Anda di halaman 1dari 17

TRANSFUSI DARAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak dengan
dosen pembimbing Linda Sari Barus, M.Kep, Ns., Sp, Kep. An
Disusun oleh :
Evelyn Kezia L. (30120118010)
Laurentius Yoga P. (30120118026)
Lidwina Santi S. (30120118027)
Monika Melvin O. (30120118033)
Neneng Nuria (30120118036)
Theresia Novianty A. (30120118042)
Wanti Winda A. (30120118046)

Prodi Sarjana Keperawatan


STIKes SANTO BORROMEUS
Jl. Parahyangan Kav. 8 Blok B/1, Kota Baru Parahyangan
Padalarang – Bandung Barat 40553
2019/2020
Kata Pengantar

Segala puji bagi Tuhan YME yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan YME atas rahmat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatn Anak
yang berjudul “Patofisiologi Pada Gangguan Nutrisi dan Asuhan Keperawatan
Obesitas dan KKP”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
dosen kami Linda Sari Barus, M. Kep, Ns., Sp, Kep.An yang telah membimbing kami
dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bandung, 20 April 2020

Penulis
Daftar Isi
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Transfusi darah adalah tindakan rnemasukkan darah atau komponennya ke
dalam sistim pembuluh darah resipien. Hal ini merupakan suatu tindakan yang
bertujuan menggantikan atau menambah komponen darah yang hilang atau terdapat
dalam jumlah yang tidak mencukupi sehingga akan menyelamatkan
kehidupan.Transfusi darah merupakan tindakan simtomatik atau suportif karena
darah atau komponen darah hanya dapat mengisi kebutuhan tubuh untuk jangka
waktu tertentu tergantung pada umur fisiologis komponen yang ditransfusikan. Di
samping itu darah juga merupakan komoditi yang langka, tidak dapat disirnpan lama,
dan sumber penularan penyakit sehingga manfaat dan resiko yang akan terjadi harus
dipertimbangkan dengan baik.
Saat ini telah dapat dilakukan pemisahan komponen-komponen darah
sehingga penggunaannya disesuaikan dengan komponen darah yang diperlukan. Hal
ini merupakan tindakan yang rasional, efisien, dan tidak memberatkan penderita
dengan komponen darah yang tidak perlu.1,3 Darah lengkap hanya digunakan pada
kehilangan darah akut yang bertujuan memulihkan sirkulasi volume darah.
Transfusi darah dapat dilaksanakan bila memenuhi beberapa persyaratan agar
transfusi dapat berjalan baik. Persyaratan tersebut adalah persiapan darah dari donor
dan persiapan resipien, yang meliputi pemeriksaan golongan darah dan cross match
antara golongan darah donor dan resipien serta penapisan terhadap beberapa penyakit
tertentu sebelum dilakukan transfusi darah.
Prinsip transfusi darah bagi anak dan remaja serupa dengan bagi dewasa,
tetapi neonatus dan bayi mempunyai banyak pertimbangan khusus. Maka untuk dapat
menentukan kapan seorang anak harus dilakukan transfusi dan berapa banyak jumlah
darah atau komponen darah yang akan ditransfusikan maka pada kepustakaan ini
akan dibahas mengenai persiapan, indikasi, prinsip tranfusi komponen darah dan
darah lengkap sesuai umur anak dan komplikasi tranfusi darah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud tranfusi darah ?
2. Apakah indikasi dari tranfusi darah ?
3. Apakah keputusan untuk tranfusi darah ?
4. Apa saja jenis tranfusi darah ?
5. Apa resiko dari tranfusi darah ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari tranfusi darah
2. Untuk mengetahui indikasi dari tranfusi darah
3. Untuk mengetahui keputusan yang diambil untuk tranfusi darah
4. Untuk mengetahui berbagai jenis tranfusi darah
5. Untuk mengetahui resiko dari tranfusi darah
BAB II
Tinjauan Teori

