Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH TEORI AKUNTANSI

LIABILITIES
Tugas ini ditujukan untuk memenuhi salah satu nilai Mata Kuliah Teori Akuntansi

Disusun :
 Ersa Apriandini/18221006
 Irna Nahriyyah/18221026
 Michael Cristian/18221024
 Rahayu Utami/18221048

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS INFORMATIKA DAN BISNIS


INDONESIA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Liabities atau kewajiban ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Ibu Astari Dianty, S.E,M.Ak. padaMata Kuliah Teori Akuntansi. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Liabilities atau
Kewajibanbagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Astari Dianty, S.E,M.Ak.


selakudosen MataKuliah Teori Akuntansi yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 06 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1 Pengertian.......................................................................................................2
2.2 Karakteristik Utama Kewajiban.....................................................................3
2.2.1 Pengorbanan Manfaat Ekonomik............................................................3
2.2.2 Keharusan Sekarang................................................................................3
2.2.3 Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu................................................4
2.2.3.1 Hak – Kewajiban Takbersyarat............................................................5
2.3 Karakteristik Pendukung................................................................................6
2.3.1 Keharusan membayar kas.......................................................................6
2.3.2 Identitas terbayar jelas............................................................................6
2.3.3 Berkekuatan hukum................................................................................6
2.4 Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian.........................................................7
2.4.1 Pengakuan...............................................................................................7
2.4.2 Pengukuran..............................................................................................9
2.4.2.1 Kewajiban Dalam Pembelian Kredit..................................................10
2.4.2.2 Diskun dan Premium Utang Obligasi...............................................10
2.4.2.3 Makna Harga Efektif Obligasi...........................................................10
2.4.2.4 Diskun Obligasi..................................................................................11
2.4.2.5 Premium Obligasi..............................................................................11
2.4.2.6 Kewajiban Moneter dan Nonmoneter................................................12
2.4.3 Penilaian................................................................................................13
2.4.3.1 Pelunasan...........................................................................................14
2.4.3.2 Transfer asset finansial.......................................................................15
2.4.3.3 Pelunasan sebelum jatuh tempo.........................................................15
2.4.3.4 Utang Terkonversi..............................................................................16
2.4.3.5 Pembebasan Substantif......................................................................18
2.5 Penyajian......................................................................................................19

ii
2.6 Hak Mengkompensasi..................................................................................20
BAB III PENUTUP...............................................................................................21
3.1 Kesimpulan..................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iv

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seperti aset, kewajiban merupakan elemen neraca yang akan membentuk
informasi semantik berupa posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen yang
lain yaitu aset dan ekuitas atau pos-pos rianciannya. Kewajiban mempresentasikan
sebagian sumber dana dari aset badan usaha berupa potensi jasa (manfaat) fisis
dan non-fisis yang memampukannya untuk menyediakan barang dan jasa.
Kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari
kontrak mengingat atau peraturan perundangan. Tugas atau tanggung jawab untuk
bertindak atau melakukan sesuatu pengorbanan ekonomis yang harus dilakukan
perusahaan karena tindakan atau transaksi sebelumnya.
Pengorbanan ekonomis dapat berbentuk penyerahan utang, aktiva lain
jasa-jasa, atau melakukan pekerjaan tertentu. Tindakan atau transaksi sebelumnya
itu dapat berupa uang, barang atau jasa, diakunya sebagai suatu beban atau
kerugian.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Liabilities atau Kewajiban?
2. Apa saja karakteristik dari Liabilities atau Kewajiban?
3. Bagaimana mengukur jumlah rupiah ketika penanggungan dan pelunasan?
4. Bagaimana kaidah pengakuan/penanggungan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tugas kelompok dari Mata Kuliah Teori Akuntansi
2. Untuk mengetahui lebih jelas Liabilities atau Kewajiban
3. Untuk mengetahui Karakteristik Liabilities atau Kewajiban
4. Untuk mengetahui pengukuran, pengakuan dan penilaian terhadap
kewajiban

1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
FASB mendefinisikan kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai
berikut (SFAC No.6, prg.35): ”Liabilities are probable future sacrifices of
economic benefits arising from present obligations of a particular entity to transfer
assets or provide services to other entities in the future as a result of past
transactions or events”. (Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa
datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kestuan usaha
untuk mentransfer aset atau menyediakan/meneyrahkan jasa kepada kesatuan lain
dimasa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu).
IASC mendefinisikan kewajiban sebagai berikut: “A liabilities is a present
obligation of the enterprise arising from past events, the settlement of which is
expected to result in an aoutflow from the enterprise resources embodying
economic benefit.” (Liabilitas adalah kewajiban kini dari perusahaan yang timbul
dari peristiwa masalalu, penyelesaian yang diharapkan dapat menghasilkan arus
keluar dari sumber daya perusahaan dalam mewujudkan manfaat ekonomi).
AASB mendefinisikan kewajiban sebagai berikut: “Liabilites are the
future sacrifices of service potential or future economic benefits that the is
presently obligated to make to other entities as a result of past transaction or other
past events.” (Kewajiban adalah pengorbanan masa depan atas potensi jasa atau
manfaat ekonomi masa depan bahwa entitas saat ini wajib kepada entitas lain
sebagai akibat transaksi masa lalu atau peristiwa masa lalu lainnya.
APB No 4 mendefinisikan kewajiban dalam dua kata kunci yaitu
economic obligations yang dihubungkan dengan generally accepted accounting
principles (GAAP). Ini berarti pengertian kewajiban menurut APB No 4 yaitu
kewajiban ekonomi perusahaan yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Kewajiban juga mencakup kredit tangguhan
tertentu yang tidak kewajiban tapi yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum.

