Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL

PRARANCANGAN PABRIK ALFA TERPINEOL DARI


TERPENTIN DAN AIR DENGAN KAPASITAS 15.000
TON/TAHUN

DISUSUN OLEH:

MUHAMMAD NURIFKI FILINO 2018437001

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH JAKARTA

2020
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan industri merupakan sebuah proses berkelanjutan sebagai salah satu bagian
dalam upaya mencapai ketahanan nasional, menciptakan struktur ekonomi yang lebih kokoh dan
seimbang yaitu struktur ekonomi dengan titik berat industri maju yang didukung oleh pertanian
yang tangguh. Dengan berkembangnya arus globalisasi dunia yang ditandai dengan lahirnya
AFTA serta ISO lingkungan. Hal ini menuntut setiap komponen bangsa dengan segala sumber
daya yang dimiliki untuk memanfaatkan momentum globalisasi dengan melakukan terobosan-
terobosan baru. Khususnya dibidang pengembangan industri kimia sehingga produk yang
dihasilkan mempunyai pangsa pasar, daya saing, efektif dan efisien serta ramah lingkungan.

Salah satu hasil hutan non kayu dalam sektor perkebunan adalah getah pinus yang
dihasilkan dari tegakan pinus. Getah pinus yang telah disadap kemudian diolah dan
menghasilkan gondorukem dan terpentin. Gondorukem digunakan sebagai bahan baku yang
penting bagi industri-industri batik, kulit, cat, isolator, kertas dan vernis. Sedangkan terpentin
digunakan untuk zat terbang pada industri cat dan vernis, ramuan semir sepatu, pelarut bahan
organik, bahan pembuatan kamper sintetis serta kegunaan lainnya. Baik gondorukem maupun
turpentine diekspor ke China, India dan bebarapa negara di Eropa. Kemudian bahan tersebut
diolah menjadi senyawa turunannya dan Indonesia mengimpornya kembali untuk menyuplai
kebutuhan dalam negeri. Salah satu senyawa turunan turpentin yang diimpor Indonesia dalam
jumlah yang cukup besar adalah alfa terpineol. Alfa terpineol adalah suatu produk yang
digunakan secara luas pada industri detergen sebagai pewangi, kosmetik sebagai parfum, aerosol,
dalam industri farmasi sebagai anti jamur dan anti serangga, desinfektan dan industri cat sebagai
zat terbang. Oleh karena itu, dalam upaya memenuhi kebutuhan Alfa terpineol dalam negeri dan
mengurangi ketergantungan terhadap impor dari luar negeri maka salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan mendirikan pabrik alfa terpineol.

1.2. Maksud dan Tujuan Prarancangan Pabrik


3

Maksud dan tujuan pendirian pabrik alpha terpineol di Indonesia ini adalah untuk
memenuhi kebutuhan natrium alpha terpineol baik untuk industri kimia maupun industri lainya.
Selain itu, pendirian pabrik natrium karbonat memiliki arti penting dari berbagai segi, antara
lain:

1. Memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi ketergantungan dari negara lain.

2. Mengurangi pengeluaran negara.

3. Menunjang program kerja pemerintah dengan menciptakan lapangan kerja baru.

4. Menggerakkan pertumbuhan industri lain di Indonesia.

5. Meningkatkan devisa negara dan ikut berperan dalam pemerataan hasil pembangunan.

1.3 Analisa Pasar dan Perancangan Kapasitas Produksi

1.3.1. Analisa Pasar

Analisa pasar digunakan untuk mengetahui berapa banyak kebutuhan dalam negeri,
impor dan juga produksi dalam negeri. Dengan adanya analisa pasar maka selanjutnya dapat
ditentukan perencanaan kapasitas produksi.

1.3.2. Perencanaan Kapasitas Produksi

a. Proyeksi Kebutuhan Alfa Terpineol

Untuk menentukan kapasitas pabrik alfa terpineol, maka penulis melakukan prediksi
kebutuhan alfa terpineol pada tahun 2025 dengan cara membandingkannya terhadap jumlah
penduduk di Indonesia hingga tahun 2025. Adapun pabrik yang menggunakan alfa terpineol
adalah pabrik detergent, pabrik kosmetik dan pabrik aroma terapi. Kebutuhan pada tiap-tiap jenis
pabrik tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 1.3. Data Kebutuhan Alpa terpineol di Indonesia Tahun 2011


4

Kebutuhan
Jenis (Ton/Tahun
Industri )
Detergent 19144
Disinvektan 4662
Aromaterap
i 4585
Kosmetik 2600
Jumlah 30991

Tabel 1.4. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2010-2019

Jumlah Penduduk
Tahun
(Juta Jiwa)
2010 233.477
2011 236.331
2012 239.174
2013 242.013
2014 244.814
2015 255.461
2016 258.705
2017 261.890
2018 265.015
2019 268.074

Jumlah Penduduk di Indonesia pada tahun 2016 dapat diperkirakan dengan persamaan sebagai
berikut:

Y = Y0 ekt
5

Keterangan : Y = Jumlah penduduk pada tahun ke i

Y0 = Jumlah Penduduk pada tahun ke 0

k = Konstanta

t = waktu (tahun)