2.1 Pengertian
Transfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah dari
seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi bertujuan mengganti
darah yang hilang akibat pendarahan, luka bakar, mengatasi shock dan
mempertahankan daya tahan tubuh terhadap infeksi (Setyati, 2010).
Proses transfuse darah harus memenuhi persyaratan yaitu aman bagi
penyumbang darah dan bersifat pengobatan bagi resipien. Transfusi darah
bertujuan memelihara dan mempertahankan kesehatan donor, memelihara
keadaan biologis darah atau komponen-komponennya agar tetap bermanfaat,
memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran
darah (stabilitas peredaran darah), mengganti kekurangan komponen seluler atau
kimia darah, meningkatkan oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi hemostatis,
tindakan terapi khusus tertentu (PMI, 2007).
Tidak semua orang dapat menjadi donor, supaya transfuse tidak
membahayakan donor dan juga melindungi resipien dengan menjamin bahwa
darah yang didonorkan adalah darah yang sehat, maka darah donor harus
diseleksi terlebih dahulu seperti: tidak mederita penyakit HIV, hepatitis B,
hepatitis C dan orang yang tidak beresiko karena seks bebas (Hutomo, 2011).

2.2 Indikasi Transfusi Darah


Ada 5 indikasi umum transfuse darah sebagai berikut :
1. Kehilangan darah akut, bila 20-30% total volume darah hilang dan
perdarahan masih terus terjadi.
2. Anemia berat
3. Syok septic (jika cairan IV tidak mampu mengatasi gangguan sirkulasi
darah dan sebagai tambahan dari pemberian antibiotic).
4. Memberikan plasma dan trombosit sebagai tambahan faktor pembekuan,
karena komponen darah spesifik yang lain tidak ada.
5. Transfuse tukar pada neonates dengan icterus berat.

2.3 Keputusan Transfusi Darah


Keputusan melakukan transfusi harus selalu berdasarkan penilaian yang tepat
dari segi klinis penyakit dan hasil pemeriksaan laboratorium. Seseorang
membutuhkan darah bila jumlah sel komponen darahnya tidak mencukupi
untukmenjalankan fungsinya secara normal. Sel darah merah indikatornya adalah
kadar hemoglobin (Hb). Indikasi transfusi secara umum adalah bila kadar Hb
menunjukkan kurang dari 7 g/dl (Hb normal pada pria adalah 13-18 g/dl
sedangkan pada perempuan adalah 12-16 g/dl).
Faktor penting dalam pemberian transfuse darah adalah sebagai berikut :
1. Golongan darah dan rhesus
Golongan darah pendonor dan resipien harus sama. Manusia mempunyai
tipe-tipe antigenik tertentu dikategorikan sebagai golongan darah atau tipe.
Golongan darah terdiri dari A, B, AB, dan O. Seseorang memiliki antibodi
terhadap plasma dari golongan darah yang lain. Seseorang dengan
golongan darah A tidak dapat menerima golongan darah B dan sebaliknya.
Golongan darah O akan disertai antibodi terhadap A dan B sedangkan
golongan darah AB tidak akan menyebabkan timbulnya antibodi terhadap
golongan darah lain. Rhesus ada dua jenis yaitu rhesus positif dan rhesus
negatif. Orang Indonesia kebanyakan rhesusnya positif (+). Darah donor
yang tidak cocok dengan darah resipien (penerima) maka dapat terjadi
reaksi yang dapat membahayakan klien.
2. Sebelum transfuse
Dokter harus menentukan jenis serta jumlah kantong darah yang akan
diberikan. Oleh karena itu klien harus menjalani pemeriksaan
laboratorium darah lengkap terlebih dahulu, untuk mengetahui kadar Hb.
Dokter dapat menentukan secara pasti apakah klien menderita anemia atau
tidak berdasarkan keadaan klinis klien serta pemeriksaan darah, selain itu
juga untuk menentukan jenis transfusi. Misalnya klien dengan kadar
trombosit yang sangat rendah jenis transfusi yang akan dipilih adalah
transfusi trombosit. Selain itu klien juga ditimbang berat badannya karena
menentukan jumlah darah yang akan diberikan. Dokter juga perlu
menetapkan target kadar Hb yang ingin dicapai setelah transfusi. Hal
tersebut disebabkan karena selisih antara target kadar Hb dengan Hb
sebelum ditransfusi berbanding lurus dengan jumlah darah yang akan
ditransfusi.
3. Selama transfuse
Dalam pemberiannya transfusi harus diberikan secara bertahap, sedikit
demi sedikit, karena dapat menyebabkan gagal jantung akibat beban kerja
jantung yang bertambah secara mendadak.
4. Setelah transfuse
Dokter atau perawat akan melepaskan selang yang sebelumnya
dimasukkan ke pembuluh darah. Kondisi vital pasien akan dipantau, mulai
dari denyut jantung, tekanan darah, hingga suhu badan.

