Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN KEDARURATAN

" MANAJEMEN LUKA BAKAR "

Anggota Kelompok :

Annisatul Ilzan (P1337420717025) Harmadita Nur H (P1337420717036)

Luqman Hakim (P1337420717028) Satrya A.Y (P1337420717037)

Asyifa Ridha A (P1337420717029) Hardian Dwi P (P1337420717038)

Sinta Laksmi A (P1337420717030) Annisa Isna M (P1337420717039)

Meliana Rosanty (P1337420717031) Itsnaini W.P.D (P1337420717040)

Afrida K (P1337420717033) Rika Zuliya S (P1337420717041)

PROGRAM STUDI S1 TERAPAN KEPERAWATAN MAGELANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang karena Kasih
Karunia-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Manajemen
Luka Bakar”. Adapun penyusunan makalah ini untuk menyelesaikan salah satu
tugas Mata Kuliah Keperawatan Kedaruratan.

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya tim
dosen pembimbing dan pengajar mata kuliah Keperawatan Kedaruratan yang telah
banyak membantu dan memberikan dorongan semangat kepada Kami selama
proses penyusunan makalah ini.

Dengan kerendahan hati, Kami juga mengharapkan para pembaca untuk


memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun dalam penyempurnaan
makalah saya. Harapan Kami makalah ini dapat bermanfaat.

Magelang, 21 Maret 2020

Penulis

I
DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................... i

Daftar isi.......................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan......................................................................................... 1

A. Latar belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan masalah.................................................................................... 1
C. Tujuan...................................................................................................... 2

Bab II Pembahasan......................................................................................... 3

A. Pengertian dan perjalanan penyakit......................................................... 3


B. Etiologi luka bakar.................................................................................. 3
C. Derajat dan luas luka bakar..................................................................... 4
D. Jenis luka bakar....................................................................................... 8
E. Faktor risiko luka bakar........................................................................... 9
F. Masalah luka bakar yang muncul terkait perkembangan usia................. 10
G. Observasi umum dan intervensi awal yang dilakukan pada pasien luka
Bakar....................................................................................................... 11
H. Kewaspadaan khusus pada luka bakar.................................................... 15
I. Pemeriksaan diagnostik........................................................................... 16

Bab III Penutup.............................................................................................. 18

A. Kesimpulan.............................................................................................. 18
B. Saran........................................................................................................ 18

Daftar pustaka................................................................................................ 19

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka bakar pada dasarnya merupakan fenomena pemindahan panas.
Meskipun sumber panasnya dapat bervariasi, akibat akhir yang timbul selalu
berupa kerusakan jaringan, paling nyata pada kulit, tetapi juga dapat
menyebabkan gangguan yang serius pada paru-paru, ginjal dan hati. Efek-efek
sistemik dan mortalitas akibat cedera luka bakar berhubungan langsung dengan
luas dan dalamnya kulit yng terkena. Hampir semua kasus luka bakar
disebabkan oleh api atau tersiram air panas. Dengan menentukan sumber
panas, akan membantu kita dalam memperkirakan luas dan dalamnya cedera.
The National Institute of Burn Medicine yang mengumpulkan data-data
statistik dari berbagai pusat luka bakar di seluruh AS mencatat bahwa sebagian
besar pasien (75%) merupakan korban dari perbuatan mereka sendiri. Tersiram
air mendidih pada anak- anak yang baru belajar berjalan, bermain- main
dengan korek api pada usia anak sekolah, cedera karena arus listrik pada
remaja laki- laki, penggunaan obat bius, alkohol serta rokok pada orang dewasa
semuanya ini turut memberikan kontribusi pada angka statistik tersebut.
Menurut WHO, pada tahun 2004 hampir 310.000 orang diseluruh dunia
meninggal karena luka bakar dan 30% diantaranya berusia dibawah 20 tahun.
Setelah lolos dari maut di tempat kejadian dan dirawat di suatu instansi
kesehatan, masih dapat terjadi komplikasi atau penanganan yang kurang tepat.
Pertolongan pada waktu, dengan cara dan oleh orang yang tepat sangat
diperlukan dalam penatalaksanaan luka bakar. Melihat besarnya dampak yang
ditimbulkan oleh luka bakar, angka insiden, dan angka mortalitas akibat luka
bakar penting bagi perawat untuk mengetahui tentang luka bakar dan
penatalaksanaan luka bakar khususnya di unit pelayanan gawat darurat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan perjalanan penyakit dari luka bakar atau combustio?
2. Bagaimana etiologi luka bakar atau combustio ?
3. Bagaimana derajat dan luas luka bakar atau combustio ?