2
2.2 Karakteristik Utama Kewajiban
2.2.1 Pengorbanan Manfaat Ekonomik
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat suatu
tugas (duty) atau tanggungjawab (responsibility) kepada pihak lain yang
mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan atau melaksanakan
dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup pasti di masa datang.
Pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan dalam bentuk transfer atau
penggunaan aset kesatuan usaha.
Transfer manfaat ekonomik pada pemilik (pemegang saham) tidak
termasuk dalam pengertian pengorbanan sumber ekonomik masa datang yang
membentuk kewajiban karena untuk menjadi kewajiban pengorbanan tersebut
harus bersifat memaksa dan bukan atas dasar kebijakan atau keleluasan
manajemen untuk memutuskan baik dalam hal jumlah rupiah maupun dalam saat
transfer.
Bahwa pengorbanan rkonomik harus dikaitkan dengan pihak lain berarti
bahwa kewajiban hanya dapat terjadi antar kesatuan usaha atau paling tidak
melibatkan kesatuan usaha yang lain.

2.2.2 Keharusan Sekarang


Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik
masa datang harus timbul akibat keharusan (obligations atau duties) sekarang.
Pengertian “sekarang” (present) dalam hal ini mengacu pada dua hal: waktu dan
adanya.
Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan (neraca). Artinya, pada
tanggal pelaporan neraca kalu perlu atau kalau dipaksakan (secara yuridis, etis,
atau rasional) pengorbnan sumber ekonomik harus dipenuhi karena keharusan
untuk itu telah ada. Pengertian kewajiban mencakupi beberapa keharusan,
diantaranya :
a. Keharusan Kontraktual
Keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum yang di
dalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan usaha dinyatakan secara eksplisit
atau implisit dan mengikat.
3
b. Keharusan Konstruktif
Keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam rangka
menjalankan dan memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang disebut
praktik usaha yang baik (best business practices) atau etika bisnis
(business ethics) dan bukan memenuhi kewajiban yuridis.
c. Keharusan Demi Keadilan
Keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi
perusahaan semata-mata karena panggilan etis atau moral daripada karena
perturan hukum atau praktik bisnis yang sehat.
d. Keharusan Bergantung atau Bersyarat
Keharusan yang pemenuhannya (jumlah rupiahnya atau jadi-tidaknya
dipenuhi) tidak pasti karena bergantung pada kejadian masa datang atau
terpenuhinya syarat-syarat tertentu di masa datang.

2.2.3 Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu


Kriteria ini sebenarnya menyempurnakan kriteria keharusan sekarang
(present obligation) dan sekaligus sebagai tes pertama (first-test) pengakuan suatu
pos sebagai kewajiban tetapi tidak cukup untuk mengakui secara resmi dalam
sistem pembukuan. Untuk mengakui sebagai kewajiban, selain definisi, kriteria
yang lain (keterukuran, keberpautan, dan keterandalan) juga harus dipenuhi.
Transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi tetapi
bukan kriteria untuk pengakuan.
Transaksi masa lalu yang dimaksud disini adalah transaksi yang
menimbulkan keharusan sekarang telah terjadi. Sebagai contoh, karena
perusahaan mendapat pinjaman bank (dengan kontrak) keharusan sekarang berupa
keharusan kontraktual timbul pada akhir perioda akuntansi (berupa pokok
pinjaman dan bunga) yang menuntut pengorbanan sumber ekonomik masa datang
(suatu saat setelah akhir perioda tersebut).
Untuk memenuhi definisi kewajiban, keharusan sekarang harus didahului
transaksi atau kejadian masa lalu. Kebanyakan kewajiban terjadi karena adanya
transaksi pertukaran antara kesatuan usaha dan kesatuan usaha lainnya. anggaran
4
pembelian suatu mesin yang telah disetuji disertai jadwal pembelian dan
pembayaran mempunyai implikasi pengorbanan sumber ekonomik dimasa datang.
Akan tetapi, anggaran tidak menimbulkan keharusan sekarang atau kewajiban
meskipun persetujuan anggaran dapat dipandang sebagai kejadian masa lalu.

2.2.3.1 Hak – Kewajiban Takbersyarat


Konsep hak-kewajiban takbersyarat menyatakan “tidak ada hak tanpa
kewajiban dan sebaliknya tidak kewajiban tanpa hak.” Secara teknis, konsep ini
diartikan bahwa hak atau kewajiban timbul bila salah satu pihak telah berbuat
sesuatu (to perform). Kontrak-kontrak semacam ini dikenal dengan nama kontrak
saling-mengimbangi takbersyarat (unconditional offsetting contracts) atau kontrak
eksekutori (executory contracts).
Transaksi atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menandai saat,
titik atau tanggal pengakuan hak dan kewajiban dalam suatu kontrak memang
sangat pelik. Dalam hal kontrak, Most (1982, hlm. 352) menunjukkan bahwa titik
atau saat tersebut dapat berupa:
1. Tanggal kontrak ditandatangani.
2. Tanggal obejak kontrak telah diperoleh salah satu pihak
3. Tanggal objek ontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak
4. Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain
5. Tanggal objek kontrak telah diserahkan
6. Tanggal telah diterima/dibayarnya uang muka, kalau ada
7. Dalam kasus kontrak konstruksi jangka panjang:
 Suatu titik selama konstruksi berjalan
 Pada saat konstruksi dimulai
Saat penentuan transaksi masa lampau perlu dipertimbangkan bagaimana
kondisi yang melingkupi suatu kontrak. Selanjutnya, Most mengemukakan hal
yang harus dipertimbangkan untuk memilih saat yang tepat, yaitu:
a. Pemenuhan definisi aset dan kewajiban.
b. Kekuatan mengikat (firmness of the commitment) yaitu seberapa kuat
bahwa pelaksaan kontrak tidak dapat dibatalkan
5
c. Kebermanfaatan bagi keputusan

2.3 Karakteristik Pendukung


2.3.1 Keharusan membayar kas
Adanya pengeluaran kas merupakan hal penting untuk mengaplikasi
definisi kewajiban karena dua hal yaitu: (1) sebagai bukti adanya suatu kewajiban
dan (2) sebagai pengukur atribut atau besarnya kewajiban yang cukup objektif.

