Istilah
Child Delinquency
Juvenile Delinquency
Juvenile Justice
Anak nakal/anak delinkuen (anak yang mengalami penyimpangan perilaku)
Landasan Hukum
UU SPPA No. 11/2012
Sebelumnya:
● UU No. 3/1997 tentang Pengadilan Anak
● Ps. 45-47 KUHP [sudah tidak berlaku lagi]
1
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)
Residivis Anak
Untuk anak, catatan kriminal yg terjadi sebelumnya tidak dihitung apabila ia melakukan
tindak pidana lagi saat masih berumur dibawah 18 tahun, kecuali ketika ia melakukan tindak
pidana lagi setelah berumur 18 tahun.
2
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)
UU 11/2012 tentang SPPA merupakan dasar peringan pidana, berlaku mulai tahun 2014.
3
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)
LPKA
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA): lembaga tempat Anak Didik Pemasyarakatan
menjalani masa pidananya.
Pembinaan dilakukan oleh:
● Petugas LP/LPKA
● Pembimbing Kemasyarakatan
● Pekerja Sosial Profesional
● Tenaga Kesejahteraan Sosial
Petugas Pemasyarakatan yang tdk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dapat
diancam dengan pidana penjara dan/atau denda.
Telah dilakukan reorientasi pendidikan di LAPAS yang bertujuan untuk pergeseran paradigma
pemidanaan, dari retributif jadi utilitarian. Bu Nathalina said: Orang2 yang jadi petugas
pemasyarakatan aja udah ngga retributif, masa kalian masih retributif?
4
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)
5
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)
● Tidak boleh dilakukan kalau orangtua bisa menjamin bahwa anaknya tidak akan
kabur/ngerusak barang bukti/ngulangin TP.
● Penahan dilakukan di LPAS (Lembaga Penempatan Anak Sementara), kalo
gaada LPAS ditempatkan di LPKS (Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial)
3. Penuntutan (Pasal 41-42)
● Penuntut umum wajib mengupayakan diversi lagi paling lama 7 hari setelah
menerima berkas dari penyidik. Jika gagal lagi, perkara dilimpahkan ke
pengadilan. (Pasal 42)
4. Persidangan (Pasal 52-62)
● Setelah dilimpahkan, PN menentukan hakim dengan ketentuan dalam pasal
43-50. Kalo udah dipilih, hakim wajib diversi lagi, paling lama 7 hari setelah
ditetapkan oleh ketua PN sebagai hakim. Jika gagal lagi, perkara baru
dilanjutkan ke tahap persidangan. (Pasal 52)
● Ketentuan pada saat sidang:
★ Anak wajib didampingi oleh ortu/wali. Kalo gaada ortu/wali, minimal harus
didampingi advokat/pemberi bantuan hukum lainnya + pembimbing
kemasyarakatan. Kalo ga ada pendamping samsek, sidang batal.
★ Anak harus keluar saat Anak Korban/Saksi diperiksa.
★ Pada hari putusan, sidang terbuka untuk umum, anak boleh ga dateng.
★ Yang lain baca sendiri di UU hehe.
5. Pembinaan/Pembimbingan/Pengawasan/Pendampingan
Dilakukan oleh petugas kemasyarakatan, yang tediri dari:
● Pembimbing Kemasyarakatan (Pasal 64-65)
→ yang buat laporan penelitian diversi, ngawasin anak selama diversi,
ngelaporin ke PN kalo diversinya ga dilaksanakan, laporan penelitian untuk
semua tahap, ngurusin pembebasan bersyarat, dll. Pokoknya tugasnya lebih ke
administratif.
● Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial (Pasal 66-68)
→ tugasnya lebih ke konsultasi anak gitu, dia yang bantu proses pemulihan
anak dan ngebimbing anak, jadi sahabatnya anak.
6
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)
*Proses diversi harus diterapkan dalam berbagai tahap, dari tahap penyidikan hingga
persidangan. (Pasal 5 Ayat 3 & Pasal 7 Ayat 1)
*Diversi tidak berlaku bagi anak yang ancaman pidananya lebih dari 7 tahun (contoh:
pembunuhan, perkosaan, dll) dan residivis anak, jadi langsung ke tahap persidangan. (Pasal 7
Ayat 2)
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Masing-Masing Jenis Pidana Anak (Pasal 72-81)
Ps: penjelasan yang dimasukin cuman yang gaada ketentuannya di pasal, yang ketentuannya
ada di pasal baca sendiri hehe.
