Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

HUKUM KELUARGA DALAM ISLAM


PEMBERLAKUAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI DUNIA

Disusun Oleh :
Kelompok 7

Nama NIM
Tomi Pratama (16.014/HK)
Budi Nurcahyanto P
Jairul Najib
Indrawati
Tika Ardiyanti (16.026/HK)

Dosen Dody Tri Purnawinata, SH. MH

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM


YAYASAN PERGURUAN SERASAN MUARA E
 
DAFTAR ISI

Halaman
Daftar isi…………………………………………………………….2
BAB 1 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang…………………………………………. 3
B.     Pokok Permasalahan…………………………………… 7
C.    Tujuan penulisan……………………………………….. 8
D.    Kerangka Teori…………………………………………. 8
E.     Kerangka Konseptual………………………………….. 11
F.     Metode Penulisan………………………………………. 12
G.    Sistematika Penulisan………………………………….. 14

BAB II TINJAUAN UMUM PERPAJAKAN DAN PAJAK BUMI


DAN BANGUNAN DI INDONESIA
A.    Pengertia Pajak………………………………………… 16
B.     Fungsi Pajak…………………………………………… 20
C.    Asas – asas Pemungutan Pajak……………………….. 20
D. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan………........ 22
E.    Sistem Pemngutan Pajak Bumi dan Bangunan…….. 24
F.     Subjek Pajak Bumi dan Bangunan………………….. 25

BAB III PEMBAHASAN MASALAH DALAM PELAKSANAAN


PENDAFTARAN DAN PELAPORAN SERTA PENDATAAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KABUPATEN
MUARA ENIM
A.    Tata Cara Pendaftaran dan Pendataan serta Penilaian Pajak Bumi dan
Bangunan di Kabupaten Muara Enim………………………27
B.     Kendala-Kendala Pendaftaran dan Pendataan serta Penilaian Pajak Bumi
dan Bangunan di Kabupaten Muara Enim …………………33

BAB IV PENUTUP
A.Kesimpulan………………………………………35

DAFTAR PUSTAKA

 
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah salah satu dari Negara-negara di asia yang sedang

berkembang. Lazimnya suatu Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia

berupaya melakukan kegiatan pembangunan dalam berbagai sektor baik pusat maupun

daerah. Untuk dapat terlaksanya upaya tersebut jelas bahwa kita membutuhkan dana

yang tidak sedikit, kebutuhan dana yang telah ada di gunakan untuk membiayai

kehidupan Negara guna kelangsungan alat-alat Negara, administrasi Negara, lembaga

Negara dan sebagainya sedangkan pembangunan dari tahun ke tahun semakin

meningkat sesuai dengan tingkat pertumbuhan yang hendak di capai. Untuk menjamin

tersedianya dana yang di butuhkan mutlak di perlukan berbagai sumber-sumber

penerimaan baik dari dalam dan luar negri.

Pajak adalah sumbangan wajib masyarakat kepada pemerintah yang dapat di

paksakan dan tidak ada timbalan yang langsung dapat di tunjuk. Imbalan secara

langsung yang nyata tidak dapat terlihat, tetapi secara tidak langsung dapat di simpulkan

dari hasil pembangunan Indonesia yang dapat di rasakan oleh seluruh lapisan

masyarakat sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, salah satu tujuan

pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang

merata,baik dari segi materil maupun spiritual.


Dari keterangan tersebut maka dapat di simpulkan bahwa hasil pajak bukan di

gunakan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kepentingan umum, dengan kata lain

dapat di gunakan dan di rasakan oleh masyarakat luas. Seperti yang kita ketahui saat ini

yang menjadi tumpuan penerimaan Negara tetap adalah pajak berdasarkan fungsinya

pajak-pajak mempunyai tujuan untuk memasukan uang sebanyak-banyaknya kedalam

kas Negara (budgeter) dengan maksut untuk membiayai pengeluaran Negara.

Dasar hukum pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2 UUD 1945

sebagaimana telah di ubah dengan perubahan ketiga pasal 23 A UUD 1945 yang

menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk Negara di

atur dengan undang-undang.di tinjau dari segi pemerintahan, pajak dibedakan atas pajak

pusat dan pajak daerah yang membedakan keduanya hanyalah dalam hal kewenangan

memungutnya. Pajak daerah tidak boleh bertentangan dengan kebijaksanaan pusat.

Sumber-sumber pendapatan pemerintah pusat dari sektor pajak terdiri dari : Pajak

Penghasilan(PPh), Bea Materai (BM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN),

Sedangkan yang menjadi sumber pendapatan daerah menurut Undang-undang

No. 18 tahun 1997 sebagaimana telah di ubah dengan undang undang No. 34 Tahun

2000 jo Undang-undang No.28 Tahun 2009 dapat di bagi menjadi pendapatan asli

daerah, terdiri dari : bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak

bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air di bawah

tanah dan air permukaan, dan hasil pajak kabupaten /kota, yaitu Pajak Bumi dan

Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, pajak hotel, pajak restoran,

Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan

Galian Golongan C, pajak parkir, dan Pajak lain-lain.


Penulisan ini yang menjadi titik fokus penelitian penulis adalah tentang Pajak

Bumi dan Bangunan yang di sebut dengan PBB, sebagai salah satu pajak Pemerintah

Pusat yang sejak tanggal 1 januari 2013 dilimpahkan menjadi pajak Kabupaten/Kota.

Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu faktor pemasukan bagi negara

yang cukup potensil dan kontribusi terhadap pendapatan negara jika dibandingkan

dengan sektor pajak lainnya sangat besar. Strategisnya Pajak Bumi dan Bangunan

tersebut tidak lain karena objeknya meliputi seluruh bumi dan bangunan yang berada

dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemungutan PBB

dilakukan oleh negara, yang tadinya menjadi wewenang Pemerintah Pusat dilimpahkan

kepada Pemerintah Daerah, berdasarkan kekuatan Undang-undang serta aturan

pelaksanaannya. Pembayaran pajak tersebut harus masuk kepada kas negara, yaitu kas

Pemerintah Daerah (sesuai dengan jenis pajak yang dipungut yakni Pajak Bumi dan

Bangunan). Pajak sendiri menurut lembaga pemungutannya di Indonesia dibagi menjadi

dua, yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Melihat dari pembagiannya, PBB sendiri

termasuk dalam Pajak Kabupaten/Kota yang dalam pemungutannya dilaksanakan oleh

Pemerintah Daerah.

