Anda di halaman 1dari 16

SEKOLAH SEBAGAI AGEN SOSIALISASI

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Pendidikan


Yang dibimbing oleh Andhita Risko Faristiana, S.Pd., M.A.

Disusun oleh :

Linda Nur Azizah (12212183062)

Zeni Febriana Sari (12212183076)

Ulfa Rifana (12212183079)

Mochammad Chayyan (12212183088)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

TADRIS KIMIA

November 2018
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik dan lancar.

Makalah ini disusun berdasarkan tugas dari proses pembelajaran yang


telah dititipkan kepada kelompok kami. Di dalam makalah ini membahas
mengenai “Sekolah Sebagai Agen Sosialisasi”. Diharapkan makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang sekolah sebagai agen
sosialisasi.

Pembuatan makalah ini juga tidak luput bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, maka dari itu kami ucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Andhita Risko Faristiana, S.Pd., M.A. Selaku dosen pengampu mata
kuliah yang memberikan materi pendukung, masukan serta bimbingan.
2. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah berjudul Sekolah
Sebagai Agen Sosialisasi.

Makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah kami.

Tulungagung, 06 November 2018

Penulis
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................2
A. Pengertian Sosialisasi 2
B. Sosialisasi Sekunder dan Formal4
C. Agen dan Cara Sosialisasi 6
BAB III...........................................................................................................................11
PENUTUP.......................................................................................................................11
A. Simpulan 11
B. Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada umumnya manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain, maka dengan
itu manusia memerlukan sebuah sosialisasi. Sosialisasi adalah sebuah cara
yang harus dilakukan agar manusia dapat mengerti dan mengetahui peran dan
norma agar manusia mampu berpartisipasi sebagai anggota kelompok
masyarakat.
Apabila telah mengetahui apa itu sosialisasi, maka harus tahu cara-cara di
dalam sosialisasi begitu juga agen-agen dalam bersosialisasi agar kita bisa
lebih mengenal sosialisasi dan tempat berlangsungnya sosialisasi. Kemudian
apabila sosialisasi dan agen-agen serta cara-caranya tidak berjalan dengan
baik, maka akan membuat orang itu tidak tahu apa-apa. Begitu juga orang
yang tahu sosialisasi tetapi tidak di jalankan sama saja tidak tahu apa-apa,
begitu sebaliknya. Agen-agen dan cara-cara sosialisasi itu bisa didefinisikan
sebagai isi dalam sosialisasi, dan menjadi tempat berlangsungnya sosialisasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sosialisasi?
2. Bagaimana terjadinya sosialisasi sekunder dan sosialisasi primer?
3. Bagaimana cara agen sosialisasi dalam bersosialisasi?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan pengertian dari sosialisasi.
2. Untuk mendeskripsikan terjadinya sosialisasi sekunder dan sosialisasi
primer.
3. Untuk menjelaskan cara agen sosialisasi dalam bersosialisasi.
2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sosialisasi
Sosialisasi adalah suatu proses yang digunakan untuk membantu para
individu maupun peserta didik dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, bagaimana ia hidup berinteraksi dan berpikir untuk dapat
berperan sesuai fungsinya.1
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau
nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah
kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai
teori mengenai peran karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran
yang harus dijalankan oleh individu.
Nasution menjelaskan bahwa sosialisasi merupakan proses bimbingan
individu ke dalam dunia sosial. Sosialisasi dilakukan dengan mendidik
individu tentang kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya, agar ia
menjadi anggota yang baik dan dalam berbagai kelompok khusus, sosialisasi
dapat dianggap sama dengan pendidikan.2
Abu Ahmadi juga menguraikan tentang proses sosialisasi. Pertama, proses
sosialisasi adalah proses belajar, yaitu suatu proses akomodasi di mana
individu menahan, mengubah implus-implus dalam dirinya dan mengambil
alih cara hidup dan kebudayaan masyarakat. Kedua,dalam proses sosialisasi,
individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, ola-pola nilai dan tingkah
laku, dan standart tingkah laku dalam masyarakat di mana dia hidup. Ketiga ,
semua sikap dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu
disusun dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan sistem dalam diri pribadi.3
Proses membimbing individu ke dalam dunia sosial disebut sosialisasi.
Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu tentang kebudayaan yang
harus dimiliki dan diikutinya, agar ia menjadi anggota yang baik dalam
masyarakat dan dalam berbagai kelompok khusus.