1
4. Apa saja jenis luka bakar atau combustio ?
5. Bagaimana faktor resiko luka bakar atau combustio ?
6. Bagaimana masalah luka bakar atau combustio yang muncul terkait
perkembangan usia?
7. Bagaimana observasi umum dan intervensi awal yang dilakukan pada
pasien luka bakar atau combustio ?
8. Bagaimana kewaspadaan khusus pada luka bakar atau combustio ?
9. Apa saja pemeriksaaan diagnostik yang dapat dilakukan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan perjalanan penyakit dari luka bakar atau
combustio.
2. Untuk mengetahui etiologi luka bakar atau combustio.
3. Untuk mengetahui derajat dan luas luka bakar atau combustio.
4. Untuk mengetahui jenis luka bakar atau combustio.
5. Untuk mengetahui faktor resiko luka bakar atau combustio.
6. Untuk mengetahui masalah luka bakar atau combustio yang muncul terkait
perkembangan usia.
7. Untuk mengetahui observasi umum dan intervensi awal yang dilakukan
pada pasien luka bakar atau combustio.
8. Untuk mengetahui kewaspadaan khusus pada luka bakar atau combustio.
9. Untuk mengetahui pemeriksaaan diagnostik yang dapat dilakukan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Perjalanan Penyakit


Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam. Sedangkan pengertian luka bakar menurut para ahli adalah adalah luka
yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, bahkan kimia
dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu rendah frosh bite (Mansjoer 2010).
Luka bakar adalah cedera terhadap jaringan yang disebabkan oleh kontak
dengan panas kering (api), panas lembab (uap atau cairan panas), kimiawi
(seperti, bahan-bahan korosif), barang-barang elektrik (aliran listrik atau lampu),
friksi, atau energi elektromagnetik dan radian. Jadi luka bakar adalah luka atau
cedera pada kulit yang disebabkan oleh panas, listrik, bahan kimia atau energi
elektromagnetik seperti radiasi.
Perjalanan penyakit luka bakar terdiri dari fase akut, subakut, dan fase lanjut.
Pada fase akut (sejak terjadinya cedera sampai syok awal teratasi; 0 sampai ±72
jam) atau yang sering disebut fase syok, yang menjadi ancaman hidup adalah
gangguan airway berupa pembengkakan jalan napas akibat cedera inhalasi oleh
udara panas atau gas toksik produk pembakaran di tempat kejadian, gangguan
breathing akibat eschar yang melingkar di dada atau trauma toraks terkait
cedera (misal fraktur iga atau pneurnotoraks), serta gangguan circulation akibat
meningkatnya permeabilitas dinding vaskular yang menyebabkan ekstravasasi
cairan intravascular.
B. Etiologi Luka Bakar
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah:
a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald),
jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar
atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas, dan lain-lain)
(Moenadjat, 2011).

3
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar bahan kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan dalam bidang industry militer ataupun bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga
(Moenadjat, 2005).
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang disebabkan karena arus, api dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah,
khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke
distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak,baik kontak
dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2005).
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk
keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industry. Akibat terpapar
sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi
(Moenadjat, 2005).
C. Derajat dan Luas Luka Bakar
Dalam praktik penanganan luka bakar, sangatlah penting untuk
memperkirakan beratnya luka bakar berdasarkan luas dan derajat
kedalaman luka bakar serta bagian tubuh mana yang terkena.
1. Luka Bakar Termal Superfisial
a. Gejala Klinis
Luka bakar termal superfisial (STB, superficial thermal burn),
dahulu dikenal sebagai luka bakar derajat pertama, disebabkan oleh
cedera termal yang hanya mengenai epidermis. Pasien datang dengan
eritema lokal dan nyeri di tempat cedera. Namun, nyeri dapat
terlambat selama beberapa jam setelah kejadian awal.
b. Patofisiologi
Kulit terdiri dari lapisan epidermis dan dermis. STB
mengakibatkan kerusakan epidermis yang hanya menyebabkan

