Anda di halaman 1dari 8

Kecurangan Sistem Informasi Akuntansi (Contoh Kasus Audit Aset Tetap)

KASUS AUDIT ASSET TETAP

Pada Desember 2006 Indonesia Corruptin Watch (ICW) melaporkan kasus dugaan
korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam ruislaag (tukar guling) antara asset
PT. Industri Sandang Nusantara (ISN), sebuah BUMN yang bergerak di bidang tekstil,
dengan asset PT. GDC, sebuah perusahaan swasta. Dalam ruislaag tersebut PT. ISN
menukarkan tanah seluas 178.497 meter persegi di kawasan Senayan dengan Tanah seluas 47
hektar beserta Pabrik dan mesin di karawang.
Berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II Tahun
Anggaran 1998/1999, menyatakan ruislaag itu berpotensi merugikan keuangan Negara
sebesar Rp. 121,628 miliar.
Kerugian itu terdiri dari kekurangan luas bangunan pabrik dan mesin milik PT. GDC
senilai Rp. 63,954 miliar, berdasarkan penilaian aktiva tetap oleh PT. Sucofindo pada 1999;
penyusutan nilai asset pabrik milik PT. GDC senilai Rp. 31,546 miliar; dan kelebihan
perhitungan harga tanah senilai Rp. 0,127 miliar. Selain itu juga ditemukan bahwa terdapat
nilai saham yang belum dibayarkan oleh PT. GDC sebesar Rp. 26 miliar.
REVIEW AUDIT KECURANGAN
(FRAUD AUDITING)
Sebelum membahas fraud auditing (kecurangan auditing) kita akan membahas
kecurangan terlebih dahulu. Fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang disengaja
dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan
memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena
adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan
kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan
tersebut.
1. Jenis-jenis Kecurangan
Sebagai suatu konsep hukum yang luas, kecurangan merupakan setiap
ketidakjujuran yang disengaja untuk merampas hak atau kepemilikan orang atau pihak
lain. Dalam konteks audit atas laporan keuangan, kecurangan didefinisikan sebagai salah
saji dalam laporan keuangan yang dilakukan dengan sengaja. Dua kategori kecurangan
adalah kecurangan dalam laporan keuangan dan penyalahgunaan aset.
(a) Kecurangan Dalam Laporan Keuangan
Kecurangan dalam laporan keuangan adalah salah saji atau penghapusan
terhadap jumlah ataupun pengungkapan yang sengaja dilakukan dengan tujuan untuk
mengelabui para penggunanya. Sebagian besar kasus melibatkan salah saji terhadap
jumlah yang dilaporkan dibandingkan terhadap pengungkapan.
Sebagai contoh Worldcom yang dilaporkan telah mengapitalisasi jutaan dollar
pengeluaran sebagai aset tetap, yang semestinya harus dibebankan. Penghapusan
terhadap jumlah yang dilaporkan merupakan kasus yang kurang umum ditemukan,
namun sebuah perusahaan dapat melebihsajikan pendapatan dengan menghapus
hutang dagang dan liabilitas lainnya.
Sementara dalam sebagian besar kasus kecurangan dalam laporan keuangan
melibatkan usaha untuk melebihsajikan pendapatan, apakah dengan cara
melebihsajikan aset dan pendapatan atau pun dengan menghapus liabilitas dan beban,
perusahaan juga dengan sengaja mengurangsajikan laba. Perusahaan-perusahaan juga
dapat dengan sengaja mengurangi pendapatan ketika labanya tinggi untuk
menciptakan cadangan laba sebagai “celengan” yang dapat digunakan untuk
menaikkan laba dikemudian hari. Praktik semacam itu dikenal dengan “perataan
laba” dan manajemen laba.
(1) Manajemen Laba (Earning Management)
Melibatkan tindakan-tindakan manajemen yang sengaja dilakukan untuk
memenuhi target laba.