2.3.2 Identitas terbayar jelas


Keharusan sekarang pengorbanan sumber ekonomik di masa datang telah
ada dan bukan siapa yang harus dilunasi atau dibayar. Akan tetapi, pada saat
pelunasan kewajiban, terbayar dengan sendirinya harus teridentifikasi.

2.3.3 Berkekuatan hukum


Memang pada umumnya, keharusan suatu entitas untuk mengorbankan
manfaat ekonomik timbul akibat klaim yiridis (legal claims) yang mempunyai
kekuatan memaksa. Adanya daya paksa yiridis hanya menunjukkan bahwa
kewajiban tersebut memang ada dan dapat dibuktikan secara yuridis material.
Meskipun demikian, daya paksa yang melekat pada klaim-klaim hukum bukan
merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya kewajiban. Keharusan
melakukan pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak harus timbul dari
desakan pihak eksternal tetapi dari minat atau kebijakan internal manajemen.
Itulah sebabnya kewajiban mencakupi pengorbanan sumber ekonomik masa
depan yang timbul akibat keharusan konstruktif dan demi keadilan.
Definisi Kewajiban Sebagai Bayangan Cermin Definisi Aset

6
2.4 Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian
Kalau aset yang direpresentasi oleh kos mengalami tiga tahap perlakuan
(pemerolehan, pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga
mengalami tiga tahap perlakuan yaitu: penanggungan (pengakuan terjadinya),
penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian). Dalam hal kewajiban, penelusuran
berarti penentuan status dan jumlah rupiah (kos) kewajiban setiap saat. Penentuan
kos setiap saat (termasuk pada tanggal neraca) dapat disebut dengan penilaian
kewajiban. begitu terjadi dan dicatat atau diakui, kewajiban akan tetap menjadi
kewajiban sampai kesatuan usaha menyelesaikannya, atau sampai adanya
transaksi atau kejadian yang membatalkan atau yang membebaskan kesatuan
usaha dari keharusan untuk melunasinya.

2.4.1 Pengakuan
Kam (1990, hlm.109) membedakan antara kaidah pengauan dan kriteria
pengakuan (recognition criteria). Kam mengajukan empat kaidah pengakuan
untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu :
1. Ketersediaan dasar hukum
Telah disebutkan bahwa ketersediaan dasar hukum yang menimbulkan
daya paksa hanya merupakan karakteristik pendukung definisi kewajiban.
Jadi, kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila
terdapat bukti substantif adanya keharusan konstruktif atau demi keadilan.

7
2. Keterterapan konsep dasar konservatisma
Kaidah ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan-
keadaan tertentu yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat
memicu pengakuan kewajiban. Implikasi dianutnya konsep konservatisma
adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak demikian dengan untung.
3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi
Substansi suatu transaksi dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban
yang timbul ketika transaksi terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual
kewajiban baru akan mengikat secara berkala pada saat keharusan
sekarang timbul. Kaidah ini berkaitan dengan masalah relevansi informasi.
4. Keterukuran nilai kewajiban
Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas
keterandalan infromasi. Definisi kewajiban mengandung kata cukup pasti
(probable) yang mengacu tidak hanya pada terjadinya pengorbanan
sumber ekonomik masa datang tetapi juga pada jumalah rupiahnya.
Yang menjadi masalah teknis adalah kapan keempat kaidah diatas
diepnuhi. Hendriksen dan van Breda (1991, hlm.675-676) menunjukkan saat-saat
untuk mengakui kewajiban yaitu:
a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban
telah mengikat
b. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi
biaya belum dicatat sebagai aset sebelumnya.
c. Bersamaan dengan pengakuan aset.
d. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses
penyesuaian.
Pengakuan Kewajiban Bergantung
FASB memberi contoh keadaan – keadaan kebergantungan rugi (loss
contingencies) yang berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut
(SFAC No. 5, prg.4)
a. Ketertagihan piutang usaha.
b. Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk.
8
c. Risiko rugi atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat
kebakaran, ledakan, dan bahaya lainnya.
d. Ancaman pengambilalihan aset aset oleh pemerintah.
e. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan.
f. Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau mungkin
(possible) terjadi.
g. Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi
kerugian dan kecelakaan dan perusahaan reasuransi.
h. Jaminan terhadap utang pihak lain.
i. Keharusan bank komersial dalam ikatan standby letters of credit.
j. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau aset yang terkait yang
telah dijual.

