Disusun Oleh :
Kelompok 7
Nama NIM
Tomi Pratama (16.014/HK)
Budi Nurcahyanto P
Jairul Najib
Indrawati
Tika Ardiyanti (16.026/HK)
Halaman
Daftar isi…………………………………………………………….2
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………. 3
B. Pokok Permasalahan…………………………………… 7
C. Tujuan penulisan……………………………………….. 8
D. Kerangka Teori…………………………………………. 8
E. Kerangka Konseptual………………………………….. 11
F. Metode Penulisan………………………………………. 12
G. Sistematika Penulisan………………………………….. 14
BAB IV PENUTUP
A.Kesimpulan………………………………………35
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah salah satu dari Negara-negara di asia yang sedang
berupaya melakukan kegiatan pembangunan dalam berbagai sektor baik pusat maupun
daerah. Untuk dapat terlaksanya upaya tersebut jelas bahwa kita membutuhkan dana
yang tidak sedikit, kebutuhan dana yang telah ada di gunakan untuk membiayai
meningkat sesuai dengan tingkat pertumbuhan yang hendak di capai. Untuk menjamin
paksakan dan tidak ada timbalan yang langsung dapat di tunjuk. Imbalan secara
langsung yang nyata tidak dapat terlihat, tetapi secara tidak langsung dapat di simpulkan
dari hasil pembangunan Indonesia yang dapat di rasakan oleh seluruh lapisan
masyarakat sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, salah satu tujuan
gunakan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kepentingan umum, dengan kata lain
dapat di gunakan dan di rasakan oleh masyarakat luas. Seperti yang kita ketahui saat ini
yang menjadi tumpuan penerimaan Negara tetap adalah pajak berdasarkan fungsinya
Dasar hukum pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2 UUD 1945
sebagaimana telah di ubah dengan perubahan ketiga pasal 23 A UUD 1945 yang
menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk Negara di
atur dengan undang-undang.di tinjau dari segi pemerintahan, pajak dibedakan atas pajak
pusat dan pajak daerah yang membedakan keduanya hanyalah dalam hal kewenangan
Sumber-sumber pendapatan pemerintah pusat dari sektor pajak terdiri dari : Pajak
No. 18 tahun 1997 sebagaimana telah di ubah dengan undang undang No. 34 Tahun
2000 jo Undang-undang No.28 Tahun 2009 dapat di bagi menjadi pendapatan asli
daerah, terdiri dari : bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak
bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air di bawah
tanah dan air permukaan, dan hasil pajak kabupaten /kota, yaitu Pajak Bumi dan
Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, pajak hotel, pajak restoran,
Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan
Bumi dan Bangunan yang di sebut dengan PBB, sebagai salah satu pajak Pemerintah
Pusat yang sejak tanggal 1 januari 2013 dilimpahkan menjadi pajak Kabupaten/Kota.
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu faktor pemasukan bagi negara
yang cukup potensil dan kontribusi terhadap pendapatan negara jika dibandingkan
dengan sektor pajak lainnya sangat besar. Strategisnya Pajak Bumi dan Bangunan
tersebut tidak lain karena objeknya meliputi seluruh bumi dan bangunan yang berada
dilakukan oleh negara, yang tadinya menjadi wewenang Pemerintah Pusat dilimpahkan
pelaksanaannya. Pembayaran pajak tersebut harus masuk kepada kas negara, yaitu kas
Pemerintah Daerah (sesuai dengan jenis pajak yang dipungut yakni Pajak Bumi dan
dua, yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Melihat dari pembagiannya, PBB sendiri
Pemerintah Daerah.
berkaitan dengan harta kekayaan seperti Verponding, Inlands Verponding, Pajak Hasil
Bumi, Ipeda, Pajak Kekayaan, Pajak Rumah Tangga, Pajak Jalan dan Pajak Daerah Atas
Pajak Bumi dan Bangunan pada tanggal 1 januari 1986,jenis pajak yang telah di
sebutkan di atas di hapuskan, sehingga pada waktu sekarang hanya ada pajak atas harta
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010, Pajak Bumi dan Bangunan dilimpahkan
menjadi pajak daerah yang mana dahulu Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak
pusat. Sebagai bentuk pelimpahan tersebut, Pajak Bumi dan Bangunan kemudian
disebut menjadi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.Sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah hal ini senada dengan asas Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang
sepenuhnya dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah tentang urusan tertentu,
Indonesia diharuskan segera menetapkan Peraturan Daerah mengenai Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 180 ayat (5) Undang-
Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaiman telah diubah dengan
12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait dengan peraturan
pelaksanaan mengenai Perdesaan dan Perkotaan masih tetap berlaku sampai dengan
tanggal 31 Desember 2013, sepanjang belum ada peraturan daerah tentang Pajak Bumi
dan Bangunan yang terkait dengan Perdesaan dan Perkotaan. Ketentuan Pasal 180 ayat
(5) tersebut membuat pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan pada setiap
Kabupaten/Kota di Indonesia mungkin saja tidak serempak, tergantung kesiapan
lambat 1 Januari 2014, diharapkan PBB Perdesaan dan Perkotaan telah menjadi Pajak
Salah satu prasyarat penting yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah
maka menurut pasal 180 ayat 5 UU Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah
dengan UU Nomor 12 Tahun 1994 dinyatakan tidak berlaku lagi, sehingga otomatis
seluruh peraturan pendukung yang selama ini digunakan dan mengacu pada UU 12
B. Pokok permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana tata cara pendaftaran dan pelaporan serta pendataan Pajak Bumi dan
2. Apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan tata cara pendaftaran dan pelaporan
tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Daerah Kabupaten
Muara Enim ?
C. Tujuan penulisan
Sesuai dengan permasalahan yang telah di rumuskan oleh penulis maka tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana tata cara pendaftaran dan pelaporan serta pendataan
2. Untuk mengetahui kendala yang di alami Pemerintah Daerah Kabupaten Muara Enim
dalam pelaksanaan tata cara pendaftaran dan pelaporan serta pendataan Pajak Bumi dan
1. Kerangka Teoritis
pemikiran yang satu dengan yang lain berdasarkan teori-teori yang berkaitan dengan
permasalahan yang di teliti dalam skripsi. Teori-teori ini dapat berupa teori yang sudah
teruji secara obyektif maupun pengertian atau definisi yang di ambil dari asumsi
beberapa ahli, dengan demikian tidak menimbulkan keraguan dalam penulisan yang
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang disingkat (PBB-P2)
yaitu pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan
oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang di gunakan ntuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.1[1] Sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 maka pajak PBB sektor Perdesaan dan
Perkotaan (PBB-P2) akan dialihkan menjadi pajak daerah dan akan dilaksanakan oleh
Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi
dan/atau Bangunan Yang dimiliki, dikuasai dan/ atau dimanfaatkan oleh orang pribadi
atau badan. Kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang
pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki bangunan, dan atau menguasai
Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual
beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual
Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis,
atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti.4[4]
untuk melaporkan data obyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang
Surat Setoran Pajak Daerah adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak
yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara
lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.7[7]
Unit Pelayanan Pajak Daerah adalah Unit Pelayanan Pajak Daerah Dinas
Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah adalah nomor yang diberikan kepada wajib
pajak sebagai sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atas identitas wajib pajak dan usaha wajib pajak dalam
8[8] Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta tentang Tata Cara Pendaftaran dan
Pelaporan serta Pendataan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Peraturan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.202 Tahun 2012,pasal 1 butir 8.
bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimaanfatkan oleh orang pribadi atau badan
2. Kerangka Konseptual
persepsi mengenai suatu pengertian karena adanya berbagai definisi yang di berikan
1. Pajak;
Adalah perikatan yang timbul karena Undang-undang yang mewajibkan seseorang yang
sejumlah uang kepada kas Negara yang dapat di paksakan, tanpa mendapatkan suatu
imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai
alat pendorong, penghambat, pencegah, untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang
keuangan.11[11]
3. Badan;
Adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha yang meliputi perseroan lainya, badan usaha milik Negara atau daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koprasi, Dana Pensiun,
Organisai yang sejenis, Lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainya.13[13]
4. Bumi;
Adalah permukaan bumi atau tubuh bumi yang ada di bawahnya, termasuk peraian. 14
[14]
5. Bangunan;
Adalah konstruksi teknik yang di tanam atau di letakan secara tetap pada tanah dan/atau
E. Metode Penulisan
12[12] Indonesia,ketentuan umum dan tata cara perpajakan, UU No.17,LN No. 126,
Tahun 2000, TLN No. 3984, pasal 1 ayat (1).
metode penelitian tertentu. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif artinya
dalam penelitian ini data-data yang di peroleh dari bahan-bahan putaka atau yang di
sebut juga data sekunder. Data sekunder yang akan di teliti bersumber dari :
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari norma atau
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah di ubah dengan Undang-undang
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer. Bahan hukum sekunder ini dapat berupa buku-buku referensi yang
berkaitan erat dengan masalah hukum pajak dan data-data yang diperoleh dari hasil
wawancara pada kantor instansi pemerintah yaitu Kantor Unit Pelayanan Pajak Daerah
PuloGadung.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Bahan
hukum tersier ini contohnya: Kamus Hukum dan Kamus Bahasa Indonesia.
beberapa nara sumber yang terdiri dari praktisi pajak, dalam hali ini pejabat atau aparat
pajak di Kantor Unit Pelayanan Pajak Daerah PuloGadung guna mengetahui efektifitas
Penelitian ini bersifat deskriptif, hal ini di perlukan dalam rangka menggambarkan
masalah yang timbul dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan dalam
rangka peningkatan pendapatan daerah dengan mengaitkan pada teori-teori yang ada
F. Sitematika Penulisan
penulisan yang tersusun dengan serasi dalam suatu kesatuan yang tidak
BAB 1 : PENDAHULUAN
dan bangunan, objek dan subjek Pajak bumi dan Bangunan, tata
BAB IV : PENUTUP
DI INDONESIA
A. Pengertian Pajak
yang terdiri dari individu menurut organ teori dari Otto Von Gierke, individu tidak
mungkin ada atau tidak mungkin hidup tanpa ada masyarakat, sehingga individu tidak
dapat di pisahkan dari masyarakat.16[16] Sedangkan bentuk masyarakat yang lebih besar
lagi terjelma dalam suatu wadah yang di sebut Negara. Dalam suatu Negara di
butuhkan adanya sarana dan prasarana yang dapat di jadikan pendukung dalam
kelangsungan rakyat beserta Negara itu sendiri yang kesemuanya itu dapat kita peroleh
melalui peran serta masyarakat secar bersama-sama dalam berbagai bentuk atau usaha,
dan satu diantaranya adalah pungutan pajak yang di lakukan neghara melalui penguasa
Pajak adalah iuran kepada Negara dapat di paksakan yang terutang oleh yang wajib
yang langsung dapat di tunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum
17[17] P.J. Adriani dan Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung:
PT Eresco, 1990), hlm 2.
2. Rochmat Soemitro, menyatakan :
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang yang dapat di
paksakan dengan tidak mendapat timbale balik (kontraprestasi), yang langsung dapat di
tunjuk dan dapat di gunakan untuk membayar pengeluaran umum. Tetapi kemudian
beliau mengoreksi definisi pajak yang telah di kemukakan dalam bukunya yan berjudul
pajak dan pembangunan tahun 1974 yang berbunyi “ pajak adalah peralihan kekayaan
dari rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya di
gunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment.”18[18]
Dari beberapa definisi yang telah di kemukakan oleh para sarjana tersebut
semuanya di tinjau dari segi ekonomi, tetapi sesuai dengan tulisan ini yaitu mengenai
tinjauan hukum maka untuk selanjutnya pengertian pajak dalam tulisan ini akan ditinjau
dari segi hukum. Dari segi hukum Rochmat Soemitro memberikan definisi pajak sebagi
berikut :
(TATBESTAND) untuk membayar sejumlah uang kepada kas Negara yang dapat di
paksakan, tanpa mendapatkan suatu imbalan yang secara langsung dapat di tunjuk, yang
penghambat, pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang ekonomi.19[19]
18[18] Rachmat Soemitro (a), Pajak dan Pembangunan, (Bandung:PT Eresco, 1974).
Hlm 8.
Pungutan pajak dapat di lakukan apabila ada unsur-unsur pajak yang mendukung
pelaksanaan ini, karena tanpa adanya unsur pajak tidak mungkin ada pajak. Yang di
maksud dengan unsur ialah elemen atau hal-hal yang membentuk sesuatu sehingga
meliputi :20[20]
Untuk timbulnya pajak,masyarakat harus ada. Hal tersebut dapat di mengerti karena
pajak, ini di perlukan sebagai suatu cermin adanya suatu nilai demokrasi. Dengan
memenuhi syarat subyektif (syarat yang melekat pada orang atau badan yang sesuai
dengan apa yang di tentukan oleh Undang-undang), sedangkan wajib pajak adalah
mereka (orang atau badan hukum) yang telah memenuhi syarat subyektif maupun syarat
obyektif.21[21]
Untuk adanya pajak selain subjek juga harus ada objek pajak, yakni sasaran yang
akan di kenai pajak atau biasa di sebut dengan istilah Taatbestand diambil dari bahasa
jerman yang berarti Keadaan, Peristiwa, atau Perbuatan yang menurut ketentuan
Surat ketetapan pajak dalam hal ini merupakan surat keputusan yang isinya berupa
penetapan utang pajak yang harus di bayar oleh seseorang atau suatu badan, wujudnya
semua pajak memerlukan surat ketetapan ini, pajak tidak langsung seperti bea materai,
C. Fungsi Pajak
22[22] Ibid.
fungsi pajak disini lebih diarahkan sebagai suatu instrument untuk menarik dana dari
masyarakat selaku wajib pajak untuk di masukan ke dalam kas Negara yang berguna
sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan tertentu yang letaknya berada diluar bidang
keuangan.
Di dalam sejarah perkembangan pajak, syarat atau asas dapat menjadi dasar
dalam pemungutan pajak yang merupakan ukuran untuk menentukan adil tidaknya suatu
pemungutan pajak.
Mengenai hal ini ada beberapa asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh para
sarjana, baik yang klasik maupun yang lahir setelahnya (belakangan) diantaranya:
Adalah seorang ahli ekonomi berkebangsaan Inggris yang hidup pada abad yang sama
dengan Von Justi, Ia ternasuk tokoh terkuat mazhab klasik. Adam Smith terkenal
Dalam bukunya ini ia member prinsip tentang asas atau syarat pemungutan pajak yang
patut dipedomani oleh semua Negara, asas tersebut meliputi 4 prinsip yaitu:26[26]
Dalam asas ini di tekankan bahwa setiap warga Negara atau wajib pajak seharusnya
masing. Hendaknya dalam pemungutan pajak tidak ada diskriminasi diantara sesame
wajib pajak, maksutnya adalah bahwa orang yang ada pada keadaan yang sama,
Arti kepastian di sini, yaitu kepastian yang berhubungan dengan hukum. Asas ini
kepastian hukum, dan dalam membuat undang-undang harus tegas dan jelas jangan
Asas ini menunjukan bahwa dalam pemungutan pajak haruslajh di lakukan dengan
pelayanan yang baik dan member kemudahan, kenyamanan pada saat yang tepat. Sangat
bijaksana jika potongan pajak di lakukan pda saat wajib pajak menerima penghasilan
Asas ini menetapkan bahwa pungutan pajak hendaknya di lakukan dengan seefisien
perubahan ketiga menjadi Pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk kepentingan negara diatur dengan undang-
undang”, oleh karena itu tidak mungkin negara memungut pajak dari rakyat tanpa ada
undang-undangnya. Karena banyak macam dan jenis pajak maka terdapat juga banyak
memudahkan pemakaiannya.27[27]
Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. Semua peraturan yang akan atau telah dibuat
tidak boleh bertentangan satu dengan lainnya, peraturan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi atau dengan kata lain semua peraturan
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaam (PBB P2) yang menjadi dasar
berikut :
1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah.
Perpajakan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2002 tentang Persentase Nilai Jual Kena Pajak
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/ KMK.04/1985 tentang Tata Cara
dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan PBB.
Wewenang Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan Kepada Gubernur Kepala Daerah
8. Peraturan Daerah Provinsi DKI JAKARTA Nomor. 16 Tahun 2011 tentang Pajak
9. Peraturan Gubernur Provinsi DKI JAKARTA Nomor. 202 Tahun 2012 tentang
Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan serta Pendataan Pajak Bumi dan
Sistem pemungutan pajak tidak hanya terbatas pada masalah waktu melainkan
juga mengenai kewenangan dan tanggung jawab untuk menghitung dan menetapkan
Dari ketiga bentuk sistem pemungutan pajak tersebut, Pajak Bumi dan
pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah yakni fiskus selaku
pemungut pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiscus
3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiscus
Dari sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan ini peranan pihak fiscus
selaku orang yang diberikan wewenang oleh undang-undang pajak masih cukup
dominan untuk menghitung dan menetapkan utang pajak. Hal ini dikarenakan
mampu untuk diserahi tanggung jawab untuk menghitng dan menetapkan pajak.
Menurut Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, yang
disebut sebagai subjek pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan yang
secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau bangunan. Undang-Undang Pajak
Bumi dan Bangunan disamping mengatur mengenai orang atau badan yang menguasai
tanah dan atau bangunan juga mengatur orang atau badan yang memperoleh manfaat
dari tanah dan/atau bangunan meskipun ia tidak memiliki atau mempunyai hak yang sah
atas tanah dan/atau bangunan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Undang-Undang
Pajak Bumi dan Bangunan membuka keinginan bahwa orang atau badan selain si
pemilik dapat menjadi sebjek pajak apabila orang atau badan itu memperoleh manfaat
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan tidak dapat dikatakan sebagai wajib pajak
Pajak Bumi dan Bangunan apabila belum memenuhi syarat-syarat objektif yang
mempunyai atau menguasai objek PBB (bumi dan/atau bangunan) yang dapat
dikenakan pajak, memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas
bangunan.
Banginan Nomor 12 Tahun 1994, yang menjadi objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah
bumi dan/atau bangunan. Yang dimaksud dengan bumi disini adalah permukaan bumi
atau tubuh bumi yang ada dibawahnya, termasuk perairan. Sedangkan yang dimaksud
bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau tempat berusaha.
BAB III
di daerah dengan melihat kemampuan dan kesiapan dari masing-masing daerah itu
bisa lebih optimal dalam menggali potensi Pajak Bumi dan Bangunan dan dapat
memberikan pelayanan yang lebih baik, karena Pemerintah Daerah lebih mengenal
karakteristik wilayah dan wajib pajaknya. mewujudkan. Untuk mewujudkan hal tersebut
mendatangani RUU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan diundangkan
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 130, dan Tambahan Lembaran Negara
(empat) kebijakan baru yang sekaligus menjadi tujuan pokok UU tersebut yaitu :
2. Meningkatkan kekuatan pajak daerah melalui pemberian diskresi penetapan tarif yang
lebih luas, peningkatan tariff maksimum untuk beberapa jenis pajak daerah, serta
peluasan basis PDRD, baik melalui penambahan jenis PDRD baru maupun memperluas
3. Meningkatkan efektivitas pengawasan melalui pengawasan preventif dan korektif serta
4. Memperbaiki pengelolaan penerimaan PDRD serta member insentif pemungutan bagi
Berkaitan dengan penambahan jenis pajak daerah baru, dalam UU No. 28 Tahun
2009 terdapat beberapa jenis pajak daerah baru, yaitu Pajak Rokok untuk Provinsi,
Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan
peraturan Bersama Mentri Keuangan dan Mentri Dalam Negri tentang tahapan
pengalihan PBB-P2 dan BPHTB menjadi pajak daerah. Dalam peraturan bersama
tersebut diatur 3 (tiga) hal pokok, yaitu tugas dan tanggung jawab Kementrian
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tersebut, Kemenrian Keuangan bertugas dan
1. Peraturan pelaksanaan PBB-P2 dan BPHTB sebagai bahan acuan bagi Pemerintah
2. Standar operating procedure (SOP), struktur, tugas, dan fungsi organisai yang
3. Data NJOP dan lain sebagainya, untuk diserahkan kepada Pemerintah Daerah.
Sementara itu, Kementrian Dalam Negri bertugas dan bertanggung jawab antara
lain, menyiapkan pedoman bagi daerah dalam menyiapkan struktur organisasi dan tata
segala perangkat hukum pemungutan, sarana dan prasarana, sumber daya manusia,
kepada UPT Badan Pendapatan Daerah yang berada disetiap Kecamatan diwilayah
Kabupaten Muara Enim dengan demikian Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan serta
Pendaftaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan disetiap daerah
diwilayah Negara Replublik Indonesia berbeda disetiap daerah, adapun UPT Badan
Pendapatan Daerah adapun Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan serta Pendaftaran
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan diwilayah Kabupaten Muara Enim
yaitu :
Dalam hal pendaftaran dan pelaporan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan setiap subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan wajib
memuat :30[2]
SPOP PBB-P2 harus diambil sendiri oleh subjek pajak atau kuasanya di UPPD
sesuai dengan tempat kedudukan objek pajak atau tempat lain yang ditunjuk oleh kepala
dinas pelayanan pajak SPOP PBB-P2 harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta
ditandatangani dan di sampaikan kepada kepala UPPD paling lama 30 puluh hari kerja
setelah tanggal diterimanya SPOP PBB-P2 oleh wajib pajak, penyampaian SPOP PBB-
[3]
30[2] Indonesia, Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan serta Pendataan Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.Pergub No.202 Tahun 2012,pasal 2 ayat (3).
4. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi bangunan yang telah memiliki IMB
Dalam hal penyampaian SPOP PBB-P2 untuk subjek pajak badan dengan
1. Fotokopi identitas diri dari subjek pajak yang mendatangani SPOP PBB-P2 atau surat
4. Dalam hal wajib pajak badan menguasai, memanfaatkan dengan memperluas atau
menanmbah objek pajak beerupa tanah dan/atau bangunan, maka harus melampirkan
5. Fotokopi IMB dan apabila subjek pajak masih dalam proses pengurusan melampirkan
tanda terima permohonan IMB dari Dinas Pengawasan dan Penerbitan Bangunan.
Dalam hal penyampaian SPOP PBB-P2 baik subjek pajak perseorangan maupun
subjek pajak badan, kepala UPT Badan Pendapatan Daerah memberikan NPWPD dan
NOP PBB-P2 kepada subjek pajak. NOP PBB-P2 sebagai dentitas objek dalam
administrasi perpajakan dan berfungsi sebagai sarana bagi wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban dan diberikan untuk setiap objek pajak PBB-P2 .
terguran secara tertulis dalam jangka waktu 30 pulu hari kerja setelah tanggal
diterimanya SPOP PBB-P2 oleh wajib pajak,Kepala UPT Badan Pendapatan Daerah
kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak.
Apabila SPOP PBB-P2 yang di sampaikan atau di laporkan tetapi diisi tidak
nbenar atau tidak lengkap yang berakibat jumlah PBB-P2 dalam sppt lebih kecil dari
PBB-P2 yang harusnya terutang, Kepala UPT Badan Pendapatan Daerah Kabupaten
Muara Enim menerbitkan SKPD secara jabatan dengan di kenakan sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak.
SPOP PBB-P2 atas subjek pajak atau objek pajak PBB-P2 dalam rangka optiomalisasi
penerimaan PBB-P2 atau akurasi data SPOP PBB-P2 yang ada pada Kantor UPT Badan
Pendapatan Daerah hasil pendataan objek pajak PBB-P2 dituangkan dalam berita secara
pendataan dan laporan hasil pendataan.berdasarkan hasil pendataan objek pajak PBB-P2
subjek pajak diberikan NPWPD dan NOP PBB-P2 sebagai dasar diterbitkanya SPPT
selain itu hasil pendataan objek pajak PBB-P2 di gunakan untuk menerbitkan SKPD
PBB-P2 dengan sangksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari pokok pajak apabila subjek pajak tidak menyampaikan SPOP PBB-P2 atau
SPOP PBB-P2 yang telah di sampaikan di isi tidak benar atau tidak lengkap yang
33[5] Ibid,pasal 8.
Setelah dilimpahkan kewenangan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan dari
kemandirian daerah yang diharapkan bisa lebih optimal dalam menggali potensi Pajak
Bumi dan Bangunan dan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik, karena
praktek pelaksanaan pendaftaran dan pelaporan serta pendataan Pajak Bumi dan
1. Bahwa dokumen permohonan pendaftaran wajib pajak yang masuk melalui Seksi
Pelayanan sudah melebihi empat ratus berkas, sedangkan SDM yang melayani hanya 1
(satu) orang staf dan Seksi Penilaian dan Pemeriksaan terdiri dari 1 (satu) orang Kepala
Seksi dan 1 (satu) orang staf, yang menyebabkan pelayanan tidak optimal.
2. Wajib pajak yang melakukan pendaftaran seringkali menndapatkan informasi yang
tidak akurat mengenai pelayanan PBB-P2 dari pihak Kelurahan sehingga wajib pajak
3. Tidak adanya petunjuk teknis dalam bentuk SE dan SOP tertulis sehingga dalam
permohonan pendaftaran wajib pajak menjadi terlalu lama untuk dijadikan hasil data.
4. Bahwa dalam hal pelaporan wajib pajak yang bersangkutan tidak mendapatkan SPPT
34[6] Wawancara pribadi, dengan Ibu Yessy, Ka. UPPD Pulo Gadung, (Jakarta: Tanggal
1 mei 22013).
5. Kurangnya SDM yang tersedia dilinkungan UPPD dalam melakukan pendataan dengan
struktur UPPD yaitu, Seksi Pemeriksaan terdiri dar 1 (satu) orang Kepala Seksi dan 1
a. Kepala Seksi P2 bertugas pemeriksaan, pengecekan atas permohonan wajib pajak PBB-
Jadi dalam hal melaksanakan pendataan terjadi kendala karena SDM yang dimiliki
UPPD sangat kurang sehingga dalam melaksanakan pendataan memerlukan waktu yang
tidak sedikit.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu faktor pemasukan bagi negara yang
cukup potensil dan kontribusi terhadap pendapatan negara Strategisnya Pajak Bumi dan
Bangunan tersebut tidak lain karena objeknya meliputi seluruh bumi dan bangunan yang
berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemungutan PBB
dilakukan oleh negara, yang tadinya menjadi wewenang Pemerintah Pusat dilimpahkan
kepada Pemerintah Daerah dengan sebutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
diserahkan kepada Unit Pelayanan Pajak Daerah disetiap kecamatan wilayah Provinsi
DKI JAKARTA. Dalam melaksanakan pendaftaran dan pelaporan serta pendataan Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan subjek pajak harus tahu bahwa PBB
oprasionalnya yaitu UPPD dalam melakukan pendaftaran dan pelaporan wajib pajak
harus datang ke UPDD atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Pelayanan
Pajak untuk mengambil dan mengisi SPOP PBB-P2 yang sekurang-kurangnya memuat
data subjek, data objek, dan nomor objek pajak yang harus diisi dengan benar, jelas,
lengkap dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) setelah diterimanya SPOP PBB-P2
harus disampaikan kepada Kepala UPPD apabila hal ini dilanggar maka wajib pajak
akan di kenakan sanksi administrasi berupa 25% (dua puluh lima persen) dari pajak
pokok. Dalam hal pendataan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan atas subjek pajak atau objek pajak dilakukan oleh Kepala UPPD dengan
menggunakan SPOP PBB-P2 yang hasil pendataan tersebut dituangkan dalam berita
acara dan laporan hasil pendataan, guna untuk memberikan NPWPD dan NOP PBB-P2
2. Kendala yang dihadapi dalam melaksanakan pendaftaran dan pelaporan serta pendataan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yaitu, kurangnya sumber daya
manusia, kurangnya koordinasi antara pihak UPPD dan Kelurahan, banyaknya dokumen
permohonan pendaftaran wajib pajak dengan jumlah pegawai yang sedikit sehingga
pelaporan, serta pendataan, kurangnya petunjuk teknis berupa surat edaran atau standart
wajib pajak.