Anda di halaman 1dari 16

Disusun oleh:

Esther Melinia Sondang


(2017)

RANGKUMAN UAS HUKUM SANKSI

PEMIDANAAN TERHADAP ANAK

Istilah
Child Delinquency
Juvenile Delinquency
Juvenile Justice
Anak nakal/anak delinkuen (anak yang mengalami penyimpangan perilaku)

Landasan Hukum
UU SPPA No. 11/2012
Sebelumnya:
● UU No. 3/1997 tentang Pengadilan Anak
● Ps. 45-47 KUHP [sudah tidak berlaku lagi]

Anak Berhadapan dengan Hukum​ ​


(Pasal 1 Butir 2)
● Anak sebagai korban
● Anak sebagai saksi
● Anak sebagai pelaku dalam suatu tindak pidana (anak yang berkonflik dengan hukum).
Tindak pidana dimana anak bisa menjadi ketiganya: KDRT.

Alasan Ancaman Pidana Anak < Ancaman Pidana Dewasa


Anak ​mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya ​tapi tidak secara penuh​, karena
mereka ​tidak terlalu mengetahui apa yang diperbuatnya, sedangkan untuk dapat
mempertanggungjawabkan perbuatan tindak pidana, dibutuhkan ​kemampuan terdakwa untuk
mengetahui​ apa yang didakwakan kepadanya.

Alasan Anak Melakukan Tindak Pidana

1
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)

● Ada pengaruh lingkungan


→ meniru tingkah laku ortu, teman, saudara – mudah dibujuk, kurang kasih sayang dan
didikan ortu
● Masa remaja
→ suka main, nongkrong/kumpul2 tanpa aturan, suka melakukan perbuatan yang
menurut orang dewasa sbg kenakalan/kurang ajar, ingin lepas dari aturan, ingin
eksistensinya diakui, ingin hidup dgn gayanya sendiri
● Pengaruh globalisasi dan modernisasi
→ perilaku konsumtif, pengaruh media
● Aspek psikologis
→ Kurang peduli thdp akibat dr perbuatannya (tdk pikir2 dulu) = ketidakstabilan emosi
dan kurang matang cara berpikirnya. Suka coba-coba & ikut2an teman.
Contoh: minum2an keras, mabuk, corat-coret tembok, kebut2an di jalan, mencuri,
memeras, dsb.

Prinsip Pemidanaan Anak


Tujuan pemberian hukuman adalah ​not to punish the child ​but to re-educate and ​rehabilitate
→ ​reintegrasi​, oleh karena itu, harus ​memperhatikan kepentingan anak.

Justifikasi Pemidanaan Anak


Utilitarian: memandang pidana dari dari ​segi manfaatnya → melihat dari segi tujuan terhadap
situasi atau keadaan yang ingin dihasilkan dengan dijatuhkannya pidana.
Manfaatnya:
● Memperbaiki tingkah laku pelaku (mencegah recidive)
● Mencegah orang lain dari kemungkinan untuk meniru/melakukan perbuatan yang serupa
Pandangan ini memiliki tujuan ​pencegahan ​dan bersifat ​forward looking​.

Residivis Anak
Untuk anak, catatan kriminal ​yg terjadi sebelumnya tidak dihitung apabila ia melakukan
tindak pidana lagi saat masih ​berumur dibawah 18 tahun​, kecuali ketika ia melakukan tindak
pidana lagi setelah berumur 18 tahun.

2
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)

SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

Landasan Hukum yang mengatur mengenai Hak Anak


● UU No. 12/1995 tentang Pemasyarakatan
● UU No. 3/1997 tentang Pengadilan Anak
● UU No. 39/1999 tentang HAM : Pasal 58, 60, 66
● UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak : Pasal 50 dan 64 (adopsi rumusan CRC)
● UU No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
● Pasal 3 UU SPPA

UU 11/2012 tentang SPPA​ merupakan ​dasar peringan pidana​, berlaku mulai ​tahun 2014.