2.4.2 Pengukuran
Pengakuan dilakukan setelah suatu kewajiban terukur dengan cukup pasti.
Penentuan kos kewajiban pada saat terjadinya parallel dengan pengukuran asset.
Terjadinya kewajiban pada umumnya disertai dengan pemerolehan asset atau
timbulnya biaya. Pemerolehan asset dapat berupa penguasaan barang dagangan
atau asset nonmoneter lainnya yang terjadi dari transaksi pembelian. Pemerolehan
asset dapat juga berupa kas yang terjadi dari transaksi peminjaman (penerbitan
obligasi) atau penerimaan uang muka untuk barang atau jasa. Oleh karena itu,
pengukuran yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat
terjadinya adalah penghargaan sepakatan (measured considerations) dalam
transaksi-transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa
datang. Jadi, konsep dasar penghargaan berlaku baik untuk asset maupun untuk
kewajiban. Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup
material sehingga jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama dengan jumlah
rupiah pengorbanan sumber ekonomik (kas) masa datang. Dengan kata lain, untuk
kewajiban jangka pendek, kos pendanan (financing cost) atau kos penundaan
(bunga sebagai nilai waktu uang) dianggap tidak material.

9
Penghargaan sepakatan suatu kewajiban merefleksi nilai setara uang atau
nilai sekarang (current value) kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber
ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya. Dengan demikian,
basis pencatatan kewajiban adalah nilai setara tunai bukan nilai nominal utang.

2.4.2.1 Kewajiban Dalam Pembelian Kredit


Dasar pengukuran aset yang paling onjektif adalah kos tunai (cash cost)
atau kos tunai implisit (implied cash cost). Karena kewajiban merupakan
bayangan cermin aset, pengukurannya juga mengikuti pengukuran aset.

2.4.2.2 Diskun dan Premium Utang Obligasi


Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai
jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligsi baik bagi penerbit maupun
kreditor. Dasar pengukuran demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu kontrak
utang dengan ketentuan pembayaran bunga periodic dan pokok pinjaman pada
akhir jangka kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang dan aset untuk dasar
pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos tunai implisit.
Dalam hal obligasi jangka panjang, jumlah rupiah uang yang diterima oleh
penerbit dan yang dibayarkan oleh kreditor pada saat penerbitan hanyalah
merupakan bagian kecil dari jumlah rupiah total yang terlinat dalam kontrak
obligasi. Jumlah total rupiah ini adalah jumlah seluruh rupiah pembayaran-
pembayaran masa datang (bunga periodik dan nominal obligasi). Pembayaran
masa datang ini sebenarnya terdiri atas dua unsur yaitu (1) nilai sekarang
pembayaran Bunga periodik dan nilai sekarang nominal obligasi dan (2) bunga
efektif yang terlibat dalam penentuan harga obligasi tersebut.

2.4.2.3 Makna Harga Efektif Obligasi


Kalau kos utang dan aset dicatat sebesar nominal pada saat terjadinya,
jelas kos tersebut tersaji lebih (overstated). Dalam hal ini, selisih nominal dengan
penghargaan sepakatan merupakan diskun obligasi. Bagi penerbit obligasi,
perhitungan biaya bunga menjadi tidak lengkap (tepat) apabila tidak
memperhatikan kedua proses diatas (perhitungan bunga periodic dan akumulasi

10
diskun). Jumlah rupiah utang obligasi tiap saat ( keharusan saat itu) sebelum jatuh
tempo akan terlalu besar apabila dinyatakan sebesar nominalnya.

2.4.2.4 Diskun Obligasi


Diskun obligasi yang belum diamortisasi bukan merupakan suatu rugi
karena aset yang diperoleh sebelumnya tidak ada yang berkurang atau menguap
(dissipation). Tia juga bukan aset karena tidak ada pengeluaran yang
mengakibatkan bertambahnya aset fisis sebesar jumlah rupiah diskun tersebut.
Kalau demikian, simpulan yang pasti adalah bahwa diskun utang obligasi pada
waktu penerbitan adalah suatu jumlah rupiah debit yang menunjukkan biaya
bunga yang harus dibayar pada tanggal jatuh tempo. Dengan demikian, diskun
tersebut harus dilaporkan dalam neraca sebagai pengurang nilai nominal (jatuh
tempo) utang obligasi. Jadi, akun diskun obligasi merupakan merupakan akun
penilaian (valuation account) terhadap akun utang obligasi yang memuat nilai
nominal utang. Juga tidak tepat mengartikan diskun utang obligasi sebagai “bunga
dibayar dimuka” (prepaid interst) karena memang belum dibayar. Diskun obligasi
sebenarnya merupakan bunga yang “belum dibayar”, yaitu bagian bunga efektif
total yang baru akan dibayar pada saat utang obligasi jatuh tempo.