Menentukan Konstanta k:

Y(2012) = 239.174 Juta Jiwa

Y(2019) = 268.074 Juta Jiwa

t = 7 tahun

Y(2019) = Y(2012) ekt

Diperoleh konstanta, k = 0,0163

Jumlah Penduduk tahun 2025 adalah :

t = 13 tahun

Y(2025) = Y(2012) e0,0163 x t

Y(2025) = 239.174 e0,0163 x 13

Y(2025) = 295.265 Juta Jiwa

Kebutuhan Alpa terpineol pada tahun 2016 adalah:

= Y(2025)/Y(2012)x 30.991 Ton/tahun

= 38.305 Ton/Tahun

Di sisi lain, produktivitas produktivitas terpentin Indonesia berkisar 15.000 ton per
tahun. Mengingat terbatasnya jumlah produksi dalam negeri dan untuk menjamin
keberlangsungan operasi pabrik, maka basis perancangan kapasitas pabrik ini adalah 15.000
Ton/tahun atau sekitar 50% dari data kebutuhan pasar dalam negeri.

b. Ketersediaan Bahan Baku


6

Bahan baku pembuatan Alphaterpineol yang akan diproduksi adalah dari Alpha pinene,

Beta pinene, D-limonene dan air (H2O) dengan menggunakan katalis asam kloroasetat. Bahan

baku yang dibutuhkan berasal dari beberapa industri kimia di sekitar lokasi pabrik, yaitu:

1. PERUM Perhutani Unit I, II, dan III dan swasta MitraKps sebagai produsen turpentin oil.

Tabel 1.1 Data produksi turpentine

Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2010


Perhutani 10731 8993 8130 15846 15373 14700
Mitra Ksp 1575 955 827 1002 1104 1000
Total
Produksi 12306 9948 8957 16848 15477 15700
(ton)

2. Asam kloroasetat diperoleh dari Dow Chemical, Midland, Mich. Dengan mengadakan kontrak

kerjasama dengan kedua pabrik tersebut maka diharapkan kebutuhan terpentin dan asam.

1.4 Pemilihan Lokasi

Lokasi dan letak suatu pabrik akan sangat menentukan kelangsungan produksi dan
keuntungan yang diperoleh. Lokasi pabrik yang ideal harus dapat memberikan potensi
keuntungan jangka panjang dan dapat memberikan perluasan atau pengembangan pabrik di
kemudian hari. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum menentukan lokasi pabrik,
namun terdapat tiga faktor yang paling penting, yaitu letak pabrik terhadap pasar, letak pabrik
terhadap bahan baku dan ketersediaan sarana transportasi.

Faktor dalam pemilihan lokasi pabrik turpentine oil ditetapkan dengan pertimbangan
sebagai berikut:

1.4.1. Faktor Primer


7

1. Lokasi Bahan Baku


Bahan Baku terpentin dapat dipenuhi di Bandung, Jawa Barat. Bahan baku ini diperoleh
dari PGT.Sindangwangi, Desa Nagrek, Kecamatan Nagrek, Kabupaten Bandung KPH Bandung
Utara, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten. Dilihat dari segi bahan baku, maka
pemilihan lokasi di daerah Jawa Barat adalah tepat karena dekat dengan sumber bahan baku
yang sebagian besar berada di daerah Jawa Barat.
2. Pemasaran
Ada banyak pabrik atau industri yang menggunakan alfa terpineol sebagai bahan baku
utamanya, sehingga lokasi pemasaran menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih lokasi
pabrik. Beberapa industri yang menggunakan alfa terpineol sebagai bahan baku utamanya antara
lain:

Tabel 1.6 Lokasi Pemasaran alfa terpineol

Jenis
Nama Pabrik Lokasi
Produksi
Jl. Tipar Cakung Kav. F
PT. Sayap mas
Detergent 5-7, Cakung Jakarta-
Utama
Timur
Jababeka Industrial
PT Kao Estate Block N No. 2, Jl.
Detergent
Indonesia Jababeka VI, Cikarang,
Bekasi, Jawa-Barat
PT Wings Sayap Jl. Ineksi Cakung Drain
Detergent
mas utama Timur No. 1 Jakarta
8

Detergent Jl. Sukarno Hatta No.


PT Unilever
dan 287, Bandung, Jawa
Indonesia
Kosmetik Barat
Aromaterapi Jl. H. Ung No. E-56,
PT. Megasari
(pengharum Jakarta Pusat 10650,
Makmur
ruangan) Indonesia
Daan Mogot Baru Office
PT SC Jhonson Centre Block 3-A No.
Disinvektan
Indonesia 10, Jl. Bedugul, Jakarta
Barat 11840
Pulogadung Industrial
PT Herline Estate, Jl. Rawa Sumur
Kosmetik
Indah Block D-D No. 16
Jakarta 13930
Industrial Town Block J-
PT Mandom
Kosmetik 9, Jl. Jawa, Cibitung,
Indonesia
Bekasi, Jawa-Barat

3. Jalur Transportasi
Jalur transportasi di sekitar pabrik sangat mendukung berdirinya suatu pabrik. Bandung
memiliki sarana transportasi darat yang cukup baik juga pelabuhan yang cukup besar yaitu pelabuhan
Tanjung Perak, sebagai transportasi udara Jawa Timur juga memiliki bandara Juanda. Tersedia sarana
transportasi darat, laut dan udara dapat menghubungkan Jawa Barat dengan kota-kota lain sehingga dapat
memperlancar distribusi hasil produksi dan diharapkan hubungan antar daerah tidak mengalami hambatan.