Cara Perhitungan Pemidanaan Anak


1. Lihat dulu apakah ada penyertaan/gabungan/percobaan, jika ada hitung semuanya
terlebih dahulu sesuai dgn ketentuan masing-masing ​(bebas mau ngitung yg mana dulu)
2. Kurangi ½ sesuai dengan ketentuan pemidanaan anak (Pasal 81 Ayat 2)
3. Apabila seumur hidup = maksimal dihukum 10 tahun
Contoh: Percobaan Pembunuhan dan Pencurian yang dilakukan Anak 14 tahun (Pasal 338 jo.
Pasal 362 jo. Pasal 53 KUHP jo. Pasal 65 Ayat 1 KUHP) → yang dihitung percobaan atau
gabungan tindak pidanya dulu, baru setelah itu ancaman maksimal dikurangi ½

Batas Usia Anak


Pasal 1 Butir 3 UU SPPA​: berusia ​12 tahun tetapi belum berumur 18 (tanpa kata ‘belum
kawin’)
Pasal 69 Ayat 2 UU SPPA​:
12 - <14 tahun​ → dikenai tindakan
14 - < 18 tahun​ → bisa dikenai sanksi pidana
Anak dibawah umur 14 tahun → belum bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya sama
sekali (Penjelasan Pasal 21 Ayat 1)
PS: Pelaku tindak pidana dilihat ​umurnya pada saat melakukan tindak pidana​, bukan pada
saat diadili.

3
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)

Sebelumnya diatur di UU No. 3/1997​ dengan ketentuan berbeda, yaitu:


8 tahun dan belum berumur 18 tahun, serta belum pernah kawin. Jika <18 thn dan sudah kawin
tunduk pada KUHP.

Permasalahan Dalam UU 3/1997


Saat UU No. 3 tahun 1997 berlaku, tindak pidana yang dapat dilakukan oleh anak ​lebih luas
cakupannya​, karena selain tindak pidana yang diatur dalam sumber2 hukum pidana Indonesia,
mencakup pula ​perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak menurut peraturan UU atau
peraturan hukum lain yang berlaku dalam masyarakat → menjadi masalah: perbuatan yang
bagaimana? karena tidak disebutkan dengan jelas.

LPKA
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA): lembaga tempat Anak Didik Pemasyarakatan
menjalani masa pidananya.
Pembinaan dilakukan oleh:
● Petugas LP/LPKA
● Pembimbing Kemasyarakatan
● Pekerja Sosial Profesional
● Tenaga Kesejahteraan Sosial
Petugas Pemasyarakatan yang tdk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dapat
diancam dengan pidana penjara dan/atau denda.
Telah dilakukan reorientasi pendidikan di LAPAS yang bertujuan untuk pergeseran paradigma
pemidanaan, dari retributif jadi utilitarian. Bu Nathalina said: Orang2 yang jadi petugas
pemasyarakatan aja udah ngga retributif, masa kalian masih retributif?

4
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)

Pengaturan Penting di UU SPPA


● Pengutamaan kesejahteraan anak & keluarga (Pasal 8, Pasal 18)
● Sejauh mungkin dilakukan diversi (Pasal 5 Ayat 3)
● Titik berat pada upaya pembinaan di luar lembaga (institusionalisasi=upaya terakhir);
● Proporsionalitas perlakuan (Pasal 2 huruf h)
● Perlindungan privasi anak (Pasal 19)

Diversi ​(Pasal 6-15)


● Upaya utk mencegah masuknya anak delinkuen ke dalam SPP Anak dengan
mengalihkannya ke luar SPP // Upaya pengalihan penyelesaian perkara anak dari
proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana
● Pemberian diskresi pada kepolisian; untuk tidak menjalankan proses peradilan pidana
terhadap anak dengan meminta bantuan lembaga yang kompeten
● Berlandaskan ‘​the best interest of the child​’
● Mencegah stigmatisasi terhadap pelaku anak
● Menekankan sense of responsibility pada anak atas perbuatannya yang tdk terpuji
● Membutuhkan petugas kepolisian yang mumpuni/handal krn besarnya discretionary
power
● Merupakan upaya khusus (dapat disamakan dengan alternative dispute resolution utk
kasus perdata), dapat dilakukan untuk kasus pidana namun tidak untuk tindak pidana
yang serius.