2.4.2.5 Premium Obligasi


Premium yang dibayarkan investor untuk obligasi merupakan unsur dari
jumlah rupiah utang perusahaan. Bersamaan dengan berjalannya waktu mendekati
jatuh tempo, jumlah rupiah bagian utang yang merupakan premium harus
diamortisasi secara sistematik dengan cara memisahkan dari penghargaan
sepakatan bagian yang diperhitungkan sebagai pembayaran “bunga” periodic.
Mengartikan premium obligasi sebagai “pendapatan tangguhan” (deferred
income) jelas tidak tepat karena secara konseptual pendapatan atau laba tidak
timbul dari proses pemerolehan utang. Pendapatan hanya timbul dari kegiatan
pembentukan pendapatan (earning process). Atas dasar konsep kontinuitas usaha,
premium obligasi yang belum diamortisasi adalah benar-benar merupakan utang
dan jumlah amortisasi periodic adalah merupakan penyesuaian (pengurang)
terhadap biaya bunga dan bukannya merupaka elemen pendapatan. Tanpa
penyesuaian ini bunga periodic akan menjadi tersaji lebih (overstated).
11
2.4.2.6 Kewajiban Moneter dan Nonmoneter
Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber
ekonomik masa datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti
(baik jumlah tunggal maupun beberapa pembayaran secara berkala). Secara
konseptual, pada saat terjadinya, kewajiban moneter diukur atas dasar nilai
diskunan pembayaran kas masa datang (discounted future cash outflows). Hal ini
berlaku khususnya untuk kewajiban moneter jangka panjang. Untuk kewajiban
moneter jangka pendek, kewajiban dapat diukur atas dasar nilai nominal (face
value) berdasarkan konsep dasar materialitas. Termasuk dalam pengertian
kewajiban moneter adalah penerimaan dimuka (advances) yang akan
dikompensasi dengan pembelian barang dan jasa dimas datang. Disebut kewajiban
moneter karena kalau pembelian barang dan jasa batal, uang muka tersebut harus
dikembalikan.
Kewajiban nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan
jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena
penerimaan pembayaran dimuka untuk barang dan jasa tersebut. Bila pembayaran
dimuka penuh, kewajiban nonmoneter diukur atas dasar pembayaran tersebut
yang menunjukkan harga yang disepakati untuk barang dan jasa. Pembayaran
penuh muka tersebut sebenarnya merepresentasi jumlah untuk menutup kos
barang dan jasa yang akan diserahkan dan laba. Jumlah yang digunakan untuk
menutup kos itulah yang murni merupakan kewajiban sedangkan jumlah untuk
menutup laba merupakan laba tangguhan (deferred income) yang tidak dapat
disebut kewajiban karena tidak memenuhi definisi kewajiban.
Bila kos barang dan jasa merupakan unsur yang dominan, pembayaran
dimuka dapat dianggap seluruhnya menimbulkan kawajiban (sebagai kewajiban
lancar). Akan tetapi, kalau kos merupakan unsur yang kecil dari seluruh harga jual
barang dan jasa, pembayaran dimuka dapat dianggap seluruhnya menimbulkan
kredit atau pendapatan tangguhan atau pendapatah takterhak (unearned revenue)
yang merupakan kewajiban non keharusan. Keduanya masih memenuhi definisi
kewajiban karena adanya kaharusan untuk menyerahkan barang dan jasa.
Perlakuan ini secara konseptual lebih didukung dari pada pemisahan uang muka

12
menjadi komponen kos (merepresentasi kewajiban) dan laba. Berikut argument-
argumen yang mendukung :

a. Keharusan menyerahkan barang dan jasa merupakan bagian dari operasi


perusahaan secara keseluruhan sehingga barang dan jasa dinyatakan dalam
harga jual dari kaca mata kedua pihak yang bertransaksi. Dengan
demikian, pembayaran dimuka merupakan pendapatan tangguhan yang
menunggu penyerahan barang bukan jumlah untuk menutup kos barang
dan jasa.
b. Sebagai bagian dari operasi perusahaan secara keseluruhan, penerimaan
uang muka lebih tepat bila diperlakukan seluruhnya sebagai kewajiban. Ini
merupakan konsekuensi argument a di atas.
c. Laba secara automatis tercipta pada saat pendapatan telah diakui sehingga
pemisahan antara kewajiban dan laba tangguhan tidak ada manfaatnya
karena keduanya sama-sama akan dilaporkan di sisi kredit dan bersifat
kewajiban yang keduanya terselesaikan pada saat barang atau jasa telah
diserahkan.
d. Kas yang diterima tidak dapat dikaitkan dengan kos penyediaan
barang/produk dan jasa yang diberi uang muka karena beberapa komponen
produk atau jasa pada umumnya sudah diperoleh perusahaan (misalnya
depresiasi) bahkan beberapa komponen mungkin belum diperoleh
perusahaan pada saat penerimaan uang muka. Tidak ada basis untuk
menghubungkan secara rasional uang muka dengan kos barang dan jasa
yang harus diserahkan. Ini memperkuat argument b di atas.
e. Penyerahan barang merupakan saat yang kritis untuk mengakui
pendapatan daripada saat penerimaan kas sehingga laba (baik sekarang
atau tangguhan) tidak dapat diakui pada saat penerimaan kas. Jadi,
percuma saja untuk memisahkan uang muka untuk merepresentasi kos dan
laba.

13
2.4.3 Penilaian
Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah
yang harus dilunasi. Dengan kata lain, penilaian adalah penentuan nilai sekarang
kewajiban. Dalam hal obligasi, nilai sekarang tersebut disebut nilai bawaan
(carrying value) atau nilai pelunasan sekarang (current settlement value). Nilai
pelunasan sekarang pada umumnya bergantung pada nilai pasar obligasi.
Amortisasi diskun atau premium merupakan proses dalam rangka penelusuran
kewajiban untuk menentukan nilai pelunasan sekarang. Untuk kewajiban moneter,
nilai sekarangnya biasanya ditentukan atas dasar aliran kas keluar masa datang
diskunan dengan tingkat bunga pasar sebagai tarif diskun.
Pada saat jatuh tempo, nilai keharusan sekarang akan sama dengan nilai
nominal. Berbagai dasar penilaian dapat digunakan untuk menentukan nilai
keharusan sekarang setiap saat selama jangka peredaran kewajiban atau
penelusuran. Secara umum, tujuan penilaian adalah menentukan jumlah rupiah
pengorbanan sumber ekonomik (kas) pada saat tertentu seandainya pada saat
tersebut kewajiban harus dilunasi.