4. Sarana Pendukung
Sarana penunjang dari pabrik natrium karbonat yang terutama adalah listrik dan air, listrik
dipenuhi oleh PLN dan air dapat dipenuhi oleh air yang bersumber sungai – sungai yang
mengalir di sekeliliing pabrik.

1.4.. Faktor Sekunder


9

o Tenaga Kerja

Daerah Bandung merupakan daerah yang memiliki banyak industri, sehingga kepadatan
penduduknya pasti tinggi. Di sana juga terdapat universitas-universitas ternama sehingga tenaga
kerja terdidik dan tidak terdidik dapat tercukupi.

o Karakteristik lokasi
Karakterisasi lokasi menyangkut iklim di daerah tersebut, yang tidak rawan terjadinya

banjir. Dalam hal ini daerah Bandung Utara, Jawa Barat bisa digunakan sebagai lokasi pendirian

pabrik alfa terpineol.

o Kemasyarakatan
Dengan masyarakat yang akomodatif terhadap perkembangan industri dan tersedianya
fasilitas umum untuk hidup bermasyarakat, maka lokasi di Bandung dirasa tepat.
10

Dari pertimbangan faktor - faktor diatas, maka Pabrik Turpentine Oil dengan kapasitas

15.000 ton/tahun ini direncanakan berlokasi di daerah kawasan industri Jawa Barat terbilang

Lokasi Pabrik

tepat.

Gambar 1.1 Peta Kabupaten Bandung Barat dan rencana lokasi pabrik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
11

2.1. Bahan Baku Pembuatan Alpha Terpineol


Terpineol adalah alkohol dan merupakan salah satu dari golongan senyawa monoterpena
yang terjadi secara alami sebagai hasil isolasi dari berbagai sumber seperti minyak pinus dan
minyak cajuput. Terpineol merupakan campuran dari isomer-isomer α-terpineol yang memiliki
strukur yang sama dengan rantai utama. Alpha terpineol adalah suatu produk yang secara luas
digunakan pada industri kosmetik sebagai parfum, dalam industri farmasi sebagai anti jamur dan
anti serangga, disinfektan dan lain-lain.
Minyak terpentin dan air merupakan dua senyawa yang tidak bisa bercampur dengan baik,
sehingga untuk mempercepat reaksi pembentukan α-terpineol dari α-pinene dibutuhkan solvent
yang bisa melarutkan minyak terpentin. Reaksi pembentukan α-terpineol dimulai dengan
pembentukan terpine hydrate yang dilanjutkan dengan pembentukan terpineol dari terpine
hydrate. Terpine hidrat dapat terbentuk apabila α-pinene direaksikan dengan asam-asam encer
seperti asam klorida, asam nitrat dan asam fosfat.
Minyak terpentin terdiri dari komponen reaktif yang dapat bereaksi membentuk alpa terpinol
antara lain Alpa pinene, beta pinene dan D-limonene. Dan komponen inert sebagai pengotor
bahan baku 3-carene dan champhene. Adapun properti fisis akan diuraikan sebagai berikut:
1. Alpa Pinene

Rumus molekul : C10H16

Berat molekul : 136,23 Kg/Kmol

Kemurnian : 80,65 (b/b) %

Bentuk : Cair

Warna : Tidak berwarna

Bau : Menyengat

Titik didih : 156 oC

Titik Beku : -55°C

Tekanan Kritis : 27,6 Bar

Volume Kritis : 0,504 m3/Kg


12

Temperatur Kritis : 358,85 °

2. Beta Pinene

Rumus molekul : C10H16

Berat molekul : 136,23 Kg/Kmol

Kemurnian : 1,5 (b/b) %

Bentuk : Cair

Warna : Tidak berwarna

Bau : Menyengat

Titik didih : 166,04 oC

Titik Beku : -61 °C

Tekanan Kritis : 27,6 bar

Volume Kritis : 0,506 m3/Kg

Temperatur Kritis : 368,85 °C

3. D-limonene

Rumus molekul : C10H16

Berat molekul : 154,24 Kg/kmol

Bentuk : Cair

Warna : Tidak berwarna

Bau : Tidak berbau

Specific gravity : 0,8402 (Air=1)

