump suction bergantung pada pump

intake pressure (PIP) dan bubble point pressure dari fluida yang

terproduksi. Maka ada dua kemugkinan yang akan tejadi, yaitu :

a) Jika harga PIP lebih besar dari bubblepoint pressure maka tidak ada

gas bebas yang masuk ke dalam pompa.

b) Jika harga PIP lebih rendah atau sama dengan bubblepoint pressure

maka gas terlarut akan memisah dari minyak menjadi gas bebas.

Jumlah gas bebas yang terdapat pada kondisi PIP dipat dihitung

dengan GOR, dan jumlah gas telarut pada fluida yang diprduksikan,

seperti persmaan berikut :

q'g =q o ( GOR−R s ) B g ..............................................................(3.23)

Keterangan :

qg’ = laju alir gas bebas, CF/D

qo = laju alir minyak, STB/D

GOR = gas oil ratio, SCF/STB

39
Rs = jumlah gas terlarut, SCF/STB

Bg = faktor volume gas pada kondisi PIP, CF/SCF

Perhitungan laju alir volumerik minyak dan air pada kondisi pump

intake pressure dapat dilakukan dengan persamaan sebagai beikut.

q o @ PIP=q o×B o ..................................................................(3.24)

q w @ PIP=q o ×B w ..................................................................(3.25)

Karena air merukan jenis fluida yang incompreessble maka faktor volume

dari air adalah 1 Bbl/STB. Sehinga laju alir liquid dapat dihitung dengan

persamaan sebagai berikut.

ql @ PIP=(qo ×Bo )+qw .........................................................(3.26)

Keterangan :

qo = laju alir minyak, STB/D

qw = laju alir air, STB/D

ql = laju alir liquid, STB/D

Bo = faktor volume minyak, Bbl/STB

Bw = faktor volume air, 1 Bbl/STB

d. Total Dynamic Head (TDH)

TDH adalah tekanan total discharge pompa yang dikonversikan dalam bentuk

panjang (ft) agar fluida produksi dapat sampai ke permukaan. Perhitngan total

dynamic head dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menentukan Friction loss di tubing (ft)

40
Menggunakan persamaan ”Hazen – Wiliams formula” seperti di bawah

ini:
1,85 1,85
100 q
F=
2,083
C [ ] [ ]
4,8655
34,3 ........................................................(3.27)
ID

L×F
Hf = (1000 ) ........................................................................ (3.28)

Keterangan :

F = Friction Loss per 1000 ft

Hf = Friction loss di tubing, ft

Q = Laju alir, BPD

C = 120 (untuk pipa baru) dan 100 (untuk pipa lama)

ID = Tubing Diameter, inch

L = Panjang Tubing, ft

2) Menentukan head pada THP (Ht)

Tubing Head Pressure (THP) adalah tekanan di tubing head. THP harus

mampu mengalirkan fluida sampai ke separator. Tekanan pada tubing

head (psi) dapat dikonversikan menjadi panjang head (ft) dengan

persamaan sebagai berikut.

Pwh
Ht=
Gf ...............................................................................(3.29)

Dari ketiga persamaan di atas maka dapat dihitung Total Dynamic Head

(TDH) dengan persamaan sebagai berikut.

TDH =WFL+Hf +Ht .........................................................(3.30)

41
Kererangan :

TDH = Total dynamic head, ft

WFL = working fluid level

Hf = friction loss di tubing, ft

Ht = kehilangan tekanan di wellhead, ft

3. Evaluasi Pompa

Evaluasi pompa dapat dilakukan dengan memperhatikan kapasitas pompa dan

jumlah stage pompa yang terpasang.

a. Menentukan kapasitas pompa

Kapasitas pompa harus disesuaikan dengan kapasitas produksi sumur.

Laju alir dari sumur harus berada pada operating range yang direkomendasikan

dari pabrik pembuat untuk setiap jenis pompa. Apabila laju produksi melebihi

batas operating range, maka pompa tersebut mengalami kondisi upthrust dan

apabila laju produksi dibawah batas operating range, maka pompa tersebut dalam

kondisi downthrust.

b. Menghitung Jumlah Stage Pompa.

Dengan menggunakan Pump Performance Curve maka dapat diketahui

head per stage dari pompa yang dipilih pada laju alir tertentu. Perhitungan jumlah

total stage pompa yang dibutuhkan dapat didapat dari persamaan:

TDH
=
Jumlah stage head/stage ................................................................(3.31)

Apabila jumlah stage pompa yang terpasang kurang dari jumlah stage minimal

pompa yang dibutuhkan untuk mengalirkan fluida dari sumur ke permukaan,

42
maka pompa akan bekerja terlalu berat (overload) dan bisa mengakibatkan fluida

tidak sampai ke permukaan.

43

Anda mungkin juga menyukai