Anda di halaman 1dari 16

Teknologi Pati

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karna atas Rahmat dan
Kuasa-Nya tugas Teknologi Pati dalam bentuk makalah yang berjudul “Modifikasi Fisik
Pati” ini telah selesai.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pati. Selain sebagai
tugas mata kuliah Teknologi Pati, makalah ini juga bertujuan untuk kiranya dapat menambah
wawasan pembaca tentang modifikasi fisik pati.

Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun segi lainnya. Oleh karena itu kami
mengaharapkan pembaca dapat memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah ini. Akhirnya kami mengharapkan semoga makalah ini berguna dan
bermanfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi kepada pembaca.

Jakarta, Mei 2015

Penulis

Modifikasi Fisik Pati


Teknologi Pati

Modifikasi Fisik Pati

Pati
Pati merupakan karbohidrat yang terdapat dalam granular di dalam organisme
tanaman. Pati disimpan dalam biji ( beras , gandum, jagung ), umbi, akar, dan empulur
berwarna (sagu) pada tanaman. Secara mikroskopis terlihat bahwa pati terdiri dari granul
kecil, putih, berdiameter antara 2-100 μm. Bentuk dan ukuran dari granul bervariasi pada
setiap jenis pati (Swinkles, 1985). Ukuran dan bentuk butiran ranul pati pada berbagai jenis
tanaman dapat dilihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Karakteristik ukuran dan bentuk granul dari berbagai jenis pati
Pati Diameter (μm ) Bentuk
Beras 3-8 Poligonal
Gandum 5-15 Bulat
Jagung 5-25 Bulat,poligonal
Garut 5-70 Oval, topi baja
Kentang 5-100 Oval,sferis
Singkong 5-35 Topi Baja
Sagu 5-65 Oval,topi baja
Terigu 2-38 Bulat
Ubi 2-42 Bulat, oval

Granula pati tidak larut dalam air pada suhu 500C. Ketika suspensi pati dipanaskan
pada suhu kritis, granul menyerap air dan mengembang. Suhu kritis ini disebut sebagai suhu
gelatinisasi. Suhu gelatinisai berbeda-beda bergantung pada jenis pati. ( Swinkles, 1985 )
Unit glukosa dalam molekul pati mengandung gugus hidroksil primer yang terikat
pada atom karbon nomor 6 dan gugus hidroksil sekunder yang terikat pada atom karbon
nomor 2 dan 3. Secara teoritis atom karbon yang paling reaktif adalah nomor 6 karena
merupakan alkohol primer.
Pati mengandung dua macam polimer glukosa yaitu amilosa dan amilopektin.
Amilosa merupakan polimer linier yang mengandung lebih dari 6000 unit glukosa yang
terhubung oleh ikatan ( 1,4 ).Amilopektin memiliki struktur yang bercabang dan mengandung
sedikit rantai amilosa. Ikatan pada rantai utama adalah ( 1,4 ), sedangkan pada ikatan cabang
adalah ( 1,6 ).
Setiap jenis pati memiliki kandungan amilosa dan amilopektin yang berbeda.
Kandungan amilosa dapat dilihat pada tabel 1.2.

Modifikasi Fisik Pati


Teknologi Pati

Tabel 1.2 Kandungan amilosa dan amilopektin pada berbagai jenis pati
Pati Amilosa ( %b/b ) Amilopektin ( %b/b )
Beras 17 83
Gandum 28 72
Jagung 28 72
Garut 20 80
Kentang 21 79
Singkong 17 83
Sagu 27 73
Terigu 23 72
( Sumber : Swinkles, 1985 ; Cui, 2005 )