Proses Peradilan Pidana Anak


1. Penyidikan ​(Pasal 26-29)
● Dilakukan ​polisi​, wajib dengan ​pertimbangan Pembimbing Kemasyarakatan​.
Jika perlu + psikolog, psikiater, serta pekerja sosial profesional dan tenaga
kesejahteraan sosial lain. (Pasal 27)
● Penyidik wajib mengupayakan diversi paling lama 7 hari setelah penyidikan.
Jika diversi gagal, perkara dilimpahkan ke JPU.​​(Pasal 29)
2. Penangkapan dan Penahanan ​(Pasal 30-40)

5
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)

● Tidak boleh dilakukan kalau orangtua bisa menjamin bahwa anaknya tidak akan
kabur/ngerusak barang bukti/ngulangin TP.
● Penahan dilakukan di ​LPAS ​(Lembaga Penempatan Anak Sementara), kalo
gaada LPAS ditempatkan di ​LPKS ​(Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial)
3. Penuntutan ​(Pasal 41-42)
● Penuntut umum ​wajib mengupayakan diversi ​lagi paling lama 7 hari setelah
menerima berkas dari penyidik. Jika gagal lagi, perkara dilimpahkan ke
pengadilan. (Pasal 42)
4. Persidangan ​(Pasal 52-62)
● Setelah dilimpahkan, PN ​menentukan hakim dengan ketentuan dalam pasal
43-50. Kalo udah dipilih​, hakim wajib diversi lagi, ​paling lama 7 hari setelah
ditetapkan oleh ketua PN sebagai hakim. Jika gagal lagi, perkara baru
dilanjutkan ke tahap persidangan. (Pasal 52)
● Ketentuan pada saat sidang:
★ Anak wajib didampingi oleh ortu/wali. Kalo gaada ortu/wali, minimal harus
didampingi advokat/pemberi bantuan hukum lainnya + pembimbing
kemasyarakatan. Kalo ga ada pendamping samsek, sidang batal.
★ Anak harus keluar saat Anak Korban/Saksi diperiksa.
★ Pada hari putusan, sidang terbuka untuk umum, anak boleh ga dateng.
★ Yang lain baca sendiri di UU hehe.
5. Pembinaan/Pembimbingan/Pengawasan/Pendampingan
Dilakukan oleh petugas kemasyarakatan, yang tediri dari:
● Pembimbing Kemasyarakatan ​(Pasal 64-65)
→ yang buat laporan penelitian diversi, ngawasin anak selama diversi,
ngelaporin ke PN kalo diversinya ga dilaksanakan, laporan penelitian untuk
semua tahap, ngurusin pembebasan bersyarat, dll. Pokoknya tugasnya lebih ke
administratif​.
● Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial ​(Pasal 66-68)
→ tugasnya lebih ke ​konsultasi anak gitu, dia yang bantu proses pemulihan
anak dan ngebimbing anak, jadi sahabatnya anak.

6
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)

*Proses diversi harus diterapkan dalam berbagai tahap, ​dari tahap penyidikan hingga
persidangan​. ​(​Pasal 5 Ayat 3 & Pasal 7 Ayat 1)
*Diversi ​tidak berlaku bagi anak yang ancaman pidananya lebih dari 7 tahun (contoh:
pembunuhan, perkosaan, dll) dan residivis anak, jadi langsung ke tahap persidangan. ​(Pasal 7
Ayat 2)

Jenis Pidana Anak​ ​(Pasal 71)