1
Binti Maunah, Sosiologi Pendidikan (Yogyakarta: Kalimedia, 2016), hal. 121.
2
Ali Maksum, Sosiologi Pendidikan (Malang: Madani, 2016), hal. 94.
3
Ali Maksum, Sosiologi Pendidikan (Malang: Madani, 2016), hal. 95.
3

Sosialisasi adalah soal belajar. Dalam proses sosialisasi individu belajar


tingkah laku, kebiasaan serta pola-pola kebudayaan lainnya, juga
keterampilan-keterampilan sosial seperti berbahasa, bergaul, berpakaian, cara
makan, dan sebagainya.4
Segala sesuatu yang dipelajari individu harus dipelajari dari anggota
masyarakat lainnya, secara sadar apa yang diajarkan oleh orang tua, saudara-
saudara, anggota keluarga lainnya dan di sekolah kebanyakan oleh gurunya.
Dengan tak sadar ia belajar ia belajar dengan mendapatlan informasi secara
insidental dalam berbagai situasi sambil mengamati kelakuan orang lain,
membaca buku, menonton televisi, mendengarkan percakapan orang, dan
sebagainya atau menyerap kebiasaan-kebiasaan dalam lingkungannya.
Seluruh proses sosialisasi berlangsung dalam interaksi individu dengan
lingkungannya.
Menurut Sosiolog dan Psikolog George Herbert Mead, tahapan sosialisasi
seorang melewati empat tahap dalam proses yang berbeda, dimana proses ini
nantinya saling berkaitan erat.
1. Tahap Persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dimulai sejak bayi lahir sampai tahap mengenali
lingkungan, baik suara, gerak ataupun hal yang lain namun belumlah
sempurna. Bayi akan mulai meniru gerakan maupun suara yang ia
dengar namun dengan bahasanya dan gayanya sendiri.
2. Tahap Meniru (Play Stage)
Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap persiapan, yaitu tahap
meniru dengan sempurna. Anak mulai meniru dengan tepat apa yang
orang sekeliling lakukan baik bicara maupun melakukan suatu hal.
Dalam tahap ini sudah bisa dilakukan komunikasi verbal maupun
secara batin karna disini mulai ada timbal balik komunikasi.
3. Tahap Bertindak (Game Play)
Tahap ini gaya meniru orang sudah jarang dilakukan, diganti
dengan bertindak atau melakukan sesuatu secara sadar, sudah bisa

4
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: PT Buni Aksara, 2011), hal. 126.
4

menjalin hubungan dengan kelompok, mulai menyadari posisinya


diluar lingkungan keluarga.
4. Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalized Stage)
Tahap ini sudah bisa dikatakan sebagai manusia yang dewasa,
mengetahui sepenuhnya normal yang berlaku di masyarakat, hukum,
agama, sosial, maupun yang lainnya. Dalam tahap ini sudah bisa
disebut sebagai warga Negara secara penuh.5
B. Sosialisasi Sekunder dan Formal
1. Pengertian sosialisasi sekunder
Menurut Berger dan Luckmann (1990: 187) , sosialisasi sekunder
adalah setiap proses selanjutnya yang mengimbas individu yang telah
disosialisasikan itu ke dalam sektor-sektor baru dari dunia objektif
masyarakat. Sosialisasi sekunder di kenal juga sebagai resosialisasi,
secara harfiah berarti sosialisasi kembali, yaitu suatu proses
mempelajari norma, nilai, sikap, dan perilaku baru agar sepadan dengan
situasi baru yang mereka hadapi dalam kehidupan (Henslin, 2007: 79).
Sementara menurut Robert M.Z Lawang dalam Murdiyatmoko
(2007:103) sosialisasi sekunder merupakan jenis sosialisasi yang telah
terjadi setelah sosialisasi primer berlangsung sampai akhir hayatnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sosialisasi sekunder adalah suatu proses
sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer (usia anak sekitar 0-4
tahun) yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu
dalam masyarakat.
Bentuk- bentuk dari sosialisasi sekunder yaitu resosialisasi dan
desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu
identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi
seseorang mengalami ‘pencabutan’ identitas diri yang lama.
Resosialisasi yang didahului desosialisasi, yaitu proses “pencabutan”
diri yang dimiliki seseorang, merupakan resosialisasi yang bersifat
sangat kuat dan keras. Resosialisasi ini berlangsung dalam institusi total
(total institutions), yaitu suatu tempat dimana sejumlah orang terputus