Pati memiliki sifat tidak berasa, tidak berbau, berwarna putih dan memiliki bentuk
dan ukuran granul yang bervariasi bergantung jenis tanaman dari pati tersebut. Pati tidak larut
dalam air dingin dan etanol. Pati tidak larut dalam air dibawah suhu gelatinisasinya. Pada saat
suspensi pati dipanaskan, granul akan mulai terglatinisasi dan diikuti oleh granul lainnya
sehingga suhu gelatinisasinya biasanya dinyatakan dalam kisaran suhu. Dispersi yang sudah
terglatinisasi apabila dibiarkan dalam waktu yang lama akan mengalami retrogradasi yang
menggambarkan terjadinya perubahan fisik setelah gelatinisasi. Retrogradasi merupakan
perubahan dari bentuk terlarut, terdispersi, bentuk amorf menjadi bentuk yang tidak larut,
beragregasi atau membentuk kristal. Jika larutan pati dibiarkan dalam jangka waktu yang
panjang maka akan berawan dan membentuk endapan putih.
Retrogradasi pati yang terglatinisasi merupakan proses reorganisasi yang melibatkan
amilosa dan amilopektin dimana proses retrogradasi dengan amilosa lebih cepat
dibandingkan dengan amilopektin.Retrogradasi terdiri dari dua tahap, tahap pertama dan
meupakan tahap yang paling cepat yaitu terbentuknya kristal dari amilosa yang
teretrogradasi. Tahap kedua yaitu berubahnya struktur dari amilopektin. Selama retrogradasi,
interaksi molekuler yang terjadi bergantung waktu dan temperatur. Retrogradasi akan
menyebabkan ketidakstabilan pada dispersi pati.
Retrogradasi dari dispersi pati dapat menyebabkan beberapa kondisi diantaranya,
terbentuknya endapan dan terjadinya sineresis ( Swinkles, 1985 ).

Modifikasi Pati
Pati alami (belum dimodifikasi) mempunyai beberapa kekurangan pada
karakteristiknya yaitu membutuhkan waktu yang lama dalam pemasakan (sehingga
membutuhkan energi tinggi), pasta yang terbentuk keras dan tidak bening, selain itu sifatnya

Modifikasi Fisik Pati


Teknologi Pati

terlalu lengket dan tidak tahan perlakuan dengan asam. Dengan berbagai kekurangan tadi,
maka dikembangkan berbagai modifikasi terhadap tepung tapioka yang diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan pasar (industri) baik dalam skala nasional maupun internasional
(ekspor). Industri pengguna pati menginginkan pati yang mempunyai kekentalan yang stabil
baik pada suhu tinggi maupun rendah, mempunyai ketahanan baik terhadap perlakuan
mekanis, dan daya pengentalannya tahan pada kondisi asam dan suhu tinggi. Sifat-sifat
penting lainnya yang diinginkan ada pada pati termodifikasi diantaranya adalah kecerahannya
lebih tinggi (pati lebih putih), kekentalan lebih tinggi, gel yang terbentuk lebih jernih, tekstur
gel yang dibentuk lebih lembek, kekuatan regang rendah, granula pati lebih mudah pecah,
waktu dan suhu gelatinisasi yang lebih rendah, serta waktu dan suhu granula pati untuk pecah
lebih rendah.
Proses Modifikasi Pati dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran partikel,
temperatur, waktu reaksi,dan perbandingan berat air terhadap pati.
 Ukuran Partikel
Ukuran partikel dalam proses modifikasi pati berpengaruh terhadap laju reaksi.
Semakin kecil ukuran pati maka semakin cepat reaksi berlangsung karena ukuran partikel
yang kecil akan meningkatkan luas permukaan serta meningkatkan kelarutan dalam air
(Saraswati, 2006).
 Temperatur
Secara umum temperatur berhubungan dengan laju reaksi. Makin tinggi temperatur,
maka reaksi akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan konstanta laju reaksi
meningkat dengan meningkatnya temperatur operasi. Semakin tinggi tenperatur maka reaksi
akan berjalan semakin cepat.
 Waktu reaksi
Waktu reaksi berpengaruh terhadap tekstur pati yang dihasilkan. Waktu reaksi yang
terlalu cepat mengakibatkan reaksi belum berjalan sempurna sedangkan jika waktu reaksi
terlalu lama mengakibatkan terkstur yang kasar. Hal ini terjadi karena semakin lama waktu
reaksi maka semakin banyak dinding sel singkong yang pecah sehingga terjadi pelubangan
dari granula pati termodifikasi, hal ini menyebabkan permukaan yang tidak rata pada granula
pati tersebut sehingga tekstur yang dihasilkan kasar.
Perbandingan berat air terhadap pati harus tepat agar pati dapat sempurna terlarut.
Perbandingan yang terlalu besar akan menimbulkan pemborosan penggunaan pelarut,
sedangkan perbandingan yang terlalu kecil dapat menyebabkan pengendapan pati.