4
gangguan minor pada fungsi normal kulit. Kerusakan termal yang
menyebabkan STB berasal dari berbagai sumber, mencakup kontak
langsung dengan permukaan yang panas, luka bakar terkena petir, dan
radiasi sinar matahari (yaitu luka bakar akibat sinar matahari).
Gambaran eritematosa pada STB berasal dari iritasi pleksus vaskular,
yang menonjol keatas dari dermis ke dalam persambungan epidermal-
dermal.
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan latar belakang
klinis. Adanya perubahan kulit yang sesuai dengan STB, disertai
riwayat pajanan termal yang masuk akal yang biasanya bersifat
terbatas, cukup untuk diagnosis. Luka bakar superfisial sebenarnya
memiliki permukaan yang kering tanpa adanya pembentukkan lepuh.
Klinisi harus waspada akan adanya potensial hubungan antara cedera
STB dengan penyiksaan anak, atau orang berusia lanjut.
d. Komplikasi Klinis
Cedera STB sirna dan sembuh dalam 3-5 hari. Tidak ada risiko
terbentuknya parut. Infeksi sekunder tidak diharapkan tetapi dapat
terjadi jika pasien memanipulasi, mengabrasi, atau merusak integritas
jaringan yang mengalami cedera.
e. Tata Laksana
Pengobatan memerlukan penghilangan dengan segera sumber luka
bakar untuk menghentikan proses terbakar. Pendinginan area
dilakukan secara tradisional. Namun, riset terkini menunjukkan bahwa
hal tersebut mungkin tidak mengubah prognosis STB. Area tersebut
harus tetap dijaga agar memiliki kelembaban yang baik, dan analgesik
ringan harus diberikan. Pada umumnya balutan tidak diperlukan
kecuali untuk pertimbangan rasa nyaman.
2. Luka Bakar Partial-Thickness
a. Gejala Klinis
Manifestasi luka bakar partial-thickness (PTB, parcial-thickness burn)
superfisial adalah nyeri yang hebat dan pembengkakkan yang sedang

5
di tempat cedera. PTB prefunda (dalam) juga memiliki manifestasi
berupa pembengkakkan yang berat dan terlihat jelas, serta ditandai
dengan area kemerahan dan jaringan putih seperti malam (wax).
b. Patofisiologi
PTB, dahulu disebut luka bakar derajat dua, dibagi menjadi tipe
superfisialis dan profunda. PTB superfisialis meluas melalui
epidermis ke dalam lapisan superfisial dermis. Lepuh yang berisi
cairan berkembang dalam beberapa menit setelah cedera. Dengan
pecahnya lepuh tersebut, ujung saraf yang terpajan membuat luka
tersebut terasa sangat nyeri. Sebagai akibat cedera pleksus vaskular
dermal, timbul edema sedang. PTB profunda meluas ke lapisan paling
dalam pada dermis. Lepuh biasanya tidak ada pada cedera ini. Namun,
permukaan luka yang terpajan cenderung lembab, dan edema terlihat
jelas. Sensasi berubah pada PTB profunda.
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan latar belakang
klinis. Luar permukaan tubuh (LPT) yang terkena sebaiknya dihitung
menggunakan “Rules of Nines” atau teknik yang ekuivalen jika perlu.
d. Komplikasi Klinis
Komplikasi bergantung pada keadaan spesifik mekanisme, serta
kedalaman dan luas cedera, tetapi dapat juga meliputi cedera inhalasi,
gagal napas, infeksi dan pembenyukan parut.
e. Tata Laksana
Pengobatan dimulai dengan menghilangkan dengan segera sumber
luka bakar untuk menghentikan proses terbakar. Pendinginan area
yang terbakar dapat mengurangi insidensi luka bakar dengan
kedalaman penuh. Kedalaman luka bakar menentuka spesifikasi
pengobatan. Saluran napas, pernapasan dan sirkulasi (ABC, airway
breathing, circulation) harus diperhatikan. Tata laksana saluran napas
yang agresif sangat diperlukan karena terdapat resiko edemaprogresif.
Volume cairan yang diperlukan untuk resusitasi pada luka bakar yang
meluas lebih dari 10-15% LPT dapat berpedoman pada formula

6
Parklandm 2-4 mL/kg x % LPT. 50% diberikan pada 8 jam pertama
dan 50% diberikan pada 16 jam berikutnya sejak terjadinya cedera
(bukan waktu datang ke unit gawat darurat).
3. Luka Bakar Full-Thickness
a. Gejala Klinis
Pasien yang mengalami luka bakar dengan kedalaman penuh (FTB,
full-thickness burn) datang disertai area luka bakar yang dapat berwarna
putih, hitam, merah, atau cokelat kehitaman.
b. Patofisiologi
FTB dahulu disebut luka bakar derajat tiga, meluas melalui
epidermis dan dermis ke dalam jaringan sub kutan dengan kerusakan pada
tulang, otot, dan jaringan interstisial. Edema disebabkan oleh perpindahan
cairan dan protein dari pembuluh darah ke ruang interstisial. Respon
imunologik terhadap jaringan yang rusak meningkatkan risiko untuk sepsis
sistemik.
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan latar belakang
klinis. Area yang mengalami luka bakar tampak kering, menyerupai kulit
dan kaku, serta bebas nyeri akibat destruksi pada ujung saraf. Rambut
tubuh mudah dicabut karena kerusakan adneksa dermis. Luas permukaan
tubuh (LPT) yang terkena sebaiknya dihitung menggunakan “Rules of
Nines” atau teknik yang ekuivalen. Kadar laktat serum dan usia pasien
terbukti berkorelasi dengan mortalitas pada kasus luka bakar.
d. Komplikasi Klinis
Komplikasi tergantung pada keadaan spesifik mekanisme cedera,
serta kedalaman dan luas cedera, tetapi dapat mencakup cedera inhalasi,
gagal nafas, infeksi, atau pembentukkan parut hipertrofik. Pembentukkan
parut yang luas dengan kebutuhan akan teknik bedah rekonstruktif adalah
kaidah untuk FTB.
e. Tata Laksana
Penderita luka bakar pada sirkumferensial pada ekstermitas
berisiko mengalami gangguan neurovaskular. Penilaian berulang terhadap

