Toksisitas
Toksisitas
Toksisitas
Bentuk toksisitas :
a. Toksisitas fisika : dermatitis, kulit kering, kulit pecah, iritasi, demam dll.
Yang disebabkan oleh radiasi.
b. Toksisitas kimia : disebabkan oleh asam kuat, logam merkuri, dll.
1
c. Toksisitas fisiologis : yang mempengaruhi ensim dalam metabolisme.
Semua zat adalah racun yang tegantung dari dosis dan lama kontak. Zat
bersifat racun yang berada dalam tubuh belum tentu bersifat racun karena sangat
tergantung dari kadar zat tersebut dalam tubuh. Konsentrasi zat yang kontak
dalam waktu lamam dan tidak menimbulkan efek toksik disebut ambang batas.
Keracunan :
a. Keracunan akut : terjadi segera disebabkan logam, insektisida, obat dll.
b. Keracunan kronis : terjadi dalam waktu lama dan terjadi penimbunan dalam
tubuh. Keracunan kronis dapat menyebabkan kanker,mutagenic, kerusakan
organ, dll.
Toksisitas Amfetamin
2
Amfetamin bisa disalah gunakan selama bertahun-tahun atau digunakan
sewaktu-waktu. Bisa terjadi ketergantungan fisik maupun ketergantungan psikis.
Dulu ketergantungan terhadap amfetaamin timbul jika obat ini diresepkan untuk
menurunkan berat badan, tetapi sekarang penyalahgunaan amfetamin terjadi
karena penyaluran obat yang ilegal. Beberapa amfetamin tidak digunakan untuk
keperluan medis dan beberapa lainnya dibuat dan digunakan secara ilegal.
Efek Amfetamin
Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain, tetapi amfetamin
memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain (waktu paruh
amfetamin 10 – 15 jam) dan durasi yang memberikan efek euforianya 4 – 8 kali
lebih lama dibandingkan kokain. Hal ini disebabkan oleh stimulator-stimulator
tersebut mengaktivasi “reserve powers” yang ada di dalam tubuh manusia dan
ketika efek yang ditimbulkan oleh amfetamin melemah, tubuh memberikan
“signal” bahwa tubuh membutuhkan senyawa-senyawa itu lagi. Berdasarkan ICD-
10 (The International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problems), kelainan mental dan tingkah laku yang disebabkan oleh amfetamin
diklasifikasikan ke dalam golongan F15 (Amfetamin yang menyebabkan
ketergantungan psikologis).
3
bekerja mengejar deadline, dan atlet. Amphetamine merupakan zat yang adiktif.
Jenis obatobatan yang tergolong kelompok amphetamine adalah :
dextroamphetamine (Dexedrin), methamphetamine dan methylphenidate (Ritalin).
Obat tersebut beredar dengan nama jalanan : crack, ecstasy, ice, crystal meth,
speed, shabu shabu.
Gejala Amfetamin
4
Selain merangsang otak, amfetamin juga meningkatkan tekanan darah dan
denyut jantung. Pernah terjadi serangan jantung yang berakibat fatal, bahkan pada
atlet muda yang sehat. Tekanan darah bisa sedemikian tinggi sehingga pembuluh
darah di otak bisa pecah, menyebabkan stroke dan kemungkinan menyebabkan
kelumpuhan dan kematian. Kematian lebih mungkin terjadi jika: - MDMA
digunakan dalam ruangan hangat dengan ventilasi yang kurang - pemakai sangat
aktif secara fisik (misalnya menari dengan cepat) - pemakai berkeringat banyak
dan tidak minum sejumlah cairan yang cukup untuk menggantikan hilangnya
cairan.
Mereka menjadi cenderung ingin bunuh diri, tetapi selama beberapa hari
mereka mengalami kekurangan tenaga untuk melakukan usaha bunuh diri. Karena
itu pengguna menahun perlu dirawat di rumah sakit selama timbulnya gejala putus
5
obat. Pada pengguna yang mengalami delusi dan halusinasi bisa diberikan obat
anti-psikosa (misalnya klorpromazin), yang akan memberikan efek menenangkan
dan mengurangi ketegangan. Tetapi obat anti-psikosa bisa sangat menurunkan
tekanan darah. Biasanya lingkungan yang tenang dan mendukung bisa membantu
pemulihan pengguna amfetamin.
Toksisitas Sianida
Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan
tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau
berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN).
