— Ron Clark
The Ron Clark Story merupakan sebuah film yang diinspirasi dari
kisah nyata seorang guru bernama Ron Clark. Berawal dari
keinginan Clark untuk mengajar di New York, dia membulatkan
tekad untuk meninggalkan daerah asalnya. Berbekal informasi
mengenai berbagai sekolah di New York, Clark berusaha melamar
pekerjaan dari sekolah ke sekolah. Bukan hal yang mudah untuk
mendapatkan pekerjaan di kota besar.
Berbagai cara dilakukan oleh Clark untuk dapat mengambil hati para
siswanya. Hal itu tentu tidak lepas rintangan-rintangan dihadapi oleh
Clark. Dari siswa-siswa yang tidak menghormati guru hingga
menemui fakta bahwa siswanya sendiri menggalang taruhan selama
apa Clark dapat bertahan sebagai guru mereka. Sedikit demi sedikit
usaha Clark menemui titik terang. Siswa-siswanya mulai menaruh
perhatian terhadapnya.
Dari film ini, kita dapat memetik pesan moral bahwa setiap anak
memiliki kelebihan masing-masing. Yang diperlukan adalah
menanamkan keyakinan bahwa anak tersebut mampu untuk
berprestasi dan tidak cepat memberikan label bahwa seorang anak
itu “tidak berguna”, “tidak pandai” dan sebagainya. Karena, seperti
ungkapan oleh Ron Clark, bahwa setiap anak berhak mendapatkan
kesempatan.
Film yang rilis pada tanggal 13 Januari 2006 ini bercerita tentang
pengalaman nyata seorang guru dengan metode mengajar yang berbeda
untuk peserta didik “pilihan” di sebuah sekolah dasar, New York. Tokoh
utama dalam film ini adalah Ron Clark yang diperankan oleh Matthew Perry,
seorang guru yang sangat inovatif, kreatif, cerdas, pantang menyerah,
penyayang, dan bersemangat.
Sinopsis
Ron Clark adalah seorang guru yang sangat menginspirasi peserta didiknya.
Ron Clark atau Mr. Clark semula menjadi guru selama empat tahun di
Snowden Elementary school di Aurora, North California pada tahun 1994. Ia
membuat sekolah dasar tersebut menjadi sekolah yang mendapatkan nilai
kelulusan memuaskan. Singkat cerita, akhirnya ia memutuskan untuk pindah
ke New York.
Setelah resmi diterima di SD Harlem, Mr. Clark diajak Mr. Turner, kepala
sekolah SD Harleem, untuk berkeliling sekolah dan ditunjukkan kelas yang
akan Mr. Clark ajar. Sebelum ia mengajar kelasnya, terlebih dahulu dia
mengunjungi rumah dan orang tua masing-masing peserta didikya. Saat
mengunjungi mereka satu persatu, Mr. Clark menemukan berbagai kondisi
dan latar belakang yang sangat berbeda.
Ketika Mr. Clark masuk ke kelas untuk pertama kalinya, dia melihat kondisi
peserta didiknya yang begitu heterogen. Mereka begitu acuh dan sama sekali
tidak menghargai keberadaan guru di dalam kelas. Mr. Clark mencoba untuk
menyesuaikan dengan kondisi peserta didiknya. Selanjutnya, Mr. Clark
menerapkan beberapa aturan dalam kelasnya dan peraturan yang pertama
kali harus diterapkan adalah “menjadikan kelas tersebut sebagai keluarga”.
Mr. Clark sangat menekankan keberadaan mereka sebagai sebuah keluarga
yang harus saling membantu, menghargai dan menyayangi satu dengan
lainnya. Tentu peraturan tersebut tidak mudah untuk dijalankan. Namun, Mr.
Clark tidak pernah bosan untuk berusaha dan menerapkan peraturan
istimewa tersebut.