Pajak bumi dan bangunan di undangkan dalam undang-undang nomor 12 tahun

1985(LN 1985 no.68), sebagaimana telah di ubah dengan undang-undang nomor 12

tahun 1994.pada masa lampau di Indonesia berlaku bermacam-macam pajak yang

berkaitan dengan harta kekayaan seperti Verponding, Inlands Verponding, Pajak Hasil

Bumi, Ipeda, Pajak Kekayaan, Pajak Rumah Tangga, Pajak Jalan dan Pajak Daerah Atas

Harta Tak Bergerak. kemudian setelah di sahkan dan di berlakukanya Undang-undang

Pajak Bumi dan Bangunan pada tanggal 1 januari 1986,jenis pajak yang telah di
sebutkan di atas di hapuskan, sehingga pada waktu sekarang hanya ada pajak atas harta

tak bergerak yaitu pajak bumi dan bangunan.

Pengaturan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan berdasarkan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010, Pajak Bumi dan Bangunan dilimpahkan

menjadi pajak daerah yang mana dahulu Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak

pusat. Sebagai bentuk pelimpahan tersebut, Pajak Bumi dan Bangunan kemudian

disebut menjadi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.Sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah hal ini senada dengan asas Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang

sepenuhnya dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah tentang urusan tertentu,

sehingga Pemerintah Daerah dapat mengambil prakarsa sepenuhnya baik menyangkut

kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pembiayaan, setiap kabupaten/kota di

Indonesia diharuskan segera menetapkan Peraturan Daerah mengenai Pajak Bumi dan

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 180 ayat (5) Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaiman telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor

12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait dengan peraturan

pelaksanaan mengenai Perdesaan dan Perkotaan masih tetap berlaku sampai dengan

tanggal 31 Desember 2013, sepanjang belum ada peraturan daerah tentang Pajak Bumi

dan Bangunan yang terkait dengan Perdesaan dan Perkotaan. Ketentuan Pasal 180 ayat

(5) tersebut membuat pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan pada setiap
Kabupaten/Kota di Indonesia mungkin saja tidak serempak, tergantung kesiapan

Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menetapkan Peraturan Daerah yang berkaitan. Paling

lambat 1 Januari 2014, diharapkan PBB Perdesaan dan Perkotaan telah menjadi Pajak

Daerah pada semua Kabupaten/Kota.

Salah satu prasyarat penting yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota untuk mengelola PBB P2 adalah memiliki Peraturan Daerah PBB P2

dan Peraturan Pendukungnya. Karena dengan berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2009,

maka menurut pasal 180 ayat 5 UU Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah

dengan UU Nomor 12  Tahun 1994 dinyatakan tidak berlaku lagi, sehingga otomatis

seluruh peraturan pendukung yang selama ini digunakan dan mengacu pada UU 12

Tahun 1985 juga tidak bisa digunakan lagi.

B. Pokok permasalahan

Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang akan dibahas antara lain

sebagai berikut :

1.      Bagaimana tata cara pendaftaran dan pelaporan serta pendataan Pajak Bumi dan

Bangunan sesudah keluarnya Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah di pemerintah daerah Kabupaten Muara Enim ?

2.      Apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan tata cara pendaftaran dan pelaporan

serta pendataan Pajak Bumi dan Bangunan setelah keluarnya Undang-Undang No 28

tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Daerah Kabupaten

Muara Enim ?
C. Tujuan penulisan

Sesuai dengan permasalahan yang telah di rumuskan oleh penulis maka tujuan

dari penulisan ini adalah :

1.      Untuk mengetahui bagaimana tata cara pendaftaran dan pelaporan serta pendataan

Pajak Bumi sesudah keluarnya undang-undang no 28 tahun 2009 tentang pajak

daerah dan retribusi daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten Muara Enim.

2.      Untuk mengetahui kendala yang di alami Pemerintah Daerah Kabupaten Muara Enim

dalam pelaksanaan tata cara pendaftaran dan pelaporan serta pendataan Pajak Bumi dan

Bangunan setelah keluarnya Undang-undang Nomor. 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah.

D. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah kerangka pemikiran yang menghubungkan variable

pemikiran yang satu dengan yang lain berdasarkan teori-teori yang berkaitan dengan

permasalahan yang di teliti dalam skripsi. Teori-teori ini dapat berupa teori yang sudah

teruji secara obyektif maupun pengertian atau definisi yang di ambil dari asumsi

beberapa ahli, dengan demikian tidak menimbulkan keraguan dalam penulisan yang

berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang disingkat (PBB-P2)

yaitu pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan

oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang di gunakan ntuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.1[1] Sebagaimana diamanatkan oleh

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 maka pajak PBB sektor Perdesaan dan

Perkotaan (PBB-P2) akan dialihkan menjadi pajak daerah dan akan dilaksanakan oleh

penerintah Kabupaten/Kota selambat-lambatnya mulai 1 Januari 2014.

Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi

dan/atau Bangunan Yang dimiliki, dikuasai dan/ atau dimanfaatkan oleh orang pribadi

atau badan. Kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,

perhutanan dan pertambangan (P3).2[2]

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang

pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau

memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki bangunan, dan atau menguasai

bangunan, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.3[3]

Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual

beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual

Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis,

atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti.4[4]

1[1] Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia tentang pajak Daerah dan


Retribusi Daerah,UU No.28,LN No.130 Tahun 2009, TLN No.5049, pasal 1 ayat (37).

2[2] Ibid, Pasal 77 ayat (1).

3[3] Ibid, pasal 78 ayat (1).

4[4] Ibid, pasal 1 butir 40.