Modifikasi Fisik Pati


Teknologi Pati

Perbandingan pati yang digunakan adalah 150 gram pati dilarutkan ke dalam 200 gram air
pada penelitian modifikasi pati tapioka menggunakan jahe (Daramola, 2006).
Modifikasi pati dapat dilakukan dengan modifikasi fisik, kimia, dan enzimatik.
Modifikasi pati bertujuan untuk mengubah struktur pati, meningkatkan stabilitas granul pati
selama proses pembuatan dan memperluas penggunaan pati dalam berbagai bidang industri.

Modifikasi Fisik Pati


Modifikasi fisik dapat dilakukan dengan berbagai macam metode diantaranya
pragelatinisasi, memodifikasi dengan pengaturan temperatur (Annealing), Heat Moisture
Treatment dan pasting. Modifikasi fisik dilakukan untuk mengubah struktur granul pati dan
mengubah pati alami untuk dapat mengembang di dalam air dingin ( Cui, 2005 )

Pragelatinisasi
Pragelatinisasi merupakan modifikasi fisika terhadap pati. Pragelatinisasi pati dibuat
melalui proses yang melibatkan air dan panas untuk memecah semua atau sebagian granul
kemudian dikeringkan dan digiling sesuai dengan ukuran serbuk yang diinginkan
Pragelatinisasi pati singkong dapat dibuat dengan Spray Cooking, Drum Drying,
Solvent-based Processing, dan Ekstrusi.Spray Cooking dilakukan dengan mengalirkan
dispersi pati kedalam selang kemudian mengalami atomisasi pada suatu bejana. Metode
Drum Drying, dispersi pati dialirkan kedalam drum panas kemudian akan diperoleh serbuk
kering. Metode Solvent-Based dilakukan dengan mendispersikan pati pada alkohol dan
dipanaskan pada suhu 160 – 175 0C selama 2 sampai 5 menit ( Cui, 2005 )
Proses pragelatinisasi pati ada 2 macam, Pragelatinisasi sempurna dan sebagian.
Pragelatinisasi sempurna diperoleh dengan memasak pati diatas suhu gelatinisasi.
Pragelatinisasi parsial dilakukan cukup dengan mengalirkan campuran air dan pati melalui
drum panas dengan suhu diatas suhu gelatinisasi sehingga massa mengering. Pragelatinisasi
sebagian masih mengandung granul-granul pati yang utuh. Suhu gelatinisasi adalah suhu saat
granul pati pecah. Perbedaan antar pragelatinisasi sempurna dan pragelatinisasi sebagian
dapat diamati melalui sifat BireFringence. Pati memiliki sifat BireFringence yaitu sifat
granul pati utuh yang dapat membentuk dua warna bersilang pada permukaan akibat
dilewatkan sinar yang berpolarisasi, disebabkan karena adanya perbedaan indeks refrkasi
dalam granul pati ( Cui, 2005 ). Alat yang digunakan untuk mengamati BireFringence adalah
mikroskop terpolarisasi. Hilangnya sifat BireFringence bersamaan dengan pecahnya granul
pati saat proses pengeringan dengan Drum Dryer. Pada pragelatinisasi pati parsial masih
Modifikasi Fisik Pati
Teknologi Pati

terlihat adanya BireFringence dalam jumlah kecil karena masih mengandung granul utuh.
Sedangkan pada pragelatinisasi sempurna, sifat BireFringence sudah tidak ada lagi.