2.4 Jenis Transfusi Darah


1. Darah Lengkap (Whole Blood)
a. Pengertian
Darah yang diambil langsung dari donor yang disebut whole
bloodbercampur dengan antikoagulan yang sudah tersedia dalam kantong
darah. Darah lengkap mempunyai komponen utama yaitu eritrosit,
trombosit dan faktorpembekuan labil (V, VIII). Satu unit kantong darah
lengkap berisi 450 ml darah dan 63 ml antikoagulan. Di Indonesia, 1
kantong darah lengkap berisi 250 ml darah dengan 37 mlantikoagulan,
ada juga yang 1 unit kantong berisi 350 ml darah dengan antikoagulan.
Suhu simpan antara 2-4ºC. Satu unit darah (250-450 ml) dengan
antikoagulan sebanyak 15 ml / 100 ml darah (Sudoyo, 2009).
Masa penyimpanan whole blood ada dua, yaitu darah segar (fresh
blood), darah yang disimpan kurang dari 6 jam, masih lengkap
mengandung trombosit dan faktor pembekuan labil, serta darah yang
disimpan (stored blood), yaitu darah yang sudah disimpan lebih dari 6
jam. Darah dapat disimpan maksimal sampai dengan 35 hari. Darah
simpan tersebut mengandung trombosit dansebagian faktor pembeku
sudah menurun jumlahnya (Bakta, 2006).
b. Tujuan
WB berguna untuk meningkatkan jumlah eritrosit dan plasma secara
bersamaan. Dilakukannya transfusi WB harus melalui uji cocok serasi
mayor dan minor antara darah donor dan pasien. Peningkatan hemoglobin
post transfusi 450 mL darah lengkap adalah sebesar 0.9-1.2 g/dl dan
peningkatan hematokrit 3-4 % (Chunaeni, 2012).
c. Indikasi
WB harus dicadangkan untuk pendarahan medis atau bedah yang parah,
misalnya selama pendarahan saluran makanan yang cepat atau pada
trauma mayor saat diperlukan pemulihan daya angkut oksigen, volume,
dan faktor pembekuan. Bahkan pada syok hemoragik, kombinasi sel
darah merah dan larutan kristaloid atau koloid biasanya efektif, pada
keadaan darurat, pergantian volum secara cepat biasanya mendahului
penggantian sel darah merah dan cairan resusitasi bebas sel harus
digunakan apabila jenis darah resipien sedang ditentukan, bila deficit sel
darah merah kritis, diindikasikan pemberian sel darah merah tipe O atau
untuk spesifik tipe yang tidak dicocokkan terlebih dahulu. Darah lengkap
berguna untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume plasma
dalam waktu yang bersamaan, misalnya pada pendarahan aktif dengan
kehilangan darah lebih dari 25-30 % volume darah total (Sudoyo, 2009).
d. Kontraindikasi
Darah lengkap sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan anemia
kronik yang normovolemik atau yang bertujuan meningkatkan sel darah
merah.
e. Dosis dan cara pemberian
Satu unit darah lengkap 250 ml pada orang dewasa meningkatkan Hb
sekitar 0.5-0.6 g/dl. Darah lengkap 8 ml/kg pada anak-anak akan
meningkatkan Hb sekitar 1 g/dl. Pemberian darah lengkap sebaiknya
melalui filter darah dengan kecepatan tetesan tergantung keadaan klinis