Surat Pemberitahuan Obyek Pajak adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak

untuk melaporkan data obyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.5[5]

Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang digunakan oleh untuk

memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang

terutang kepada wajib pajak.6[6]

Surat Setoran Pajak Daerah adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak

yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara

lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.7[7]

Unit Pelayanan Pajak Daerah adalah Unit Pelayanan Pajak Daerah Dinas

Pelayanan Pajak yang berada diwilayah Kecamatan.8[8]

Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah adalah nomor yang diberikan kepada wajib

pajak sebagai sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai

tanda pengenal diri atas identitas wajib pajak dan usaha wajib pajak dalam

melaksanakan hak dan kewajiban pajak daerah.9[9]

5[5] Ibid, pasal 1 butir 51.

6[6] Ibid, pasal 1 butir 54.

7[7] Ibid, pasal 1 butir 52.

8[8] Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta tentang Tata Cara Pendaftaran dan
Pelaporan serta Pendataan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Peraturan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.202 Tahun 2012,pasal 1 butir 8.

9[9] Ibid, pasal 1 butir 15.


Nomor Objek Pajak adalah nomor identitas yang diberikan atas bumi dan/atau

bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimaanfatkan oleh orang pribadi atau badan

sebagai wajib pajak.10[10]

2. Kerangka Konseptual

Peranan kerangka konseptual dalam tulisan ini di maksudkan untuk menyamakan

persepsi mengenai suatu pengertian karena adanya berbagai definisi yang di berikan

oleh beberapa sarjana maupun beberapa referensi sehingga terciptanya konsistensi

dalam penulisan ini, beberapa definisi tersebut antara lain:

1.      Pajak;

Adalah perikatan yang timbul karena Undang-undang yang mewajibkan seseorang yang

memenuhi syarat yang di tentukan Undang-undang (TATBESTAND) untuk membayar

sejumlah uang kepada kas Negara yang dapat di paksakan, tanpa mendapatkan suatu

imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara rutin dan pembangunan dan yang di gunakan sebagai

alat pendorong, penghambat, pencegah, untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang

keuangan.11[11]

2.      Wajib pajak;

10[10] Ibid, pasal 1 butir 16.

11[11] Bohari,pengantar hukum pajak,(Jakarta : PT Raja Gravindo Persada,2004) hlm


26.
Adalah orang pribadi yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan di

tentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pungutan pajak atau

pemotongan pajak tertentu.12[12]

3.      Badan;

Adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang

melakukan usaha yang meliputi perseroan lainya, badan usaha milik Negara atau daerah

dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koprasi, Dana Pensiun,

Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Masa, Organisasi Sosial Politik, atau

Organisai yang sejenis, Lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainya.13[13]

4.      Bumi;

Adalah permukaan bumi atau tubuh bumi yang ada di bawahnya, termasuk peraian. 14

[14]

5.      Bangunan;

Adalah konstruksi teknik yang di tanam atau di letakan secara tetap pada tanah dan/atau

peraian yang di peruntukan sebagai tempat tinggal atau tempat berusaha.15[15]

E. Metode Penulisan

12[12] Indonesia,ketentuan umum dan tata cara perpajakan, UU No.17,LN No. 126,
Tahun 2000, TLN No. 3984, pasal 1 ayat (1).

13[13] Ibid, pasal 1 ayat (2).

14[14] Bohari,Op,Cit, hlm 96.

15[15] Ibid, hlm 96.


Untuk mengungkap suatu kebenaran dalam suatu penelitian ilmiah di perlukan

metode penelitian tertentu. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif artinya

dalam penelitian ini data-data yang di peroleh dari bahan-bahan putaka atau yang di

sebut juga data sekunder. Data sekunder yang akan di teliti bersumber dari :

1.      Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari norma atau

kaedah. Bahan hukum primer diantaranya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985

tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah di ubah dengan Undang-undang

Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

2.      Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer. Bahan hukum sekunder ini dapat berupa buku-buku referensi yang

berkaitan erat dengan masalah hukum pajak dan data-data yang diperoleh dari hasil

wawancara pada kantor instansi pemerintah yaitu Kantor Unit Pelayanan Pajak Daerah

PuloGadung.

3.      Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Bahan

hukum tersier ini contohnya: Kamus Hukum dan Kamus Bahasa Indonesia.

Untuk melengkapi data penelitian ini penulis melakukan wawancara dengan

beberapa nara sumber yang terdiri dari praktisi pajak, dalam hali ini pejabat atau aparat

pajak di Kantor Unit Pelayanan Pajak Daerah PuloGadung guna mengetahui efektifitas

tindakan penagihan serta kendala-kendala yang dihadapinya.

Penelitian ini bersifat deskriptif, hal ini di perlukan dalam rangka menggambarkan

masalah yang timbul dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan dalam
rangka peningkatan pendapatan daerah dengan mengaitkan pada teori-teori yang ada

dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif.

F. Sitematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan skripsi serta agar terlihat adanya rangkaian

penulisan yang tersusun dengan serasi dalam suatu kesatuan yang tidak

terpisahkan,maka tulisan ini di buat dengan sitematika sebagai berikut:

BAB 1 : PENDAHULUAN

Pada bab ini di uraikan latar belakang, pokok permasalahan,

tujuan penelitian, kerangka teori, kerangka konseptual, metode

penulisan,dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM PERPAJAKAN DAN PAJAK BUMI

DAN BANGUNAN DI INDONESIA

Dalam bab ini penulis meninjau pengertian pajak, unsur pajak

fungsi pajak, pembagian hukum pajak, asas-asas pemungutan

pajak, jenis-jenis pajak, sistem pungutan pajak,dasar hukum

Pajak Bumi dan Bangunan, sistem pemungutan Pajak Bumi

dan bangunan, objek dan subjek Pajak bumi dan Bangunan, tata

cara pembayaran dan penagihan Pajak Bumi dan Bangunan.