Aplikasi Proses Pragelatinisasi


1. Pembuatan Mie Instan dari Jagung
Pada pembuatan produk mie dari bahan non terigu, misalnya mie dari tepung jagung,
diperlukan proses pengukusan adonan yang bertujuan untuk menggelatinisasi pati. Pati yang
tergelatinisasi tersebut akan berperan sebagai bahan pengikat dalam proses pembentukan
lembaran dan untaian mie. Hal ini dikarenakan protein pada tepung jagung yang sebagian
besar terdiri atas zein dan glutelin (zeanin) tidak mampu membentuk massa yang elastis dan
kohesif jika hanya ditambahkan air saja. Berbeda halnya dengan protein gluten (gliadin dan
glutenin) pada terigu yang dapat bereaksi dengan air membentuk massa yang elastis dan
kohesif. Namun demikian, pengukusan adonan ini hanya bertujuan agar pati mengalami
gelatinisasi sebagian (pregelatinisasi). Bila pati telah mengalami gelatinisasi sempurna, maka
adonan yang dihasilkan akan menjadi lengket saat pembentukan lembaran mie.
Pada proses gelatinisasi, ikatan hidrogen yang mengatur integritas struktur granula
pati akan melemah. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air
sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Ketika granula mengembang, amilosa akan
keluar dari granula. Granula hanya mengandung amilopektin,  rusak, dan terperangkap dalam
matriks amilosa membentuk gel (Harper, 1981). 
Faktor penting yang harus diperhatikan selama pengukusan adalah suhu dan waktu
proses. Kedua parameter ini akan mempengaruhi jumlah pati yang tergelatinisasi dalam
adonan. Selain itu, jenis dan ukuran alat pengukus yang digunakan juga akan mempengaruhi
kecukupan dan pemerataan panas dalam adonan.
2. Beras Jagung Instan
Beras jagung instan adalah beras jagung yang siap dimasak menjadi nasi jagung
instan. Pemasakannya cukup dengan air direbus atau susu dalam waktu singkat. Produk yang
memiliki rasa sama dengan nasi jagung yang diolah secara tradisional ini siap dimasak dalam
waktu 5 menit. Produk ini dibuat melalui proses penggilingan biji jagung yang diikuti dengan
proses pre-gelatinisasi (pre-cooking) dan pengeringan. 
3. Pembuatan Saus
4. Pembuatan Makanan Bayi
5. Pembuatan Puding
6. Pengisian Pie
Modifikasi Fisik Pati
Teknologi Pati

Heat Moisture Treatment (HMT)