2.4.3.1 Pelunasan
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja di lakukan oleh
kesatuan usaha untuk memenuhi kewajiban pada saatnya dan dalam kondidi
normal usaha. Pelunasan biasanya merupakan pemenuhan secara langsung kepada
pihak yang berpiutang. pelunasan menjadi kewajiban tersebut hapus, tiada atau
lenyap secara langsung. Kebanyakan kewajiban dipenuhi secara langsung dengan
pembayaran tunai.
Pelunasan secara langsung di sebut juga pelunasan secara yuridis karena
kewajiban pada pihak yang berpiutang secara yuridis hapus melalui transaksi
langsung yang benar benar terjadi misalnya pembayaran tunai secara langsung.
Pelunasan secara tidak langsung terjadi apabila kesatuan usaha melakukan
tindakan yang mengarah ke pelunasan misalnya dengan pembentukan dana
khusus untuk pelunasan baik di kelola sendiri maupun melalui wali amanat

14
Masalah akuntansi yang berkaitan dengan pelunasan langsung maupun
tidak langsung adalah penentuan kapan kewajiban telah dapat dikatakan hapus
atau lenyap sehingga jumlah rupiahnya dapat diawaakui dari system pembukuan.

2.4.3.2 Transfer asset finansial


Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer asset finansial.
Pada umum nya, bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer secara penuh
kas, barang atau jasa ke debitor, maka pada saat itu pelunasan dianggap tuntas.
Pelunasan kewajiban dengan asset finansial bersifat tak bersyarat dan dianggap
sebagai penjualan.
Lain hal nya kalau pelunasan kewajiban di lakukan dengan transfer asset
finansial yang menimbulkan keterlibatan berlanjut pentransfer dengan asset
transferan atau tertransfer. Dalam hal ini kewajiban tidak lenyap secara tuntas atau
ada kewajiban baru yang berkaitan dengan asset transferan.

2.4.3.3 Pelunasan sebelum jatuh tempo


Nilai jatuh tempo juga akan sama dengan nilai buku atau nilai bawaan
kewajiban karena proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada
saat penerbitan utang. Selama beredar, nilai pasar atau nilai sekarang kewajiban
berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi paada umumnya
fluktuasi tersebut tidak diakui dalam pembukuan debitor. Dengan kata lain,
debitor tidak mengakui adanya utang atau rugi fluktuasi harga. Oleh karena itu,
bila utang dilunasi sebelum jatuh tempo (APBO No. 26 menyebutnya sebagai
early extinguishment of debt) debitor harus menebus utang tersebut dengan harga
pasarnya sehingga dapat terjadi selisih antara bawaan dan nilai penebusan.
Selisih dalam penebusan memang akhirnya mempengaruhi ekuitas
pemegang saham. Ada perubahan yang nyata dalam jumlah rupiah total hak
pemegang saham yang dapat diakui tanpa harus diikuti dengan transaksi modal.
Bergantung pada sifatnya, untung atau rugi dapat dilaporkan sebagai pos
ordiner atau pos ekstraordiner. Kriteria untuk menentukan hal ini adalah apakah
pos tersebut merupakan akibat dari transaksi atau kejadian yang mempunyai sifat
sebagai berikut (APBO No.9 prg. 21)

15
a. Sangat berbeda dengan kegiatan operasi rutin kesatuan usaha
b. Tidak diharapkan akan sering terjadi
c. Berpengaruh material terhadap operasi perusahaan secara keseluruhan
Ketentuan APB dan FASB diatas berlaku untuk penarikan kembali utang
dengan atau tanpa pendanaan. APB berargumen bahwa sifat semua pelunasan
utang sebelum jatuh tempo pada dasarnya sama. Untuk pelunasan dengan
pendanaan sebenarnya terdapat 3 alternatif untuk selisih yaitu :
a) Selisih diamortisasi selama sisa umur semula utang yang ditarik kembali
b) Selisih diamortisasi selama umur utang baru yang di terbitkan
c) Selisih diakui pada saat penarikan dan dilaporkan di statemen laba-rugi
tahun bersangkutan.

2.4.3.4 Utang Terkonversi


Utang Terkonversi atau konvertibel (Convertible debt) merupakan salag
satu instrument finansial, sekuritas utang semacam ini biasanya mempunyai status
sebagai kewajiban dan ekuitas sekaligus. Artinya, pemegang instrument
mempunyai hak istimewa untuk mengubah status utang menjadi ekuias setiaap
saat Selma hak tersebut masih berlaku (belum habis).
Contoh yang paling sering dijumpai dalam praktik adalah obligasi
terkonversi (convertible bond). Obligasi terkonversi pada umumnya diterbitkan
untuk menarik para investor karena mereka dapat menggeser risiko atau
mengubah status sekuritas menjadi lebih menguntungkan. Hak konversi
digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga nominal
yang terlalu rendah disbanding tingkat bunga nominal yang terlalu rendah
disbanding tingkat bunga umum. Obligasi terkonversi biasanya mempunyai
karakteristik sebagai berikut:

1. Tingkat Bunga nominal jauh dibawah tingkat bunga pasar untuk obligasi
biasa yang setara
2. Harga konversi, yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa.
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konveksi kecuali
karena penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat
16
pada saham biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau dividen
saham

Hal diatas menjadi karakteristik obligasi terkonversi karena pada


umumnya perusahaan penerbit merupakan perusahaan yang agresif dan sedang
berkembang sehingga memerlukan dana yang cukup murah itulah sebabnya
karakteristik selalu melekat pada obligasi terkonversi.
Pendukung alokasi beragumen bahwa karena utang terkonversi
mengandung sifat utang dan ekuitas, kedua komponen harus diakui secara
terpisah. Pandangan ini didasari atas pemikiran sebagai berikut :

A. Hak konversi mempunyai nilai ekonomik sehingga tidak berbeda dengan


sifat hak opsi atau waran. Oleh karena itu, nilai tersebut harus dilaporkan
secara terpisah dengan nilai utang sejalan dengan perlakuan hak opsi atau
waran.
B. Pada saat penerbitan hak konversi atau nilai utang obligasi biasa (tanpa
hak konversi) dapat diukur secara cukup andal sehingga tidak ada
kesulitan teknis untuk mengimplementasi pemisahan tersebut.
C. Tujuan penerbitan utang konversi yang sebenarnya adalah pendanaan
dengan ekuitas.