pasien, namun setiap unitnya sebaiknya diberikan dalam 4 jam (Sudoyo,
2009).
2. Sel Darah Merah (Packed Red Cell)
a. Pengertian
PRC merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah
dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen lain sehingga
mencapai hematokrit 65-70%, yang berarti menghilangnya 125-150 ml
plasma dari satu unitnya. PRC merupakan pilihan utama untuk anemia
kronik karena volumenya yang lebih kecil dibandingkan dengan whole
blood. Setiap unit PRC mempunyai volume kira-kira 128-240 ml,
tergantung volume kadar hemoglobin donor dan proses separasi
komponen awal. Volume darah diperkirakan mengandung plasma 50 ml
atau antara 20-150 ml (Alimoenthe, 2011).
PRC dibuat khusus di dalam kantong plastik pada saat segera setelah
donasi darah diputar secara khusus sehingga terpisah dari komponen-
komponen lain, jauh lebih baik dan lebih tahan lama disimpan. Packed
cells dibuat dengan cara pengendapan darah didalam botol lalu bagian
plasmanya disedot keluar tidak menghasilkan komponen yang ideal
karena sudah terbuka resiko kontaminasipada waktu penghisapan. Waktu
penyimpanannya hanya sampai 24 jam didalam alat pendingin darah
(Depkes RI, 2008).
b. Tujuan
Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan hemoglobin klien tanpa
menaikkan volume darah secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC
dibandingkan dengan WB adalah kenaikan Hb dapat diatur sesuai dengan
yang diinginkan, mengurangi kemungkinan penularan penyakit dan reaksi
imunologis, volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga
kemungkinan overload berkurang serta komponen darah lainnya dapat
diberikan kepada klien yang lain.
c. Indikasi
PRC digunakan pada pasien anemia yang tidak disertai penurunan
volume darah, misalnya pasien dengan anemia hemolitik, anemia
hipoplastik kronik, leukemia akut, leukimia kronik, penyakit keganasan,
talasemia, gagal ginjalkronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada
tanda “oxygen need” (rasa sesak, mata berkunang, palpitasi, pusing dan
gelisah). PRC diberikan sampai tanda oxygen need hilang, biasanya pada
hemoglobin 8-10 gr/dl.
Transfusi PRC hampir selalu diindikasikan pada kadar Hb < 7 g/dl,
terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien
asimptomatik atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas
kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima.Transfusi sel darah merah
dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan hipoksia atau
hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium.
d. Kontraindikasi
Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada
indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas
transport oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik
berat dan penyakit jantung iskemik berat).