Pidana Pokok:
a. Pidana Peringatan
b. Pidana dengan syarat:
1. Pembinaan di luar lembaga
2. Pelayanan masyarakat; atau
3. Pengawasan
c. Pelatihan kerja
d. Pembinaan dalam lembaga; dan
e. Penjara
Pidana Tambahan:
a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
b. Pemenuhan kewajiban adat

Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Masing-Masing Jenis Pidana Anak ​(Pasal 72-81)
Ps: penjelasan yang dimasukin cuman yang gaada ketentuannya di pasal, yang ketentuannya
ada di pasal baca sendiri hehe.
1. Pidana Peringatan ​(Pasal 72)
2. Pidana Dengan Syarat ​(Pasal 73)
● Pembinaan di luar lembaga​(Pasal 74 dan 75)
● Pidana Pelayanan Masyarakat ​(Pasal 76)
→ Membantu lansia, orang cacat, anak yatim piatu, adminsitrasi ringan di kantor
kelurahan
● Pidana Pengawasan ​(Pasal 77)
3. Pidana Pelatihan Kerja ​(Pasal 78)

7
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)

→ Latihan kerja di lembaga pendidikan vokasi, contohnya kamentrian


ketenagakerjaan/pendidikan/sosial
→ Merupakan pidana pengganti denda, bila dalam hukum materil diancamkan pidana
penjara dan denda secara kumulatif.
4. Pidana Pembatasan Kebabasan ​(Pasal 79)
● Pembinaan dalam Lembaga ​(Pasal 80)
● Pidana Penjara​(Pasal 81)
→ Jika anak melakukan tindak pidana berat atau tindak pidana yang disertai
dengan kekerasan

Tindakan ​(Pasal 82-83)


Pertimbangan hakim untuk menjatuhkan tindakan (Pasal 70)
● Ringannya perbuatan
● Keaadan pribadi anak
● Keadaan pada waktu dilakukan perbuatan/yg terjadi kemudian
Penjelasan lainnya baca sendiri di Pasal 82-83.

Pelayanan, Perawatan, Pendidikan, Pembinaan Anak, dan Pembimbingan Klien Anak


(Pasal 84-87)
LPAS → tempat anak ditahan
LPKA → tempat anak menjalankan pidana penjara.
Ketentuan lebih lanjut baca sendiri di Pasal 84-87.

Hak Anak dalam Proses Peradilan ​(Pasal 66 UU 39/1999 ttg HAM)


1. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran ​penganiayaan, penyiksaan, atau
penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
2. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku
tindak pidana yang masih anak.
3. Setiap anak berhak untuk ​tidak dirampas kebebasannya​ secara melawan hukum.
4. Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai
dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat​dilaksanakan sebagai upaya terakhir​.

8
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)

5. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan ​perlakuan secara


manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai
dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.
6. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak ​memperoleh bantuan hukum atau
bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.
7. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh
keadilan di depan Pengadilan Anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang yang
tertutup untuk umum.

Peraturan Standar PBB Untuk Peradilan Anak ​(Beijing Rules, Rule No. 7)
● Praduga tak bersalah
● Hak untuk diberitahukan dakwaannya
● Hak tidak dipaksa utk memberikan kesaksian dan mengakui kesalahannya
● Hak atas penasehat hukum
● Hak atas kehadiran orang tua/walinya
● Hak untuk menghadapi dan memeriksa silang para saksi
● Hak utk melakukan upaya hukum banding terhadap otorita yang lebih tinggi.

Asas-asas dalam Beijing Rules


● Kesejahteraan Anak & Keluarga diutamakan
● Perlakuan terhadap anak nakal harus proporsional dengan anak & perbuatannya
● Privasi anak harus dilindungi
● Upayakan diversi sejauh dimungkinkan
● Perampasan kemerdekaan merupakan tindakan terakhir, dan digunakan sehemat
mungkin
● Tekanan pada berbagai bentuk pembinaan di luar lembaga (non-institutional treatment)

9
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)

DISPARITAS PEMIDANAAN
(JUDICIAL DISCRETION)

Menurut Andi Andojo


• Disparitas pasti akan selalu terjadi
• Keseragaman tidak mungkin dapat diterapkan antara satu hakim dgn hakim lain
• Yang bisa diambil -> Eliminate

Definisi
Disparitas penjatuhan pidana adalah ​penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak
pidana yg sama atau terhadap tindak pidana yang sifat bahayanya dapat diperbandingkan
tanpa dasar pembeneran yg jelas​.
Intinya: ​ketidaksamaan putusan hakim terhadap ​tindak pidana yang sama ​dengan alasan
yang ga jelas.