Sementara itu, pendukung semata – mata utang mengajukan argument


sebaliknya. Dasar pikiran yang melandasi perlakuan sebagai utang semata – mata
dapat dikemukakan sebagai berikut:

A. Utang obligasi terkonversi merupakan sekuritas hibrida sehingga harus


dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hak
konversi tidak independent terhadap utang obligasi.
B. Penilaian hak konversi akan bersifat subjektif karena ketidakterpisahan
kedua komponen (utang dan hak konversi).

17
Jadi, ketidakterpisahan dan kepraktisan menjadi landasan pikiran untuk
memperlakukan utang terkonversi semata – mata sebagai utang. Meskipun
demikian, untuk sekuritas utang dengan hak beli saham yang terpisah, APB
mengambil posisi sebaliknya yaitu porsi nilai sekuritas yang melekat pada hak
beli harus diperlakukan sebagai modal setoran dan nilainya ditentukan atas dasar
nilai wajar relative dari kedua sekuritas pada saat penerbitan.

2.4.3.5 Pembebasan Substantif


Pada mulanya, FASB (melalui SFAS No. 76) menetapkan bahwa
kewajiban dapat dianggap lenyap bila debitor menaruh kas atau asset lainnya
(misalnya obligasi pemerintah) yang tidak dapat ditarik Kembali dalam suatu
perwalian dan aliran kas dari asset tersebut akan cukup untuk pelunasan
pembayaran bunga serta pokok pinjaman.
Dalam standar ini, FASB menegaskan bahwa pada saat terjadi
pembebasan substantive, kewajiban tidak dapat dihapus karena kejadian tersebut
tidak memenuhi karakteristik atau kriteria kritis sebagai berikut:

a. Debitor tidak dengan sendirinya menjadi bebas dari kewajiban secara


hukum hanya lantaran perusahaan menempatkan asset ke dalam suatu
perwalian.
b. Untuk pelunasan kwajiban, sumber dana tidak dibatasi hanya dari dana
yang ditempatkan dalam perwalian.
c. Creditor tidak mempunyai kekuasaan untuk menggunakan secara bebas
asset dalam perwalian dan juga tidak dapat menghentikan atau
membatalkan perwalian tersebut.
d. Kalau ternyata asset dalam perwalian melebihi apa yang diperlukan untuk
membayar pokok dan bunga pinjaman, debitor dapat menggunakan
kelebihan tersebut. Ini berarti bahwa asset dalam perwalian masih dikuasai
oleh debitor.
e. Kreditor ataupun agennya bukan merupakan pihak yang terikat dalam
kontrak pembentukan dana pembebasan utang.

18
f. Debitor tidak menyerahkan kendali atas manfaat asset karena manfaat
asset tersebut masih melekat pada debitor meskipun debitor telah
mengawaakuinya sementara itu kreditor juga tidak mengakuinya sebagai
asset sehingga praktis asset tersebut masih dikuasai oleh debitur.

Penolakan FASB terhadap pengawaakuan kewajiban pada saat


pembebasan substantive seakan-akan bertentangan dengan konsep substansi
mengungguli bentuk. Substansi ekonomik juga harus menggambarkan realistis
ekonomik karena kejadian tersebut merupakan kejadian sepihak (tidak melibatkan
kreditor). Bila Pembebasan substantive diakui, statemen keuangan tidak akan
menyimbolkan realitas dengan tepat.

2.5 Penyajian
Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan
kelancarannya sejalan dengan penyajian asset. PSAK No. 1 (pasal 39)
menggariskan bahwa asset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan
kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. Ini berarti kewajiban jangka
pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka panjang.
PSAK.No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi
kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasi sebagai kewajiban
jangka Panjang. Suatu kewajiban diklasifikasi sebagai kewajiban jangka pendek
bila:

a. Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi


perusahaan atau
b. Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.

Suatu kewajiban tetap dapat diklasifikasi sebagai kewajiban jangka


panjang bila kewajiban tersebut tidak akan dilunasi tetapi didanai Kembali atau
diperbarui. Walaupun kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam jangka waktu
dua belas bulan sejak tanggal neraca, apabila:

19
a. Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua
belas bulan
b. Perudahaan bermaksud membiayai Kembali kewajibannya dengan
pendanaan jangka panjang
c. Maksud tersebut pada huruf b didukung dengan perjanjian pembiayaan
Kembali atau penjadualan Kembali pembayaran yang resmi disepakati
sebelum laporan keuangan disetujui.

Penyajian utang jangka panjang yang jatuh tempo dalam kewajiban lancer
akan mempengaruhi likuiditas. Oleh karena itu, syarat diatas diperlukan agar
kewajiban jangka pendek tidak diklasifikasi sebagai utang jangka panjang.