Hidrogen sianida merupakan gas yang mudah dihasilkan dengan mencampur asam
dengan garam sianida dan sering digunakan dalam pembakaran plastik, wool, dan
produk natural dan sintetik lainnya. Keracunan hidrogen sianida dapat
6
menyebabkan kematian, dan pemaparan secara sengaja dari sianida (termasuk
garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan pembunuhan ataupun bunuh
diri.
Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh,
lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan
oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam
jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala,
mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar
menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan
kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal.
Dosis lethal (LD 50) dari komponen ini adalah sekitar 2 mg/kg, dengan
menelan 50-75 mg dari garam cyanida ini dapat menyebabkan sulit bernafas
dalam waktu beberapa menit. Hallogen cyanida adalah gas yang mengiritasi dan
dapat menyebabkan oedema paru-paru, air mata kelur terus dan hipersalivasi.
Kebanyakan plastik dan serat acrylic dapat mengeluarkan gas cyanida bila
dibakar. Gas tersebut dapat terhisap melalui pernfasan terabsorpsi melalui kulit
dan dapat menyebabkan terjadinya kematian. Sumber lain dari keracunan cyanida
ialah dengan memakan/termakan cyanogenik glycosida yang terdapat dalam biji
dari buaha-buahan tertentu. Amygdalin, adalah salah satu senyawa cyanogenik
glykosida yang terdapat dalam biji buah apel, peach, plum, apricot, cherry dan biji
almond, dimana amygdalin di hidrolisa menjadi hidrogen cyanida.
Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe+++). Tubuh
yang mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan menjadi inaktif oleh
cyanida. Yang paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif dari dari sistem enzim
7
cytochrom oksidase yang terdiri dari cytochrom a-a3 komplek dan sistem
transport elektron. Bilamana cyanida mengikat enzim komplek tersebut, transport
elektron akan terhambat yaitu transport elektron dari cytochrom a3 ke molekul
oksigen di blok. Sebagai akibatnya akan menurunkan penggunaan oksigen oleh
sel dan mengikut racun PO2.
Gejala Klinis
8
sedang adalah sebatas pada kelemahan penderita, sakit kepala, mual dan muntah.
Gejala tersebut terjadi dengan cepat dan terlihat tidak spesifik.
Pengobatan
Natrium Tiosulfat
Berupa hablur besar, tidak berwarna, atau serbuk hablur kasar. Mengkilap
dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih dari 33°C.
Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus. Sangat mudah larut dalam air
dan tidak larut dalam etanol.
9
uji menunjukkan kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan
dengan hidroksokobalamin.
Natrium Nitrit
10
Tetapi jangan menunda terapi ketika menunggu hasil pengukuran kadar
hemoglobin.
Sodium nitrit injeksi dan amil nitrit dalam bentuk ampul untuk inhalasi
merupakan komponen dari antidot sianida. Kegunaan nitrit sebagai antidot sianida
bekerja dalam dua cara, yaitu : nitrit mengoksidasi hemoglobin, yang kemudian
akan mengikat sianida bebas, dan cara yang kedua yaitu meningkatkan
detoksifikasi sianida endothelial dengan menghasilkan vasodilasi. Inhalasi dari
satu ampul amil nitrit menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 5%.
Pemberian dosis tunggal nitrit secara intravena dapat menghasilkan
tingkatmethemoglobin sekitar 20-30%.