Banyak sekali kebiasaan peserta didik yang sangat tidak baik, mulai dari
kebiasaan mereka yang tidak menghargai kawan maupun gurunya, berkelahi,
dan kenakalan-kenakalan lainnya. Suatu ketika, Mr. Clark terpancing
emosinya di depan kelas karena ulah salah satu peserta didiknya. Ia
membalikkan meja kelas milik Shemika, dan semenjak itu ia merasa sangat
menyesal dan putus asa. Karena banyak sekali tekanan, pergolakkan emosi,
dan sulitnya menghadapi kondisi peserta didik, Mr. Clark merasa putus asa
dan berniat untuk berhenti mengajar di SD Harleem.
Maurice, seorang wanita yang dikaguminya, memberinya semangat agar
tetap berjuang dan membuktikan bahwa dirinya mampu menaklukkan kondisi
para peserta didiknya yang begitu “berbeda”. Berkat dorongannya itu,
akhirnya Mr. Clark mengurungkan niatnya untuk menyerah dan kembali
mengajar di kelas keesokan harinya.
Selain itu, Mr. Turner, kepala sekolah SD Harleem merasa kurang menyukai
dengan gaya pembelajaran yang dilakukan oleh Mr. Clark, bahkan Mr. Turner
sempat menekan kepadanya dengan mengatakan “My school, my rule, my
way!”. Mr. Turner menuntut agar seluruh peserta didiknya bisa lulus ujian
akhir, ia tidak mementingkan metode-metode pengajaran yang dilakukan Mr.
Clark di kelas.
Walaupun dalam kondisi sakit dan terbaring lemah di Rumah Sakit, Mr. Clark
tetap mengajar dengan menggunakan rekaman video. Ia tetap amanah
untuk menjalankan kewajiban mengajarnya. Rekaman video yang dibuatnya,
dinyalakan di kelas, sehingga peserta didiknya masih bisa untuk belajar di
kelas. Seminggu sebelum Ujian Nasional, Mr. Clark sudah kembali pulih dan
masuk kembali ke kelasnya. Dia hanya sekadar mengulang dan memberikan
penguatan-penguatan pada peserta didiknya. Kelas Mr. Clark kini menjadi
sebuah kelas yang sangat berbeda dengan kondisi awal, rasa kekeluargaan
yang terbangun kini menjadi semakin sangat erat.
Mr. Clark merasa cemas dan tegang memikirkan peserta didiknya yang
sedang melaksanakan Ujian Nasional. Namun, ketika ujian telah berakhir,
nampak ekspresi lega dari raut wajahnya. Selanjutnya, Mr. Clark mengajak
seluruh peserta didiknya ke DE PHANTOM of de Opera, sebagai hadiah dan
sekaligus penyegaran setelah mengerjakan Ujian Nasional. Saat para peserta
didik mendapatkan tiketnya, terlihat mereka begitu senang dan sangat
bersemangat.
Ketika hasil telah diperoleh, pada hari itu Mr. Clark mengundang orang tua
peserta didik untuk menyaksikan pengumuman nilai dari putra-putrinya. Di
tengah-tengah acara itu, Mr. Turner tiba-tiba masuk dan memberikan surat
pengumuman. Isi dari surat tersebut adalah memberitahukan bahwa niai dari
salah satu peserta didiknya merupakan nilai tertingggi dalam Ujian nasional,
bahkan nilai rata-rata kelas itu yang terbaik dan mengalahkan nilai rata-rata
kelas unggulan. Kelas pun sontak menjadi riuh dengan kebahagiaan dan
kegembiraan. Atas semua hal yang telah didapatkan oleh para peserta didik,
mereka memberikan penghargaan kepada Mr. Clark sebagai guru terbaik.
Ialah sosok guru yang tidak pernah berhenti untuk memberikan berbagai hal-
hal terbaik bagi peserta didiknya. Ia menjadikan profesi guru bukan hanya
sekadar profesi, tapi sebagai sebuah panggilan hati.
Analisis
Hikmah
Hikmah yang bisa diambil untuk seorang guru dari film ini, yaitu: