Disusun oleh :
Jevien Akbar Santosa / 15716011
Siti Anjani Nurul Islamiati / 15716026
Malikhey Almanta Siregar / 15716032
Kelompok 4
Tanggal Praktikum : 11 September 2017
Tanggal Pengumpulan : 18 September 2017
PJ Modul : Anggita Larasati
Asisten : Mirra Hasna Nurdini
II. Prinsip
Penentuan teori prinsip, bagian-bagian, fungsi dan cara
penggunaan mikroskop cahaya melalui pengamatan terhadap
morfologi sel yang diwarnai dengan meletakkan perbesaran 40x, 100x,
200x, 400x, dan 1000x.
3
Yang termasuk bagian optik adalah :
Cermin : untuk menangkap sinar bila tidak menggunakan
lampu.
Kondensor (6) : terletak di bagian bawah meja mikroskop.
Alat ini terdiri dari diagframa (7), suatu alat untuk
mengatur cahaya ke lensa. Diagframa dapat ditutup dan
dapat dibuka. Selain diagframa masih ada alat penyaring
sinar. Kondensor dapat digerakkan ke atas dan ke bawah
sesuai dengan keperluan. Sinar dari lampu atau dari cermin
akan diteruskan ke lensa melalui diagframa pada
kondensor, lewat lubang pada meja mikroskop.Jumlah
cahaya yang masuk akan berbeda pada lensa objektif yang
berbeda.
Lensa mikroskop : biasanya lensa ini merupakan lensa
susun yang terletak pada tubus. Lensa yang berdekatan
dengan meja mikroskop disebut lensa obyektif (4). Lensa
ini terletak pada bagian yang dapat diputar yang disebut
revolver atau pemutar lensa (3) .Biasanya lensa obyektif
lebih dari satu sesuai dengan ukuran pembesarannya. Ada
yang memiliki perbesaran 4x, 10x, 20x, 40x atau 100x, ini
pun sesuai dengan apa yang sedang diamati, untuk
pengamatan bakteri digunakan perbesaran lensa 100x.
Lensa yang letaknya jauh dari meja mikroskop terletak di
ujung lain dari tubus disebut lensa okuler (1). Melalui lensa
okuler ini mata dapat mengamati obyek yang terletak pada
meja mikroskop. Lensa okuler biasanya hanya satu, kecuali
pada mikroskop binokuler, lensa okulernya ada dua, atau
juga pada mikroskop stereo. Perbesaran lensa okuler 10x
atau 6x. Jadi dengan adanya susunan lensa okuler dan
obyektif ini, maka gambar yang terlihat cukup jelas dan
diperbesar sebanyak perbesaran lensa okuler x perbesaran
lensa obyektif yang digunakan (Tabel II.1)
4
Pemutar fokus :ada yang kasar (9) dan ada yang halus (10),
letaknya dekat dengan meja mikroskop. Alat ini digunakan
untuk mengangkat atau menurunkan lensa obyektif
sehingga letaknya dapat mendekati atau menjauhi obyek
pada meja mikroskop. Untuk jarak yang jauh digunakan
pengatur fokus kasar karena jarak lensa dengan obyek
cukup jauh, tetapi bila jarak obyek dengan lensa cukup
dekat maka yang digunakan pengatur fokus halus. Bila
digunakan pengatur fokus kasar untuk jarak lensa yang
dekat dengan obyek, maka lensa dapat segera mengenai
obyek, sehingga terjadi kerusakan pada obyek atau lensa.
Rendah/scanning 4x 10 x 40 x
Medium 10 x 10 x 100 x
Tinggi 40 x 10 x 400 x
5
Minyak 100 x 10 x 1000 x
imersi
6
dan lensa 4x berjarak 9 - 10mm (Gambar 1.3 ). Bila jarak
sangat dekat maka udara yang ada antara obyek dengan lensa
sangat tipis, sehingga cahaya yang dibiaskan obyek tidak
masuk kedalam lensa, akibatnya obyek tidak akan terlihat. Oleh
karena itu harus digunakan minyak imersi yang dapat
mengembalikan indeks bias sehingga cahaya dibiaskan ke
dalam lensa dan obyek jadi terlihat ( Gambar II.2 ).
4. Minyak imersi dipakai apabila obyek telah terlihat jelas dengan
lensa obyektif perbesaran 40x, teteskan satu tetes minyak
imersi pada obyek yang akan diamati, lalu hati-hati lensa
diputar tepat menyinggung minyak. Setelah itu gunakanlah
selalu pengatur fokus halus, jangan gunakan pengatur fokus
kasar.
5. Bila pengamatan telah selesai bersihkanlah minyak imersi
dengan menggunakan kapas yang diberi larutan Xylol. Hati -
hati menggunakan Xylol sebab dapat melarutkan plastik.
6. Setelah semua pengamatan selesai, bersihkanlah mikroskop
dengan menggunakan lap, jangan sampai preparat tertinggal
pada meja mikroskop. Letakan lensa obyektif dengan
perbesaran paling lemah tepat diatas lubang meja mikroskop,
turunkan meja mikroskop dan juga kondensor. Kemudian
mikroskop dimasukan kembali ke dalam kotaknya.
- Minyak xylol
7
(Gambar II.2 Hubungan antara jarak kerja lensa objektif dengan
bukaan diafragma ( Sumber : Cappucino and Sherman, 1996)
V. Daftar Pustaka
Barti, Setiani dan Mayrina Firdayati. 2016. Penuntun Praktikum
Mikrobiologi Lingkungan. Bandung : ITB
8
MODUL 03 PEWARNAAN
I. Tujuan
1. Mengidentifikasi bentuk dan susunan bakteri
2. Menentukan reaksi kimia dalam pewarnaan basa
Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit,
karena selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat
kecil. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik
pewarnaan sel bakteri sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah
diamati. Oleh karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan
salah satu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian
mikrobiologi (Dwidjoseputro, 2005).
9
Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum,
dansebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna
sederhana. Istilah ”pewarna sederhana” dapat diartikan dalam
mewarnai sel-sel bakteri hanya menggunakan satu macam zat warna
saja. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna
sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa)
sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana
umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya
bermuatan positif) (Pelczar, 2007).
10
yang paling umum digunakan untuk mewarnai sel bakteri (Volk
&Wheeler, 1984).
Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan ion negatif,
salah satu di antaranya berwarna. Pada zat warna yang bersifat basa,
warna terdapat pada ion positif. Dan pada pewarna asam, warna akan
terdapat pada ion negatif. Hubungan antara bakteri dengan zat pewarna
basa yang menonjol disebabkan terutama oleh adanya asam nukleat
dalam jumlah besar dalam protoplasma sel. Jadi, jika bakteri itu
diwarnai, muatan negatif dalam asam nukleat bakteri akan bereaksi
dengan ion positif zat pewarna basa, Kristalviolet, safranin dan metilin
blue adalah beberapa zat pewarna basa yang biasa digunakan.
Sebaliknya zat pewarna asam ditolak oleh muatan negatif bakteri
menyeluruh. Jadi, mewarnai bakteri dengan zat pewarna asam akan
menghasilkan hanya pewarnaan pada daerah latar belakang saja.
Karena sel bakteri tak berwarna di atas latar belakang yang berwarna
(Volk & Wheeler, 1984).
Pengenalan bentuk mikroba (morfologi), kecuali mikroalgae harus
dilakukan pewarnaan terlebih dahulu agar dapat diamati dengan jelas.
Pada umumnya bakteri bersifat tembus cahaya, hal ini disebabkan
karena banyak bakteri yang tidak mempunyai zat warna. Tujuan dari
pewarnaan adalah untuk mempermudah pengamatan bentuk sel
bakteri, memperluas ukuran jazad, mengamati struktur dalam dan luar
sel bakteri, dan melihat reaksi jazad terhadap pewarna yang diberikan
sehingga sifat fisik atau kimia jazad dapat diketahui (Waluyo, 2004).
11
warna tersebut disebut pewarna basa. Dan bila ion yang mengandung
warna adalah ion negatif maka zat warna tersebut disebut pewarna
negatif (Hadiutomo, 1990).
12
V. Hasil Pengamatan
No. Hasil Pengamatan Keterangan
Bakteri : Escheria coli (dalam agar
miring)
Jenis kultur : kultur padat
Jenis reagen : kristal violet
1. Perbesaran : 1000x
Pengamatan : Terlihat bakteri
berbentuk silinder berwarna ungu
sumber : pribadi
Bakteri : Sarcina lutea
Jenis kultur: Kultur cair
Jenis reagen : metilen biru
Perbesaran: 1000x
2.
Pengamatan : Bakteri berbentuk
coccus dan berwarna biru ketika
selesai diwarnai
Sumber : kelompok 11
Bakteri : Staphylocuccus aureus
(dalam agar miring)
Jenis kultur : kultur padat
Jenis reagen : metilen biru
3.
Perbesaran : 1000x
Sumber : Kelompok 6
VI. Analisis Data
Pada pewarnaan basa, salah satu prosedur kerjanya adalah
difiksasi, yang bertujuan untuk melekatkan bakteri ke kaca objek.
Pemanasan tidak boleh terlalu panas karena bisa merusak sel bakteri.
Kemudian pembilasan, pembilasan dilakukan supaya zat pewarna yang
berlebihan pada kaca objek bisa hilang serta dapat diamati di bawah
mikroskop maka dari itu dilakukan pembilasan dengan aquades. Saat
mengaliri bakteri dengan aquades tidak boleh langsung terkena bakteri dan
harus dari sebelah atas kaca untuk meminimalisir bakteri yang terbuang dari
kaca objek, karena bila bakteri cenderung sedikit, akan mempersulit dalam
pengamatan dibawah mikroskop. Lalu saat meneringkan kaca objek yang
telah dibilas, tidak boleh diseret namun ditempelkan pada sisi samping
bakteri, hal ini dilakukan untuk mencegah bakteri yang ikut terbuang.
Umumnya bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna
sederhana karena dinding selnya bersifat basofilik (suka akan basa)
dan cenderung bermuatan negatif. Reaksi yang terjadi dengan dinding
sel pada pewarnaan basa ini adalah karena dinding sel bakteri
umumnya bermuatan negatif maka jika diberi reagen yang bersifat
basa yang cendeung bermuatan positif, warna dapat terikat pada
dinding sel bakteri karena tidak ada penolakan antar muatan tersebut
seperti Escheria coli (yang didapat dari kultur padat agar miring)
mengikat warna kristal violet menyebabkan Escheria coli berwarna
ungu kemudian Sarcina lutea (yang didapat dari kultur cair) ,
Staphylocuccus aureus (yang didapat dari kultur padat agar miring),
dan Pseudomonas putida (yang didapat dari kultur padat agar miring )
menyerap warna biru dari metilen biru.
14
Pewarnaan sederhana ada dua yaitu pewarnaan asam dan basa.
Kami mengamati bahwa pewarnaan basa lebih mudah untuk membuat
apisannya dan melakukan pengamatan karena tidak membutuhkan
banyak waktu dan tidak perlu meratakan (suspensi) reagen seperti
pewarnaan asam. Pada pewarnaan asam, kami membuat apusan dua
kali karena nigrosin yang diteteskan berlebihan dan saat melakukan
perataan (suspensi) tidak dapat membuat rataan yang tipis pada
pembuatan apusan untuk pewarnaan asam pertama sehingga bakteri
tidak kelihatan.
VII. Kesimpulan
Dari percobaan yang kami lakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa
dengan teknik pewarnaan basa ini bakteri dapat dilihat perbedaan
bentuk morfologi bakteri yaitu Escheria coli dan Pseudomonas putida
berbentuk batang/silinder, Sarcina lutea berbentuk coccus,
Staphylocuccus aureus berbentuk bulat.
Susunan sel ketiga bakteri tersebut sama yaitu dinding selnya
mengikat warna bermuatan positif menyebabkan warna reagen masuk
dan terwarna ke dalam dinding sel dengan baik.
I. Tujuan
15
1. Mengidentifikasi bentuk morfologi dan susunan sel bakteri
2. Menentukan reaksi kimia dalam pewarnaan asam
16
Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum,
dansebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna
sederhana. Istilah ”pewarna sederhana” dapat diartikan dalam
mewarnai sel-sel bakteri hanya menggunakan satu macam zat warna
saja. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna
sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa)
sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana
umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya
bermuatan positif) (Pelczar, 2007).
Pewarnaan bakteri bertujuan untuk memudahkan melihat bakteri
dengan mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk
melihat struktur luar dan struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan
vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas dari pada
bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras mikroorganisme
dengan sekitarnya (Pelczar, 2007).
Teknik pewarnaan pada bakteri dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu pengecatan sederhana, pengecatan diferensial dan
pengecatan struktural. Pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad
renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada
lapisan tipis, atau olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan
sederhana. Prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan di
antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba disebut teknik
pewarnaan diferensial (Pelczar, 2007).
Prinsip dasar dari pewarnaan adalah adanya ikatan ion antara
komponen selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang
disebut kromogen. Ikatan ion dapat terjadi karena adanya muatan
listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarna. Terdapat
tiga mcam metode pewarnaan yaitu pewarnaan sederhana, pewarnaan
diferensial dan pewarnaan gram. Pewarnaan sederhana menggunakan
pewarna tunggal, pewarnaan diferensial memakai serangkaian larutan
pewarna atau reagen. Pewarnaan gram merupakan metode pewarnaan
17
yang paling umum digunakan untuk mewarnai sel bakteri (Volk
&Wheeler, 1984).
Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan ion
negatif, salah satu di antaranya berwarna. Pada zat warna yang bersifat
basa, warna terdapat pada ion positif. Dan pada pewarna asam, warna
akan terdapat pada ion negatif. Hubungan antara bakteri dengan zat
pewarna basa yang menonjol disebabkan terutama oleh adanya asam
nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel. Jadi, jika bakteri
itu diwarnai, muatan negatif dalam asam nukleat bakteri akan bereaksi
dengan ion positif zat pewarna basa, Kristalviolet, safranin dan metilin
blue adalah beberapa zat pewarna basa yang biasa digunakan.
Sebaliknya zat pewarna asam ditolak oleh muatan negatif bakteri
menyeluruh. Jadi, mewarnai bakteri dengan zat pewarna asam akan
menghasilkan hanya pewarnaan pada daerah latar belakang saja.
Karena sel bakteri tak berwarna di atas latar belakang yang berwarna
(Volk & Wheeler, 1984).
Pengenalan bentuk mikroba (morfologi), kecuali mikroalgae harus
dilakukan pewarnaan terlebih dahulu agar dapat diamati dengan jelas.
Pada umumnya bakteri bersifat tembus cahaya, hal ini disebabkan
karena banyak bakteri yang tidak mempunyai zat warna. Tujuan dari
pewarnaan adalah untuk mempermudah pengamatan bentuk sel
bakteri, memperluas ukuran jazad, mengamati struktur dalam dan luar
sel bakteri, dan melihat reaksi jazad terhadap pewarna yang diberikan
sehingga sifat fisik atau kimia jazad dapat diketahui (Waluyo, 2004).
Berhasil tidaknya suatu pewarnaan sangat ditentukan oleh
waktu pemberian warna dan umur biakan yang diwarnai (umur biakan
yang baik adalah 24 jam). Umumnya zat warna yang digunakan adalah
garam-garam yang dibangun oleh ion-ion yang bermuatan positif dan
negatif dimana salah satu ion tersebut berwarna. Zat warna
dikelompokkan menjadi dua, yaitu zat pewarna yang bersifat asam dan
basa. Jika ion yang mengandung warna adalah ion positif maka zat
warna tersebut disebut pewarna basa. Dan bila ion yang mengandung
18
warna adalah ion negatif maka zat warna tersebut disebut pewarna
negatif (Hadiutomo, 1990).
Pada pewarnaan sederhana hanya digunakan satu macam zat warna
untuk meningkatkan kontras antara mikroorganisme dan sekelilingnya.
Lazim, prosedur pewarnaan ini menggunakan zat warna basa seperti
seperti kristal violet, metilen biru, karbol fuchsin, safranin, atau
malakit hijau. Kadangkala digunakan zat warna negatif untuk
pewarnaan sederhana. Zat warna asam yang sering digunakan adalah
nigrosin dan merah kongo (Lay, 1994).
Prosedur Pewarnaan sederhana mudah dan cepat, sehingga
pewarnaan ini sering digunakan untuk melihat bentuk ukuran dan
penataan pada mikoorganisme bakteri. Pada bakteri dikenal bentuk
yang bulat (coccus), batang(basil), dan spiral. Dengan pewarnaan
sederhana dapat juga terlihat penataan bakteri. Pada coccus dapat
terlihat pewarnaan seperti rantai (streptococcus), buah anggur
(stafilococcus), pasangan (diplococcus), dan bentuk kubus yang terdiri
dari 4 atau 8 (saranae) (Lay, 1994).
V. Hasil Pengamatan
19
No. Hasil Pengamatan Keterangan
Bakteri : Escheria coli (dalam agar
miring)
Jenis kultur : kultur padat
Jenis reagen : nigrosin
Perbesaran : 1000x
1. Pengamatan : Terlihat bakteri
berbentuk silinder berwarna putih
sumber : pribadi
Sumber : kelompok 11
Bakteri : Staphylocuccus aureus
(dalam agar miring)
Jenis kultur : kultur padat
Jenis reagen : nigrosin
3. Perbesaran : 1000x
Pengamatan : bakteri berbentuk
bulat berwarna putih
Sumber : kelompok 12
Sumber : kelompok 6
VI. Analisis Data
Pada pewarnaan asam, salah satu prosedur kerjanya adalah
difiksasi, yang bertujuan untuk melekatkan bakteri ke kaca objek.
Pemanasan tidak boleh terlalu panas karena bisa merusak sel bakteri.
Kemudian pembilasan, pembilasan dilakukan supaya zat pewarna
yang berlebihan pada kaca objek bisa hilang serta dapat diamati di
bawah mikroskop maka dari itu dilakukan pembilasan dengan aquades.
Saat mengaliri bakteri dengan aquades tidak boleh langsung terkena
bakteri dan harus dari sebelah atas kaca untuk meminimalisir bakteri
yang terbuang dari kaca objek, karena bila bakteri cenderung sedikit,
akan mempersulit dalam pengamatan dibawah mikroskop. Lalu saat
meneringkan kaca objek yang telah dibilas, tidak boleh diseret namun
ditempelkan pada sisi samping bakteri, hal ini dilakukan untuk
mencegah bakteri yang ikut terbuang.
Umumnya bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna
sederhana karena dinding selnya bersifat basofilik (suka akan basa)
dan cenderung bermuatan negatif. Reaksi yang terjadi dengan dinding
sel pada pewarnaan asam ini adalah karena dinding sel bakteri
umumnya bermuatan negatif jika diberi reagen yang bersifat asam
yang cendeung bermuatan negatif, maka akan terjadi penolakan antara
dua muatan tersebut sehingga bakteri tidak terwarna, hanya
lingukannya saja yang terwarna seperti Escheria coli (yang didapat
dari kultur padat agar miring) tidak mengikat warna dari nigrosin
menyebabkan Escheria coli berwarna putih, kemudian Sarcina lutea
(yang didapat dari kultur cair) , Staphylocuccus aureus (yang didapat
dari kultur padat agar miring), dan Pseudomonas putida (yang didapat
21
dari kultur padat agar miring ) juga tidak mengikat warna nigrosine
sehingga berwarna putih.
Pewarnaan sederhana ada dua yaitu pewarnaan asam dan basa.
Kami mengamati bahwa pewarnaan basa lebih mudah untuk membuat
apisannya dan melakukan pengamatan karena tidak membutuhkan
banyak waktu dan tidak perlu meratakan (suspensi) reagen seperti
pewarnaan asam. Pada pewarnaan asam, kami membuat apusan dua
kali karena nigrosin yang diteteskan berlebihan dan saat melakukan
perataan (suspensi) tidak dapat membuat rataan yang tipis pada
pembuatan apusan untuk pewarnaan asam pertama sehingga bakteri
tidak kelihatan.
VII. Kesimpulan
Dari percobaan yang kami lakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa
dengan teknik pewarnaan basa ini bakteri dapat dilihat perbedaan
bentuk morfologi bakteri yaitu Escheria coli dan Pseudomonas putida
berbentuk batang/silinder, Sarcina lutea berbentuk coccus,
Staphylocuccus aureus berbentuk bulat.
Susunan sel ketiga bakteri tersebut sama yaitu dinding selnya tidak
mengikat warna bermuatan negatif menyebabkan warna reagen tidak
masuk dan tidak terwarna ke dalam dinding sel.
22
Percobaan 6 : Pewarnaan Gram
I. Tujuan
1. Mengidentifikasi dasar-dasar teori prosedur pewarnaan diferensial.
2. Mengidentifikasi reaksi kimia dalam pewarnaan gram.
3. Mengidentifikasi perbedaan hasil pewarnaan gram dari dua
kelompok bakteri, yaitu gram positif dan gram negatif
II. Prinsip
Pewarnaan diferensial memerlukan setidaknya 3 jenis reagen yang
diaplikasikan pada apusan bakteri. Pada pewarnaan Gram diperlukan 4
jenis reagen :
Pewarna dasar, berupa pewarna basa seperti kristal violet (CV).
Dengan reagen ini, sel akan terwarna ungu.
Larutan Mordant, yaitu senyawa yang mengikat pewarna dasar
dan membentuk senyawa kompleks yang tidak terlarut.
Bahan pencuci warna atau decolorizing agent. Etil alkohol 96
% yang digunakan berfungsi sebagai pelarut lemak dan sebagai
bahan dehidrasi protein. Karena itu, bakteri gram positif yang
dinding selnya hanya sedikit mengandung lipida/lemak, hanya
tercuci sedikit, oleh karena itu pada bakteri gram positif, sel
akan tetap berwarna ungu. Sebaliknya, tingginya lapisan lemak
pada lapisan terluar dinding sel bakteri gram negatif
menyebabkan kompleks warna yang terbentuk sebelumnya
tercuci. Warna sel pada bakteri gram negatif menjadi
bening/tidak berwarna.
Reagen terakhir adalah pewarna pembanding, yang warnanya
sangat kontras dengan pewarna dasar, seperti safranin.
Sehingga bila warna tercuci dengan reagen ketiga maka warna
pembanding akan terlihat sebagai hasil akhir. Sel pada bakteri
gram positif akan berwarna merah. Bila warna dasar tidak
tercuci maka warna pembanding tidak terlihat, yang terlihat
pada hasil akhir tetap warna dasar, dan sel pada bakteri gram
positif tetap berwarna ungu.
23
III. Teori Dasar
Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi,
struktur dan sifat-sifat yang khas, termasuk bakteri. Bakteri yang hidup
hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri
tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk melihat dan mengamati
bentuk sel bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, sehingga untuk
diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan sel
bekteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Hal
tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu
mengetahui reaksi dinding sel bakteri melalui serangkaian pengecatan.
Oleh karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salahsatu
cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi
(Jawetz 2008).
Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat dibedakan menjadi
empat macam yaitu pewarnaan sederhana, pewarnaan negatif,
pewarnaan diferensial dan pewarnaan struktural. Pemberian warna
pada bakteri atau jasad- jasad renik lain dengan menggunakan larutan
tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis, atau olesan, yang sudah
difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana. Prosedur pewarnaan yang
menampilkan perbedaan di antara sel-sel microbe atau bagian-bagian
sel mikroba disebut teknik pewarnaan diferensial. Sedangkan
pewarnaan struktural hanya mewarnai satu bagian dari sel sehingga
dapat membedakan bagian-bagian dari sel. Termasuk dalam
pewarnaan ini adalah pewarnaan endospora, flagella dan pewarnaan
kapsul. (Bailey 2007).
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode empiris
untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, gram
positif dan gram negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel
mereka. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya ilmuwan
Denmark, Hans Christian Gram (1853-1938) yang mengembangkan
teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus
24
dan bakteri klebsiella pneumoniae. Prinsip dasar dari pewarnaan
adalah adanya ikatan ion antara komponen selular dari bakteri dengan
senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion
karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun
pada pewarna. Berdasarkan muatan ini maka dapat dibedakan pewarna
asam dan pewarna basa. Pembuatan film/apusan bakteri dilakukan
sebelum proses pewarnaan Gram. Beberapa langkah dalam membuat
film/apusan diantaranya pembersihan kaca objek dengan kapas yang
sudah diberi alkohol 70%. Pembersihan ini dimaksudkan agar kaca
objek steril dan tidak ada mikroorganisme lain yang menempel pada
kaca objek tersebut. Kemudian kaca objek yang sudah disterilkan
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Langkah selanjutnya yaitu
pengambilan kultur bakteri dengan jarum oose secara aseptik.
Pengambilan dilakukan secara aseptik agar bakteri yang akan diamati
tidak mengalami kontaminasi dengan mikroorganisme lain yang ada di
sekitarnya. Kemudian bakteri yang diambil tadi dioleskan pada kaca
objek dengan penyebaran setipis mungkin.
Cara pewarnaan ini merupakan cara pewarnaan diferensial, dimana
dengan cara ini bakteri dapat dibedakan menjadi dua grup yaitu bakteri
gram positif dan bakteri gram negatif (Fardiaz, 1989). Kebanyakan sel
bakteri tidak berwarna, sehingga jika dilarutkan di dalam air dan
dilihat di bawah mikroskop tidak memperlihatkan warna yang kontras
dengan medium di sekelilingnya (Sacher dan McPherson, 2004).
Sebelum dilakukan pewarnaan, maka sel-sel bakteri harus terlebih
dahulu difiksasi pada gelas objek. Jika kultur diambil dari medium
cair, maka penyebaran dapat langsung dilakukan diatas kaca objek
yang bersih menggunakan jarum loop atau jarum oose. Tetapi jika
kultur diambil dari agar padat, maka sebelumnya diatas kaca objek
harus diberi setetes air, kemudian kultur diambil sedikit menggunakan
jarum oose yang telah dipijarkan, dan diratakan di atas kaca objek
sehingga terbentuk lapisan tipis.
25
Bakteri Streptococcus, Staphylococcus aureus dan Steptococcus
merupakan bakteri yang termasuk bakteri gram positif. Sedangkan
bakteri E. coli, Enterobacter aerogenes, dan Pseudomonas sp.
tergolong bakteri gram negatif (Fardiaz, 1989). Pada proses ini yang
harus dihindari adalah fiksasi panas berlebihan, yang dapat merusak
integritas struktural bakteri dan morfologi sel. Alasan keberhasilan
metode pewarnaan Gram adalah bahwa mikroorganisme yang tidak
diwarnai, dan bakteri terwarnai dapat dibedakan berdasarkan
perbedaan struktur dinding selnya. Bakteri gram positif terwarnai ungu
memiliki dinding sel yang tebal, dan bakteri gram negatif yang
terwarnai merah memiliki dinding sel yang relatif tipis, dilapisi oleh
membran luar yang mengandung lipopolisakarida. Etanol (alkohol)
merupakan decolorizer yang lebih lambat dibandingkan dengan aseton
(Sacher dan McPherson, 2004).
Bakteri gram positif adalah bakteri yang memepertahankan zat
warna gram A yang mengandung kristal violet sewaktu proses
pewarnaan Gram. Bakteri negatif akan berwarna merah atau merah
muda, karena warna ungu dapat dilunturkan kemudian mengikat warna
gram D (safranin) (Brooks et al., 2001).
26
V. Hasil Pengamatan
Sumber : Pribadi
Sumber : Kelompok 5
Bakteri : Pseudomonas sp
(dalam agar miring)
Jenis kultur : kultur padat
Perbesaran : 1000x
3. Warna : merah muda
Bentuk : batang
Sumber : Kelompok 6
27
Media sumber : Bacillus
cereus (media cair)
Jenis kultur : kultur cair
Perbesaran : 1000x
Warna : merah
Bentuk : batang
4.
Sumber : Kelompok 7
Sumber : Kelompok 8
Bakteri : Pseudomonas sp
Jenis kultur : kultur cair
Perbesaran : 1000x
Warna : merah muda
Bentuk : batang
Keterangan : setelah
dilakukan pewarnaan gram,
terlihat bakteri Pseudomonas
6. sp yang berwarna merah
dengan bentuk batang. Selain
itu, terdapat pula
mikroorganisme lain yang
diduga adalah jamur atau
lumut yang terkena
kontaminasi dari air aquades
yang mengandung lumut
Sumber : Kelompok 9 (tidak murni).
28
Bakteri: Escherichia coli
Jenis kultur : kultur cair
Perbesaran : 400x
Warna : merah muda
7. Bentuk : batang
Sumber : Kelompok 10
Sumber : Kelompok 11
Bakteri : Staphylocuccus
aureus (dalam agar miring)
Jenis kultur : kultur padat
Perbesaran : 400x
9.
Warna : ungu
Bentuk : bulat
Sumber : Kelompok 12
Bakteri : Escerichia coli
(dalam agar miring)
Jenis kultur : kultur padat
10. Perbesaran : 1000x
Warna : merah muda
Bentuk : batang
Sumber : Kelompok 2
VI. Analisis
29
Pada percobaan pewarnaan gram ini pewarnaan digunakan reagen
kristal violet, lugol (I2KI), alkohol, dan safranin. Kristal violet
digunakan sebagai reagen sebab kristal violet sebagai cat utama yang
akan diikat oleh peptidoglikan bakteri dan kristal violet ini memasuki
sitoplasma bakteri gram positif dan negatif. Lugol (I2KI) digunakan
untuk mewarnai bakteri yang akan diamati dibawah mikroskop.
Aplikasi alkohol dapat mendehidrasi dinding sel yang mengandung
protein sel gram positif kedap terhadap kristal violet dan iodin.
Alkohol juga berfungsi sebagai pelarut lemak, bakteri gram positif
yang dinding selnya hanya sedikit mengandung lipida/lemak, hanya
tercuci sedikit, oleh karena itu pada bakteri gram positif, sel akan tetap
berwarna ungu. Sebaliknya, tingginya lapisan lemak pada lapisan
terluar dinding sel bakteri gram negatif menyebabkan kompleks warna
yang terbentuk sebelumnya tercuci sehingga warna sel pada bakteri
gram negatif menjadi bening/tidak berwarna. Karena bakteri gram
negatif kehilangan warna setelah pencucuian dengan alkohol, reagen
safranin menjadikan sel merah muda. Safranin sebagai pewarna
pembanding memberi warna kontras terhadap pewarna dasar/utama
yaitu kristal violet. Walaupun sel gram positif dan gram negatif dapat
menyerap safranin, warna merah muda safranin tertutupi oleh ungu
gelap yang diserap sebelumnya oleh bakteri gram positif.
30
merupakan bakteri gram positif. Sama dengan Sarcina lutea yang
berbentuk coccus berwarna ungu merupakan bakteri gram positif. Pada
Pseudomonas sp dapat dilihat setelah dilakukan pewarnaan gram,
terlihat bakteri Pseudomonas sp yang berwarna merah
mengidentifikasikan bahwa Pseudomonas sp adalah bakteri gram
negatif dengan bentuk batang. Selain itu, terdapat pula
mikroorganisme lain yang diduga adalah jamur atau lumut yang
terkena kontaminasi dari air aquades yang mengandung lumut (tidak
murni). Jadi, berdasarkan pengamatan, dihasilkan pengelomokan
bakteri yang dilihat dari mikroskop pada percobaan ini adalah sesuai
dengan literatur.
VII. Kesimpulan
Pada percobaan pewarnaan gram ini didapat beberapa kesimpulan
yaitu pewarnaan diferensial menggunakan lebih dari satu jenis
pewarna yang berbeda. Digunakan untuk mengelompokkan bakteri
seperti yang telah dilakukan pada percobaan ini yaitu bakteri gram
positif dan bakteri gram negatif kemudian untuk mengamati struktur
bakteri.
Reaksi dalam pewarnaan gram didasarkan pada perbedaan struktur
dinding sel sehingga menyebabkan perbedaan reaksi dengan perbedaan
permeabilitas zat warna dan penambahan larutan pencuci
(Dwidjosapuro 2005).
Sedangkan perbedaan hasil pewarnaan gram positif dan negatif
yaitu jika bakteri gram positif dapat mempertahankan warna awalnya
yaitu ungu dan yang mampu mempertahankannya adalah bakteri
Staphylococcus aureus dan Sarcina lutea sedangkan gram negatif tidak
dapat mempertahankan warna awalnya karena kehilangan kompleks
Kristal violet pada waktu pembilasan dengan alkohol 96%. Yang
termasuk pada bakteri gram negative adalah bakteri Escerichia coli,
Bacillus cereus, dan Pseudomonas sp.
31
VIII. Daftar Pustaka
32
Percobaan 7: Pewarnaan Spora
I. Tujuan
1. Menentukan reaksi kimia dalam pewarnaan spora
2. Mengidentifikasi perbedaan hasil warna spora antara sel vegetative
dan spora bakteri
II. Prinsip Percobaan
Spora seperti sel vegetative dapat diwarnai. Teknik pewarnaan ini
dinamakan pewarnaan diferensial, yaitu menggunakan lebih dari satu
pewarna, yang akan membedakan antara spora dari sel vegetatif.
Komposisi di dinding pelindung spora cukup kuat untuk melindungi
dari gangguan, seperti panas berlebihan, pembekuan, radiasi, dan
pengeringan.
33
dibentuk di ujung dan yang lain lagi lateral yaitu di bentuk di tepi sel
(Pelczar, 1986).
Diameter spora dapat lebih besar atau lebih kecil dari diameter sel
vegetatifnya. Dibandingkan dengan sel vegetatif, spora sangat resisten
terhadap kondisi-kondisi fisik yang kurang menguntungkan seperti
suhu tinggi dan kekeringan serta bahan-bahan kimia seperti
desinfektan. Ketahanan tersebut disebabkan oleh adanya selubung
spora yang tebal dan keras (Hadioetomo, 1985).