Kategori Disparitas
● Disparitas antara ​tindak pidana​ yg sama
● Disparitas antara tindak pidana yg mempunyai ​tingkat keseriusan yg sama (Cth:
penganiaayaan mengakibatkan mati dgn pembunuhan)
● Disparitas pidana yg dijatuhkan oleh ​satu ​majelis hakim
● Disparitas antara pidana yg dijatuhkan oleh ​majelis hakim yg berbeda untuk tindak
pidana yg sama

Bentuk DP​ (Cassia C Spohn)


1. Interjurisdictional disparity
→ Antar pengadilan, cth: PN jakarta dan PN padang
2. Intra-jurisdictional Disparity
→ Di dalam satu pengadilan ada putusan yg berbeda
3. Intra-judge Disparity

10
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)

→ Pada diri seorang hakim terhadap kasus yg sama

Faktor Penyebab DP
1. Dari hukum itu sendiri (Faktor legal)
Kebebasan hakim yang sangat luas dalam memilih:
● Berat ringannya pidana (strafmaat) → karena di KUHP dan UU lain hanya
ditentukan ancaman minimum dan maksimum
● Jenis pidana (​ strafsoort) → karena di KUHP dan UU lain ada sistem alternatif
pemidanaan
Ditambah lagi​, independensi hakim ​dilindungi oleh UU​, maka dari itu, jika tidak
didukung oleh transparansi dan profesionalitas hakim, maka faktor kewenangan yg
diberikan hukum dapat menjadi faktor disparitas.
2. Dari diri hakim (Faktor internal hakim)
Hakim memiliki background kehidupan sosial sendiri, dipengaruhi oleh ​latar belakang
sosial, pendidikan, agama, pengalaman, perangai (watak) dan perilaku sosial
(Singkatan: 4PAS)
● Faktor eksternal ​→ rumusan UU/ancaman pidana dan tuntutan jaksa
● Faktor internal ​→ persepsi hakim tentang ​suku agama ras​, persepsi hakim
tentang the aims of punishment atau ​tujuan pemidanaan​, bahkan ​pengalaman
hidup hakim
Banyak hakim yg tidak memutus sesuai hati nuraninya karena tdk mau repot dgn urusan
perkara hukum banding, akhirnya diputus 2/3 dari tuntutan jaksa.
3. Faktor ilegal
● Judicial bribery
Menawarkan sejumlah uang pada hakim dari pihak keluarga, pihak jaksa, pihak
penasihat hukum, panitera yg menangani perkara untuk memutus sesuai
kehendaknya
● Kedudukan sosial terdakwa
Pemidaan berbeda karena status sosial terdakwa, contoh: perbedaan
pemidanaan anak pejabat dengan anak karyawan biasa

11
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)

● Personal approach
Melalui orang-orang yang dekat dengan hakim → Hakim seharusnya tidak boleh
bertemu dengan jaksa, penasihat hukum, dll pada saat memutus perkara.

