Anda di halaman 1dari 6

A.

Penyebab Miskonsepsi
Miskonsepsi dapat terjadi karena kesulitan belajar siswa. Terdapat dua faktor yaitu
faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kesulitan belajar siswa. Faktor internal
berupa kurangnya minat dan motivasi untuk belajar sedangkan faktor eksternal ialah
kurangnya variasi media dan metode pembelajaran (Jauhariyah, et al . 2017). Menurut
Paul Suparno dalam bukunya yang berjudul "Miskonsepsi dan Perubahan Konsep
Dalam Pendidikan Fisika Tahun 2013" miskonsepsi yang dialami siswa dapat berasal
dari beberapa sumber, yaitu :
1. Diri Sendiri atau Siswa
Dalam bidang Fisika miskonsepsi paling banyak berasal dari dalam diri siswa
sendiri (Suparno, 2013 : 34). Menurut Suparno (2013) miskonsespi yang berasal
dari siswa bersumber dari 8 hal, yaitu:
a. Prakonsepsi, merupakan pemahaman awal akan suatu konsep yang tidak tepat
akibat dari pengalaman hidup. Seringkali konsep awal tersebut salah ketika
diterapkan dalam menjelaskan konsep dari fenomena yang sedang dipelajari.
Sebagai contoh, selama ini pemahaman awal yang dimiliki oleh seorang anak
untuk mengatasi berbagai cacat mata (rabun jauh, rabun dekat, dan
astigmatisme) menggunakan jenis lensa yang sama yaitu lensa positif. Hal itu
didasari oleh apa yang anak tersebut lihat dalam kehidupan sehari-hari di
lingkungan sekitarnya, anak tersebut menganggap bahwa semua orang yang
menderita cacat mata menggunakan kacamata dengan jenis lensa yang, sama
yaitu lensa positif.
b. Pemikiran asosiatif Siswa, merupakan siswa salah dalam mengartikan atau
mengasosiasi hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya atau
istilah-istilah konsep ilmiah dalam bidang Fisika. Sebagai contoh ialah siswa
mengasosiasikan bayangan nyata dan maya dari sebuat benda apabila dibiaskan
melalui sebuah lensa ialah sama- sama diperoleh dari hasil perpotongan jalannya
sinar-sinar datang yang dibiaskan. Sementara itu menurut teori Fisika, kedua
sifat bayangan dari sebuah benda tersebut ialah berbeda. Bayangan nyata dari
sebuah benda diperoleh dari perpotongan langsung antara sinar-sinar datang
sedangkan bayangan maya terbentuk dari perpotongan perpanjangan antara
sinar-sinar datang yang dibiaskan.
c. Pemikiran humanistik, pemahaman berupa pemikiran siswa mengenai sifat suatu
benda atau materi yang dianalogikan seperti tingkah laku manusia. Sebagai
contoh yaitu pembentukan bayangan dari sebuah benda pada teleskop, siswa
yakin bahwa bayangan yang terbentuk akan jelas terlihat apabila panjang fokus
lensa objektif dari teleskop tersebut lebih pendek dari panjang fokus lensa
okuler. Fokus lensa dianalogikan seperti kemampuan manusia dalam melihat
obyek dengan jelas. Untuk itu lensa harus dalam keadaan fokus. Sementara itu
jelas atau tidak bayangan dari sebuah benda pada teleskop dipengaruhi oleh
ukuran diameter lensa objektif dan okuler dari sebuah teleskop yang digunakan.
d. Reasoning (alasan) yang tidak lengkap atau salah, berupa informasi atau data
yang telah diperoleh tidak lengkap, sehingga siswa mengalami miskonsepsi
karena salah dalam menarik kesimpulan serta logika yang tidak benar, Sebagai
contoh, siswa memahami tata cara menghitung perbesaran diamati dengan
menggunakan sebuah benda yang mikroskop. siswa memahami bahwa bayangan
yang dibentuk dari mikroskop bersifat diperbesar, namun siswa tidak
mengetahui hasil dari perbesaran mikroskop tersebut. Berdasarkan teori Fisika,
perbesaran total dari mikroskop jalah hasil kali dari perbesaran lensa objektif
dan lensa okuler sebuah mikroskop.