7
fungsi neurovaskular pada ekstermitas yang berisiko wajib dilakukan.
Eskarotomi paling baik di
lakukan dalam ruang operasi, jika keadaan tidak memungkinkan ,
insisi kebawah jaringan subkutas pada sisi medial dan lateral dari aksar
akan menghilangkan gangguan.
Luka bakar sirkumferansial pada dinding dada dapat mengganggu
ventilasi mekanis. Jika perlu, insisi dapat dibuat dari klavikula ke iga X
pada garis midklavikula, dengan insisi horizontal yang
menghubungkannya untuk membentuk suatu persegi.
Prifilaksis tetanus diindikasikan karena luka bakar adalah luka
yang mudah terkena tetanus. Pengobatan agresif dengan analgesik
narkotik dan ansielitik diindikasikan untuk FTB, antibiotik sistemik
empirik tidak diindikasikan. Perawatan di rumah sakit dan transfer ke unit
luka bakar harus dipertimbangkan untuk semua FTB.
D. Jenis Luka Bakar
1. Luka Bakar Listrik
Cedera listrik diklasifikasikan berdasarkan tipe dan kekuatan arus
listriknya:
a. Tipe arus, antara lain arus bolak-balik (AC) yang ditemukan di rumah
tangga dan arus searah (DC) yang ditemukan di aki mobil dan alat
bedah elektro. Kontak dengan AC cenderung menyebabkan kontraksi
otot, yang menyebabkan korban sulit untuk melepaskan sumber listrik
tersebut. Kontak dengan DC cenderung menyebabkan kontraksi otot
tunggal yang keras. Kontak dengan AC cenderung lebih berbahaya
daripada kontak dengan DC.
b. Kekuatan arus dibagi menjadi dua kategori: voltase tinggi, 1000 volt
atau lebih, dan voltase rendah, di bawah 1000 volt. Voltase tinggi
biasanya menyebakan lebih banyak destruksi jaringan.
c. Gejala
Cedera listrik menimbulkan berbagai cedera luas yang pada
awalnya mungkin sulit ditentukan. Observasi yang cermat dan
pengkajian berulang perlu dilakukan untuk menangani pasien dengan

8
tepat. Cidera luas dapat menyebabkan gangguan pada organ lain seperti
jantung, integumen, neurologik, vaskuler, pulmonal, muskuloskeletal,
urin.

2. Luka Bakar Kimiawi


Luka bakar kimiawi terjadi ketika substansi kimia bereaksi dengan
kulit, menyebabkan reaksi kimia. Beberapa absorpsi dapat terjadi dan
menyebabkan reaksi sistemik. Hasilnya dikaitkan dengan empat hal: tipe
kimiawi (asam, alkali, atau substansi organik), lama pemajanan, konsetrasi
zat, dan jumlah zat. Semakin dini tindakan, semakin sedikit kerusakan
jaringan. Luka bakar alkali menyebabkan kerusakan lebih banyak dari
pada luka bakar asam karena zat ini menyebabkan nekrosis yang mencair
pada jaringan, denaturasi protein, dan menghilangkan lapisan jaringan,
yang memungkinkan penyebaran kimia semakin luas dan akibatnya luka
bakar semakin parah.
Substansi organik menyebabkan kerusakan kutaeus dan dapat
diabsorpsi, yang menyebabkan kerusakan hati dan ginjal. Zat kimia
tertentu seperti asam hidrofluorat dapat menembus ke dalam jaringan
subkutan dan menyebabkan kerusakan selama beberapa hari setelah
pemajanan. Gejala yang ditimbulkan dari luka bakar kimiawi pada pasien
mempunyai kerusakan kulit serupa dengan cedera termal, diesrtai eritema,
lepuhan, atau luka bakar seluruh lapisan. Pasien mungkin mempunyiai
riwayat menghisap asap kimia.
E. Faktor Resiko Luka Bakar
Faktor resiko berikut dikaitkan dengan cedera luka bakar:
1) Anak berusia kurang dari 5 tahun dan dewasa lebih dari 65 tahun.
2) Pemanas air panas diset terlalu tinggi.
3) Tempat kerja terpajan bahan kimia atau listrik.
4) Kelalaian diri terhadap bahaya di tempat kerja.
5) Penggunaan alkohol.
6) Kecerobohan dalam membakar rokok.
7) Ketidakadekuatan atau kesalahan pada kawat listrik.