5
Ali Maksum, Sosiologi Pendidikan (Malang: Madani, 2016), hal. 95.
5

dari masyarakat untuk jangka waktu tertentu hidup bersama dan hampir
sepenuhnya berada di bawah pengendalian para pejabat yang mengelola
tempat tersebut secara formal seperti penjara, biara, dan kamp pelatihan
tentara (Goffman, 1961). Orang yang telah dinyatakan bersalah,
misalnya, oleh karena itu, dia dimasukkan ke dalam penjara. Maka
proses dari orang bebas menjadi orang terpenjara dapat dinyatakan
sebagai bentuk dari proses “pencabutan” diri yang dimiliki seseorang.6
Resosialisasi dapat terjadi dalam bentuk sosialisasi antisipatoris,
yaitu sosialisasi yang terjadi bagi orang yang akan memainkan suatu
peran yang baru. Belajar memainkan peran sebelum memegang
peranan tersebut terjadi dalam berrbagai aktivitas masyarakat,
misalnya magang dalam suatu jabatan sebelum seseorang benar-benar
menduduki jabatan tersebut atau menjalani masa uji coba sebelum
diterima sebagai pegawai tetap atau mengikuti orientasi mahasiswa
baru di suatu perguruan tinggi. Sosialisasi antisipatoris berulang kali
dialami dalam kehidupan kita: setelah selesai pada suatu jenjang
pendidikan masuk ke jenjang pendidikan baru (dari sekolah menengah
atas ke perguruan tinggi), dari dunia pendidikan ke dunia kerja, dari
masa lajang ke jenjang perkawinan, dari dunia kerja ke dunia
pensiunan, dan sebagainya.7
2. Pengertian sosialisasi formal
Sosialisasi formal merupakan sosialisasi yang terjadi melalui
lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku
dalam negara. Sosialisasi formal lebih mengarah kepada pertumbuhan
pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
lingkungannya. Dalam lingkungan formal, seperti di sekolah, seorang
siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru
dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami
prosees sosialisasi. Dengan adanya prosess sosialisasi tersebut, siswa
akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga
diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya
6
Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2011), hal 67-68.
7
Ibid, hal 68.
6

sendiri. Misalnya apakah saya ini termassuk anak yang baik dan
disukai oleh teman atau tidak? Apakah perilaku saya sudah pantas atau
tidak?.8
Sistem pendidikan formal yaitu sekolah untuk membentuk
karakter pribadi, yang cerdas, pintar, kreatif, inovatif, berbudi pekerti,
mandiri, dan penuh tanggung jawab, diperlukan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Sekolah adalah lembaga yang dirancang
untuk pengajaran siswa di bawah pengawasan guru. Sekolah juga
diarrtikan sebagai lembaga yang dirancang untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang cerdas, pandai, dan terampil. Sekolah
merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik
melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam
rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya,
baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional,
maupun sosial.

C. Agen dan Cara Sosialisasi


1. Keluarga
a. Penguasaan diri
Masyarakat menuntut penguasaan diri pada anggota-
anggotanya. Proses mengajar anak untuk menguasai diri ini di
mulai pada orang tua melatih anak untuk memelihara kebersihan
dirinya. Ini merupakan tuntunan sosial pertama yang dialami oleh
anak untuk latihan penguasaan diri. Tuntunan penguasasan diri ini
berkembang, dari yang bersifat fisik kepada penguasaan diri
secara emosional. Anak harus menahan kemarahannya terhadap
orang tua atau saudara-saudaranya. Tuntunan sosial yang
menuntut agar anak menguasai diri merupakan pelajaran yang
berat bagi anak.