1. Pidana Peringatan (Pasal 72)
2. Pidana Dengan Syarat (Pasal 73)
● Pembinaan di luar lembaga(Pasal 74 dan 75)
● Pidana Pelayanan Masyarakat (Pasal 76)
→ Membantu lansia, orang cacat, anak yatim piatu, adminsitrasi ringan di kantor
kelurahan
● Pidana Pengawasan (Pasal 77)
3. Pidana Pelatihan Kerja (Pasal 78)
7
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)
8
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)
Peraturan Standar PBB Untuk Peradilan Anak (Beijing Rules, Rule No. 7)
● Praduga tak bersalah
● Hak untuk diberitahukan dakwaannya
● Hak tidak dipaksa utk memberikan kesaksian dan mengakui kesalahannya
● Hak atas penasehat hukum
● Hak atas kehadiran orang tua/walinya
● Hak untuk menghadapi dan memeriksa silang para saksi
● Hak utk melakukan upaya hukum banding terhadap otorita yang lebih tinggi.
9
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)
DISPARITAS PEMIDANAAN
(JUDICIAL DISCRETION)
Definisi
Disparitas penjatuhan pidana adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak
pidana yg sama atau terhadap tindak pidana yang sifat bahayanya dapat diperbandingkan
tanpa dasar pembeneran yg jelas.
Intinya: ketidaksamaan putusan hakim terhadap tindak pidana yang sama dengan alasan
yang ga jelas.
Kategori Disparitas
● Disparitas antara tindak pidana yg sama
● Disparitas antara tindak pidana yg mempunyai tingkat keseriusan yg sama (Cth:
penganiaayaan mengakibatkan mati dgn pembunuhan)
● Disparitas pidana yg dijatuhkan oleh satu majelis hakim
● Disparitas antara pidana yg dijatuhkan oleh majelis hakim yg berbeda untuk tindak
pidana yg sama
10
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)
Faktor Penyebab DP
1. Dari hukum itu sendiri (Faktor legal)
Kebebasan hakim yang sangat luas dalam memilih:
● Berat ringannya pidana (strafmaat) → karena di KUHP dan UU lain hanya
ditentukan ancaman minimum dan maksimum
● Jenis pidana ( strafsoort) → karena di KUHP dan UU lain ada sistem alternatif
pemidanaan
Ditambah lagi, independensi hakim dilindungi oleh UU, maka dari itu, jika tidak
didukung oleh transparansi dan profesionalitas hakim, maka faktor kewenangan yg
diberikan hukum dapat menjadi faktor disparitas.
2. Dari diri hakim (Faktor internal hakim)
Hakim memiliki background kehidupan sosial sendiri, dipengaruhi oleh latar belakang
sosial, pendidikan, agama, pengalaman, perangai (watak) dan perilaku sosial
(Singkatan: 4PAS)
● Faktor eksternal → rumusan UU/ancaman pidana dan tuntutan jaksa
● Faktor internal → persepsi hakim tentang suku agama ras, persepsi hakim
tentang the aims of punishment atau tujuan pemidanaan, bahkan pengalaman
hidup hakim
Banyak hakim yg tidak memutus sesuai hati nuraninya karena tdk mau repot dgn urusan
perkara hukum banding, akhirnya diputus 2/3 dari tuntutan jaksa.
3. Faktor ilegal
● Judicial bribery
Menawarkan sejumlah uang pada hakim dari pihak keluarga, pihak jaksa, pihak
penasihat hukum, panitera yg menangani perkara untuk memutus sesuai
kehendaknya
● Kedudukan sosial terdakwa
Pemidaan berbeda karena status sosial terdakwa, contoh: perbedaan
pemidanaan anak pejabat dengan anak karyawan biasa
11
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)
● Personal approach
Melalui orang-orang yang dekat dengan hakim → Hakim seharusnya tidak boleh
bertemu dengan jaksa, penasihat hukum, dll pada saat memutus perkara.
12
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)
Sistem Kamar
● Untuk mengeliminir putusan
13
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)
● Spesialisasi hakim, hakim dgn background pidana harus mengadili kasus pidana, hakim
perdata harus mengadili perdata, harus sesuai dngan background skill dan ilmu.