9
8) Menggunakan pakaian yang mudah terbakar, khususnya pakaian
malam yang mudah terbakar.
F. Masalah Luka Bakar Yang Muncul Terkait Perkembangan Usia
1. Pasien Pediatrik
a. Karena anak tidak mempunyai ketangkasan motorik untuk dengan cepat
menghindarkan diri diri mereka dari sumber panas dan karena kulit
mereka lebih tipis, luka bakar pada anak-anak lebih berat dari pada luka
bakar pada orang dewasa dengan pemajanan yang sama.
b. Gangguan jalan nafas terjadi lebih ceapt karena ukuran jalan nafas yang
kecil.
c. Kurangnya osifikasi tulang dan peningkatan kelunakan tulang,
mengakibatkan kelelahan dini pada anak dengan luka bakar dada
konstriktif karena penurunan pengembangan dinding dada.
d. Anak lebih berbahaya karena laju metabolisme yang lebih tinggi,
menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen.
e. Frekuensi jantung adalah indikator derajat syok yang dapat dipercaya
karena curah jantung pada anak dipertahankan dengan menignkatkan
frekuensi jantung bukan dengan volume sekuncup.
f. TD bukan merupakan indikator yang akurat. Upaya kompensasi dengan
vasokontriksi akan mempertahankan TD dalam rentang yang dianggap
normal sampai terjadi dekompensasi jantung.
g. Perhatian khusus harus diberikan untuk mempertahankan panas tubuh.
Anak mempunyai permukaan tubuh yang lebih besar terhadap rasio
berat badan, dibandingkan dengan orang dewasa dan akan mengalami
derajat panas serta kehilangan air evaporatif lebih besar.
h. Simpanan glikogen rendah merupakan faktor predisposisi terjadinya
hipoglikemia pada anak. rumatan cairan ( yang harus dihitung selain
cairan resusitasi luka bakar ) yang mengandung glukosa harus
digunakan untuk suplemen resusitasi laktat Ringer, untuk menghindari
hipoglikemia.
2. Pasien Geriatrik

10
a. Pasien geriatrik mempunyai kapasitas sensorik rendah dan kadang
mengalami kerusakan kognitif. Penurunan waktu reaksi bersamaan
dengan seringnya kerusakan mobilitas dan penurunan kekuatan fisik
meningkatkan risiko mereka terhadap cedera seperti pada kasus anak,
kulit pasien geriatrik lebih tipis yang mengakibatkan luka bakar menjadi
lebih berat.
b. Penyakit kardiopulmonal yang ada sebelumnya menurunkan kemampuan
untuk menoleransi stresor pulmonal, seperti luka bakar ibhalasi.
c. Penyakit yang ada sebelumnya ( mis, penyakit paru obstruktif menahun,
penyakit arteri koroner, hipertensi, gangguan ginjal, atau diabetes )
mengakibatkan penurunan kapasitas cadangan sistem tubuh yang
dipengaruhi oleh penyakit tersebut. Oleh karena itu, lansia mempunyai
kecenderungan mengalami disfungsi organ dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas.
d. Resusitasi cairan memerlukan pemantauan ketat untuk mencegah
komplikasi akibat resusitasi yang kurang atau berlebih.
3. Kehamilan
a. Terminasi spontan kehamilan biasanya terjadi pada luka bakar dengan
APTT 60% atau lebih.
b. Janin secara total bergantung pada kestabilan tanda vital ibu. Jumlah
suplemen oksigen yang besar diperlukan untuk memastikan oksigenasi
janin adekuat.
c. Pasien dengan gestasi lebih dari 20 minggu (uterus setinggi umbilikus)
mungkin perlu ditempatkan pada posisi miring kanan atau kiri untuk
mencegah kompresi vena kava oleh uterus, yang menyebabkan hipotensi.
d. Pemantauan janin penting. Pasien harus dpindahkan ke pusat perawtan
luka bakar.
G. Observasi Umum Dan Intervensi Awal Yang Dilakukan Pada Pasien
Luka Bakar
1) Pastikan bahwa proses luka bakar sudah berhenti.
2) Pastikan bahwa ABC ( jalan nafas, pernafasan, sirkulasi) tidak ada
masalah.