b. Bahan
Mencit
Tikus
NaCl fisiologis
Amfetamin
NaCN
Na2S2O3
NaNO2
11
1.4 Prosedur Kerja
a. Toksisitas Amfetamin
b. Toksisitas Sianida
12
1.5 Hasil dan Pembahasan
Perhitungan :
Perhitungan dosis amfetamin :
Dosis : 10 mg/kgBB
Konsentrasi : 1 mg/ml
BB : 29 g (0,029 kg)
13
a. Hasil
Parameter I II III IV V VI
Aktivitas motorik ↑ 5'10" 1'4" 1'13" 1'2" 3' 3'30"
Konvulsi - - 8'45" - - -
Mati - - - - - -
14
Tabel hasil pengamatan sianida :
Parameter I II III IV V VI
1' 1'45" -
Tenang 1' 1' 52"
6'20" 2'51" 2'
6'40" 45" -
Nafas sesak - 3' 52"
- 54" 3'45"
- 2'52" 3'
Mencacah perut 10'12" 8' -
- 11' -
7'58" 5'57" -
Mata redup, ekor pucat - 24'30" 52"
- 11' 7'25"
- - -
Geliat - - 15'43"
2' 30'40" 12'
36' 6'02" -
Hiperaktif - - 13'37"
3' 30" -
30'' - 20'36"
Mengusap muka - - 13'56"
3' - -
3' 5" -
Diam di tempat 2' 15'20" 52"
- 25' 2'
- 56" -
Tremor - - 52"
- 26'35" 5'30"
- 3'40" -
Perut & dada 7'25" 29'40" 19'11"
36'20" 2'03" -
9'4" 4'42" -
Letih nafas & perut 17'58" - 52"
- 5' 5"
24'45" 39'52" 10'42"
Menggaruk mulut 9'52" - 9'47"
1' - -
13'12" 56" -
Gemetaran - - 52"
19' 31'56" 5'20"
- - -
Biru, mulut kering - - -
- - -
- 5'52"- -
Telinga menempel 26'50" - 52"
17'30" - -
- - -
Respon sakit berkurang - - 9'38"
- - -
- - -
Urinasi - - -
23'20" - -
2' - 14'20" -
Kejang - 52"
- 41'36" 15'18"
15
b. Pembahasan
Pada percobaan ini mencit dibagi menjadi beberapa kelompok. Salah satu
senyawa obat yang saat ini menjadi lebih tren karena penggunaan yang disalah
gunakan adalah amfetamin. Obat ini termasuk yang paling banyak dipakai untuk
mendapatkan efek halusinasi. Tentunya dengan pemakain diatas dosis maksimal.
Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano C≡N. Efek dari
sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu
beberapa menit.
Pada praktikum kali ini menguji toksisitas dua obat sekaligus yakni
toksisitas amfetamin dan juga toksisitas sianida. Dimana pada toksisitas kami
menggunakan 1 ekor mencit dan 1 ekor mencit . Untuk toksisitas amfetamin kami
menggunakan mencit sebagai uji perlakuan, sedangkan untuk toksisitas sianida
kami menggunakan 1 ekor mencit sekaligus sebagai uji perlakuan.
Kelompok yang kedua dan ketiga kelompok mencit yang diberikan obat
amfetamin secara intraperitoneal. Kelompok kedua diberikan obat amfetamin
dosisnya sebanyak 10 mg/kgBB, sedangkan untuk kelompok ketiga diberikan
amfetamin yakni dosisnya sebanyak 10 mg/kgBB juga.
16
Amfetamin bekerja dengan merangsang susunan saraf pusat melepaskan
katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps pusat dan
menghambat dengan meningkatkan rilis neurotransmiter entecholamin, termasuk
dopamin. Sehingga neurotransmiter tetap berada dalam sinaps dengan konsentrasi
lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dari biasanya. Semua sistem
saraf akan berpengaruh terhadap perangsangan yang diberikan.
Efek yang ditimbulkan dari amfetamin ini adalah dimana pada susunan saraf
pusat : penyebab utama efek amfetamin barangkali karena pelepasan dopamin
bukan norepinefrin. Amfetamin memacu sumbu serebrospinalis keseluruhan,
korteks, batang otak (sambungan otak) dan medula. Ini meningkatkan kesiagaan,
berkurangnya keletihan, menekan nafsu makan dan insomnia. Pada dosis tinggi
dapat terjadi kejang. Karena efek stimulan pada SSP, amfetamin dan derivatnya
digunakan dalam terapi depresi, hiperaktivitas pada anak, narkolepsi dan pengatur
nafsu makan. Sedangkan pada susunan saraf simpatik : selain kerjanya pada SSP,
amfetamin mempengaruhi sistem adrenergik, memacu reseptor secara tidak
langsung melalui pelepasan norepinefrin.
17
Karena respon yang terjadi tiap mencit berbeda. Yakni karena pemberian obat
yang berbeda secara oral dan subkutan pada tikus.
Dalam praktikum ini kita harus teliti yang dalam mengamati tiap parameter
yang terjadi pada tikus percobaan, agar tidak salah dalam mengambil data hasil
percobaan, agar kita juga tau apa perbedaan efek dari masing-masing obat yang
digunakan sehingga bermanfaat buat kita semua.
Keadaan ini mengakibatkan gejala efek toksik yang dapat teramati mula bisa
diukur waktunya sejak mencit kehilangan kesadaran, gagal nafas, kejan sampai
saat kematian. Mekanisme yang memperantarai keracunan adalah sianida bereaksi
dengan sejumlah enzim yang mengandung logam, seperti feri sitokrom oksidase.