● MA untuk menjaga kesatuan penerapan hukum dan konsistensi putusan dgn
menempatkan hakim-hakim agung dgn kompetensi dan keahlian tertentu pada suatu
kamar perkara
● Rapat pleno kamar, yg salah satu agendanya membahas substansi perkara, dapat
menjamin konsistensi tafsir hakim pada kamar tersebut → Hasilnya diberikan kepada
pengadilan dibawahnya agar tidak terjadi disparitas. Namun, hasil yang menjadi
pedoman ini bukan sesuatu yang wajib diterapkan hakim, sifatnya tidak terikat.
Selalu ingat independensi hakim!
Proporsionalitas Pemidanaan
Desert Theory: beratnya sanksi pidana harus seimbang dengan kesalahan dari si pelaku →
berkorelasi dengan asas tiada pidana tanpa kesalahan.
Ukuran untuk kategori berat/ringannya pidana:
● Nilai kerugian materiil yang ditimbulkan
● Pandangan atau penilaian masyarakat terhadap suatu perbuatan pada satu waktu
tertentu
Teori Proporsionalitas: bertujuan untuk meminimalisir ketidakadilan yang disebabkan oleh
karena adanya perbedaan penjatuhan jenis atau besaran sanksi pidana.
3 strategi penjatuhan sanksi pidana yang dikembangkan di berbagai negara di dunia:
1. Indeterminate sentence (tidak ditentukan)
Penjatuhan pidana tidak didasarkan pada satu satuan waktu tertentu yang pasti,
namun menentukan “range” waktu tertentu, misalnya dipidana paling singkat 3 tahun
dan paling lama 6 tahun, dimana lama waktu ini akan tergantung kepada si terpidana
itu sendiri.
Contoh: pelaku divonis pidana penjara 3-6 tahun, kalo dia berkelakuan baik bisa bebas
setelah 3 tahun. Jadi bener-bener tergantung pada si pelaku.
Oleh karena itu, paradigma pemidanaan yang ada dapat dilihat dalam 2 poin penting:
● Pemidanaan bukan sebagai sarana menakut-nakuti tetapi merupakan sarana
pencerahan dimana diharapkan bahwa pelaku menyadari adanya kebaikan bagi
dirinya yang dapat diupayakannya sendiri
14
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)
● Adanya upaya perbaikan yang terjadi dengan sendirinya atas dorongan yang
muncul dari harapan untuk dapat membebaskan dirinya sendiri dari pada
mekanisme rehabilitasi yang diusahakan oleh institusi
2. Determinate sentence (tertentu)
Keterikatan hakim dalam menjatuhkan pidana didasarkan pada ketentuan adanya
satuan waktu yang pasti oleh UU.
Hakim harus memilih di antara pilihan-pilihan yang ada, misalnya dalam kasus
pencurian, maka UU menentukan besaran sanksi yaitu 3,4,5 tahun. Hakim harus
memilih salah satu, biasanya dia milihnya yg di tengah2, yaitu 4 tahun aja.
Contoh: pelaku divonis 4 tahun penjara, ya si pelaku harus bener2 ngejalanin pidana
penjara 4 tahun itu.
3. Mandatory sentence (memerintahkan)
Bila indeterminate dianggap terlalu luas dan determinate sentence dianggap terlalu rigid,
maka mandatory sentence merupakan mekanisme penjatuhan sanksi pidana yang
ditentukan oleh undang-undang berdasarkan skala tertentu. Biasanya ditentukan
berdasarkan skala minimal lamanya pidana (penjara) yang harus dijalani pelakunya.
Contohnya: pelaku divonis pidana penjara minimal 3 tahun, bebasnya tergantung si
pelaku bisa berkelakuan baik atau engga selama menjalani hukuman minimal tsb, yang
penting hukuman 3 tahun itu ia jalani.
Intinya:
Indeterminate → ga ditentuin, bebas banget tergantung si terpidana, cuman ditentuin rangenya
Determinate → ditentuin banget
Mandatory → ditentuin tapi ga banget, cuman ditentuin minimumnya
15
Disusun oleh:
Esther Melinia Sondang
(2017)
1. a) Apakah terdapat isu hak anak yang berhadapan dengan hukum dalam kasus
tersebut? Anak dalam situasi apa?
b) Bagaimana penerapan UU SPPA dalam kasus tersebut mengingat usia pelaku saat
melakukan tindak pidana? Jelaskan dengan argumentasi dan dasar hukum yang
memadai.
2. Apa saja yang dapat menjadi latar belakang dari disparitas pemidanaan? Dampak
apakah yang dapat ditimbulkan dari adanya disparitas pemidanaan? Bagaimana cara
menangani dampak dari disparitas pemidanaan tersebut?
16