Titik didih : 176,5 0C

Titik Beku : -40 °C


13

Temperatur Kritis :376,85 °C

Tekanan Kritik : 27,5 Bar

Volume Kritik : 0,524 m3/Kmol

4. 3-carene
Rumus molekul : C10H16

Berat molekul : 154,24 Kg/kmol

Bentuk : Cair

Warna : Tidak berwarna

Bau : Tidak berbau

Densitas : 0,87 cm3/g

Titik didih : 170 0C

Titik Beku : 25 0C

5. Camphene
Rumus molekul : C10H16

Berat molekul : 154,24 Kg/kmol

Bentuk : Cair

Warna : Tidak berwarna

Bau : Tidak berbau

Densitas : 867,42 Kg/m3

Titik didih : 160,5 0C

Titik Beku : 25,5 0C

Temperatur kritis : 364,85 °C


14

Tekanan kritis : 27,5 bar

Volume kritis : 0,499 m3/Kg

6. Air
Rumus molekul : H2O

Berat molekul : 18 Kg/Kmol

Kemurnian : 100 %

Bentuk : Cair

Warna : Tidak berwarna

Bau : Tidak berbau

Titik didih : 100 oC

Tekanan Kritis : 1,01 bar

Volume Kritis : 0,344 m3/Kg

Temperatur Kritis : 374,85 °C

2.2 Alfa Terpineol


α-terpineol (2-4-Metil -3-sikloheksil-2-propanol) adalah senyawa alkohol dari golongan
senyawa monoterpena yang banyak dijumpai dalam bunga lavender. Alpha Terpineol memiliki
bau yang harum (bau lavender) dan pada umumnya digunakan sebagai bahan pewangi pada
detergent, aerosol dan pembuatan parfum. Alpha terpineol juga terdapat pada komposisi
desinfektan dan selain itu digunakan sebagai bahan kosmetik, pewangi, lotion dan shampo.
Berikut data fisik dari alpha terpineol:

1. Alfa terpineol
Rumus molekul : C10H18O

Berat molekul : 154,24 Kg/kmol


15

Kemurnian : 96 % berat

Bentuk : Cair

Warna : Tidak berwarna

Bau : Tidak berbau

Specific gravity : 0,931-0.935 (20 oC)

Titik didih : 217,55 0C

Titik beku : 1,8 0C

2.3 Macam – Macam Proses


2.3.1 Hidrasi langsung α-pinene dengan menggunakan katalis Chloroacetic acid.

A-terpineol disintesis dari hidrasi α-pinene dengan menggunakan katalis asam. dan
Katalis asam yang baik digunakan adalah Chloroacetic acid (Aguirre, 2005). Reaksi ini
melibatkan transfer massa antara kedua fasa cairan yang tidak saling campur antara turpentin oil
sebagai sumber α-pinene dan air yang dilengkapi dengan asam terlarut sebagai katalisnya.
Stokiometri reaksi sebagai berikut:

H H

OH

Gambar 2.1 Reaksi hidrasi alpha pinene menjadi alpha terpineol

Setelah reaksi selama 4 jam pada temperature 70ᵒC menghasilkan selektivitas 99,5% pada
konversi 10% atau dengan konversi 99% besar dengan selektivitas 69%.

2.3.2 Reaksi α-pinene dengan katalis asam sulfat


16

Proses ini terdiri dari dua tahap reaksi antara lain :

1. α-pinene dengan asam sulfat untuk membentuk produk antara

terpin hydrate

2. Dehidrasi terpin hydrate menjadi α-terpineol.

Pada tahap satu, mengkonversi α-pinene dengan bantuan katali asam sulfat pada yang
temperature dan waktu cukup untuk membentuk slurry terpin hydrat dalam cairan asam sulfat,
α-pinene sisa dan komponen turpentine oil yang inert. Pada tahap ini juga diikuti dengan
pemisahan asam sulfat dan pemurnian terpin hydrat dari berbagai pengotor dengan berbagai
cara. Umumnya dengan netralisasi, steam distilasi atau dengan sentrifuse dan dilanjutkan dengan
pencucian menggunakan media air secara berulang. Pemurnian terpin hydrate tersebut sangat
penting dilakukan untuk memperoleh hasil yang baik pada tahap kedua yaitu dehidrasi parsial
terpin hydrate menjadi α-terpineol.

Pada tahap dehidrasi tersebut dilakukan reaksi dengan larutan asamberkonsentrasi


rendah, baik asam organic maupun anorganik seperti asam sulfat, asam pospat dan asam
oksalat.Kemudian dilanjutkan dengan penghilangan satu mol air yang terikat dan hydroksil
radikal serta atom hydrogen dari terpin hydrate untuk membentuk α-terpineol.

Pada tahap dehidrasi dibutuhkan sejumlah asam, namun jiika langkah pemurnian
intermediet tidak dilakukan dengan benar dan jumlah asam tidak diketahui dengan pasti, proses
dehidrasi akan mengarah ke produk lain seperti dipentene dan menurunkan yield terpineol.
Dengan demikian, control jumlah asam kritis pada tahap dehidrasi tersebut menjadi masalah
operasional yang sulit, sehingga membutuhkan latihan tingkat tinggi keterampilan dan perawatan
agar titik kritis keasaman dapat dikontrol untuk menghindari over-dehidrasi.

Sampai saat ini usaha untuk menghilangkan asam sufat dari terpin hydrate mentah
dengan metode pencucian dinilai kurang berhasil karena terbentuknya aglomerasi asam sulfat
dan berimplikasi pada sistem pemisahan dan pemurnian yang melibatkan steam distilasi dan
netralisasi. Metode ini dinilai sangat komplit. Membutuhkan waktu yang lama dan prosesnya
mahal. Dan di dalam kasus sentrifyus memerlukan pemindahan produk dari tempat reaksi.