(2) Perataan Laba (Income Smoothing)
Merupakan salah satu bentuk manajemen laba dimana pendapatan-
pendapatan dan beban-beban dipindahkan di antara beberapa periode untuk
mengurangi fluktuasi laba. Salah satu teknik untuk memuluskan laba adalah
dengan mengurangi nilai persediaan dan aset lainnya yang diperoleh perusahaan
pada saat akuisisinya, yang mengakibatkan laba yang lebih tinggi ketika aset
tersebut dijual dikemudian hari. Perusahaan-perusahaan juga dapat dengan
sengaja melebihsajikan cadangan keusangan persediaan dan penyisihan piutang
tak tertagih untuk mengurangi laba yang tinggi.
(b) Penyalahgunaan Aset
Penyalahgunaan aset merupakan kecurangan yang melibatkan pencurian atas
aset milik suatu entitas. Istilah penyalahgunaan aset sering kali digunakan untuk
mengacu pada pencurian yang dilakukan oleh pegawai dan pihak-pihak internal
lainnya didalam suatu organisasi. Menurut perkiraan Association of certified Fraud
Examiners, rata-rata perusahaan merugi 6% dari pendapatannya disebabkan oleh
kecurangan, meskipun sebagian besar dari pencurian tersebut melibatkan pihak-pihak
eksternal, seperti pengutilan yang dilakukan oleh pelanggan dan penipuan yang
dilakukan oleh pemasok.
(1) Kondisi Yang Menyebabkan Terjadinya Kecurangan
Dibawah ini terdapat 3 (tiga) kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya
kecurangan dalam laporan keuangan dan penyalahgunaan aset sebagaiman
dijelaskan dalam PSA 70 (SA 316), yaitu :
a) Insentif / tekanan
Manajemen atau pegawai lainnya memiliki insentif atau tekanan untuk
melakukan kecurangan.
b) Kesempatan
Situasi yang memberikan kesempatan bagi manajemen atau pegawai
untuk melakukan kecurangan.
c) Sikap / rasionalisasi
Adanya suatu sikap, karakter, atau seperangkat nilai-nilai etika yang
memungkinkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang
tidak jujur, atau mereka berada dalam suatu lingkungan yang memberikan
mereka tekanan yang cukup besar sehingga menyebabkan mereka
membenarkan melakukan perilaku yang tidak jujur tersebut.
(2) Mengukur Risiko Kecurangan
Dalam PSA 70 memberikan panduan bagi para auditor dalam mengukur
risiko kecurangan. Auditor harus menjaga suatu tingkat skeptisme profesional
ketika mereka mempertimbangkan informasi yang luas, termasuk factor-faktor
risiko kecurangan, untuk mengidentifikasi dan menghadapi risiko kecurangan.
(3) Skeptisme Profesional
Dalam PSA 04 (SA 230) menyatakan bahwa dalam melaksanakan
skeptisme profesional seorang auditor “tidak menganggap bahwa manajemen
tidak jujur maupun tidak menganggap kejujuran manajemen dipertanyakan”.
(4) Berpikir Kritis
PSA 07 menekankan pertimbangan atas kecenderungan klien untuk
melakukan kecurangan, tanpa mempertimbangkan keyakinan auditor
mengenai kemungkinan terjadinya kecurangan serta kejujuran dan integritas
manajemen. Selama merencanakan audit dalam setiap pengauditan, tim kerja
harus membahas kebutuhan untuk menjaga pikiran kritis disepanjang
pengauditan untuk mengidentifikasikan risiko-risiko kecurangan dan secara
kritis mengevaluasi bukti-bukti audit.
(5) Evaluasi Kritis Atas Bukti Audit
Terhadap informasi yang ditemukan atau kondisi-kondisi lainnya yang
mengientifikasikan adanya salah saji material disebabkan oleh kecurangan
mungkin telah terjadi, auditor harus menginvestigasikan masalah-masalah
yang ada secara menyeluruh, mendapatkan bukti tambahan jika diperlukan dan
berkonsultasi dengan anggota tim lainnya.