Karena metabolisme aerob tergantung pada sistem enzim ini, maka jaringan tidak
dapat lagi menggunakan oksigen dan jaringan itu mengalami hipoksia. Sianida
menyebabkan hipoksia seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada
bagian sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang secara normal
akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi tergabung. Hasilnya,
selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP
tidak lagi dibentuk, sehingga dapat terjadi gagal nafas, kejang dan akhirnya
mematikan.
18
Pemberian antidot untuk keracunan sianida dalam penelitian ini
menggunakan kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit. Sebagai antidotum,
natrium tiosulfat memiliki jarak ketoksikan dosis yang lebih lebar bila
dibandingkan dengan natrium nitrit (dosis yang besar sampai 1125 mg/KgBB
yang pernah dicobakan tidak memberikan efek kematian pada hewan uji). Dosis
yang dipilih berdasarkan dosis terapi antidotum yang akan digunakan dalam
penelitian penawaracunan sianida dengan jalur pemberian secara intraperitoneal.
19
1.6 Kesimpulan
Obat adalah suatu bahan yang berbentuk padat atau cair atau gas yang
menyebabkan pengaruh terjadinya perubahan fisik dan atau psykologik
pada tubuh.
Hampir semua obat berpengaruh terhadap sistem saraf pusat. Obat
tersebut bereaksi terhadap otak dan dapat mempengaruhi pikiran
seseorang yaitu perasaan atau tingkah laku, hal ini disebut obat
psykoaktif.
Obat yang berbahaya yang termasuk dalam kelompok obat yang
berpengaruh pada system saraf pusat(SSP/CNS) adalah obat yang dapat
menimbulkan ketagihan/adiksi(drug addict).
Amfetamin dan derivatnya yaitu MA (metamfetamin) dan MDMA
(methylene-dioxy-meth-amfetamine).
Amfetamin bekerja merangsang susunan saraf pusat melepaskan
katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps pusat
dan menghambat dengan meningkatkan rilis neurotransmiter
entecholamin, termasuk dopamin.
Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano C≡N.
Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian
dalam jangka waktu beberapa menit.
Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dengan buatan manusia.
Contohnya adalah HCN (Hidrogen Sianida) dan KCN.
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang
timbul secara progresif.
Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari :
Dosis sianida
Banyaknya paparan
Jenis paparan
Tipe komponen dari sianida
20
Strategi pertama yang dilakukan saat terdapat gejala keracunan sianida
adalah :
Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban
berada di dalam ruangan maka segera keluar dari ruangan.
Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap berada di
dalam ruangan.
21
1.7 Jawaban Pertanyaan
22
b. Fungsi Hati: Pada gangguan fungsi hati, metabolsime dapat
berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, sehingga efek obat menjadi
lebih lemah atau lebih kuat dari yang diharapkan
c. Usia: Pada bayi baru lahir (neonatus) belum semua enzim hati
terbentuk, maka reaksi metabolisme obat lebih lambat (terutama
pembentukan glukoronida antara lain untuk reaksi konjugasi dengan
kloramfenikol, sulfonamida, diazepam, barbital, asetosal, petidin).
Untuk menghindari keracunan maka pemakaian obat-obat ini untuk
bayi sebaiknya dihindari, atau dikurangi dosisnya.Pada orang usia
lanjut banyak proses fisiologis telah mengalami kemunduran antara
lain fungsi ginjal, enzim-enzim hati, jumlah albumin serum berkurang.
Hal ini menyebabkan terhambatnya biotrnasformasi obat yang
seringkali berakibat akumulasi atau keracunan
d. Genetik: Ada orang orang yang tidak memiliki faktor genetika tertentu
misalnya enzim untuk asetilasi sulfonamida atau INH, akibatnya
metabolisme obat-obat ini lambat sekali.
e. Pemakaian Obat lain: Banyak obat, terutama yang bersifat lipofil
(larut lemak) dapat menstimulir pembentukan dan aktivitas enzim-
enzim hati. Hal ini disebut induksi enzim. Sebaliknya dikenal pula
obat yang menghambat atau menginaktifkan enzim hati disebut
inhibisi enzim.
3) Jelaskan efek apa yang terlihat pada mencit setelah pemberian amfetamin
dan bagaimana gejala keracunan pada amfetamin
Jawaban :
Meningkatkan suhu tubuh, Kerusakan sistem kardiovaskular, Paranoia,
Meningkatkan denyut jantung, Meningkatkan tekanan darah, Menjadi
hiperaktif, Mengurangi rasa kantuk, Tremor, Menurunkan nafsu makan,
Euforia, Mulut kering, Dilatasi pupil, Mual, Sakit kepala, Perubahan
perilaku seksual .