2.3.3 Reaksi α-pinene dengan katalis asam tanpa pemurnian produk antara
17

Pada metode ini, α-terpineol diproduksi tanpa melalui proses pemurnian produk antara
terpin hydrate dan tidak memindahkan produk dari reaktor(screening) seperti metode diatas yang
membutuhkan peralatan mahal seperti steam destilation dan centrifuge. Metode tersebut dapat
dicapai dengan mereaksikan α-pinene dengan air berkatalis asam sulfat pada kondisi yang sesuai
sehingga diperoleh diakhir reaksi berupa lapisan tipis larutan asam sulfat pada bagian bawah dan
pada lapisan atas terdiri dari produk mentah terpine hydrate, α-pinene sisa dan asam sulfat yang
teraglomerasi dalam produk tersebut.

Asam sulfat yang teraglomerasi dalam terpin hydrate dilarutkan menggunakan minyak
terpenaliphatic atau hidrokarbon aromatic. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pencucian
manggunakan air. Solven tersebut harus memliliki beda temperatur yang cukup untuk
pemisahan dengan distilasi dan mampu menurunkan viskositas campuran. Kemudian terpin
hydrate tersebut di ukur hingga konsentrasi asam sulfat sampai batas control yang sesuai untuk
bereaksi membentuk α-terpineol, umumnya 0,5 % (b/b).

Bahan pengemulsi yang digunakan selama reaksi hydrasi tersebut harus tahan dalam
kondisi asam maupun pengaruh pengadukan.Dan diakhir reaksi diperoleh dua lapisan yang
mudah terpisahkan dengan dekantasi.Pengemulsi yang umum digunakan adalah kondensat
alkylphenols, ethylene oxide atau anionic agent seperti igepon T product.

2.4 Pemilihan Proses


Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan proses adalah menyangkut masalah
bahan baku, proses dan kondisi proses, alat-alat yang digunakan serta produk yang dihasilkan. α-
terpineol dapat diproduksi dalam skala besar dengan beberapa proses. Proses-proses tersebut
adalah hidrasi langsung α-pinene dengan menggunakan katalis Chloroacetic acid, reaksi α-
pinene dengan katalis asam sulfat, reaksi α-pinene dengan katalis asam tanpa pemurnian produk
antara. Pemilihan ketiga proses ini dapat dibandingkan seperti apa proses-proses tersebut dan
dilihat dari segi teknis dan ekonomis.

2.4.1 Perbandingan Proses

2.4.1.1 Hidrasi langsung α-pinene dengan menggunakan katalis Chloroacetic acid


Chloroacetic acid merupakan katalis asam terbaik dibanding dengan katalis asam lainnya
(Aguirre et al, 2005).Proses ini dilangsungkan pada temperature 70ᵒC selama 4 jam
18

menghasilkan selektivitas 99% pada konversi 10% atau dengan konversi 99% besar dengan
selektivitas 69%.Entalpi reaksi ΔHR + 1298 kJ/mol bersifat endotermis. Jenis reaksi yang
digunakan dalam proses ini adalah reaksi heterogen, karena melibatkan transfermassa molekul
air dari fasa air menuju lapisan turpentin oil.

Recycle
Air
A-pinene
Air Air B-pinene
Air A-pinene D-limonene
D-limonene A-pinene
A-pinene B-pinene Asam kloroasetat
3-carene B-pinene
B-pinene D-limonene A-terpineol
Alpa-pinene D-limonene
D-limonene Asam kloroasetat Asam Kloroasetat
Beta-pinene Asam kloroasetat
Asam kloroasetat A-terpineol A-terpineol
Camphene A-terpineol
A-terpineol B-terpineol
Freezzing Reaktor Dekanter B-terpineol Distilasi B-Terpineol
Alpa-pinene Air
Beta-pinene A-pinene
Air B-pinene
A-pinene D-limonene
3-carene B-pinene Asam kloroasetat
camphene D-limonene A-terpineol
Asam kloroasetat B-terpineol
A-terpineol Recovery
B-terpineol katalis dan
make-up air

Air
Asam kloroasetat

Gambar 2.1 Proses Hidrasi langsung α-pinene dengan menggunakan katalis Chloroacetic acid

2.4.1.2 Reaksi α-pinene dengan katalis Asam Sulfat


Proses hydrasiα-pinene menjadi produk antara berlangsung pada temperature 25-35 ᵒC
dengan kondisi optimum pada perbandingan mol α-pinene dan asam sulfat 1:2 dengan
konsentrasi asam sulfat 30%. Proses ini terdiri dari tahap reaksi pembentukan produk antara
terpin hydrate, pemurnian produk antara terpin hydrate dan dehidrasi terpin hydrate menjadi α-
terpineol. Pemurnian produk antara dari sisa rektan dan katalis (asam sulfat) harus dilakukan
untuk memperoleh yield yang tinggi. Karena terbentuknya agglomerasi asam sulfat di dalam
crude terpin hydrate memnyebabkan sulitnya pemurnian sehingga proses ini tidak lagi menjadi
pilihan (Herrlinger et al, 1958).
Camphene
Beta-pinene Air
Alpa-pinene D-limonene
3-carene Alpa-pinene
D-limonene Beta-pinene
Freezing
Reaktor
Slurry Penyaringan Terpin hydrate
Pencucian Dehidrasi
air
Camphene Asam sulfat
3-carene Air Dipenten

