Diajukan Oleh:
ALIEN SAGITA EFFENDY
12.2017.1.00315
Disusun Sebagai Salah Syarat Untuk Kelulusan MK Petrologi
Pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral dan Kelautan
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
Tealh Diperiksa pada ………………………….., dan dinyatakan telah memenuhi
syarat untuk diterima.
Mengetahui,
Dosen Pengampu MK Petrologi
i
KATA PENGANTAR
Laporan praktikum ini disusun sebagai tugas akhir praktikum khususnya pada
program keahlian TEKNIK GEOLOGI. Mengingat dengan perlunya kegiatan
pembuatan laporan praktikum sebagai penyempurna tugas praktikum yang selalu
dilaksanakan setiap akhir praktikum untuk menunjang proses belajar mencapai
kelulusan sempurna maka laporan praktikum ini saya susun berdasarkan pada
praktikum kristalogi dan mineralogi yang sudah laksanakan dan pembelajaran yang
sesuai dengan bidang keahlian yang saya miliki. Dan juga banyaknya resensi yang
saya baca untuk menambah wawasan serta kesempurnaan.
Dan juga dari penyususun laporan praktikum ini mahasiswa yang tidak hanya
mengingatkan, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi dalam hal lapangan
namun juga mampu untuk menuangkan dalam sebuah laporan yang tersusun secara
sistematis.
Sayapun sadar bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak kekurangan
dan kekeliruan baik dalam segi bahasa maupun penulisan, maka dari itu saran, kritik,
serta masukan yang konstruktif akan saya terima dengan sebaik-baiknya untuk
perbaikan dan penyempurnaan laporan praktikum ini pada masa yang akan datang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................................v
ACARA I.................................................................................................................................1
KRISTALOGI.........................................................................................................................1
1.1 Pendahuluan.............................................................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan..................................................................................................1
1.4 Waktu Dan Lokasi....................................................................................................2
1.5 Metode Praktikum....................................................................................................3
1.6 Tinjauan Pustaka......................................................................................................4
ACARA II..............................................................................................................................17
MINERALOGI......................................................................................................................17
2.1 Pendahuluan...........................................................................................................17
2.2 Maksud dan Tujuan................................................................................................17
2.4 Waktu Dan Lokasi..................................................................................................18
2.5 Metode Praktikum..................................................................................................18
2.6 Tinjauan Pustaka....................................................................................................19
BAB III..................................................................................................................................29
PENUTUP.............................................................................................................................29
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................29
3.2 Kritik dan Saran.............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................31
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
ACARA I
KRISTALOGI
1.1 Pendahuluan
Geologi (berasal dari Yunani: γη- [ge-, "bumi"] dan λογος [logos, "kata",
"alasan"])adalah Ilmu (sains) yang mempelajari bumi, komposisinya, struktur, sifat-
sifat fisik, sejarah, dan proses pembentukannya. Secara tidak disadari pengetahuan
Geologi sudah diterapkan dari sejak zaman prasejarah. Kata 'geologi' pertama kali
dipergunakan pada tahun 1473 oleh Ricardh de Bury untuk hukum atau ilmu
kebumian.
Cabang dari ilmu kebumian (ilmu geologi) yang mempelajari tentang kristal salah
satunya yaitu ilmu Kristalografi. Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon
yang berarti tetesan yang dingin atau beku. Cabang ilmu geologi ini mempelajari
tentang geometri dari salah satu kristal penyusun mineral. Dahulu, Kristalografi
merupakan bagian dari Mineralogi. Tetapi karena bentuk-bentuk kristal cukup rumit
dan bentuk tersebut merefleksikan susunan unsur-unsur penyusunnya dan bersifat
tetap untuk tiap mineral yang dibentuknya., maka pada akhir abad XIX, Kristalografi
dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan tersendiri.