BAB III : PELAKSANAAN PENDAFTARAN DAN PELAPORAN

SERTA PENDATAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

DI KABUPATEN MUARA ENIM


Pada bab III menguraikan mengenai tata cara pemungutan

Pajak Bumi dan Bangunan setelah berlakunya Undang-undang

No.28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah

serta kendala-kendala yang di hadapi Unit Pelayanan Pajak

Daerah Kabupaten Muara Enim dalam melaksanakan pemungutan

Pajak Bumi dan Bangunan.

BAB IV : PENUTUP

Pada bab terakhir penulis akan memberikan kesimpulan yang

berkaitan dengan permasalahan dalam pelaksanaan pemungut

an Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).


BAB II

TINJAUAN UMUM PERPAJAKAN DAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

DI INDONESIA

A. Pengertian Pajak

Dalam lingkup kehidupan manusia selalu hidup bersama-sama dalm masyarakat

yang terdiri dari individu menurut organ teori dari Otto Von Gierke, individu tidak

mungkin ada atau tidak mungkin hidup tanpa ada masyarakat, sehingga individu tidak

dapat di pisahkan dari masyarakat.16[16] Sedangkan bentuk masyarakat yang lebih besar

lagi terjelma dalam suatu wadah yang di sebut Negara. Dalam suatu Negara di

butuhkan adanya sarana dan prasarana yang dapat di jadikan pendukung dalam

kelangsungan rakyat beserta Negara itu sendiri yang kesemuanya itu dapat kita peroleh

melalui peran serta masyarakat secar bersama-sama dalam berbagai bentuk atau usaha,

dan satu diantaranya adalah pungutan pajak yang di lakukan neghara melalui penguasa

(pemerintah) kepada rakyatnya.

Pengertian pajak di kemukakan oleh beberapa sarjana, diantaranya :

1.      P.J.A Andriani, menyatakan :

Pajak adalah iuran kepada Negara dapat di paksakan yang terutang oleh yang wajib

membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali,

yang langsung dapat di tunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum

yang berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.17[17]


16[16] Rochmat Soemitro (B), Pengantar Singkat Hukum Pajak, (Bandung:PT Eresco,
1992), hlm 1.

17[17] P.J. Adriani dan Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung:
PT Eresco, 1990), hlm 2.
2.      Rochmat Soemitro, menyatakan :

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang yang dapat di

paksakan dengan tidak mendapat timbale balik (kontraprestasi), yang langsung dapat di

tunjuk dan dapat di gunakan untuk membayar pengeluaran umum. Tetapi kemudian

beliau mengoreksi definisi pajak yang telah di kemukakan dalam bukunya yan berjudul

pajak dan pembangunan tahun 1974 yang berbunyi “ pajak adalah peralihan kekayaan

dari rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya di

gunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public

investment.”18[18]

Dari beberapa definisi yang telah di kemukakan oleh para sarjana tersebut

semuanya di tinjau dari segi ekonomi, tetapi sesuai dengan tulisan ini yaitu mengenai

tinjauan hukum maka untuk selanjutnya pengertian pajak dalam tulisan ini akan ditinjau

dari segi hukum. Dari segi hukum Rochmat Soemitro memberikan definisi pajak sebagi

berikut :

“ pajak adalah perikatan yang timbul karena undang-undang yang mewajibkan

seseorang yang memenuhi syarat-syarat yang di tentukan oleh undang-undang

(TATBESTAND) untuk membayar sejumlah uang kepada kas Negara yang dapat di

paksakan, tanpa mendapatkan suatu imbalan yang secara langsung dapat di tunjuk, yang

di gunakan untuk membiayai pengeluaran Negara, dan sebagai alat pendorong,

penghambat, pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang ekonomi.19[19]

18[18] Rachmat Soemitro (a), Pajak dan Pembangunan, (Bandung:PT Eresco, 1974).
Hlm 8.

19[19] Rachmat Soemitro (b), Op. Cit., hlm 17.


B. Unsur Pajak

Pungutan pajak dapat di lakukan apabila ada unsur-unsur pajak yang mendukung

pelaksanaan ini, karena tanpa adanya unsur pajak tidak mungkin ada pajak. Yang di

maksud dengan unsur ialah elemen atau hal-hal yang membentuk sesuatu sehingga

menyebabkan sesuatu itu ada. Menurut Rochmat Soemitro unsure-unsur pajak

meliputi :20[20]

1.      Ada Masyarakat (kepentingan umum)

Untuk timbulnya pajak,masyarakat harus ada. Hal tersebut dapat di mengerti karena

pajak di adakan guna memenuhi kebutuhan bersama (masyarakat) atau kepentingan

umum, jadi tanpa adanya masyarakat tidak mungkin ada pajak.

2.      Ada Undang-undang

Adanya Undang-undang dan peraturan lain sangat di perlukan dalam penagihan

pajak, ini di perlukan sebagai suatu cermin adanya suatu nilai demokrasi. Dengan

melalui mekanisme musyawarah antara pemerintah dan wakil-wakil rakyat maka di

sepakatinya Undang-undang pajak.

3.      Pemungut Pajak-Penguasa Masyarakat

Dalam suatu Negara Pemerintah berperan sebagai penguasa rakyat karena

pemerintah merupakan penyelenggara kepentingan umum sekaligus penguasa, karena

itu pulalah pemerintah yang melakukan pemungutan pajak.

4.      Subjek pajak-wajib pajak

20[20] Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak,(Yogyakarta : Andi Yogyakarta,


2002), hlm 6
Yang di maksud dengan subjek pajak adalah mereka (orang atau badan) yang

memenuhi syarat subyektif (syarat yang melekat pada orang atau badan yang sesuai

dengan apa yang di tentukan oleh Undang-undang), sedangkan wajib pajak adalah

mereka (orang atau badan hukum) yang telah memenuhi syarat subyektif maupun syarat

obyektif.21[21]

5.      Objek pajak-taatbestand

Untuk adanya pajak selain subjek juga harus ada objek pajak, yakni sasaran yang

akan di kenai pajak atau biasa di sebut dengan istilah Taatbestand diambil dari bahasa

jerman yang berarti Keadaan, Peristiwa, atau Perbuatan yang menurut ketentuan

undang-undang dapat di kenai pajak.22[22]

6.      Surat ketetapan pajak (fakultatif)

Surat ketetapan pajak dalam hal ini merupakan surat keputusan yang isinya berupa

penetapan utang pajak yang harus di bayar oleh seseorang atau suatu badan, wujudnya

bermacam-macam contohnya: surat pemberitahuan dalam pajak penghasilan tetapi tidak

semua pajak memerlukan surat ketetapan ini, pajak tidak langsung seperti bea materai,

tidak memerlukan adanya surat ketetapan pajak.23[23]

C. Fungsi Pajak

Pajak mempunya 2 fungsi utama,yakni :24[24]

a.       Fungsi budgetair (Anggaran)

21[21] Ibid, hlm. 8.

22[22] Ibid.

23[23] Ibid, hlm. 9.

24[24] Rachmat Soemitro (b), Op. Cit., hlm 17


Pajak mempunyai fungsi untuk memasukan uang sebanyak-banyaknya ke dalam

kas Negara untuk membiayai pengeluaran Negara.25[25]Maksudnya adalah bahwa

fungsi pajak disini lebih diarahkan sebagai suatu instrument untuk menarik dana dari

masyarakat selaku wajib pajak untuk di masukan ke dalam kas Negara yang berguna

sebagai penopang bagi peneylenggaraan aktivitas pemerintahan.

b.      Fungsi Regulerend (mengatur)

Pajak berfungsi untuk mengatur keadaan di masyarakat, maka pajak di gunakan

sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan tertentu yang letaknya berada diluar bidang

keuangan.

D. Asas-Asas Pemungutan Pajak

Di dalam sejarah perkembangan pajak, syarat atau asas dapat menjadi dasar

dalam pemungutan pajak yang merupakan ukuran untuk menentukan adil tidaknya suatu

pemungutan pajak.

Mengenai hal ini ada beberapa asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh para

sarjana, baik yang klasik maupun yang lahir setelahnya (belakangan) diantaranya:

1.      Adam Smith

Adalah seorang ahli ekonomi berkebangsaan Inggris yang hidup pada abad yang sama

dengan Von Justi, Ia ternasuk tokoh terkuat mazhab klasik. Adam Smith terkenal

dengan buku hasil karyanya yang berjudul Wealth Of Nations.

Dalam bukunya ini ia member prinsip tentang asas atau syarat pemungutan pajak yang

patut dipedomani oleh semua Negara, asas tersebut meliputi 4 prinsip yaitu:26[26]

25[25] R.Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: PT Eresco,


1995), hlm 27.

26[26] Ibid, hlm 90-91.


a.       Asas Persamaan (Equality)

Dalam asas ini di tekankan bahwa setiap warga Negara atau wajib pajak seharusnya

memberikan sumbanganya kepada Negara sesuai dengan kemampuan mereka masing-

masing. Hendaknya dalam pemungutan pajak tidak ada diskriminasi diantara sesame

wajib pajak, maksutnya adalah bahwa orang yang ada pada keadaan yang sama,

dikenakan pajak yang sama pula.

b.      Asas Kepastian (Certainly)

Arti kepastian di sini, yaitu kepastian yang berhubungan dengan hukum. Asas ini

menunjukan bahwa pemungutan pajak yang di lakukan oleh Negara(fiscus) kepada

wajib pajak haruslah berdasarkan undang-undang agar wajib pajak mendapartkan

kepastian hukum, dan dalam membuat undang-undang harus tegas dan jelas jangan

menimbulkan pengertian ganda.

c.       Asas Kemudahan Dalam Pembayaran Pajak (Convenience of Payment)

Asas ini menunjukan bahwa dalam pemungutan pajak haruslajh di lakukan dengan

pelayanan yang baik dan member kemudahan, kenyamanan pada saat yang tepat. Sangat

bijaksana jika potongan pajak di lakukan pda saat wajib pajak menerima penghasilan

atau pada saat panen tiba bagi para petani.

d.      Asas Ekonomis (Economic of Collection)

Asas ini menetapkan bahwa pungutan pajak hendaknya di lakukan dengan seefisien

mungkin.artinya jangan sampain biaya yang di keluarkan dalam pelaksanaan

pemungutan pajak lebih besar dari jumlah pajak yang di pungut.

E. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan


Berdasarkan Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan

perubahan ketiga menjadi Pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Pajak dan

pungutan lain yang bersifat memaksa untuk kepentingan negara diatur dengan undang-

undang”, oleh karena itu tidak mungkin negara memungut pajak dari rakyat tanpa ada

undang-undangnya. Karena banyak macam dan jenis pajak maka terdapat juga banyak

Undang-Undang Pajak. Peraturan-peraturan itu dihimpun dalam suatu buku untuk

memudahkan pemakaiannya.27[27]

Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-Undang Nomor

12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. Semua peraturan yang akan atau telah dibuat

tidak boleh bertentangan satu dengan lainnya, peraturan yang lebih rendah tidak boleh

bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi atau dengan kata lain semua peraturan

yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Keseluruhan undang-undang serta peraturan pelaksanaannya biasa disebut

peraturan perundang-undangan, inilah yang nantinya menjadi pegangan bagi para

pejabat untuk melaksanakan pemungutan pajak. Dalam pelaksanaan pemungutan Pajak

Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaam (PBB P2) yang menjadi dasar

pemungutan selain Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 diantaranya adalah sebagai

berikut :

1.      Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

2.      Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah.

27[27] Rochmat Soemitro, Pengantar Singkat Hukum Pajak, (Bandung : PT Eresco


1992), hlm 35.
3.      Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan.

4.      Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2002 tentang Persentase Nilai Jual Kena Pajak

pada Pajak Bumi dan Bangunan

5.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/ KMK.04/1985 tentang Tata Cara

Pendaftaran Objek Pajak PBB

6.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 tentang Penentuan Klasifikasi

dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan PBB.

7.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1007/KMK.04/1985 tentang Pelimpahan

Wewenang Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan Kepada Gubernur Kepala Daerah

Tingkat I dan/atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.

8.      Peraturan Daerah Provinsi DKI JAKARTA Nomor. 16 Tahun 2011 tentang Pajak

Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

9.      Peraturan Gubernur Provinsi DKI JAKARTA Nomor. 202 Tahun 2012 tentang

Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan serta Pendataan Pajak Bumi dan

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

F. Sistem Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan

Sistem pemungutan pajak tidak hanya terbatas pada masalah waktu melainkan

juga mengenai kewenangan dan tanggung jawab untuk menghitung dan menetapkan

besarnya utang pajak. beberapa sistem pemungutan pajak, yakni:28[28]

1.      Official Assessment System

2.      Self Assesment System


28[28] Ibid, hlm 22
3.      Withholding System

Dari ketiga bentuk sistem pemungutan pajak tersebut, Pajak Bumi dan

Bangunan menganut sistem pemungutan “Official Assessment” yakni suatu sistem

pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah yakni fiskus selaku

pemungut pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-

ciri sistem ini adalah:

1.      Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiscus

2.      Wajib ajak bersifat pasif

3.      Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiscus

Dari sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan ini peranan pihak fiscus

selaku orang yang diberikan wewenang oleh undang-undang pajak masih cukup

dominan untuk menghitung dan menetapkan utang pajak. Hal ini dikarenakan

pemerintah menganggap bahwa masyarakat yang menjadi subjek/wajib pajak belum

mampu untuk diserahi tanggung jawab untuk menghitng dan menetapkan pajak.

G. Subjek dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan

1.      Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

Menurut Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, yang

disebut sebagai subjek pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan yang

secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau bangunan. Undang-Undang Pajak

Bumi dan Bangunan disamping mengatur mengenai orang atau badan yang menguasai

tanah dan atau bangunan juga mengatur orang atau badan yang memperoleh manfaat

dari tanah dan/atau bangunan meskipun ia tidak memiliki atau mempunyai hak yang sah
atas tanah dan/atau bangunan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Undang-Undang

Pajak Bumi dan Bangunan membuka keinginan bahwa orang atau badan selain si

pemilik dapat menjadi sebjek pajak apabila orang atau badan itu memperoleh manfaat

atau menguasai objek pajak.

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan tidak dapat dikatakan sebagai wajib pajak

Pajak Bumi dan Bangunan apabila belum memenuhi syarat-syarat objektif yang

mempunyai atau menguasai objek PBB (bumi dan/atau bangunan) yang dapat

dikenakan pajak, memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas

bangunan.

2.      Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang Pajak Bumi dan

Banginan Nomor 12 Tahun 1994, yang menjadi objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah

bumi dan/atau bangunan. Yang dimaksud dengan bumi disini adalah permukaan bumi

atau tubuh bumi yang ada dibawahnya, termasuk perairan. Sedangkan yang dimaksud

bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah

dan/atau perairan yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau tempat berusaha.

 
BAB III

PEMBAHASAN MASALAH DALAM PELAKASANAAN TATA CARA

PENDAFTARAN DAN PENDATAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

PERDESAAN DAN PERKOTAAN

A. Bagaimana Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan Serta Pendataan Pajak

Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Muara Enim.

Pada era pembangunan dewasa pemerintah lebih menitik beratkan pembangunan

di daerah dengan melihat kemampuan dan kesiapan dari masing-masing daerah itu

sendiri untuk mewujudkan dan mengoptimalkan kemandirian daerah yang diharapkan

bisa lebih optimal dalam menggali potensi Pajak Bumi dan Bangunan dan dapat
memberikan pelayanan yang lebih baik, karena Pemerintah Daerah lebih mengenal

karakteristik wilayah dan wajib pajaknya. mewujudkan. Untuk mewujudkan hal tersebut

pada tanggal 15 september 2009, Presiden Negara Republik Indonesia telah

mendatangani RUU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan diundangkan

menjadi Undang-undang No.28 Tahun 2009 sebagaimana tercantum dalam Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 130, dan Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia No. 5049, Dalam Undang-undang tersebut setidaknya terdapat 4

(empat) kebijakan baru yang sekaligus menjadi tujuan pokok UU tersebut yaitu :

1.      Memberikan kepastian mengenai jenis pungutan daerah

2.      Meningkatkan kekuatan pajak daerah melalui pemberian diskresi penetapan tarif yang

lebih luas, peningkatan tariff maksimum untuk beberapa jenis pajak daerah, serta

peluasan basis PDRD, baik melalui penambahan jenis PDRD baru maupun memperluas

basis pungutan yang sudah ada.

3.      Meningkatkan efektivitas pengawasan melalui pengawasan preventif dan korektif serta

adanyaa sanksi bagi daerah yang melanggar; dan

4.      Memperbaiki pengelolaan penerimaan PDRD serta member insentif pemungutan bagi

instansi pemungut PDRD dengan kinerja yang baik.

Berkaitan dengan penambahan jenis pajak daerah baru, dalam UU No. 28 Tahun

2009 terdapat beberapa jenis pajak daerah baru, yaitu Pajak Rokok untuk Provinsi,

Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.29[1]

29[1] Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia tentang pajak Daerah dan


Retribusi Daerah,UU No.28,LN No.130 Tahun 2009, TLN No.5049, pasal 2 ayat (2).
Sesuai amanat pasal 182 UU No. 28 Tahun 2009 , kementrian Keuangan

bersama-sama dengan Kementrian Dalam Negri telah merumuskan Rancangan

peraturan Bersama Mentri Keuangan dan Mentri Dalam Negri tentang tahapan

pengalihan PBB-P2 dan BPHTB menjadi pajak daerah. Dalam peraturan bersama

tersebut diatur 3 (tiga) hal pokok, yaitu tugas dan tanggung jawab Kementrian

Keuangan, Kementrian Dalam Negeri, dan Pemerintah Daerah. Dalam rangka

pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tersebut, Kemenrian Keuangan bertugas dan

bertanggung jawab mengkomplikasi berbagai instrument yang di perlukan oleh

Pemerintahan Kabupaten/Kota untuk memungut PBB-P2 dan BPHTB, seperti:

1.      Peraturan pelaksanaan PBB-P2 dan BPHTB sebagai bahan acuan bagi Pemerintah

Daerah dalam menyiapkan Perda dan Peraturan Kepala Daerah;

2.      Standar operating procedure (SOP), struktur, tugas, dan fungsi organisai yang

diperlukan dalam pemungutan PBB-P2 dan BPHTB;

3.      Data NJOP dan lain sebagainya, untuk diserahkan kepada Pemerintah Daerah.

Sementara itu, Kementrian Dalam Negri bertugas dan bertanggung jawab antara

lain, menyiapkan pedoman bagi daerah dalam menyiapkan struktur organisasi dan tata

kerja pemungutan PBB-P2 dan BPHTB.