Dalam pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu
yang dapat menembus dinding tebal spora. Pewarnaan tersebut adalah
dengan penggunaan larutan hijau malakit 5%, dan untuk memperjelas
pengamatan, sel vegetative juga diwarnai dengan larutan safranin 0,5%
sehingga sel vegetative ini berwarna merah. Dengan demikian ada atau
tidaknya spora dapat teramati, bahkan posisi spora di dalam tubuh sel
vegetative juga dapat diidentifikasi.Namun ada juga zat warna khusus
untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan
treatment pemanasan, yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat
warna tersebu tsehingga memudahkan zat warna tersebut untuk
meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri (Volk & Wheeler,
1988).
Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup
bertahun - tahun bahkan berabad - abad jika berada dalam kondisi
lingkungan yang normal. Kebanyakan sel vegetatif akan mati pada
suhu 60-70oC, namun spora tetap hidup, spora bakteri ini dapat
bertahan dalam air mendidih bahkan selama 1 jam lebih. Selama
kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora akan tetap menjadi
spora, sampai kondisi lingkungan dianggap menguntungkan, spora
akan tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru dan berkembangbiak
secara normal (Volk & Wheeler, 1988).
34
IV. Alat dan Bahan
Alat :
- Kaca objek bersih, kering, dan bebas lemak, Pembakar Bunsen,
Mikroskop, Jarum inokulasi, Kertas isap, Penangas air, Rak kawat
- Reagen malakit hijau dan Safranin
Bahan :
- Biakan murni Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, dan
Eschercia coli berumur 24-72 jam
V. Hasil Pengamatan
35
No Hasil Pengamatan Keterangan
.
Bakteri : Bacillus cereus (dalam
kaldu nutrisi)
Jenis kultur : kultur cair
Jenis reagen : malakit hijau,
1. sfranin
Perbesaran : 1000x
Pengamatan :terlihat bakteri
Sumber: kelompok 6 berbentuk batang dan berwarna
hijau
Bakteri : Bacillus cereus (dalam
kaldu nutrisi)
Jenis kultur : kultur cair
Jenis reagen : malakit hijau,
sfranin
2.
Perbesaran: 40x
Keterangan: Terlihat ada spora
berwana hijau diantara warna
merah dan berbentuk batang
sumber: kelompok 10
VI. Analisis Data Bakteri : Bacillus cereus (dalam
kaldu nutrisi)
Jenis kultur : kultur cair
Jenis reagen : malakit hijau,
3. sfranin
Perbesaran: 400x
Pengamatan : terlihat bakteri
sumber: kelompok 12
berwarna hijau dan berbentuk
batang
Bakteri : Bacillus cereus (dalam
kaldu nutrisi)
37
dibilas dengan air suling. Pembilasan ini bertujuan untuk mengurangi
kelebihan setiap zat warna yang sedang diberikan. Hasil dari
pengamatan percobaan pewarnaan spora ini didapatkan spora yang
terlihat dibawah mikroskop yaitu hijau di dalam merah, bakteri yang
digunakan pada percobaan ini yaitu Bacillus cereus berbentuk
batang/silinder yang didapat dari kultur cair dalam kaldu nutrisi
maupun kultur padat dalam agar miring.
Analisis dari kesalahan kelompok kami yaitu kami salah
memberikan minyak imersi yang seharusnya diluar apusan amun kami
meneteskannya pada apusan sebelum ditutup oleh kaca yang kecil
mengakibatkan tidak ada spora yang terlihat dimikroskop. Spora
bakteri merupakan bentuk bakteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora biasanya
terlihat sebagai badan-badan refraktil intrasel dalam sediaan.
VII. Kesimpulan
Pada percobaan pewarnaan spora ini, terlihat bakteri berwarna
merah dengan bentuk batang/silinder. Endospora bakteri Bacillus
cereus ini berbeda dengan bakteri yang lain karena bakteri berbentuk
batang/silinder memiliki endospora yang berada diantara tengah dan
pinggir dari sel vegetatifnya. Warna hijau merupakan endospore
sedangkan warna merah adalah sel vegetatifnya.
Dan pada percobaan pewarnaan spora ini kami dapat memahami
setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam prosedur
dengan hasil bakteri berwarna hijau pada bagian sitoplasma dan di
bagian subterminal berwarna merah.
VIII. Pustaka
Barti, Setiani dan Mayrina Firdayati. 2016. Penuntun Praktikum
Mikrobiologi Lingkungan. Bandung : ITB
Volk & Wheeler. 1984. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid I.
Jakarta : Erlangga
Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar - Dasar Mikrobiologi. Malang :
Djambatan
38
Hadiutomo. 1990. Mikrobiologi Dasar Jilid I. Jakarta : Erlangga
Pelczar, M.J. 2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press
39