Kristal dapat diartikan sebagai bahan padat yang secara kimia homogen dalam
bentuk geometri tetap, sebagai gambaran dari susunan atom yang teratur, dibatasi oleh
bidang banyak (Polyhedron), jumlah dan kedudukan dari bidang-bidang kristalnya
tertentu dan teratur.
1
2. Dapat menentukan sistem kristal dari jumlah sumbu, perbandingan panjang
sumbu-sumbu, letak atau posisi sumbu, serta dari nilai sumbu vertikalnya.
1. Busur
3. Pensil berwarna
4. Pensil
5. Spidol warna
6. Praga kristal
2
7. Selasa, 17 Oktober 2017 13.00 WIB Lab. Petrologi & Geodinamika
8. Selasa, 31 Oktober 2017 13.00 WIB Lab. Petrologi & Geodinamika
9. Selasa, 07 November 2017 13.00 WIB Lab. Petrologi & Geodinamika
PRAKTIKUM KRISTALOGI
urutan
kegiatan
Pengenalan Kristalografi
3
Unsur simetri kristal meliputi : Bidang simetri, Sumbu Simetri dan Pusat
Simetri.
1.6.1.1 Bidang Simetri
Bidang datar yang dibuat melalui pusat kristal dan membelah kristal menjadi
2 bagian sama besar, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan dari bagian
belahan yang lain, dinotasikan dengan huruf “m”.
Bidang simetri dapat dikelompokan menjadi 2:
1) Bidang Simetri Utama (Axial)
Bidang yang dibuat melalui 2 buah sumbu simetri
utama kristal dan membagi 2 bagian yang sama
besar.
Bidang simetri utama ini ada 2 yaitu :
Bidang simetri utama horizontal dinotasikan dengan
huruf h (bidang ABCD)
Bidang simetri utama vertikal dinotasikan dengan
Gambar 1.2 Bidang
Simetri Utama huruf v (bidang KLMN dan SPQR)
2) Bidang Simetri Tambahan (Intermediet/Diagonal)
Bidang simetri diagonal merupakan bidang simetri
yang dibuat melalui satu sumbu simetri utama kristal.
Bidang ini sering disebut dengan bidang diagonal saja
dengan notasi d.
4
pada kedudukan tertentu, kristal tersebut akan menunjukan kenampakan-kenampakan
yang semula (sama). Jenis-jenis sumbu simetri : sumbu simetri rotasi (Rotational),
sumbu cermin (reflection) dan sumbu putar inversi (rotoinversion).
Sumbu Simetri Rotasi (Rotational)
Apabila kristal diputar 3600, kenampakan kristal pada sudut tertentu akan kembali
seperti kedudukan semula (sama/berulang). Dinotasikan dengan huruf “L” (Linier)
atau “g” (Gyre).
Berikut adalah beberapa simbol sumbu simetri rotasi :
5
sumbu tersebut (centrum inversi). Dinotasikan : 3̄ , 4̄ dan 6̄ sebagainya,
tanda (-) diatas angka dibaca “bar”.
1.6.2.3 Pusat Simetri atau Titik Simetri (Centrum : C)
Pusat simetri adalah titik dalam kristal, dimana melaluinya dapat dibuat garis
lurus, sedemikian rupa sehingga pada sisi yang satu dengan yang lain dengan jarak
yang sama, dijumpai kenampakan yang sama (tepi, sudut, bidang).