11
3) Pasien dengan kemungkinan masalah ABC dan pasien dengan maslah
lain, kecuali luka bakar superfisial ringan harus langsung dimasukkan ke
ruang tindakan. Pasien yang tampak mengalami “luka” bakar ringan juga
dapat dimasukkan ke ruang tindakan untuk memberi peredaan nyeri bila
perlu.
4) Dengan menganggap intervensi penyelamatan jiwa tidak diperlukan,
dapatkan data berikut dari pasien, keluarga, teman, atau personel medis
darurat:
a. Riwayat “AMPLE”(Allergies, Medication, Past medical history,
Last meal, Events of the incident)
b. Tipe agens luka bakar
c. Lama waktu pemajanan
d. Apakah pasien dalam ruang tertutup
e. Trauma penyerta
f. Adanya tindakan sebelumnya
g. Riwayat penggunaan alkohol atau obat sebelum kejadian.
Pernafasan
 Evaluasi frekuensi pernafasan, penggunaan otot aksesori, simetrisitas dinding
dada, dan ekskursi. Luka bakar derajat-tiga yang mengelilingi dada dapat
merusak ekspansi dada karena pembentukkan krusta tebal. Pembuangan
krusta mungkin perlu dilakukan untuk memungkinkan ekspansi dada saat
inspirasi.
 Auskultasi paru, apakah ada gerakan udara bilateral dan bunyi tambahan.
 Kaji adanya agitasi atau perubahan tingkat kesadaran.
 Selain tanda kemungkinan status cedera inhalasi pada pengkajian jalan nafas,
suara serak, stridor, mengi, batuk, sputum mengandung karbon, takipneu,
dispneu, dan agitasi mungkin ditemukan selama pengkajian pernafasan.
Perfusi
 Kaji tanda-tanda vital dengan sering. Frekuensi jantung pasien adalah
indikator kedua yang paling dapat diandalkan tentang resusitasi cairan yang
adekuat (haluaran urine adalah yang pertama). Pasien dengan luka bakar
serius akan mengalami penurunan curah jantung dalam beberapa menit

12
pertama cedera. Pembengkakan ekstermitas yang terbakar menyimpangkan
pembacaan manset tekanan darah noninvasif yang dipasang di ekstermitas
tersebut.
 Kaji nadi, khususnya pada bagian distal luka bakar. Nadi yang tidak dapat
diraba harus dievaluasi dengan Doppler. Luka bakar derajat tiga yang
mengelilingi ekstermitas mungkin memerlukan pembuangan krusta.
 Kaji pemgisian ulang kapiler, rangka tubuh dan suhu ekstermitas, serta warna
kulit.
 Kaji perfusi serebral dengan mengevaluasi tingkat kesadaran pasien. Afinitas
karbon monoksida pada hemoglobin 200 kali lebih kuat dibandingkan
oksigen. Tanda dan gejala perfusi jaringan yang btidak adekuat dapat
menunjukkan keracunan karbon monoksida.
 Lepaskan cincin dan perhiasan yang mengikat.

Intervensi Awal
1) Lakukan kewaspadaan untuk mencegah kontaminasi luka bakar lebih lanjut.
Gunakan sarung tangan steril untuk semua kontak dengan luka bakar.
Gunakan Gown, masker, dan penutup kepala untuk luka bakar sedang atau
mayor.
2) Berikan oksigen suplemen. Setiap pasien dengan kemungkinan keracunan
karbon monoksida harus mendapat oksigen 100% per masker nonrebreather.
3) Upaya pernafasan yang tidak adekuat harus dibantu dengan alat berupa
kantong berkatup yang diletakkan pada sumber oksigen 100%. Siapkan
intubasi pada setiap pasien yang mekanik pernafasannya tidak adekuat atau
upaya perbafasna bising.
4) Lakukan tindakan kewaspadaan untuk mencegah aspirasi pada pasien yang
tidak sadar dengan menggunakan posisi penyelamatan, bila tidak
dikontradiksikan karena trauma yang menyertai, dan disediakan alat
penghisap yang berfungsi. Siapkan utnuk intubasi endotrakea dan
pemasangan selang nasogastrik yang memberi perlindungan definitif.
5) Tentukan apakah luka bakar kimiawi telah dibilas dengan adekuat. Luka
bakar harus sudah dibilas dengan jumlah air yang sangat banyak sedikitnya