Pemerintah Daerah sendiri bertugas dan bertanggung jawab untuk menyiapkan

segala perangkat hukum pemungutan, sarana dan prasarana, sumber daya manusia,

pendanaan, dan lain sebagainya. dalam rangka melaksanakan pengalihan PBB-P2

Pemerintah Daerah Kabupaten Muara Enim mengalihan tugas pengelolaan PBB-P2

kepada UPT Badan Pendapatan Daerah yang berada disetiap Kecamatan diwilayah

Kabupaten Muara Enim dengan demikian Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan serta
Pendaftaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan disetiap daerah

diwilayah Negara Replublik Indonesia berbeda disetiap daerah, adapun UPT Badan

Pendapatan Daerah adapun Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan serta Pendaftaran

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan diwilayah Kabupaten Muara Enim

yaitu :

Dalam hal pendaftaran dan pelaporan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan setiap subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan wajib

mendaftarkan diri dengan menggunakam SPOP PBB-P2 sekurang-kurangnya

memuat :30[2]

1.      Data subjek pajak;

2.      Data objek pajak:dan

3.      Nomor objek pajak.

SPOP PBB-P2 harus diambil sendiri oleh subjek pajak atau kuasanya di UPPD

sesuai dengan tempat kedudukan objek pajak atau tempat lain yang ditunjuk oleh kepala

dinas pelayanan pajak SPOP PBB-P2 harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta

ditandatangani dan di sampaikan kepada kepala UPPD paling lama 30 puluh hari kerja

setelah tanggal diterimanya SPOP PBB-P2 oleh wajib pajak, penyampaian SPOP PBB-

P2 untuk subjek pajak perseorangan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut : 31

[3]

1.      Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);

2.      Fotokopi Kartu Keluarga (KK);

30[2] Indonesia, Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan serta Pendataan Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.Pergub No.202 Tahun 2012,pasal 2 ayat (3).

31[3] Ibid,pasal 3 ayat (2).


3.      Fotokopi Sertifikat Tanah/Girik dan

4.      Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi bangunan yang telah memiliki IMB

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal penyampaian SPOP PBB-P2 untuk subjek pajak badan dengan

melampirkan persyaratan sebagai berikut :32[4]

1.      Fotokopi identitas diri dari subjek pajak yang mendatangani SPOP PBB-P2 atau surat

kuasa dari direktur utama apabila pendatangan SPOP PBB-P2 di kuasakan;

2.      Fotokopi akte pendirian perusahaan dan perubahanya;

3.      Fotokopi sertifikat tanah dan/atau pembangunan badan usaha;

4.      Dalam hal wajib pajak badan menguasai, memanfaatkan dengan memperluas atau

menanmbah objek pajak beerupa tanah dan/atau bangunan, maka harus melampirkan

bukti penguasaan atau pemaanfatan objek dimaksud: dan/atau

5.      Fotokopi IMB dan apabila subjek pajak masih dalam proses pengurusan melampirkan

tanda terima permohonan IMB dari Dinas Pengawasan dan Penerbitan Bangunan.

Dalam hal penyampaian SPOP PBB-P2 baik subjek pajak perseorangan maupun

subjek pajak badan, kepala UPT Badan Pendapatan Daerah memberikan NPWPD dan

NOP PBB-P2 kepada subjek pajak. NOP PBB-P2 sebagai dentitas objek dalam

administrasi perpajakan dan berfungsi sebagai sarana bagi wajib pajak dalam

melaksanakan hak dan kewajiban dan diberikan untuk setiap objek pajak PBB-P2 .

Apabila SPOP PBB-P2 tidak sampaikan atau dilaporkan setelah mendapat

terguran secara tertulis dalam jangka waktu 30 pulu hari kerja setelah tanggal

diterimanya SPOP PBB-P2 oleh wajib pajak,Kepala UPT Badan Pendapatan Daerah

32[4] Ibid,pasal 3 ayat (3).


menerbitkan SKPD secara jabatan dengan dikenakan sanksi administrasi berupa

kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak.

Apabila SPOP PBB-P2 yang di sampaikan atau di laporkan tetapi diisi tidak

nbenar atau tidak lengkap yang berakibat jumlah PBB-P2 dalam sppt lebih kecil dari

PBB-P2 yang harusnya terutang, Kepala UPT Badan Pendapatan Daerah Kabupaten

Muara Enim menerbitkan SKPD secara jabatan dengan di kenakan sanksi administrasi

berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak.