Setiap jenis pati memiliki karakteristik dan sifat fungsional yang berbeda. Sifat
fungsional pati yang terbatas menyebabkan terbatasnya pula aplikasi pati tersebut untuk
produk pangan. Peningkatan sifat fungsional dan karakteristik pati dapat diperoleh melalui
modifikasi pati (Manuel, 1996). Pati modifikasi adalah pati yang telah diubah sifat aslinya,
yaitu sifat kimia dan/atau fisiknya sehingga mempunyai karakteristik sesuai dengan yang
dikehendaki (Wurzburg, 1989). Modifikasi pati dapat dilakukan dengan perlakuan fisik,
diantaranya dengan pemanasan pada kadar air tertentu (hydrotemal atau Heat Moisture
Treatment).
Modifikasi pati dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) telah dilaporkan
meningkatkan ketahanannya terhadap panas, perlakuan mekanis dan pH asam (Taggart,
2004) dengan meningkatkan suhu gelatinisasi dan menurunkan kapatitas pembengkakan
granula (Jacobs dan Delcour, 1998). Pada teknik ini, pati dengan kadar air terbatas (kurang
dari 35% air, w/w) dipanaskan pada kondisi di atas suhu transisi gelas tetapi masih dibawah
suhu gelatinisasinya selama periode waktu tertentu. HMT menyebabkan perubahan
konformasi molekul pati dan menghasilkan struktur kristalin yang lebih resisten terhadap
proses gelatinisasi (Jacobs dan Delcour, 1998). Karakteristik fisiko-kimia dan fungsional pati
HMT sangat beragam dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis (sumber) pati, kadar
amilosa dan tipe kristalisasi pati. Karakteristik pati HMT juga dipengaruhi oleh kondisi
proses seperti suhu, kadar air dan lama waktu proses. Salah satu kelebihan modifikasi pati
dengan metode HMT adalah tidak melibatkan reaksi kimia dengan menggunakan reagen
tertentu, sehingga tidak akan meninggalkan residu pada hasil pati termodifikasi.
Schoch dan Maywald (1968) menggolongkan pati dalam beberapa tipe berdasarkan
sifat amilografi. Pati tipe A memiliki pembengkakan yang besar dengan viskositas puncak
yang tinggi diikuti oleh pengenceran yang cepat selama pemanasan, viskositas breakdown
yang tinggi, serta viskositas pasta dingin yang rendah. Pati tipe B memiliki pembengkakan
yang sedang dengan viskositas pasta yang lebih rendah dan lebih tidak encer. Pati tipe C
memiliki pembengkakan terbatas dan cenderung tidak memiliki puncak viskositas, tetapi
viskositasnya yang tinggi tetap dipertahankan atau meningkat selama pemanasan.
Perubahan karakteristik pati yang dimodifikasi dengan teknik HMT dapat dilihat dari
profil gelatinisasinya yang diukur dengan menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA). Pati
HMT lebih tahan panas  yang ditandai dengan breakdown yang menurun dan stabilitas panas
pada suhu pemanasan 950C. Karakteristik ini akan sangat berguna bila pati diproses pada
suhu tinggi yang tidak menyebabkan produk pangan kehilangan kekentalan selama proses.
Modifikasi Fisik Pati
Teknologi Pati

Perubahan sifat fungsional pati setelah modifikasi HMT menurut beberapa penelitian
disebabkan karena proses HMT mempengaruhi penyusunan kembali molekul pati antara
amilosa dengan amilopektin, sehingga memperkuat ikatan pati (Franco et al, 1995; Gunaratne
dan Hoover, 2002 dikutip oleh Shin et al, 2004). Fenomena lain menurut Jacob dan Delcour
(1998), perlakuan HMT pada pati dapat menyebabkan pembentukkan kristal kompleks yang
disebabkan karena terbentuknya ikatan antara amilosa dengan amilosa, amilosa dengan rantai
cabang amilopektin, dan amilosa dengan lemak dalam granula pati.
Menurut Manuel (1996) perubahan-perubahan yang terjadi pada parameter fisik pati
disebabkan adanya hubungan antara faktor berikut, yaitu: terjadinya perubahan struktur pada
area berkristal (crystaline) dan area tak beraturan (amorphus) pada granula pati, serta
terjadinya modifikasi fisik pada bagian permukaan granula pati selama proses HMT
berlangsung. Modifikasi pati dengan teknik HMT dapat merusak bentuk granula pati hingga
terbentuk lubang di bagian permukaannya. Proses pemanasan pati dan keberadaan air saat
HMT berlangsung mengakibatkan area amosphus pati mengembang, kemudian menekan
keluar area berkristal sehingga terjadi kerusakan dan pelelehan area berkristal granula pati,
serta menghasilkan bentuk granula pati yang lebih stabil terhadap panas.
Perlakuan HMT pada pati tidak hanya merubah sifat gelatinisasi pati ,tetapi juga dapat
meningkatkan jumlah pati resisten. Terbentuknya pati resisten selama proses HMT
disebabkan karena terjadinya pemotongan rantai lurus dari amilopektin dan pembentukkan
ikatan amilosa dengan amilosa, amilopektin, atau lemak sehingga membentuk struktur yang
lebih kompak (Miyoshi 2002). Pembentukkan ikatan tersebut menyebabkan pati lebih sulit
untuk diserang oleh enzim pencernaan, sehingga terjadi penurunan kemampuan pati untuk
dicerna. Adanya pati resisten dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, karena tingginya
kandungan pati resisten menyebabkan lambatnya pelepasan glukosa sebagai akibat dari
sulitnya pati untuk dicerna oleh enzim pencernaan karena terbentuknya kompleks. Kondisi
tersebut dibutuhkan oleh penderita diabetes yang memiliki keterbatasan atau pun tidak dapat
memproduksi insulin.
HMT yang diberikan pada maize, wheat, yam, lentil dan potato tidak berpengaruh
pada bentuk dan ukuran butiran, namun pada potato dan yam terjadi perubahan pola
hamburan x-ray dari Tipe B ke Tipe A (atau C), sedangkan pada ubi dan singkong terjadi
perubahan pola dari tipe C ke tipe A. Bentuk tipe A dalam cereal bukan dikarenakan HMT,
melainkan dikarenakan pola difraksi dari x-ray yang mungkin menjadi tajam. Hal ini
mengindikasikan bahwa beberapa heliks ganda berpindah ke posisi yang lebih sempurna
dalam fase kristalisasi. Kristalisasi sempurna HMT dalam waxy maize atau dull waxy maize
Modifikasi Fisik Pati
Teknologi Pati