Dipenten
Alpa-terpineol Distilasi
Dekanter
Recovery katalis
dan make-up air Dekanter

Alpa-terpineol
Air
19

Gambar 2.2 Proses Reaksi α-pinene dengan katalis Asam Sulfat

2.4.1.3 Reaksi α-pinene dengan katalis asam tanpa pemurnian produk antara
Seperti halnya metode II diatas, proses hydrasiα-pinene menjadi produk antara
berlangsung pada temperature 25-35 ᵒC dengan kondisi optimum pada perbandingan mol α-
pinene dan asam sulfat 1:2 dengan konsentrasi asam sulfat 30%. Pada metode ini, asam sulfat
yang teraglomerasi di pecahkan dengan menggunakan hidrokarbon sehingga proses dehidrasi
terpin hydrate menjadi α-terpineol dapat dilangsungkan setelah dilakukan pencucian crude
terpin hydrate menggunakan air sampai batas konsentrasi asam sulfat optimum 0,05-1%. Setelah
kadar asam sulfat ditetapkan, selanjutnya dilakukan reaksi dehydrasi terpin hydrate menjadi α-
terpineol dengan memanaskanya selama selama 3 jam pada 75-85ᵒC.

Camphene
Beta-pinene Hidrokarbon
Alpa-pinene Beta-pinene aromatis air
3-carene Alpa-pinene
D-limonene D-limonene
Freezing Broken up
Larutan Reaktor
Slurry Dekanter Crude Terpin hydrate
Pencucian
Asam sulfat aglomerates

3-carene Larutan
camphene asam sulfat
Crude
Terpin hydrate
Dekanter Dehidrasi
Recovery katalis B-pinene
dan make-up air A-pinene
Beta-pinene
Air
Alpa-pinene
D-limonene
Dipenten
Air Alpa-terpineol
Dekanter Distilasi

D-limonene
Air Dipenten
Alpa-terpineol

Gambar 2.3 Reaksi α-pinene dengan katalis asam tanpa pemurnian produk antara

2.4.2 Pemilihan Proses


2.4.2.1 Berdasarkan kelayakan teknis dan ekonomi
a. Hidrasi langsung α-pinene dengan menggunakan katalis Chloroacetic acid.

Pada proses ini α-pinene dan β-pinene direaksikan pada reaktor berpengaduk dengan
perbandingan mol terhadap air = 1 : 2,4 dengan konsentrasi katalis 6 mol/liter dan konversi 10%
untuk menghasilkan selektivitas 99,5%. Dari reaktor, α-terpineol dipisahkan dari sisa reaktan,
inert dan impuritis yang tidak diinginkan dengan menggunakan Packed kolom separator. Dengan
metode ini peralatan utama yang dibutuhkan antara lain:HE, reaktor, dekanter dan distilasi.

Estimasi kasar biaya produksi dan keuntungan per kmol penggunaanbahan baku
20

Reaksi :

C10H16 (l) + H2O(aq)  C10H18O(l)

BM 136,23 18 154,24

Massa (kg) 136,23 18 154,24

Harga :
Harga C10H16 (l)(kadar 80%) = Rp. 15.107,-/Kg
Harga H2O(l) = Rp. 0,-
Harga C10H18O(l) (kadar 96 %)= $ 4/kg ( $ 1 = Rp. 9.800,-)
Rp. 39.200.-/kg
Rp .15 .107/kg
Biaya C10H16 (l) per kmol bahan baku = x 136,2 kg
0,8
= Rp. 2.571.967,-
Keuntungan ProdukC10H18O(l) per kmol bahan baku

Rp . 39.200 .−¿ kg
x 154,4x 0,955 = Rp. 6.020.956,7 = Rp. 6.021.000.
0,96

Keuntungan per kmol bahan baku


= Rp. 6.021.000 - Rp. 2.572.000 =Rp. 3.449.000,-
Keuntungan per kg
Rp . 3.449000
= = Rp. 22.338,-= Rp. 22.300.-
154.4
Biaya pemakaian katalis:
Diketahui:
Harga katalis = $780/MT ( $ 1 = Rp. 9.800,-)

= Rp. 7800,-/Kg

Biaya pemakaian katalis per kmol reaksi:


Konsentrasi optimum penggunaan katalis adalah 6 mol/liter.jumlah air yang dibutuhkan adalah
2,4 mol. Maka jumlah katalis yang digunakan dapat dihitung dengan persamaan pencampuran
berikut:
21

M 1 V 1+ M 2V 2
Mtotal = … (2.1)
V 1+V 2
Dengan:
M = konsentrasi (mol/liter)
V = volume air (liter)
Ρkatalis = 1.4043 kg /l
1.4043 kg/ l
Mkatalis = g = 14,86 mol/liter
94,5
gmol
Mair =0
V1 (Vair) = 2,4 kmol x 18 kg/kgmol = 43,2 kg
= 43,2 liter
Maka:
mol
0 xV 1+14,86 v2
6 mol/Liter = l
43.2 l+V 2