8
Andi M. Rusdi Maidin, Model Kepemimpinan Uwatta dalam Komunitas Tolotang Benteng
(Makassar: CV Sah Media, 2017) hal 39.
7

b. Nilai-nilai
Bersamaan dengawn latihan penguasaan diri ini kepada
anak diajarkan nilai-nilai. Sambil melatih anak menguasai diri
agar permainannya dapat dipinjamkan kepada temannya,
kepadanya dijarkan nilai kerjasama. Sambil mengusai diri agar
tidak bermain-main dahulu sebelum menyelesaikan pekerjaan
rumahnya, kepadanya diajarkan tentang nilai sukses dalam
pekerjaan.
c. Peranan-peranan sosial
Mempelajari peranan-peranan sosial ini terjadi melalui
interaksi sosial dalam keluarga. Setelah dalam diri anak
berkembang kesadaran diri sendiri yang membedakan dirinya
dengan orang lain, dia mulai mempelajari peranan-peranan sosial
yang sesuai dengan gambaran tentang dirinya9.
2. Sekolah
a. Transmisi kebudayaan
Di sekolah, anak tidak hanya mempelajari pengetahuan dan
ketrampilan, melainkan juga sikap, nilai-nilai dan norma-norma.
Sebagian besar sikap dan nilai-nilai itu dipelajari secara informal
melalui situasi formal di kelas dan di sekolah.
b. Memilih dan mengajarkan peranan sosial
Tugas utama pendidikan sekolah sekarang ialah
mengajarkan bagaimana caranya belajar, kepada anak di berikan
pengetahuan kunci dan motivasi belajar yang memungkinkan
mereka belajar terus sepanjang hidupnya setela menyelesaikan
pendidikannya pada sesuatu jenjang pendidikan formal.
c. Integrasi sosial
Massyarakat Indonesia mengenal macam-macam suku
bangsa masing-masing dengan adat istiadatnya sendiri bermacam-
macam bahasa daerah, agama, pandangan politik, dan berbeda-
beda taraf perkembangannya. Sebab itu tugas pendidikan sekolah

9
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2004) hal. 176.
8

yang taerpenting ialah ,menjamin integrasi sosial. Cara menjamin


integarasi sosial ialah :
1) sekolah mengajarkan bahasa nasional, yaitu bahasa
Indonesia
2) sekolah mengajarkan pengalaman-pengalaman yang sama
kepada anak melalui keseragaman kurikulum dan buku-
buku pelajaran dan buku bacaan di sekolah.
3) Sekolah mengajarkan kepada anak corak kepribadiaan
nasional melalui pelajaran sejarah, dan geografi nasional,
upacara-upacara benderaw, peringatan hari besar nasional,
lagu besar nasional dan sebagainya. Pengenalan
kepribadiaan nasional itu akan menimbulkan perasaan
nasionalisme, perasaan nasionalisme itu akan
membangkitkan patriotisme.
d. Inovasi sosial
Melalui pendidikan di sekolah kepada masyarakat
disekelilingnya sekolah mengajarkan tentang kesehatan
lingkungan, gizi, kebiasaan menabung, pembaharuan cara bertani,
cara bekerja yang lebih efisien, dan lain sebagainya.
e. Perkembangan kepribadiaan anak
Pendidikan sekolah memperhatikan perkembangan watak
anak melalui latihan kebiasaan dan tata tertib, pendidikan agama
dan budi pekerti, dan sebagainya. Dari penjelasan tersebut dapat
di simpulkan bahwa pendidikan sekolah berfungsi
memperkembangkan kepribadiaan anak secara keseluruhan.
f. Kebudayaan sekolah
Sekolah merupakan salah institusi sosial yang
mempengaruhi proses sosialisasi dan berfungsi mewariskan
kebudayaan kepada anak. Sekolah sebagai system sosial yang
mempunyai orgasisai yang unik dan pola relasi sosial di antara
para anggotanya yang bersifat unik.
9

Unsur-unsur penting kebudayaan sekolah :