6
2. Sistem Kristal Tetragonal (Quadratic)
Sama dengan sistem Isometrik, sistem kristal ini
mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling
tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang
sama, sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih
panjang atau lebih pendek.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial
ratio (perbandingan sumbu) a = b ≠ c, artinya panjang
sumbu a sama dengan
Gambar 1.5 Sumbu Sistem sumbu b tapi tidak sama
Kristal Tetragonal
dengan sumbu c. Memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚, hal ini berarti, semua sudut kristalografinya (α , β dan γ)
tegak lurus satu sama lain (90˚).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 :
6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada
sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik
garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚
terhadap sumbu bˉ.Sistem Kristal Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu
c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b,
dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b,
7
dan d memiliki panjang sama, sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau
lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c, artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b
dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan
Gambar 1.6 Sumbu Kristal sumbu c. Memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ =
Hexagonal
120˚, hal ini berarti, sudut α dan β saling tegak lurus
dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
Hexagonal memiliki perbandingan sumbu d : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu d
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, sumbu c ditarik
garis dengan nilai 6 dan sumbu a dapat lebih panjang atau lebih pendek dari sumbu c
(nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚;
dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap
sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
9
tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan
sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c, artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang
Gambar 1.9 Sumbu sama panjang atau berbeda satu sama lain. Memiliki sudut
Sistem Monoklin kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ, hal ini berarti, sudut α dan β
saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus
(miring).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
kristal Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 4 : 6. Artinya pada
sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3 dan
sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.
6. Triklin (Anorthic = Asymetric = Clinorhombohedral)
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu
dengan yang lainnya tidak saling tegak lurus, demikian juga
panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki
axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya
panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau
berbeda satu sama lain. Memiliki sudut kristalografi α ≠ β ≠
γ ≠ 90˚, hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α, β dan γ tidak
Gambar 1.10 Sumbu saling tegak lurus satu dengan
yang lainnya. Sistem Kristal Triklin
10
: 4 : 6. Artinya pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis
dengan nilai 3 dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan) Sudut antar sumbunya a+^cˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu cˉ dan bˉ membentuk
sudut 80˚ terhadap c+.
(Tabel 1.2) Nama Klas dan Simbol Herman Maugin Sistem Isometrik
Simbol Hm
No Nama Klas
I II III
1 Diploid 2/m 3̄
2 Gyroid 4 3 2
3 Hexoctahedron 4/m 3̄ 2/m
4 Hextetrahedron 4̄ 3 m
11
5 Tetratoid 2 3
2) Sistem Tetragonal
Bagian I : menerangkan nilai sumbu utama c, mungkin bernilai 4.
Bagian II : menerangkan nilai sumbu utama horizontal.
Bagian III : menerangkan nilai sumbu tambahan (horizontal), yang
terletak tepat diantara dua sumbu utama horizontal.
Apabila pada Bagian I, II dan III terdapat bidang simetri yang tegak lurus terhadap
sumbu-sumbu tersebut, dinotasikan dengan huruf “m” (mirror).
(Tabel 1.3) Nama Klas dan Simbol Herman Maugin Sistem Tetragonal
Simbol Hm
No Nama Klas
I II III
1 Tetragonal Dipyramid 4/m
2 Tetragonal Disphenoid 4̄
3 Ditetragonal Dipyramid 4/m 2/m 2/m
4 Ditetragonal Pyramid 4 m m
5 Tetragonal Pyramid 4
6 Tetragonal Scalenohedron 4̄ 2 m
7 Tetragonal Trapezohedron 4 2 2
(Tabel 1.3) Nama Klas dan Simbol Herman Maugin Sistem Hexagonal
No Nama Klas Simbol Hm
12
I II III
1 Hexagonal Dihexagonal Dipyramid 6/m 2/m 2/m
2 Hexagonal Dihexagonal Pyramid 6 m m
3 Hexagonal Ditrigonal Dipyramid 6̄ m 2
4 Hexagonal Dipyramid 6/m
5 Hexagonal Pyramid 6
6 Hexagonal Trapezohedron 6 2 2
7 Hexagonal Trigonal Dipyramid 6̄
(Tabel 1.4) Nama Klas dan Simbol Herman Maugin Sistem Trigonal
Simbol Hm
No Nama Klas
I
II III
1 Trigonal Ditrigonal Pyramid 3 m
2 Trigonal Hexagonal Scalenohedron 3̄ 2/m
3 Trigonal Pyramid 3
4 Trigonal Rhombohedron 3̄
5 Trigonal Trapezohedron 3 2
4) Sistem Orthorombik
Bagian I : menerangkan nilai sumbu utama a
Bagian II : menerangkan nilai sumbu utama b
Bagian III : menerangkan nilai sumbu utama c
Apabila pada Bagian I, II dan III terdapat bidang simetri yang tegak lurus terhadap
sumbu-sumbu tersebut, dinotasikan dengan huruf “m” (mirror).