6 mol/liter x (43,2 liter + V2) = 14,86 mol/liter x V2

6 x 43,2mol
V2 = mol
(14,86−6)
liter

V2 = 29,255 liter
M2 = 41,083 kg
Massa katalis yang digunakan per kmol reaksi adalah 41,083 kg.maka biaya penggunaan katalis:
41,083 kg xRp. 7800,-/Kg = Rp. 320.446.- = Rp. 320.000.-
b. Reaksi α-pinene dengan katalis asam sulfat
Proses hydrasiα-pinene menjadi produk antara (terpin hydrate) berlangsung pada
temperature 25-35 ᵒC dan tekanan 1 atm dengan kondisi optimum pada perbandingan mol α-
pinene dan asam sulfat 1:2 dengan konsentrasi asam sulfat 30% (b/b) dan yield 58 %.

Estimasi kasar biaya produksi dan keuntungan per mol produksi

Reaksi :
22

Tahap Hidrasi:

C10H16 + H2O ®  C10H18(OH)2.H2O

Tahap Dehidrasi

C10H18(OH)2.H2O ® C10H18O + 2H2O

Reaksi keseluruhan

C10H16 (l) + H2O(aq)  C10H18O(l)

BM 136,23 18 154,24

Massa (kg) 136,23 18 154,24

Harga :

Harga C10H16 (l)(kadar 80%) = Rp. 15.107,-/Kg


Harga H2O(l) = Rp. 0,-
Harga C10H18O(l) (kadar 96 %) = $ 4/kg ( $ 1 = Rp. 9.800,-)
Rp. 39.200.-/kg
Rp .15.107
Biaya C10H16 (l) per kmol bahan baku = kg x 136,2 kg = Rp. 2.571.967,-
0,8
Keuntungan Produk C10H18O(l) perk mol bahan baku

Rp . 39.200 .−¿ kg
x 154,4 x 0,58 = Rp. 3.656.706,7 = Rp. 3.656.700
0,96

Keuntungan per kmol bahan baku

= Rp. 3.656.700 - Rp. 2.572.000 =Rp. 1.084.700,-

Keuntungan per kg
Rp . 1.084 .700
= = Rp. 7025,25,- = Rp. 7000.-
154.4
Biaya pemakaian katalis:
Diketahui:
Harga katalis = $250/T ( $ 1 = Rp. 9.800,-)
23

= Rp. 2450,-/Kg

Biaya pemakaian katalis permol reaksi:

Konsentrasi optimum penggunaan katalis adalah 6 mol/liter.jumlah air yang dibutuhkan adalah 2
mol. Maka jumlah katalis yang digunakan dapat dihitung dengan persamaan pencampuran
berikut:
M 1 V 1+ M 2V 2
Mtotal = … (2.1)
V 1+V 2
Dengan:
M = konsentrasi (mol/liter)
V = volume air (liter)
Ρkatalis = 1.841 kg/l
1.841 kg /l
Mkatalis = g = 18,77 mol/liter
98,08
gmol
Mair =0
V1 (Vair) = 2kmol x 18 kg/kgmolx 1 kg/liter = 36 liter
Maka:
mol
300 0 xV 1+18,77
mol/l = l
98,08
36 l+V 2
V2 = 7,008 liter
M2 = 12,902 kg
Massa katalis yang digunakan per kmol reaksi adalah 12,902 kg.maka biaya penggunaan katalis:
12,902 kg xRp. 2.450,-/Kg = Rp. 31.609 = Rp. 31.600.-

Proses 2 dan 3 memiliki kondisi operasi optimum yang sama, namun pada proses 3, tidak
dilakukan pemurnian produk antara (terpin hydrate) dan dilangsungkan dengan pencucian
hingga kadar asam optimum untuk reaksi tahap 2 (hidrasi terpin hydrate).

Tabel 2.1 Perbandingan Metode Pembuatan Alpha Terpineol

Kriteria Metode I Metode 2 Metode 3


Bahan Baku
24

Bahan Baku alpa-pinene alpa-pinene alpa-pinene


Camphene Camphene Camphene

Beta-pinene Beta-pinene Beta-pinene

Pengotor Alpa-pinene Alpa-pinene Alpa-pinene

3-carene 3-carene 3-carene

D-limonene D-limonene D-limonene


Proses
Tahap Hidrasi:
Tahap Hidrasi:
C10H16 + H2O ®
C10H16 + H2O ®
C10H18(OH)2.H2O
C10H18(OH)2.H2O
C10H16 + H2O ®

Reaksi C10H18O
Tahap Dehidrasi
Tahap Dehidrasi
(fase cair)
C10H18(OH)2.H2O
C10H18(OH)2.H2O
® C10H18O + 2H2O
® C10H18O + 2H2O