e. Dosis cara pemberian


Sel darah merah ada tiga jenis yaitu sel darah merah pekat (packed red
cell), suspensi sel darah merah, dan sel darah merah yang dicuci. Indikasi
mutlak pemberian PRC adalah bila Hb penderita 5 g/dl. Jumlah PRC
yang diperlukan untuk menaikkan Hb dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Jumlah PRC = Hb x 3 x BB
Hb = Selisih Hb yang diinginkan dengan Hb sebelum transfuse
BB = Berat badan
3. Trombosit atau cryoprecipitate
Fungsinya utama ialah untuk membantu proses pembekuan pada darah
dengan menempel pada dinding-dinding pembuluh darah rusak.Masa simpan
donor platelet ini singkat. Transfusi platelet ditujukan bagi mereka yang
mengalami gangguan pada pembentukan platelet bagian sumsum tulang
belakang dan gangguan fungsi ataupun jumlah platelet lainnya. Komponen
darah ini dbutuhkan secara selektif bagi mereka yang kelainan faktor
pembekuan darah, misalnya hemofilia tipe A (defisiensi faktor VIII) maupun
Von Willdebrand Disease (kelainan darah turunan).
4. Plasma Beku (Fresh Frozen Plasma)
FFP ialah komponen darah yang warnanya kekuningan. FFP merupakan
jenis produk darah yang diproses dalam darah utuh. FFP terkandung
komponen plasma darah padat faktor pembekuan darah, imunoglobulin,
albumin, dan faktor VIII (faktor pembekuan darah plasma).
FFP bermanfaat bagi mereka yang mengalami gangguan pada pembekuan
darah dan mencegah terjadinya perdarahan berlebih pada pengguna obat
(antikoagulan) pengencer darah yang akan menjalani operasi.
2.5 Resiko Transfusi Darah
Risiko yang dapat muncul, walaupun jarang, pada saat transfusi darah atau
beberapa waktu setelahnya, di antaranya:
a. Demam. Dapat terjadi secara tiba-tiba ketika transfusi darah. Walau
demikian, demam merupakan bentuk respons tubuh terhadap sel darah putih
pendonor yang masuk ke dalam tubuh resipien. Kondisi ini bisa ditangani
dengan pemberian obat pereda demam atau dicegah dengan memberikan jenis
darah yang sudah dibuang sel darah putihnya (leukodepleted).
b. Reaksi alergi. Menimbulkan rasa tidak nyaman, nyeri dada atau punggung,
sulit bernapas, demam, mengigil, kulit memerah, denyut jantung cepat,
tekanan darah turun, dan mual.
c. Kelebihan zat besi. Terlalu banyak jumlah darah yang ditransfusikan bisa
menyebabkan kelebihan zat besi. Kondisi ini umumnya dialami
penderita thalasemia, yang sering membutuhkan transfusi darah. Kelebihan
zat besi bisa mengakibatkan kerusakan jantung, hati, dan organ tubuh lainnya.
d. Cedera paru-paru. Walau jarang terjadi, transfusi darah bisa merusak paru-
paru. Kondisi ini umumnya terjadi 6 jam setelah prosedur dilakukan. Dalam
beberapa kasus, pasien dapat sembuh dari kondisi ini. Namun, sebanyak 5-25
persen pasien yang menderita cedera paru-paru dapat kehilangan nyawanya.
Belum diketahui penyebab kenapa transfusi darah bisa merusak paru-paru,
e. Infeksi. Penyakit infeksi, seperti HIV, hepatitis B, hepatitis C, atau hepatitis
D, dapat ditularkan melalui darah pendonor. Namun hal ini sangat jarang
terjadi di masa sekarang, karena darah yang akan didonorkan sudah diperiksa
terlebih dahulu ada tidaknya infeksi yang dapat ditularkan melalui darah.
f. Penyakit graft versus host. Sel darah putih yang ditransfusikan akan berbalik
menyerang jaringan penerima. Penyakit ini tergolong fatal dan berisiko
menyerang orang yang memiliki kekebalan tubuh rendah, seperti orang
dengan penyakit autoimun, leukemia atau limfoma.
g. Acute immune hemolytic reaction. Sistem imun akan menyerang sel darah
yang ditransfusikan, yang disebabkan ketidakcocokan darah yang diterima
pasien. Pada kondisi ini, sel-sel darah yang telah diserang akan melepaskan
senyawa yang membahayakan ginjal.
h. Delayed hemolytic reaction. Mirip dengan acute immune hemolytic reaction,
hanya saja reaksinya berjalan lebih lambat (dalam waktu 1-4 minggu). Reaksi
ini dapat menurunkan jumlah sel darah merah secara perlahan hingga ke
tingkat yang sangat rendah, bahkan penderitanya bisa sampai tidak sadar.
Reaksi hemolitik, baik akut maupun tertunda (delayed) biasanya terjadi pada
pasien yang sudah pernah menerima transfusi darah sebelumnya.