(Tabel 1.5) Nama Klas dan Simbol Herman Maugin Sistem Orthorombik
Simbol Hm
No Nama Klas
I II III
1 Dipyramid 2/m 2/m 2/m
2 Disphenoid 2 2 2
3 Pyramid m m 2
5) Sistem Monoklin
13
Hanya ada satu bagian, yaitu menerangkan nilai sumbu utama b dan ada
tidaknya bidang simetri yang tegak lurus tersebut, dinotasikan dengan huruf “m”.
(Tabel 1.6) Nama Klas dan Simbol Herman Maugin Sistem Monoklin
No Nama Klas Simbol Hm
1 Dome m
2 Prismatic 2/m
3 Sphenoid 2
6) Sistem Triklin
Hanya ada satu bagian, yaitu menerangkan sumbu C. Sistem ini hanya mempunyai
2 klas simetri :
(Tabel 1.7) Nama Klas dan Simbol Herman Maugin Sistem Triklin
No Nama Klas Simbol Hm
1 Pedion 1
2 Pinacoid 1̄
14
Bidang simetri horizontal (h), vertikal (v) dan diagonal (d), dinotasikan huruf ”h”
Bidang simetri horizontal (h) dan vertikal (v), dinotasikan huruf ”h”
Bidang simetri vertikal (v) dan diagonal (d), dinotasikan huruf ”v”
Bidang simetri diagonal (d), dinotasikan huruf ”d”
(Tabel 1.8) Simbol Schoenflish Sistem Isometrik
Simbol Sn
No Nama Klas
I II
1 Diploid T h
2 Gyroid O
3 Hexaoctahedron O h
4 Hexatetrahedron T d
5 Tetartoid T
15
2 Tetragonal Disphenoidal C4
3 Tetragonal Ditetragonal Dipyramidal D4h
4 Tetragonal Ditetragonal Pyramidal D4h
5 Tetragonal Pyramidal C4
6 Tetragonal Scalenohedral D2d
7 Tetragonal Trapezohedral D4
8 Hexagonal Dihexagonal Dipyramidal D6h
9 Hexagonal Dihexagonal Pyramidal C6v
10 Hexagonal Ditrigonal Dipyramidal D3h
11 Hexagonal Dipyramidal C6h
12 Hexagonal Pyramidal C6
13 Hexagonal Trapezohedral D6
14 Hexagonal Trigonal Dipyramidal C3h
15 Trigonal Ditrigonal Pyramidal C3h
16 Trigonal Hexagonal Scalenohedral D3h
17 Trigonal Pyramidal C3
18 Trigonal Rhombohedral C3h
19 Trigonal Trapezohedral D3
20 Orthorombic Dipyramidal D2h
21 Orthorombic Disphenoidal D2
22 Orthorombic Pyramidal C2v
23 Monoclin Domatic C1h
24 Monoclin Prismatic C2h
25 Monoclin Sphenoidal C2
26 Triclin Pinacoidal C1
27 Triclin Pedial C1
16
ACARA II
MINERALOGI
2.1 Pendahuluan
Alat dan bahan yang digunakan selama kegiatan Praktikum Kristalografi yaitu:
1. Contoh mineral
2. Plat porselin
3. Magnet
17
4. Alat ukur tes kekerasan
5. Paku baja
6. Potongan kaca
PRAKTIKUM MINERALOGI
urutan
kegiatan
Pengenalan Mineralografi
18
2.6 Tinjauan Pustaka
Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari mengenai
mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk kesatuan, antara lain
mempelajari sifat-sifat fisik dan kimia, cara terdapatnya, cara terjadinya dan
kegunaannya.
Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat di alam, terbentuk secara
anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu, dan mempunyai
atom-atom yang tersusun secara teratur.
Cara terjadi dan terbentuknya mineral umumnya terbentuk dengan empat cara:
1. Larutan
2. Magma
3. Sublimasi
4. Metamorfisme
Bila suatu permukaan mineral dikenai suatu cahaya, maka cahaya yang mengenai
permukaan mineral tersebut sebagian akan diserap (arbsorpsi) dan sebagian
dipantulkan (refleksi). Warna penting untuk membedakan antara warna mineral
akibat pengotoran dan warna asli yang berasal dari elemen-elemen pada mineral
tersebut. Warna mineral yang tetap dan tertentu karena elemen-elemen utama pada
mineral disebut dengan nama Idiochromatic. Misal: Sulfur warna kuning., Magnetite
warna hitam
Warna akibat adanya campuran atau pengotor dengan unsur-unsur lain, sehingga
memberikan warna yang berubah-ubah tergantung dari pengotornya, disebut dengan
nama allochromatic.
19
Kehadiran kelompok ion asing yang dapat memberikan warna tertentu pada
mineral disebut dengan nama chromophroses.
a. Komposisi kimia
b. Struktur kristal dan ikatan atom
c. Pengotoran dari mineral
Istilah perawakan kristal adalah bentuk khas mineral ditentukan oleh bidang
yang membangunnya, termasuk bentuk dan ukuran relatif bidang-bidang tersebut.
Perawakan kristal dipakai untuk penentuan jenis mineral walaupun perawakan bukan
merupakan ciri tetap mineral.
20
Menjari (radiated)
21
c) Kilap Lemak (greasy luster)
d) Kilap Lilin (waxy luster)
e) Kilap Sutera (silky luster)
f) Kilap Mutiara (pearly luster)
g) Kilap Tanah (earthy luster)
h) Kilap buram (dull luster)
22
2.6.5 Gores (streak)
Gores adalah merupakan warna asli dari mineral apabila mineral tersebut
ditumbuk sampai halus. Gores ini dapat lebih dipertanggung jawabkan stabil dan
penting untuk membedakan dua mineral yang warnanya sama tetapi goresnya
berbeda.
Apabila suatu mineral mendapat tekanan yang melampaui batas elastis dan
plastisitasnya, maka pada akhirnya mineral akan pecah. Belahan mineral akan selalu
sejajar dengan bidang permukaan kristal yang rata, karena belahan merupakan
gambaran dari struktur dalam dari kristal.
Sempurna (perfect) ialah apabila mineral mudah terbelah melalui arah belahannya
yang merupakan bidang yang rata dan sukar pecah selain bidang belahannya.
Baik (good) ialah apabila mineral mudah terbelah melalui bidang belahannya yang
rata, tetapi dapat juga terbelah memotong atau tidak melalui bidang belahannya.
23
Jelas (distinct) ialah apabila bidang belahan mineral dapat terlihat jelas, tetapi
mineral tersebut sukar membelah melalui bidang belahannya dan tidak rata.
Tidak jelas (indistinct) ialah apabila arah belahan mineral masih terlihat, tetapi
kemungkinan untuk membentuk belahan dan pecahan sama besar.
Tidak sempurna (imperfect) ialah apabila mineral sudah tidak terlihat arah
belahannya, dan mineral akan pecah dengan permukaan yang tidak rata.
Apabila suatu mineral mendapatkan tekanan yang melampaui batas plastisitas dan
elastisitasnya, maka mineral tersebut akan pecah.
Choncoidal ialah pecahan mineral yang menyerupai pecahan botol atau kulit
bawang.
Hacly ialah pecahan mineral seperti pecahan runcing-runcing tajam, serta kasar tak
beraturan atau seperti bergerigi.