Kondisi 70ᵒC 25ᵒC-35ᵒC 25ᵒC-35ᵒC


operasi 1 atm 1 atm 1 atm
Konversi 10% 70% – 80% 70%-80%
Tahapan
Hidrasi Hidrasi dan Dehidrasi Hidrasi dan Dehidrasi
reaksi
Selektivitas 99,5% 10% 46%
Katalisator Choroacetid acid Asam sulfat Asam sulfat

Produk Monocyclic terpen Monocyclic terpen


3-carene
samping Secondary alcohol Secondary alcohol
Potensi ekonomi (biaya produksi per Kg bahan baku)
25

Keuntungan Rp. 22.300.-/Kg Rp. 523,6-/Kg Rp. 2450,-/Kg

Biaya
pemakaian
Rp. 344,89.- Rp. 0.- Rp. 0.-
katalis per
(Recovery 96,48%) (Recovery 100%) (Recovery 100%)
kilogram
produk

Berdasarkan uraian dan tabel diatas dipilih proses 1, dengan pertimbangan:

1. Memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibanding proses 2 dan 3


2. Reaksi satu tahap, sehingga membutuhkan 1 unit reaktor dan tidak memerlukan
pemurnian produk antara seperti proses 1.

2.4.3 Tinjaun Termodinamika


Reaksi kimia akan terjadi jika ΔGR bernilai negatif seperti yang terjadi pada reaksi
pembentukan Alpa terpineol di dabwah ini (perhitungan keadaan standar 298,15 K)

ΔGR0 = ∑ΔGf0 produk - ∑ΔGf0 produk

Tabel 2.2. ΔG0f bahan

ΔGo kJ/mol
Alpa Pinene 95,97
Beta Pinene 173
D-limonene 8,077
Alpa terpineol -350
Air -237,1

Tabel 2.3. Perhitungan ΔG0R semua reaksi

Reaksi Produk G
26

Alpa Pinene +
Air Alpa Terpineol -208,84
Alpa Pinene +
Air Alpa Terpineol -285,867
Alpa Pinene +
Air Alpa Terpineol -120,947

BAB III

KONSEPSI PERANCANGAN

3.1 Deskripsi Proses

Proses pembuatan α-terpineol secara garis besar dibagi menjadi 4 tahap yaitu :

1. Unit Penyediaan Bahan Baku


27

Bahan baku yang digunakan adalah Terpentin dengan komponen utamanya sebagai
reaktan antara lain: Alpa pinene, Beta pinene dan D-limonene dengan pengotornya 3-carene dan
Champehe. 3-carene dan Champhene memiliki titik beku (melting point) pada suhu 25°C.
Dengan demikian, terpentin harus disimpan dalam tangki bahan baku yang dilengkapi koil
pemanas (Saat malam suhu dapat mencapai 20⁰C).

Sebelum memsuki unit reaksi, terlebih dahulu terpentin dimurnikan. Dengan


pertimbangan bahwa konsentrasi 3-carene dan camphene relatif tinggi (15,67%) dan pemisahan
relatif mudah. 3-carene dan Camphene memiliki titik beku pada suhu 25°C. Jenis pemisahan
yang terjadi adalah pengambilan padatan dengan cara mendinginkan cairan induknya atau
Crystallization from melts (Coulson, 2002).

2. Unit Reaktor / Tahap Reaksi

Reaktan dari mixed point 1 (pencampuran bahan baku dan katalis) dialirkan menuju
reaktor pada temperatur 700C dan tekanan 1 atm. Adapun reaksi yang terjadi adalah eksotermis
dalam fase cair.

Reaksi yang terjadi :

C10H16(l) + H2O(g) C10H18O(g) (reaksi utama)

Tipe reaktor yang digunakan adalah continus stired tank reaktor. Produk dari unit
Reaktor terdiri dari 2 campuran yang tidak mencampur berupa larutan Chloroacetic acid dan α-
terpineol yang terlarut dalam turpentin oil..Oleh karena itu, sebelum masuk ke distilasi untuk
pemisahan α-terpineol, α-pinene, dan β-pinene, campuran tersebut dipisahkan dengan dekanter.

3. Unit dekantasi

Produk dari unit Reaktor terdiri dari 2 campuran yang tidak mencampur berupa larutan
Chloroacetic acid dan α-terpineol yang terlarut dalam turpentin oil..Oleh karena itu, sebelum
masuk ke distilasi untuk pemisahan α-terpineol, α-pinene, dan β-pinene, campuran tersebut
dipisahkan dengan decanter.

4. Unit recovery katalis asam dan penambahan air


28

Asam yang telah digunakan, di pulihkan kembali di unit ini.Sebagian kecil asam ada
yang terbawa dalam produk, sehingga konsentrasi harus di jaga agar reaksi hidrasi berlangsung
optimal. Selain itu pada unit ini ditambahkan air (make-up water) karena sebagian air
terkonsumsi dalam reaksi pembentukan α-terpineol.

5. Unit Pemurnian (Kolom Distilasi)

Produk campuran α-terpineol,α-pinene, dan β-pinene dipompakan dari kristalizer menuju


kolom destilasi. Di unit destilasi, diharapkan kemurnian produk 96% sesuai permintaan pasar,
sedangkan α-pinene dan β-pinene yang belum bereaksi di recycle kembali ke unit reaksi kembali.

Anda mungkin juga menyukai