Pertimbangan Hal-hal yang meringankan dan memberatkan


Tingkah laku selama persidangan:
● Pelaku baru pertama kali melakukan TP
● Pelaku bersikap ko-operatif, tidak memberi keterangan dgn berbelit-belit
● Pelaku bersikap sopan selama persindangan
● Pelaku mengakui dan menyadari kesalahannya
Usia pelaku:
● Pelaku masih muda
● Pelaku sudah lanjut usia
(Mengenai usia kadang masih menjadi perdebatan, apakah dapat menjadi hal-hal yang
meringankan atau tidak)
Profesi pelaku:
● Pelaku masih bersekolah
● Pelaku tulang punggung ekonomi keluarga
Efek perbuatan pelaku:
● Pelaku meresahkan masyarakat
(Kadang menjadi sesuatu yg abstrak, apakah harus dimasukan ke dalam hal2 yg
meringankan atau memang sudah termasuk ke dalam unsur tindak pidana)
● Pelaku kambuhan atau residivis

Justifikasi Disparitas Pidana


“let the punishment fit the criminal”
Individualisasi pidana: tiap orang berbeda, sehingga dimungkinkan adanya disparitas.
Namun pada praktiknya, judicial discretion terlalu luas, karena ketiadaan sentencing standards.
Menurut Oemar Seno Adji, disparitas dapat dibenarkan bila:
● Delik-delik yang dilakukan agak berat, namun disparitas harus disertai dengan
alasan-alasan pembenaran yang jelas

12
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)

● Beralasan ataupun wajar.

Dampak Disparitas Pidana


● Demoralisasi
● Sikap anti rehabilitasi di kalangan terpidana yg dijatuhi pidana yg lebih berat dari pelaku
lain di dalam kasus yg sebanding atau kasus yg sama.
Jika hakim tidak memberikan alasan yang jelas terhadap penjatuhan pidana, akan
timbul ketidakpercayaan masyarakat.
● Memelihara tumbuhnya/berkembangnya perasaan sinis masy thdp sistem pidana yg ada
● Gagal mencegah terjadinya tindak pidana
● Mendorong terjadinya tindak pidana
● Merintangi tindakan perbaikan terhadap pelaku
● Tidak tercapainya tujuan dari SPP

Upaya Prevensi Represif


2 macam pendekatan:
1. Pendekatan untuk memperkecil disparitas
● Direktori putusan -> menjadi pedoman bagi hakim agar tdk terlalu jauh dlm
menjatuhkan vonis dibandingkan dgn putusan hakim lain
● Penyusunan pedoman pemidanaan
● Pengadilan banding
● Pembentukan lembaga sentencing council (hakim sebagai wadah konsultasi),
tidak efektif karena tidak boleh adanya intervensi dari pihak lain
● Seleksi dan latihan para hakim (skill mengelola aplikasi SIPP)
● Komunikasi data SPP
2. Pendekatan untuk memperkecil pengaruh negatif disparitas
● Peningkatan keterbukaan informasi pengadilan (direktori MA, SIPP)
● Peningkatan peranan pembinaan LP

Sistem Kamar
● Untuk mengeliminir putusan

13
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)

● Spesialisasi hakim, hakim dgn background pidana harus mengadili kasus pidana, hakim
perdata harus mengadili perdata, harus sesuai dngan background skill dan ilmu.
● MA untuk menjaga kesatuan penerapan hukum dan konsistensi putusan dgn
menempatkan hakim-hakim agung dgn kompetensi dan keahlian tertentu pada suatu
kamar perkara
● Rapat pleno kamar, yg salah satu agendanya membahas substansi perkara, dapat
menjamin konsistensi tafsir hakim pada kamar tersebut → Hasilnya ​diberikan kepada
pengadilan dibawahnya agar tidak terjadi disparitas. Namun, hasil yang menjadi
pedoman ini ​bukan sesuatu yang wajib diterapkan hakim​, sifatnya tidak terikat.
Selalu ingat independensi hakim!