13
20 sampai 30 menit dan pasien harus menyatakan ada penurunan nyeri dan
ketidaknyamanan.
6) Sambungkan monitor jantung, monitor saturasi oksigen, dan manset TD
aotomatis ke pasien. Frekuensi nadi 110 sampai 125 denyut/menit setelah fase
resusitasi awal (beberapa jam setelah cedera) dapat menjadi respons normal
pada orang dewasa dengan area luka bakar yang luas. Frekuensi jantung anak
akan bervariasi tergantung usia mereka. takikardi dengan frekuensi 120
sampai 170 denyut/mnt mungkinterjadi pada anak selama 24 jam pertama
meskipun haluaran urine adekuat. TD pasien bukan indikator adekuat atau
tidaknya resiusitasi cairan yang dapat dipercaya. Namun, tekanan rerata
rendah (yi,.≤ 65mm Hg pada orang dewasa; ≤ 40mm Hg pada anak-anak)
dapat mengindikasikan perlunya evaluasi status cairan lebih lanjut.
7) Luka bakar dapat didinginkan dengan kompres hangat sampai lembap dingin.
Pendinginan terhadap luka bakar harus dilakukan dengan kewaspadaan untuk
mencegah hipotermia. Es dan air dingin kontraindikasikan untuk pendinginan
luka bakar. Setelah luka bakar dididnginkan, selimut basah harus disngkirkan
dan pasien harus dieslimuti dengan sprei dan selimut bersih yang kering
utnuk memeprtahankan suhu tubuh.
8) Perawatan mata meliputi pembilasan dengan air atau karutan salin dalm
jumlah besar setelah membalikkan kelopak mata dan menghilangkan setiap
partikel.
9) Tutup luka bakar dengan kain bersih dan kering sampai perawatan luka bakar
definitif dimulai.
10) Antisipasi resusitasi cairan pada orang dewasa yang menderita luka bakar ≥
20% APTT, pada anak yang menderita luka bakar ≥ 10% sampai 15% APTT,
dan pasien geriatrik yang menderita luka bakar ≥ 5% sampai 15% APTT.
11) Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat untuk meminimalkan edema wajah
dan meminimalkan edema serebral bila tidak dikontraindikasikan akibat
trauma penyerta.
12) Dapatkan data berat badan trauma penyerta.
13) Mulai pemindahan pasien yang memerlukan tindakan di pusat perawatan luka
bakar dengan kriteria pemindahan menurut “American Burn Association”.

14
H. Kewaspadaan Khusus pada Luka Bakar
1) Telinga : Ruptur membran timpani umum terjadi pada pasien yang
tersambar petir. Kartilago mempunyai suplai darah yang buruk,
sehingga proses penyembuhan lambat. Pada luka bakar termal,
tekanan pada telinga harus dihindari. Tali kain yang digunakan untuk
memfiksasi slang endotrakea dan slang nasogastrik harus dijauhkan
dari telinga.
2) Bibir : Posisiskan slang endotrakea untuk mencagah tekanan pada
bibir. Gunakan basitrasin untuk mencegah bibir kering dan pecah.
3) Mata : Satu-satunya tindaka yang paling penting adalah irigasi dengan
banyak salin normal dalam beberapa detik setelah cedera. Balik
kelompok mata dan hilangkan setiap partikel sebelum melakukan
irigasi. Irigasi selama 30 menit. Kaji apakah ada inversi bulu mata,
yang akan menyebabkan abrasi kornea. Kornea harus dipertahankan
lembap. Bila haya salah satu mata yang cedera, cegah kontaminasi
mata yang tidak cedera dari cairan irigasi yang dialirkan. Anestetik
topikal dapt membantu menurukan nyeri dan membantu dalam irigasi.
4) Tangan dan Kaki: Mempertahankan fungsi adalah yang paling
penting. Tinggikan ekstremitas di atas jantung untuk mencegah edema
dependen yang akan memperlambat penyembuhan. Bila jari tangan
dan kaki dibungkus, harus dibungkus satu persatu; jangan
“membedongnya”. Bila pasien tidak dapat mempertahan jari dalam
posisi fungsi secara mandiri, tangan harus dibebat.
5) Perineum : Kateter urinarius harus dipasang sampai edema membaik.
Pembengkakan masif terjadi pada skrotum akibat dari edema
dependen. Bila pasien tirah baring, area tersebut harus dibersihkan
secara sakasam dan diberikan salep setelah berkemih atau defekasi.
6) Persendian : Tulang atau tendong yang terpajan harus dipertahankan
lembap dengan kasa steril dibasahi salin.