1) Letak lingkungan, dan prasarana fisik sekolah
2) Kurikulum sekolah yang memuat gagasan-gagasan maupun
fakta-fakta yang menjadi keseluruhan program pendidikan
3) Pribadi-pribadi yang merupakan warga sekolah yang terdiri
atas siswa, guru, dan tenaga administrasi
4) Nilai-nilai norma, system peraturan, dan iklim kehidupan
sekolah.
g. Pendidikan sekolah dan mobilitas sosial
Mobilitas sosial ialah gerakan individu dari suatu posisi
sosial ke posisi sosial yang lain dalam suatu struktur sosial. Cara
yang dapat ditempuh untuk mengatasi mobilitas sosial dalam
dunia pendidikan adalah demokrasi pendidikan. Demokrasi
pendidikan di bedakan menjadi dua, yaitu demokrasi pendidikan
dalam arti vertikal dan horisontal .
Sistem pendidikan dapat dikatakan demokratik dalam arti
vertikal apabila system tersebut dapat memberikan kesempatan
yang sama kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan
sekolah yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.
Sedangkan demokratik dalam arti horisontal apabila sistem
tersebut memberikan kesempatan kepada semua warga negara
untuk mendapatkan pendidikan sekolah. Arah dari pelaksanaan
demokratisasi ini adalah kewajiban belajar10.
3. Kelompok Sebaya
Sosialisasi dalam kelompok sebaya dilakukan dengan cara
mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan
dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain anak dapat
mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang
kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan11.

10
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 182
11
Ali Maksum, Sosiolosi Pendidikan (Malang: Madani, 2016), hal. 101.
10

4. Media Masssa
Media massa merupakan sarana dalam proses sosialisasi karena
media massa memberikan informasi yang dapat menambah wawasan
untuk menambahi keberadaan manusia dan berbagai permasalahan yang
ada di lingkungan sekitar, besarnya pengaruh media massa sangat
bergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan12.

12
Ali Maksum, Sosiolosi Pendidikan (Malang: Madani, 2016), hal. 101.
11

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Sosialisasi adalah suatu proses yang digunakan untuk membantu
para individu maupun peserta didik dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, bagaimana ia hidup berinteraksi dan berpikir untuk dapat
berperan sesuai fungsinya. Menurut Sosiolog dan Psikolog George Herbert
Mead, tahapan sosialisasi seorang melewati empat tahap dalam proses
yang berbeda, dimana proses ini nantinya saling berkaitan erat, yaitu :
tahap persiapan, tahap meniru, tahap bertindak, tahap penerimaan norma
kolektif.
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah
sosialisassi primer (usia anak sekitar 0-4 tahun) yang memperkenalkan
individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Bentuk- bentuk
dari sosialisasi sekunder yaitu resosialisasi dan desosialisasi. Sedangkan
sosialisasi formal merupakan sosialisasi yang terjadi melalui lembaga-
lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara.
Sosialisasi formal lebih mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya.
Agen sosialisasi keluarga dilakukan dengan cara penguasaan diri,
nilai-nilai dan peranan-peranan sosial. Agen sosialisasi sekolah dengan
cara transmisi kebudayaan, memilih dan mengajarkan peranan sosial,
integrasi sosial, inovasi sosial, perkembangan kepribadiaan anak, dan lain-
lain. Agen sosialisasi kelompok sebaya dilakukan dengan cara
mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan
dirinya. Agen sosialisasi media memberikan informasi yang dapat
menambah wawasan untuk menambahi keberadaan manusia dan berbagai
permasalahan yang ada di lingkungan sekitar.
12

B. Saran
Dari pembahasan di atas telah dipaparkan mengenai sekolah
sebagai agen sosialisasi. Tentunya diharapkan pembaca bisa memahami isi
makalah ini. Namun disadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna karena sumber dan pengetahuan yang masih terbatas. Maka dari
itu penulis senantiasa menerima masukan, saran dan kritik dari pembaca
yang bersifat membangun demi perbaikan makalah-makalah berikutnya.
13

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.


Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Maidin, Andi M. Rusdi. 2017. Model Kepemimpinan Uwatta dalam Komunitas
Tolotang Benteng. Makassar: CV Sah Media.
Maksum, Ali. 2016. Sosiologi Pendidikan. Malang: Madani.
Maunah, Binti. 2016. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Kalimedia.
Nasution, S. 2011. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Buni Aksara.

Anda mungkin juga menyukai