Dalam hal pendataan Kepala UPPD dapat melakukan pendataan menggunakan

SPOP PBB-P2 atas subjek pajak atau objek pajak PBB-P2 dalam rangka optiomalisasi

penerimaan PBB-P2 atau akurasi data SPOP PBB-P2 yang ada pada Kantor UPT Badan

Pendapatan Daerah hasil pendataan objek pajak PBB-P2 dituangkan dalam berita secara

pendataan dan laporan hasil pendataan.berdasarkan hasil pendataan objek pajak PBB-P2

subjek pajak diberikan NPWPD dan NOP PBB-P2 sebagai dasar diterbitkanya SPPT

selain itu hasil pendataan objek pajak PBB-P2 di gunakan untuk menerbitkan SKPD

PBB-P2 dengan sangksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima

persen) dari pokok pajak apabila subjek pajak tidak menyampaikan SPOP PBB-P2 atau

SPOP PBB-P2 yang telah di sampaikan di isi tidak benar atau tidak lengkap yang

berakibat PBB-P2 kurang di bayar.33[5]

B. kendala dalam pelaksanaan pendaftaran dan pelaporan serta pendataan Pajak

Bumi dan Bangunan di daerah Provinsi DKI JAKARTA khususnya Unit

Pelayanan Pajak Daerah Pulo Gadung

33[5] Ibid,pasal 8.
Setelah dilimpahkan kewenangan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan dari

Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka mengoptimalkan

kemandirian daerah yang diharapkan bisa lebih optimal dalam menggali potensi Pajak

Bumi dan Bangunan dan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik, karena

Pemerintah Daerah lebih mengenal karakteristik wilayah dan wajib pajaknya.

Pemerintah Daerah masih sering mengalami kendala-kendala yang dijumpai dalam

praktek pelaksanaan pendaftaran dan pelaporan serta pendataan Pajak Bumi dan

Bangunan di daerah Provinsi DKI JAKARTA khususnya di Kantor Unit Pelayanan

Pajak Daerah Pulo Gadung adalah :34[6]

1.      Bahwa dokumen permohonan pendaftaran wajib pajak yang masuk melalui Seksi

Pelayanan sudah melebihi empat ratus berkas, sedangkan SDM yang melayani hanya 1

(satu) orang staf dan Seksi Penilaian dan Pemeriksaan terdiri dari 1 (satu) orang Kepala

Seksi dan 1 (satu) orang staf, yang menyebabkan pelayanan tidak optimal.

2.      Wajib pajak yang melakukan pendaftaran seringkali menndapatkan informasi yang

tidak akurat mengenai pelayanan PBB-P2 dari pihak Kelurahan sehingga wajib pajak

kesulitan dalam melakukan pendaftaran.

3.      Tidak adanya petunjuk teknis dalam bentuk SE dan SOP tertulis sehingga dalam

menindaklanjuti permohonan wajib pajak terdapat kendala yang menyebabkan

permohonan pendaftaran wajib pajak menjadi terlalu lama untuk dijadikan hasil data.

4.      Bahwa dalam hal pelaporan wajib pajak yang bersangkutan tidak mendapatkan SPPT

PBB-P2 yang telah didistribusikan oleh pihak Kelurahan.

34[6] Wawancara pribadi, dengan Ibu Yessy, Ka. UPPD Pulo Gadung, (Jakarta: Tanggal
1 mei 22013).
5.      Kurangnya SDM yang tersedia dilinkungan UPPD dalam melakukan pendataan dengan

struktur UPPD yaitu, Seksi Pemeriksaan terdiri dar 1 (satu) orang Kepala Seksi dan 1

(satu) orang staf dengan pembagian tugas :

a.       Kepala Seksi P2 bertugas pemeriksaan, pengecekan atas permohonan wajib pajak PBB-

P2 untuk Pemecahan, Mutasi dan Pendaftaran NOP

b.      Staf P2 bertugas dan bertanggung jawab atas pendataan

Jadi dalam hal melaksanakan pendataan terjadi kendala karena SDM yang dimiliki

UPPD sangat kurang sehingga dalam melaksanakan pendataan memerlukan waktu yang

tidak sedikit.

BAB IV

PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu faktor pemasukan bagi negara yang

cukup potensil dan kontribusi terhadap pendapatan negara Strategisnya Pajak Bumi dan

Bangunan tersebut tidak lain karena objeknya meliputi seluruh bumi dan bangunan yang

berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemungutan PBB

dilakukan oleh negara, yang tadinya menjadi wewenang Pemerintah Pusat dilimpahkan

kepada Pemerintah Daerah dengan sebutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan, yang mulai berlaku tanggal 1 januari 2013berdasarkan kekuatan Undang-

undang serta aturan pelaksanaannya. khusus Provinsi DKI JAKARTA dalam

melaksanakan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

diserahkan kepada Unit Pelayanan Pajak Daerah disetiap kecamatan wilayah Provinsi
DKI JAKARTA. Dalam melaksanakan pendaftaran dan pelaporan serta pendataan Pajak

Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan subjek pajak harus tahu bahwa PBB

sudah dilimpahkan kewenanganya kepada Pemerintah Daerah dengan instansi

oprasionalnya yaitu UPPD dalam melakukan pendaftaran dan pelaporan wajib pajak

harus datang ke UPDD atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Pelayanan

Pajak untuk mengambil dan mengisi SPOP PBB-P2 yang sekurang-kurangnya memuat

data subjek, data objek, dan nomor objek pajak yang harus diisi dengan benar, jelas,

lengkap dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) setelah diterimanya SPOP PBB-P2

harus disampaikan kepada Kepala UPPD apabila hal ini dilanggar maka wajib pajak

akan di kenakan sanksi administrasi berupa 25% (dua puluh lima persen) dari pajak

pokok. Dalam hal pendataan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan atas subjek pajak atau objek pajak dilakukan oleh Kepala UPPD dengan

menggunakan SPOP PBB-P2 yang hasil pendataan tersebut dituangkan dalam berita

acara dan laporan hasil pendataan, guna untuk memberikan NPWPD dan NOP PBB-P2

sebagai dasar penerbitan SPPT.

2.      Kendala yang dihadapi dalam melaksanakan pendaftaran dan pelaporan serta pendataan

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yaitu, kurangnya sumber daya

manusia, kurangnya koordinasi antara pihak UPPD dan Kelurahan, banyaknya dokumen

permohonan pendaftaran wajib pajak dengan jumlah pegawai yang sedikit sehingga

menimbulkan waktu yang tidak sedikit dalam meninjaklanjuti permohonan pendaftaran,

pelaporan, serta pendataan, kurangnya petunjuk teknis berupa surat edaran atau standart

oprasi prosedur juga menghambat dalam menindaklanjuti permohonan pendaftaran

wajib pajak.

Anda mungkin juga menyukai