15
I. Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
 Kadar elektrolit serum: pada awalnya, kadar ini mungkin normal,
tetapi akan berubah selama program tindakan awal.
 BUN dan kreatini serum : Nitrogen urea darah (BUN) dan kadar
kreatinin mungkin meningkat palsu berkaitan dengan kekurangan
cairan.
 Glukosa darah : Kadar ini mungkin meningkat sebagai akibat respons
sterss. Hipoglikemia pada anak dapat terjadi karena simpanan glikogen
terbatas.
 Gas darah arteri : awalnya PO2 mungkin normal pada cedera inhalasi.
Khusunya penting untuk mendokumentasikan pH dasar pasien yang
menderita luka bakar listrik, karena umumnya terjadi asidosis. Pasien
luka bakar luas akan mengalami asidosis metabolik ringan yang akan
membaik dengan resusitasi yang adekuat.
 Hitung darah lengkap : Pada walnya, hemoglobin dan hematokrit
mungkin meningkat sebagai akibat pergeseran cairan intraseluler.
 Albumin serum: kadarnya mungkin rendah karena protein plasma,
terutama albumin, hilang kedalam jaringan yang cedera sekunder
akibat peningkatan permeabilitas kalpiler.
 Skrining obat dan alkohol serum serta skrining obat dalam urine: ini
secara khusus penting bila pasien tidak sadar atau tingkat
kewaspadaannya menurun.
 Karboksihemoglobin serum: Skrining harus dilakukan pada pasien
dengan dugaan cedra inhalasi. Tanda dan gejala tampak bila kadar
meningkat > 10%.
 Mioglobulin urine: uji mioglobulin urine harus dilakukan untuk pasien
dengan luka bakar listrik. Mioglobulin dilepaskan ketika jaringan otot
mengalami kerusakan. Urine akan berubah menjadi merah terang atau
berwarna teh, tetapi tidak ada sel darah merah.mioglobulin dapat
menyebabkan kerusakan pada tubulus ginjal bila ginjal tidak dibilas
dengan baik. Haluaran urine harus mencapai 75 sampai 100 ml/ jam

16
hingga warna urine jernih, kemudian 50 ml/jam. Periksa enzim jantung
bila terjadi cedera listrik.
2) Radiografi Dada
Perubahan radiografi dada biasanya terlihat pada kira-kira 48 jam setelah
cidera inhalasi. Pemeriksaan sinar-X dada saat masuk rumah sakit akan
memberi dasar untuk pembandingan dengan film selanjutnya.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Luka bakar adalah cedera terhadap jaringan yang disebabkan oleh kontak
dengan panas kering (api), panas lembab (uap atau cairan panas), kimiawi
(seperti, bahan-bahan korosif), barang-barang elektrik (aliran listrik atau lampu),
friksi, atau energi elektromagnetik dan radian. Pasien cedera luka bakar
dianggap sebagai pasien utama multiple karena efek fisiologik dari luka bakar
pada sistem organ. Selain itu, pada cedera luka bakar, pasien sering mengalami
cedera traumatik. Tujuan penatalaksanaan luka bakar di unit gawat darurat adalah
menghentikan proses luka bakar, mempertahankan jalan nafas, pernafasan dan
sirkulasi (ABC), mempertahankan jaringan yang ada serta mencegah infeksi.

B. Saran
Penatalaksanaan luka bakar di unit gawat darurat adalah menghentikan proses
luka bakar, mempertahankan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi (abc),
mempertahankan jaringan yang ada serta mencegah infeksi sehingga penting bagi
perawat untuk mengetahui tentang luka bakar dan penatalaksanaan luka bakar
khususnya di unit pelayanan gawat darurat.
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan adanya makalah
tentang manajemen luka bakar ini dapat berguna bagi para pembaca. Kami selaku
penyusun merasa masih ada banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
untuk itu kami mengharap kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan makalah
ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC.


Dewi YRS. (2010). Luka Bakar: Konsep Umum dan Investiogasi Berbasis Klinis
Luka Antemortem dan Postmortem. Medical School, Udayana University.
Gurnida DA. (2011). Dukungan Nutrisi pada Pasien Luka Bakar. Bandung : PT
Pustaka Setia.
Mansjoer, Arif. (2010). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Cetakan I. Jakarta :
Media Aesculapius.
Moenadjat, Yefta. (2011). Luka Bakar : Pengetahuan Klinis Praktis. Jakarta :
Fakultas kedokteran UI.
Pamela S, Patty AS. (2011). Pedoman Keperawatan Emergnsi ed.2. Jakarta: EGC.
Prasetyono OH, Randy L. (2008). Merujuk Pasien Luka Pertimbangan Praktis.
Maj Kedokt Indonesia. Jakarta : Salemba Medika.

19

Anda mungkin juga menyukai