2.6 Hak Mengkompensasi


Secara umum pengkompensasian asset dan kewajiban dalam neraca adalah
tidak layak terdapat hak mengontra. Hak semacam ini banyak terdapat dalam jenis
kontrak – kontrak yang disebut. Dalam FASB Interpretation No. 39, FASB
mendefinisi hak mengontra sebagai berikut: Hak mengontra adalah hak yuridis
debitor, lantaran kontrak atau lainnya, untuk menghapus semua atau sebagian
utang kepada pihak lain dengan cara mengkompensasi utang tersebut. Dengan
jumlah yang pihak lain berutang kepada debitor. Hak mengontra dikatakan ada
bilamana semua kondisi berikut dipenuhi:

a. Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu
jumlah rupiah tertentu
b. Pihak pelapor mempunyai hak mengontra jumlah yang diutangnya dengan
jumlah yang diutang pihak lain.
c. Pihak pelapor memang berniat untuk mengontra
d. Hak mengontra terpaksakan secara hukum

20
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama yaitu pengorbanan
manfaat ekonomik masa datang, menjadi keharusan sekarang dan timbul akibat
transaksi atau kejadian masa lampau. Kewajiban menjadi lebih tegas adanya bila
didukung oleh keharusan membayar kas, teridentifikasinya terbayar, dan
terpaksakan secara hukum.
Pengertian kewajiban merupakan bayangan cermin pengertian aset.
Transaksi atau kejadian masa lalu menimbulkan penguasaan sekarang
memperoleh manfaat ekonomik masa datang untuk aset sedangkan untuk
kewajiban hal tersebut menimbulkan keharusan sekarang pengorbanan manfaat
ekonomik masa datang. Transaksi, kejadian atau keadaan dapat mempengaruhi
aset dan kewajiban secara bersamaan. Timbulnya aset sering harus diimbangi
dengan timbulnya kewajiban. Dalam kondisi tertentu kewajiban tidak dapat
timbul tanpa diimbangi aset yang dikuasai perusahaan. Hal ini disebut Hak-
kewajiban tak bersyarat (uncontional right of offset). Kewajiban mengalami tigas
tahap perlakuan yaitu: penanggungan (pengakuan terjadinya), penelusuran, dan
pelunasan (penyelesaian).
21
Kewajiban dapat diakui atas dasar kriteria pengakuan yaitu definisi,
keterukuran, keterandalan, dan keberpautan. Saat untuk menandai bahwa kriteria
pengakuan dipenuhi adalah kaidah pengakuan. Secara umum, kewajiban harus
diakui pertama kali dengan penghargaan sepakatan dan bukan nilai nominal
kewajiban atau utang. Utang obligasi diukur dan diakui atas dasar jumlah rupiah
yang diterima dalam penerbitan obligasi. Diskun dan premium obligasi
merupakan jumlah rupiah penyesuai bunga nominal untuk mendapatkan bunga
efektif.
Kewajiban non moneter berupa keharusan menyerahkan barang atau jasa
masih memenuhi definisi kewajiban. Kewajiban non moneter ini tidak perlu
dipisahkan menjadi porsi yang menunjukkan kos menutup penyediaan barang/jasa
dan porsi yang menunjukkan laba tangguhan. Kewajiban secara umum dinilai atas
dasar jumlah rupiah yang harus dikorbankan seandainya saat itu kewajiban harus
dilunasi. Jumlah ini disebut nilai pelunasan sekarang. Sesuai dengan atributnya,
kewajiban dapat dinilai atas dasar harga pasar sekarang, nilai pelunasan neto, dan
nilai diskunan aliran kas masa datang.
Kewajiban dapat dinyatakan lenyap dari catatan bila debitor telah (a)
membayar kreditor dan terbebaskan dari semua keharusan yang melekat pada
kewajiban dan (b) dibebaskan secara hukum sebagai penanggungan utang utama
oleh keputusan pengadilan atau kreditor. Bila kewajiban dilunasi sebelum jatuh
tempo, pada umumnya akan terjadi selisih antara nilai bawaan dan nilai
penebusan atau penarikan. Selisih ini harus diakui laba atau rugi pada saat
penarikan.bila penarikan dilakukan dengan pendanaan kembali, terdapat tiga
perlakuan terhadap selisih.
Utang terkonversi menimbulkan masalah akuntansi karena dua sifat yang
melekat padanya yaitu sebagai kewajiban dan equitas. Masalah teoritis yang
ditimbulkan adalah apakah pada saat pengakuan pertama kali komponen utang
dan komponen hak konversi (ekuitas) dipisahkan. Pembebasan substantif adalah
suatu keadaan yang dicapai pada saat debitor telah menempatkan kas atau aset
lainnya ke perwalian yang ditujukan semata-mata untuk pelunasan utang tertentu
dan pada saat itu dapat dipastikan bahwa debitor tidak lagi harus melakukan
22
pembayaran karena dana yang terkumpul dan aliran kas dari aset tersebut cukup
untuk menutup pokok pinjaman dan bunga.
Secara umum, kewajiban disajikan di neraca atas dasar urutan
likuiditasnya. Hal ini sesuai dengan urutan perlindungan dalam hal terjadi
likuidasi. Kewajiban hendaknya tidak dikompensasi dengan aset yang berkaitan
dan dilaporkan jumlah bersihnya saja kecuali dalam keadaan khusus yang
didalamnya pihak pelapor mempunyai hak mengontra.

23
DAFTAR PUSTAKA

Suwardjono. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi ketiga.


Yogyakarta: BPFE, 2014

iv

Anda mungkin juga menyukai