23
4) Bila terjadi keracunan, obat apa yang daapat digunakan untuk
mengatasinya? Jelaskan
Jawaban :
Antidotum yaitu zat yang memiliki daya kerja bertentangan dengan
racun, dapat mengubah sifat kimia racun, atau mencegah absorbsi racun.
Jenis antidotum yang digunakan pada keracunan :
24
a. Obat yang tidak diabsorbsi dari penggunaan obat melalui oral.
b. Obat yang diekskresikan melalui empedu dan tidak direabsorbsi dari
usus.
Obat dapat diekskresikan melalui paru – paru, air ludah, keringat atau
dalam air susu. Obat dalam badan akan mengalami metabolisme dan
ekskresi. Maka dalam penggunaan obat pada pasien perlu diperhatikan
keadaan pasien yang fungsi hati atau ginjalnya tidak normal. Perlu
diketahui apakah obat yang diberikan dapat dimetabolismekan atau tidak,
rute ekskresinya dan sebagainya.Pengeluaran obat dari tubuh melalui
organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam
bentuk asalnya. Ekskresi suatu obat dan atau metabolitnya menyebabkan
penurunan konsentrasi zat berkhasiat dalam tubuh. Ekskresi dapat terjadi
bergantung pada sifat fisikokimia (bobot molekul, harga pKa, kelarutan,
tekanan gas) senyawa yang diekskresi, melalui :
ginjal (dengan urin)
empedu dan usus (dengan feses) atau
paru-paru (dengan udara ekspirasi)
25
8) Mekanisme CN !
Jawaban :
Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe+++).
Tubuh yang mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan menjadi
inaktif oleh cyanida. Yang paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif
dari dari sistem enzim cytochrom oksidase yang terdiri dari cytochrom a-
a3 komplek dan sistem transport elektron. Bilamana cyanida mengikat
enzim komplek tersebut, transport elektron akan terhambat yaitu
transport elektron dari cytochrom a3 ke molekul oksigen di blok. Sebagai
akibatnya akan menurunkan penggunaan oksigen oleh sel dan mengikut
racun PO2.Sianida dapat menimbulkan gangguan fisiologik yang sama
dengan kekurangan oksigen dari semua kofaktor dalam cytochrom dalam
siklus respirasi. Sebagai akibat tidak terbentuknya kembali ATP selama
proses itu masih bergantung pada cytochrom oksidase yang merupakan
tahap akhir dari proses phoporilasi oksidatif.Selama siklus metabolisme
masih bergantung pada sistem transport elektron, sel tidak mampu
menggunakan oksigen sehingga menyebabkan penurunan respirasi
serobik dari sel. Hal tersebut menyebabkan histotoksik seluler hipoksia.
Bila hal ini terjadi jumlah oksigen yang mencapai jaringan normal tetapi
sel tidak mampu menggunakannya. Hal ini berbeda dengan keracunan
CO dimana terjadinya jarinngan hipoksia karena kekurangan jumlah
oksigen yang masuk. Jadi kesimpulannya adalah penderita keracunan
cyanida disebabkan oleh ketidak mampuan jaringan menggunakan
oksigen tersebut.
9) Apakah perbedaan rute pemberina racun dan obat berpengaruh pada efek
toksin CN yang diamati? Jelaskan !
Jawaban: Intravena (IV) :
Suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yan sering
dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada
26
pilihan. Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh
karena itu menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini
memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas
kadar obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat
dalam saluran cerna, obat-obat yang disuntukkan tidak dapat diambil
kembali seperti emesis atau pengikatan dengan activated charcoal.
Suntikan intravena beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui
kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena
pemberian terlalu cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan
jaringan-jaringan. Oleh karena it, kecepatan infus harus dikontrol dengan
hati-hati. Perhatiab yang sama juga harus berlaku untuk obat-obat yang
disuntikkan secara intra-arteri.
27
menghilangkan toksisitas senyawa yang diabsorpsi.Sementara
keracunan adalah masuknya zat yang berlaku sebagai racun, yang
memberikan gejala sesuai dengan macam, dosis, dan cara
pemberiannya
28
DAFTAR PUSTAKA
Lu, Frank .1995.Toksikologi Dasar: asas, organ sasaran, dan penilaian risiko.
Penerjem hE-di Nugroho. Jakarta: UI-Press.
29