dihasilkan pada peningkatan 1-2oC suhu leleh dari kristalisasi. HMT meningkatkan suhu
gelatinisasi, memperluas rentang suhu gelatinisasi dan menurunkan sweeling power.
Tabel 1.3 Gelatinisasi Endotermik dari pati asli dan HMT
Temperatur (0C)
H
Sumber Treatment Awa
(cal/g)
l Tengah Akhir Akhir-Awal
Native 56 61 67 11 2.3
Wheat
HMT 65 70 78 13 2.3
Native 60 64 70 10 2.5
Oat
HMT 64 75 80 16 2.5
Native 55 61 68 13 1.8
Lentil
HMT 64 71 78 14 1.8
Native 54 59 64 10 3.8
Potato
HMT 65 71 80 15 2.7
Native 72 77 83 11 5.0
Yam
HMT 77 84 90 13 3.6
Native 59 66 73 14 3.4
Normal maize
HMT 62 71 82 20 3.4
Native 65 73 82 17 3.8
Waxy Maize
HMT 67 74 84 17 3.8
Native 62 73 83 21 3.7
Dull waxy maize
HMT 63 75 84 21 3.7

Dapat dilihat berdasarkan Tabel di atas entalpi gelatinisasi dari tipe B seperti potato
dan yam menurun. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa ikatan heliks ganda terurai setelah
mengalami HMT. Entalpi gelatinisasi untuk tipe A (wheat, normal dan waxy maize) tidak
mengalami perubahan selama mengalami HMT, ditunjukkan dari nilai entalpi yang tetap,
walaupun suhu gelatinisasi dari awal mengalami pengingkatan 2-11oC. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada ikatan heliks ganda yang terurai, melainkan heliks ganda berpindah ke posisi
kristalisasi yang lebih sempurna (peningkatan suhu gelatinisasi).

Annealing
Modifikasi fisik metode annealing merupakan perlakuan fisik terhadap granula pati,
dengan air berlebih (>65% w/w) atau air sedang (40-55% w/w) pada suhu di bawah suhu
gelatinisasi pada waktu tertentu. Modifikasi annealing bertujuan untuk memperbaiki
karakteristik sifat pati alami yang cenderung kurang stabil terhadap proses pemanasan, proses
mekanis, dan tidak tahan terhadap asam ( Oktaviani dan putri 2015 ). Proses annealing pati
adalah perlakuan fisik dimana pati diinkubasi dalam air berlebih ( > 60 % b/b ) atau kadar air
pertengahan ( 40-55 % b/b ).

Modifikasi Fisik Pati


Teknologi Pati

Gambar 1.1 Kurva pasting A : Asli pati, B: Pati yang diberi kadar air yang tinggi dan
dipanaskan (16 h, 100 C, kadar air 30%).