Gambar : Segitiga kecurangan (The Fraud Trangle)

Konsep fraud triangle pertama kali diperkenalkan dalam SAS No. 99 yaitu standar


audit di Amerika Serikat yang terdiri dari: tekanan, kesempatan dan rasionalisasi. Tiga hal
tersebut yang mendorong terjadinya upaya fraud. Tekanan berhubungan dengan
manajemen/pegawai lainnya memiliki insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan,
sedangkan opportunity adalah kesempatan yang muncul sebelum tindak kecurangan dan
rasionalisasi berkaitan dengan pembenaran tindak kecurangan oleh pelaku.
1. Pertama, Tekanan yaitu insentif yang mendorong orang melakukan kecurangan
karena tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal keuangan, perilaku
gambling, mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja.
Tekanan ini sesungguhnya mempunyai dua bentuk yaitu nyata (direct) dan persepsi
(indirect). Tekanan nyata disebabkan oleh kondisi faktual yang dimiliki oleh pelaku
seperti orang sering gambling atau menghadapi persoalan-persoalan pribadi,
sedangkan tekanan karena persepsi merupakan opini yang dibangun oleh pelaku yang
mendorong untuk melakukan kecurangan seperti misalnya executive need.
2. Kedua, Kesempatan yaitu peluang yang menyebabkan pelaku secara leluasa dapat
menjalankan aksinya yang disebabkan oleh kontrol yang lemah, ketidakdisplinan,
kelemahan dalam mengakses informasi, tidak ada mekanisme audit, dan sikap apatis.
Hal yang paling menonjol di sini adalah dalam hal kontrol. Kontrol yang tidak baik
akan memberi peluang orang untuk melakukan kecurangan.
3. Ketiga, Rasionalisasi yaitu sikap yang ditunjukkan oleh pelaku dengan melakukan
justifikasi atas perbuatan yang dilakukan. Hal ini merujuk pada sikap, karakter atau
sistem nilai yang dianut oleh pelakunya. Rasionalisasi mengacu pada fraud yang
bersifat situasional. Pelaku akan mengatakan: “I’m only borrowing they money; I’ll
pay it back”, “Everyone does it”, “I’m not hurting anyone”, “It’s for a good purpose”,
dan“It’s not that serious”. Sikap dan perilaku rasionalisasi bisa juga akan melahirkan
perilaku serakah.

Di sisi lain fraud triangle  mempunyai kelemahan yaitu faktor tekanan dan


rasionalisasi yang tidak bias diobservasi dan juga keterbatasan lainnya dalam mendeteksi
motif kecurangan pelaku. Keterbatasan dalam fraud triangle dapat disempurnakan dengan
model fraud triangle yang kedua yaitu tindakan (Act), penyembunyian (Concealment), dan
Perubahan (Conversion).
Telaah Kasus

Dalam kasus Ruislaag di atas, karena ketidakjelasan prosedur dan syarat-syarat tukar
guling asset, sehingga sangat rawan untuk diselewengkan. Seharusnya keputusan Tukar
Guling tidak hanya menjadi wewenang salah satu pejabat saja, melainkan melibatkan
beberapa pejabat sebagai pengendali dan control yang baik. Selain itu juga diperlukan sebuah
aturan baku oleh perusahaan mengenai tukar guling, sehingga kemungkinan penyelewengan
menjadi berkurang. Diperlukan juga control dari lembaga bersangkutan terhadap penelitian
tim penilik yang meneliti kelengkapan mengenai status asset, dokumen kelengkapan asset,
sehingga tidak ada manipulasi dari nilai asset tersebut serta proses tukar menukar.
Walaupun menggunakan jasa Appraisal, penilaian asset tetap juga tetap harus diawasi
untuk mencegah kecurangan-kecurangan. Dari kasus diatas dapat dibuktikan bahwa PT. ISN
memiliki pengendalian intern yang sangat buruk. Sehingga PT. ISN rawan dicurangi oleh
rekanan-rekanan bisnisnya maupun oleh oknum-oknum pejabat perusahaan yang ingin
mengambil keuntungan. Oleh karena itu hal pertama yang harus dibenahi oleh PT. ISN
adalah soal Pengendalian Internnya.