Even ialah pecahan mineral dengan permukaan bidang pecah kecil-kecil dengan
ujung pecahan masih mendekati bidang dasar.
Un-even ialah pecahan mineral yang menunjukkan permukaan bidang pecahannya
kasar dan tidak teratur.
Splintery ialah pecahan mineral yang hancur seperti tanah.
Macam-macam tenacity :
24
Sectile ialah apabila mineral mudah terpotong pisau dengan tidak berkurang
menjadi tepung.
Malleable ialah apabila mineral ditempa dengan palu akan menjadi pipih.
Ductile ialah apabila mineral ditarik dapat bertambah panjang dan apabila
dilepaskan maka mineral akan kembali seperti semula.
Flexible ialah apabila mineral dapat dilengkungkan kemana-mana dengan mudah.
2.6.9 Kemagnetan
Kemagnetan ini merupakan salah satu sifat yang dapat kita temui dalam
beberapa,jenis mineral. Sifat kemagnetan ini terdiri dari tiga jenis, yaitu :
1. Diamagnetik
Apabila didalam tubuh suatu mineral sama sekali tidak terkandung sifat kemagnetan.
2. Paragmagnetik
3.FerroMagnetik
Sifat transparan dari suatu mineral tergantung kepada kemapuan mineral tersebut
mentransit sinar cahaya (berkas sinar). Sesuai dengan itu, variasi jenis mineral dapat
dibedakan :
1. Opak mineral
Mineral yang tidak tembus cahaya meskipun dalam bentuk helaian yang amat
tipis. Mineral-mineral ini permukaan mempunyai kilauan metalik dan
meninggalkan berkas hitam atau gelap.
25
2. Transparent mineral : mineral-mineral yang tembus pandang seperti kaca biasa.
3. Translucent mineral : mineral yang tembus cahaya tetapi tidak tembus pandang
sperti kaca frosted.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
- Kristalografi adalah Ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat geometri dari
kristal terutama perkembangan, pertumbuhan, kenampakan bentuk luar, struktur
dalam (internal) dan sifat-sifat fisis lainnya.
- Kristal dapat diartikan sebagai bahan padat yang secara kimia homogen dalam
bentuk geometri tetap, sebagai gambaran dari susunan atom yang teratur, dibatasi
oleh bidang banyak (Polyhedron), jumlah dan kedudukan dari bidang-bidang
kristalnya tertentu dan teratur
- Terdapat 3 simetri kristal yaitu: bidang simetri, sumbu simetri, dan pusat simetri atau
titik simetri.
- Kristal dibagi menjadi 7 pembagian sistem kristal yaitu: isometric, tetragonal,
hexagonal, trigonal, orthorombik, monoklin, dan triklin.
- Pemberian symbol pada kristal terdapat 2 cara yaitu: symbol Herman Maugin dan
symbol Schoenflish.
- Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari mengenai
mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk kesatuan, antara lain
mempelajari sifat-sifat fisik dan kimia, cara terdapatnya, cara terjadinya dan
kegunaannya.
- Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat di alam, terbentuk
secara anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu, dan
mempunyai atom-atom yang tersusun secara teratur.
26
- Sifat- sifat fisik mineral terdiri dari: warna. kilap, cerat, krystal habit,
kemagnetan, derajat ketransparanan, belahan, pecahan, kekerasan, dan daya
tahan terhadap pukulan (tenacity)
27
DAFTAR PUSTAKA
Yuwanto, Sapto Heru, MT. 2012. “Buku Panduan Praktikum Mineralogi”. Institut
Teknologi Adhi Tama Surabaya
http://jurnal-geologi.blogspot.co.id/2009/07/geo-pengertian-geologi.html (Jum’at, 3
November 2017 / 16.02)
http://krismintpunpar.blogspot.co.id/2012/06/definisi-kristalografi.html (Jum’at, 3
November 2017 / 16.20)
28