2.6 SOP Transfusi Darah


1. Persiapan Alat
a. Kateter besar (18G atau 19G)
b. Cairan IV salin normal (Nacl 0.9%)
c. Set infuse darah dengan filter
d. Produk darah yang tepat
e. Sarung tangan sekali pakai
f. Kapas alcohol
g. Plester
h. Manset tekanan darah
i. Stetoskop
j. Thermometer
k. Format persetujuan pemberian transfusi yang ditanda tangani
2. Prosedur
a. Jelaskan prosedur kepada klien, kaji pernah atau tidak klien
menerima transfusi sebelumnya dan catat reaksi yang timbul
b. Minta klien untuk melaporkan adanya menggigil, sakit kepala,
gatal-gatal atau ruam dengan segera
c. Pastikan bahwa klien telah menandatangani surat persetujuan
d. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
e. Pasang selang IV dengan menggunakan kateter berukuran
besar
f. Gunakan selang infuse yan memiliki filter didalam selang
g. Gantungkan botol larutan salin normal 0.9% untuk diberikan
setelah pemberian infuse darah selesai
h. Ikuti protokol lembaga dalam mendapatkan produk darah dari
bank darah
i. Identifikasi produk darah dan klien dengan benar
j. Ukur tanda vital dasar klien
k. Berikan dahulu larutan salin normal. Mulai berikan transfuse
secara perlahan diawali dengan pengisian filter didalam selang
l. Atur kecepatan sampai 2ml/menit untuk 15 menit pertama dan
tetaplah bersama klien.
m. Monitor tanda vital setiap 5 menit selama 15 menit pertama
transfuse, selanjutnya ukur setiap jam
n. Pertahankan kecepatan infuse yang di programkan dengan
menggunakan pompa infuse
o. Lepas dan buang sarung tangan, cuci tangan
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Transfusi darah merupakan tindakan simtomatik atau suportif karena darah
atau komponen darah hanya dapat mengisi kebutuhan tubuh untuk jangka waktu
tertentu tergantung pada umur fisiologis komponen yang ditransfusikan. Di samping
itu darah juga merupakan komoditi yang langka, tidak dapat disirnpan lama, dan
sumber penularan penyakit sehingga manfaat dan resiko yang akan terjadi harus
dipertimbangkan dengan baik.
Transfusi darah dapat dilaksanakan bila memenuhi beberapa persyaratan agar
transfusi dapat berjalan baik. Persyaratan tersebut adalah persiapan darah dari donor
dan persiapan resipien, yang meliputi pemeriksaan golongan darah dan cross match
antara golongan darah donor dan resipien serta penapisan terhadap beberapa penyakit
tertentu sebelum dilakukan transfusi darah.
Maka untuk dapat menentukan kapan seorang anak harus dilakukan transfusi
dan berapa banyak jumlah darah atau komponen darah yang akan ditransfusikan.

3.2 Saran

Transfusi darah merupakan bentuk terapi yang dapat menyelamatkan jiwa.


Berbagai bentuk upaya telah dan hampir dapat dipastikan akan dilaksanakan, agar
transfusi menjadi makin aman, dengan resiko yang makin kecil. Meskipun demikian,
transfusi darah belum dapat menghilangkan secara mutlak resiko dan efek
sampingnya. Haruslah ‘terpatri dalam benak’ perawat bahwa transfusi darah adalah
upaya untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah perburukan, dan jangan dilakukan
semata- mata untuk mempercepat penyembuhan. Untuk itulah indikasi transfusi
haruslah ditegakkan dengan sangat hati- hati, karena setiap transfusi yang tanpa
indikasi adalah suatu kontraindikasi. Maka untuk memutuskan apakah seorang
pasien memerlukan transfusi atau tidak, harus mempertimbangkan keadaan pasien
menyeluruh. Pada pemberian transfusi sebaiknya diberikan komponen yang
diperlukan secara spesifik untuk mengurangi resiko terjadinya reaksi transfusi.
Indikasi untuk pelaksanaan transfusi didasari oleh penilaian secara klinis dan hasil
pemeriksaan laboratorium.
Menyadari hal ini, maka perlu kiranya perawat dan tenaga medis yang
terlibat dalam praktek transfusi darah mempunyai pengetahuan dan keterampilan
dalam bidang ilmu kedokteran transfusi (transfusion medicine).

Anda mungkin juga menyukai