Anda di halaman 1dari 3

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa pada suhu


40 - 50 ° C terdapat pertumbuhan dua koloni bakteri yang sangat banyak. Namun
berdasarkan hasil pengamatan bakteri E. coli masih tumbuh optimal pada suhu
60° C, Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa bakteri S. aureus merupakan
bakteri mesofilik, menurut Stuart & Laraia, (2005) yang menyatakan Sebagian
besar pertumbuhan bakteri mencapai optimal pada suhu sekitar 20-45°C yang
disebut mesofilik. Sedangkan untuk bakteri E. coli berdasarkan data hasil
pengamatan tersebut merupakan bakteri termofilik, hal ini juga sesuai dengan
pernyataan Stuart & Laraia, (2005) yang menyatakan bahwa untuk bakteri
termofilik yang telah menyesuaikan diri untuk bertahan hidup, dan berkembang
pada suhuyang lebih tinggi.Bakteri termofilik akan mampu tumbuh dalam
rentangan suhu sekitar 40-80°C, dengan pertumbuhan optimal pada kisaran suhu
50-65°C.
Namun, berdasarkan hasil penelitian yang dilaukuan Rudyansyah, dkk.,
(2015) diketahui bahwa bakteri E. coli bukan merupakan bakteri termofilik,
karena bakteri E. coli mapmu hidup dengan kisaran suhu 15 – 45° C dengan suhu
optimum sebesar 37° C. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Lestari, dkk.,
(2018) yang menyatakan bahwa bakteri E. coli dapat tumbuh pada suhu 10 - 45ºC
dengan suhu optimum 37 C dan akan mati pada suhu 60ºC selama 30 menit selain
itu bakteri ini tidak tahan akan tempat kering. Perbedaan hasil yang terjadi dapat
disebabkan oleh ketahanan panas bakteri dipengaruhi oleh komposisi pangan
seperti jumlah karbohidrat, protein dan lemak, perbedaan strain, perbedaan faktor
lingkungan seperti suhu pertumbuhan, media pertumbuhan, paparan terhadap
panas. Jumlah mikroba pada bahan juga mempengaruhi ketahanan mikroba
terhadap panas (Bryne, 2006). Setiap bakteri akan mempunyai penyesuaian
terhadap kondisi lingkungan dengan cara yang berbeda-beda, seperti pada saat
nutrisi berkurang, penurunan pH atau pada kondisi dimana suhu menurun atau
meningkat (Ouazzou dkk., 2012). Perbedaan strain juga mempengaruhi ketahanan
terhadap panas, hal ini dikarenakan strain menunjukkan asal isolat tersebut di
isolasi. suhu pertumbuhannya, media pertumbuhannya, penerimaan panas
sebelumnya seperti heat stress merupakan kondisi lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan bakteri (Cebrian, dkk., 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan pada suhu 80 ° C kedua koloni bakteri
menunjukkan pertumbuhan yang sedikit. Pada suhu 90 ° C koloni bakteri E. coli
tidak menunjukkan adanya pertambahan pertumbuhan, sedangkan pada koloni
bakteri S. aureus berhenti bertumbuh. Hal ini menunjukan baha terdapat
perbedaan terhadap ketahanan suhu, menurut Mailia, dkk., (2015) ketahanan
panas bakteri dipengaruhi oleh komposisi nutrient yang terdaat pada media
pertumbuhan yang digunakan seperti jumlah karbohidrat, protein dan lemak,
perbedaan strain, perbedaan faktor lingkungan seperti suhu pertumbuhan, paparan
terhadap panas.
Berdasarkan hasil pengamtan yang dilakukan diketahui bahwa pada suhu
sebesar 100°C, kedua kolon bakteri tersebut tidak mengalami pertumbuhan sama
sekali. Menurut Peczar, (2012) sel vegetative bakteri jauh lebih peka terhadap
panas dibandingkan dengan soporanya. Kebanyakan sel bakteri akan mati dlam
waktu 5-10 menit pada suhu 67-70 °C dengan panas lembab. Kebanyakan spora
bakteri akan mati apabila dipanaskan pada suhu 100 °C selama jangkan waktu 5-
10 menit. Kematian bakteri ini terjadi karena rusaknya enzim yang menjalankan
metabolisme bakteri. Pertumbuhan bakteri bergantung pada reaksi-reaksi kimiawi
dan laju reaksi-reaksi tersebut dipengaruhi oleh suhu terutama reaksi secara
enzimatis sehingga pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh suhu (Pleczar &
Chan, 2007).
Daftar Pustaka
Mailia, R., Yudhistira, B., Pranoto, Y., Rochdyanto, S., &Rahayu, E. S. 2015.
Ketahanan Panas Cemaran Escherichia Coli, Staphylococcus Aureus,
Bacillus Cereus Dan Bakteri Pembentuk Spora yang Diisolasi dari Proses
Pembuatan Tahu di Sudagaran Yogyakarta. Agritech, 35(3), 300-308.
Stuart, G.W., and Laraia, M.T. 2005.Principles and Prectice Of Psychiatry
Nursing 7 Edition St. Louis. Missouri: Mosby Year Book.
Ouazzou, A.A., Manas, P., Condon. S., Pagan, R. dan Gonzalo, G.D. (2012). Role
of general stress-response alternative sigma factors s 308S (RpoS) and s
bacterial heat resistance as a fuction of treatment medium pH.
International Journal of Food Microbiology 153, 358-364.
Byrne, B., Dunne, G. dan Bolton, D.J. (2006). Thermal inactivation of Bacillus
cereus and Clostridium perfringens vegetative cells and spores in pork
luncheon roll, International Journal of Food Microbiology 23: 803-808.
Cebrian,G., Condon.S. dan Manas, P. (2009). Heat adaptation induced
thermotolerance in Staphylococcus aureus influence of the alternative
factor OB. International Journal of Food Microbiology 135: 274-280.
Pleczar, M & Chan, E.C.S. 2007. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume 1.
Hadioetomo, R.S., Imas, T., Tjitrosomo, S.S dan Angka, S. L, penerjemah.
Jakarta: UI Press. Terjemahan dari Elements of Microbiology.
Pelczar, M. 2012. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta : UI Press.
Rudiyansyah, A. I., Wahyuningsih, N. E., & Kusumanti, E. Pengaruh Suhu,
Kelembaban, dan Sanitasi Terhadap Keberadaan Bakteri Eschericia Coli
dan Salmonella di Kandang Ayam pada Peternakan Ayam Broiler
Kelurahan Karanggeneng Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
3(2), 196-201.

Anda mungkin juga menyukai