Anda di halaman 1dari 3

Mikrosporogenesis

Mikrosporogenesis merupakan pembentukan mikrospora di dalam kepala


sari (anther). Didalam anther terdapat sel induk mikrospora yang disebut
mikrosporosit bersifat diploid. Mikrosporosit akan mengalami pembelahan
meiosis sehingga dihasilkan empat mikrospora yang haploid dan masih menyatu
disebut juga sebagai tetrad mikrospora (Budiwati, 2009). Anther memiliki empat
buah kantung polen yang berpasangan pada dua teka. Kedua teka tersebut
dihubungkan oleh konektivum (penghubung kepala sari), yakni jaringan steril
yang dilalui oleh berkas pembuluh benang sari (stamen). Anther yang masih muda
memiliki sel homogen yang bersifay meristematik dan dikelilingi oleh epidermis.
Pembelahan sel terjadi secara periklinal pada lapisan sebelah dalam epidermis dan
akan menghasilkan sel-sel arkesporial (Meriko, dkk., 2016).

SEl arkesporial memiliki inti yang jelas dan ukurannya lebih besar
dibandingkan sel homogeny lainnya. Sel ini akan membelah secara periklinal kea
rah luar membentuk sel parietal primer sedangkan pembelahan ke arah dalamnya
membentuk sel sporogen primer. Sel parietal primer tersusun berlapis-lapis yang
akhirnya akan membentuk lapisan penyususn dinding anther. Sel parietal akan
membentuk dinding antera yang terdiri dari jaringan endotesium, lapisan tengah
dan tapetum. Sel endotesium berada dibawah lapisan epidermis. Lapisan tengah
ditandai dengan adanya satu lapisan yang bentuknya agak pipih. Sel tapetum
terletak sebelah dalam dan berbatasan langsung dengan sel-sel induk mikrospora,
ukuran selnya jauh lebih besar dibandingkan dengan dinding antera lainnya dan
inti sel terlihat lebih besar. Fungsi tapetum ialah sebagai sumber nutrisi yang
mendukung perkembangan mikrospora menjadi polen (Meriko, dkk., 2016).

Selama tahap awal mikrosporogenesis, lapisan tengah, endotesium dan


epidermis memiliki bentuk dan ukuran sel yang hampir sama dan tidak dapat
dibedakan satu sama lain, tetapi setelah terjadinya meiosis perbedaan tiap sel
dapat terlihat semakin jelas Sel sporogen akan berkembang menjadi sel induk
mikrospora. Sel induk mikrospora tersusun rapat dan belum terpisah antara satu
sel dengan yang sel lainnya. Sel induk mikrospora memiliki inti yang jelas
terlihat, sitoplasmanya lebih besar dari sel-sel disekitarnya. Sel induk mikrospora
akan membelah membentuk mikrospora diad melalui meiosis I yang berlangsung
secara simultan. Akhir meiosis I ditandai dengan tidak terbentuk dinding yang
memisahkan dua inti yang disebut binukleat. Hasil meiosis ini akan membentuk
tetrad bertipe tetrahedral. Bagian-bagian yang masih ada pada tahap tetrad ini sel
epidermis, tiga sampai empat lapisan tengah, dan dua lapisan tapetum. Dinding
pemisah baru terbentuk setelah selesainya tahap meiosis II. Pada tahap akhir,
mikrospora akan terlepas dari tetrad dan menjadi mikropora soliter atau polen.

Sumber : (Iriawati & Suradinata, 2015)

Daftar Rujukan

Budiwati. 2009. Miskonsepsi Pada Buku Pelajaran Biologi Kelas 3 SMP Pokok
Bahasan Perkembangbiakan Tumbuhan. Makalah disajikan dalam Seminar
Nasional Pendidika, Penelitian, dan Penerapan MIPA. Hotel Sahid Raya,
Yogyakarta, 8 Februari 2009.

Iriawati & Suradinata, T. 2015. Modul 1: Struktur Bunga, Alat Reproduksi, serta
Proses Reproduksi Jantan dan Betina pada Tumbuhan Angiospermae. (Online),
(http://repository.ut.ac.id/4506/1/BIOL4448-M1.pdf), diakses 3 November 2019.
Meriko, L., Dahlan, S. & Mansyurdin, 2016. Perkembangan Androecium
Nepenthes gracilis Korth. BioConcetta, 2(1), 60-68. Dari
https://media.neliti.com/media/publications/75533-ID-none.pdf

Anda mungkin juga menyukai