Perlakuan annealing akan meningkatkan suhu gelatinisasi dan mempertajam kisaran


gelatinisasi . Namun, ada beberapa proses komersial yang akan digunakan untuk
menghasilkan pati dengan suhu gelatinisasi lebih tinggi. Seringkali perlakuan annealing
diterapkan sengaja seperti langkah seduhan yang digunakan dalam proses basah -
penggilingan jagung. Perlakuan annealing memodifikasi sifat fisikokimia pati tanpa merusak
struktur granula. Pada pemanasan pati gandum dan kentang, tidak ada perubahan yang
ditemukan di sudut lebar dan kecil – sudut pola hamburan x – ray, dan tidak ada perubahan
signifikan yang ditemukan dalam jenis kristal dan derajat kristalisasi.Perlakuan pemanasan
dapat menyebabkan pembentukan amilosa–lipid kompleks , tetapi tidak mempengaruhi
kompleks amilosa-lipid karena suhu disosiasinya 95-125 °C, dimana jauh melampaui
temperatur pemanasan pati. Annealing dapat meningkatkan suhu gelatinisasi pati,
menurunkan suhu gelatinisasi, dan mengurangi kemampuan pembengkakan.

Modifikasi Fisik Pati


Teknologi Pati

Dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 1.2. Pembentukan double helix amilopektin

Granula pati dengan perlakuan annealing akan membentuk daerah amorf seperti kaca
dan ikatan double heliks amilopektin yang lebih besar, hasil dari pembatasan hidrasi granula
pati selama gelatinisasi dan peningkan temperatur gelatinisasi. Efek dari pemanasan pati
terhadap viskositas sangat kompleks. Pati kentang dan jagung yang dipanaskan
menunjukkan penurunan puncak viskositas dengan kenaikan temperatur yang tidak teratur,
sementara proses pemanasan pati beras dan kacang menunjukkan viskositas yang meningkat.
Efek annealing pada karakteristik pati untuk sumber pati yang berbeda dapat dilihat pada
Gambar 2.3.

Modifikasi Fisik Pati


Teknologi Pati

Gambar 1.3. Efek annealing pada karakteristik pati untuk sumber pati yang berbeda

Pasting
Pasting adalah proses pembuatan pati menjadi gel atau pasta. Agar terbentuk pasta,
pati dengan komposisi 3-8% berat dilarutkan didalam air dan dipanaskan dengan pengadukan
dengan suhu antara 62-120˚C tergantung dari jenis patinya. Setelah mencapai pasting
temperaturnya kekentalan dari suspensi akan naik dengan sangat cepat sampai mencapai titik
maksimumnya. Viskositas dari suatu pati dapat diukur dengan alat Viscoamylograph
Brabender, dimana hasil yang diperoleh berupa viscoamylogram. AlatViscoamylograph
Brabender yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.4

Modifikasi Fisik Pati


Teknologi Pati

Gambar 1.4. Alat Viscoamylograph Brabender

Salah satu cara untuk mengikuti perubahan granula pati dalam sistem air selama
pengolahan panas adalah dengan menggunakan alat Brabender Viscoamilograf. Dengan alat
ini perubahan viskositas (kekentalan) suspensi pati dapat dideteksi. Menurut Pomeranz
(1991) gelatinisasi granula pati mencakup hal-hal sebagai berikut.:
a. Hidrasi dan mengembangnya beberapa kali dari ukuran semula.
b. Hilangnya sifat birefregence.
c. Peningkatan kejernihan pasta.
d. Peningkatan di dalam konsistensi dan pencapaian puncak secara cepat dan jelas.
e. Ketidaklarutan molekul-molekul linier dan pendifusian dari granula-granula yang
pecah.
f. Retrogradasi dari campuran sampai membentuk gel.