Proporsionalitas Pemidanaan
Desert Theory​: beratnya sanksi pidana harus seimbang dengan kesalahan dari si pelaku →
berkorelasi dengan asas tiada pidana tanpa kesalahan.
Ukuran untuk kategori berat/ringannya pidana:
● Nilai kerugian materiil yang ditimbulkan
● Pandangan atau penilaian masyarakat terhadap suatu perbuatan pada satu waktu
tertentu
Teori Proporsionalitas​: bertujuan untuk ​meminimalisir ketidakadilan yang disebabkan oleh
karena adanya perbedaan penjatuhan jenis atau besaran sanksi pidana.
3 strategi penjatuhan sanksi pidana yang dikembangkan di berbagai negara di dunia:
1. Indeterminate sentence​ (tidak ditentukan)
Penjatuhan pidana tidak didasarkan pada satu satuan waktu tertentu yang pasti,
namun menentukan “range” waktu tertentu, misalnya dipidana paling singkat 3 tahun
dan paling lama 6 tahun, dimana lama waktu ini akan ​tergantung kepada si terpidana
itu sendiri​.
Contoh: pelaku divonis pidana penjara 3-6 tahun, kalo dia berkelakuan baik bisa bebas
setelah 3 tahun. Jadi bener-bener tergantung pada si pelaku.
Oleh karena itu, paradigma pemidanaan yang ada dapat dilihat dalam 2 poin penting:
● Pemidanaan bukan sebagai sarana menakut-nakuti tetapi merupakan sarana
pencerahan dimana diharapkan bahwa pelaku menyadari adanya kebaikan bagi
dirinya yang dapat diupayakannya sendiri

14
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)

● Adanya upaya perbaikan yang terjadi dengan sendirinya atas dorongan yang
muncul dari harapan untuk dapat membebaskan dirinya sendiri dari pada
mekanisme rehabilitasi yang diusahakan oleh institusi
2. Determinate sentence​ (tertentu)
Keterikatan hakim dalam menjatuhkan pidana didasarkan pada ketentuan ​adanya
satuan waktu yang pasti oleh UU​.
Hakim harus memilih di antara pilihan-pilihan yang ada, misalnya dalam kasus
pencurian, maka UU menentukan besaran sanksi yaitu 3,4,5 tahun. Hakim harus
memilih salah satu, biasanya dia milihnya yg di tengah2, yaitu 4 tahun aja.
Contoh: pelaku divonis 4 tahun penjara, ya si pelaku harus bener2 ngejalanin pidana
penjara 4 tahun itu.
3. Mandatory sentence​ (memerintahkan)
Bila indeterminate dianggap terlalu luas dan determinate sentence dianggap terlalu rigid,
maka mandatory sentence merupakan mekanisme penjatuhan sanksi pidana yang
ditentukan oleh undang-undang ​berdasarkan skala tertentu​. Biasanya ditentukan
berdasarkan skala minimal lamanya pidana (penjara) yang harus dijalani pelakunya.
Contohnya: pelaku divonis pidana penjara minimal 3 tahun, bebasnya tergantung si
pelaku bisa berkelakuan baik atau engga selama menjalani hukuman minimal tsb, yang
penting hukuman 3 tahun itu ia jalani.
Intinya:
Indeterminate → ga ditentuin, bebas banget tergantung si terpidana, cuman ditentuin rangenya
Determinate → ditentuin banget
Mandatory → ditentuin tapi ga banget, cuman ditentuin minimumnya

15
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)

SOAL UAS SANKSI 5 DESEMBER 2018

Kasus: Tega Nian Cucu Perkosa dan Bunuh Neneknya di Belitung


https://news.okezone.com/read/2018/07/25/340/1927413/tega-nian-cucu-perkosa-dan-b
unuh-neneknya-di-belitung

1. a) Apakah terdapat isu hak anak yang berhadapan dengan hukum dalam kasus
tersebut? Anak dalam situasi apa?
b) Bagaimana penerapan UU SPPA dalam kasus tersebut mengingat usia pelaku saat
melakukan tindak pidana? Jelaskan dengan argumentasi dan dasar hukum yang
memadai.

2. Apa saja yang dapat menjadi latar belakang dari disparitas pemidanaan? Dampak
apakah yang dapat ditimbulkan dari adanya disparitas pemidanaan? Bagaimana cara
menangani dampak dari disparitas pemidanaan tersebut?

16

Anda mungkin juga menyukai