SOLUSI :
Seharusnya keputusan Tukar Guling tidak hanya menjadi wewenang salah satu
pejabat saja, melainkan melibatkan beberapa pejabat sebagai pengendali dan control yang
baik. Selain itu juga diperlukan sebuah aturan baku oleh perusahaan mengenai tukar guling,
sehingga kemungkinan penyelewengan menjadi berkurang.
Diperlukan juga control dari lembaga bersangkutan terhadap penelitian tim penilik
yang meneliti kelengkapan mengenai status asset, dokumen kelengkapan asset, sehingga
tidak ada manipulasi dari nilai asset tersebut serta proses tukar menukar.
Dari kasus diatas dapat dibuktikan bahwa PT. ISN memiliki pengendalian intern yang
sangat buruk. Sehingga PT. ISN rawan dicurangi oleh rekanan-rekanan bisnisnya maupun
oleh oknum-oknum pejabat perusahaan yang ingin mengambil keuntungan. Oleh karena itu
hal pertama yang harus dibenahi oleh PT. ISN adalah soal Pengendalian Internnya.
Ada beberapa teknik untuk mengatasi masalah fraud (kecurangan) diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Mendeteksi, Mencegah, dan Pelaporan Eksternal Penipuan dan Internal 
b. Mengembangkan suatu Penipuan Manajemen Risiko untuk Program Organisasi. 
c. Mengevaluasi Etika Organisasi 
d. Financial Pernyataan Penipuan Deteksi untuk Auditor Internal 
e. Penipuan Pemeriksaan ACL 
f. Penipuan Kesadaran untuk CAEs dan Manajemen 
g. Penipuan Deteksi dan Penyelidikan untuk Pemerintah Auditor 
h. Penipuan Deteksi dan Penyelidikan untuk Auditor Internal 
i. Penyelidikan Alat dan Teknik Penipuan 
j. Audit internal untuk Penipuan     

Maka ada beberapa cara untuk mencegah/mengurangi terjadinya fraud (Albrecht, dan
Zimbelman, 2009; 109), salah satu cara yang dapat dilakukan perusahan adalah dengan
mengurangi peluang terjadinya fraud dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 
1) Memiliki sistem pengendalian yang baik 
2) Lingkungan pengendalian yang baik 
3) Penilaian risiko Aktivitas pengendalian yang baik 
4) Arus komonikasi dan informasi yang baik 
5) Pengawasan

Untuk membantu manajemen dan dewan deriksi dalam upaya mengurangi


kecurangan, AICPA bersama dengan beberapa organisasi profesional, menerbitkan (Program
dan Antikecurangan; pedoman untuk membantu mencega, menghalangi, dan mendetiksi
kecurangan). Program ini mempunyai tiga unsur: Budaya jujur dan etika yang tinggi
Tanggung jawab manajemen untuk mengevaluasi risiko kecurangan Pengawasan oleh komite
audit. (Auditing dan jasa Assurance, Alvin A. Arens, Randal J. Elder dan Mark S. Beasley,
bab 11). Sedangkan cara yang dilakukan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya
kecurangan atau pencurian data melalui sistem Teknologi Informasi (TI) adalah sebagai
berikut: 
1. Menggunakan dan secara teratur memperbarui perangkat lunak antivirus 
2. Membatasi akses fisik ke data pemegang kartu 
3. Mengembangkan dan memelihara sistem dan aplikasi pengamanan khusus 
4. Mengnkripsi tranrsmisi data pemegang kartu saat melewati jaringan publik/terbuka
melacak dan mengakses kesemua sumber daya jaringan dan data pemegang kartu
secara terus-menerus.
Fraud, dalam banyak jenis dan modus, sudah menjadi permasalahan klasik di dalam
aktivitas bisnis, sejak dahulu kala hingga kini. Fraud adalah tindakan curang, yang dilakukan
sedemikian rupa, sehingga menguntungkan diri-sendiri/kelompok atau merugikan pihak lain
(perorangan, perusahaan atau institusi).
DAFTAR PUSTAKA

Ardiyani, Susmita dan Nanik. 2015. Analisis Determinan Financial Statement melalui
Pendekatan Fraud Triangle. Accounting Analysis Journal, Volume 4 No 1

Norbarani, Listiana. 2012. Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan dengan Analisis


Fraud Triangle yang diadopsi dalam SAS No 99. Prosiding. Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Diponegoro Semarang

http://jurnalakuntansikeuangan.com/2012/05/apa-itu-fraud-apa-saja-jenis-modusnya-plus-
contoh-di-bag-mana-terjadi/ (Diakses pada 25 November 2017)

Anda mungkin juga menyukai