Modifikasi Fisik Pati


Teknologi Pati

Karakteristik pasta dari pati alami dengan pati yang diekstrusi ditunjukkan sebagai berikut:

Gambar 1.5. Grafik Viskoamilogram Brabender

Grafik tersebut menghubungkan antara konsistensi viskositas, waktu dan suhu dalam
pengukuran viskositas. Grafik tersebut menjelaskan tentang viskositas pati alami dengan pati
yang diekstruksi dengan berbagai kondisi. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh suhu
pasting dari pati alami yaitu 75ºC, konsistensi viskositas puncak 250 cmg, suhu konsistensi
viskositas puncak 110ºC, breakdown 14 cmg, setback 30 cmg dengan konsistensi viskositas
akhir 270 cmg.
Pati yang diekstuksi yaitu puncak gelatinisasi selama proses pemanasan dalam air
berlebih, sedangkan pati alami menunjukkan sebuah puncak viskositas yang meningkat
dengan cepat dengan timbulnya gelatinisasi. Pati yang diekstrusi menunjukkan inisial awal
viskositas mentah pasta yang lebih tinggi dan konsistensi menurun tajam di kisaran dari 90-
96°C. Peningkatan kekerasan dari perlakuan ekstruksi (kadar air rendah dan suhu tinggi)
menyebabkan penurunan viskositas dingin awal, dan peningkatkan suhu ekstrusi
menyebabkan pengurangan konsistensi pasta. Biasanya, peningkatan energi mekanik yang
spesifik merupakan hasil penurunan viskositas dan peningkatan kelarutan. Pati ekstrusi
menyerap air dengan cepat untuk membentuk pasta pada suhu kamar. Gel pati ekstruksi
memiliki nilai retrogradasi rendah dari pada pati non-ekstruksi yang tergelatinisasi.

Modifikasi Fisik Pati


Teknologi Pati

Dekstrinisasi
Proses ini mirip dengan hidrolisis dengan asam, yaitu terjadinya pemecahan pati
menjadi oligosakarida. Hal yang membedakan dengan hidrolisis adalah adanya pemotongan
ikatan glikosida dan perpecahan ikatan inter dan intramolekul yang menyebabkan dekstrin
jauh lebih mudah larut dalam air. Perlakuan awal pati dicampur dengan larutan asam
hidroklrorik pada suhu kamar, proses ini disebut lintnerisasi. Kemudian dipanaskan sekitar
240-350°C sehingga menghasilkan British Gum atau dekstrin kuning berwarna putih sampai
coklat tua kehitaman. Dekstrin biasanya digunakan sebagai adhesif, pengental, dan sizing.
Baru-baru ini, dekstrinisasi dikembangkan dengan menambahkan asam amino, asam hidroksi,
dan karboksamida seperti urea menghasilkan dekstrin untuk keperluan khusus misalnya,
prebiotik, depressants untuk flotasi, makanan ternak,dan untuk menghilangkan logam berat
(Lidiasari, 2006).

Modifikasi Fisik Pati


Teknologi Pati

DAFTAR PUSTAKA

Syamsir, dkk. 2012. Penagruh Proses HMT terhadap Psikokimia Pati. karakteristik Jurnal
Teknologi dan Industry Pangan.
Oktaviani dan putri.2015. Pengaruh Modifikasi Fisik Annealing terhadap Karakteristik
Tepung Ubi Jalar. Jurnal Pangan dan Ari Industri. Vol 3 no 2.
Lidiasari E, Syafutri M I, Syaiful F. 2006. Influence of Drying Temperature Difference On
Physical And Chemical Qualitis of Partially Fermented Cassava Flour. Jurnal I-lmu-
ilmu Pertanian Indonesia. 8:141-146.
Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. San Diego : Academic Press
Inc.
Dramola B dan Osanyinlusi S.A. 2006. Investigation Zingberis Rhizome. Comprehensive
Review on the Ginger Effect and efficacy Profiles, Phytomedine. International
Journal of Phytotheraphy and phytopharmacology. 12:684-701.
Saraswati. 1982. The Problems to be Solved in Starch Processing Technologies in Indonesia.
BPPT.
Taggart P.2004. Starch as an ingredient, manufacture and applications. Di dalam: Eliasson A-
C(Ed). Starch In Food : Structure, Function and Applications (1st ed). Woodhead
Publishing \Limited. Cambridge.
Wurzburg, O.B. 1989. Modified Starches: Properties and Uses. Boca Raton Florida: CRC
Press Inc.

Modifikasi Fisik Pati

Anda mungkin juga menyukai