e. Pemikiran intuitif, berupa perasaan yang timbul dalam diri seseorang yang
secara spontan, sehingga ketika seseorang tersebut dihadapkan dengan
permasalahan tertentu maka pemikiran tersebut yang akan muncul. Sebagai
contoh ialah siswa yang mempunyai intuisi bahwa jenis lensa yang digunakan
lup ialah lensa cekung yang dapat membakar kertas jika lup diarahkan ke sinar
matahari. Apabila diberikan pertanyaan jenis lensa yang digunakan pada lup
maka dengan spontan ia menjawab "lensa cekung". Namun berdasarkan konsep
Fisika, lensa cembunglah yang digunakan pada lup yang berfungsi untuk
mengumpulkan sinar pada satu titik sehingga apabila selembar kertas yang
diarahkan ke sinar matahari maka kertas tersebut akan terbakar.
f. Tahap perkembangan kognitif Siswa, berupa tahap perkembangan pemikiran
yang belum sempurna yang tidak sesuai dengan tingkat kesulitan bahan ajar
yang sedang dipelajari atau belum mampu mengabstraksi suatu persoalan yang
dihadapi. Oleh karena itu harus diberikan suatu contoh yang konkret terlebih
dahulu sebelum ke rumusan yang formal atau matematis. Sebagai contoh ialah
siswa kesulitan dalam memahami sebuah materi untuk menentukan perbesaran
bayangan dari sebuah benda dengan menggunakan mikroskop. Oleh karena itu
seorang guru harus memberikan suatu contoh yang konkret terlebih dahulu yaitu
dengan mengajak siswa untuk melakukan praktikum menggunakan sebuah
mikroskop sebelum siswa diminta menghitung hasil dari perbesaran benda
menggunakan oqun rumus matematis.
g. Kemampuan Siswa, siswa kurang mampu dalam mempelajari materi Fisika
sehingga mengalami kesulitan dalam menangkap suatu konsep ilmiah dalam
kegiatan belajar mengajar. Tiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-
beda, sehingga daya tangkap terhadap materi yang telah diajarkan juga berbeda.
Sebagai contoh ialah terdapat siswa yang memiliki kemampuan lemah sedang
belajar mengenai konsep elemen-elemen penyusun dari sebuah mikroskon dan
teleskop. Peserta didik menganggap bahwa kedua alat tersebut yang bertindak
sebagai lensa objektif dan lensa okuler sebuah mikroskop dan teleskop ialah
sama-sama menggunakan sebuah lensa membedakan hanyalah fungsi dari kedua
alat tesebut. Peserta didik belum mengetahui bahwa yang bertindak dan Suek
sebagai lensa objektif pada teleskop ialah sebuah cermin Bunqua cekung bukan
sebuah lensa. Sedangkan pada mikroskop yang bertindak sebagai lensa objektif
dan okuler ialah sebuah lensa cembung.
h. Minat belajar Siswa, berupa sangat rendahya ketertarikan siswa pada suatu
bidang tertentu sehingga pemahaman siswa menjadi berkurang. Peserta didik
yang mempunyai minat untuk belajar Fisika lebih tinggi maka kemungkinan
terjadi miskonsepsi pada dirinya sangat rendah demikian juga sebaliknya,
apabila tidak ada minat untuk belajar dan mencari kebenaran dari suatu konsep
yang dipelajari, maka miskonsepsi akan terjadi dan kesalahan-kesalahan akan
menumpuk.
2. Guru atau Pengajar
Menurut Suparno, (2013) Guru atau pengajar dapat meniadi faktor penyebab
timbulnya miskonsepsi siswa. Sebagai contoh, guru yang tidak menguasai konsep
Fisika dengan baik maka guru tersebut memiliki kecenderungan untuk mengajar
seadanya, bahkan mungkin konsep yang diajarkan itu salah. Kesalahan konsep ini
akan terbawa pada benak siswa. Guru tersebut akan menjelaskan konsep-konsep
Fisika yang dikuasai saja, sementara konsep-konsep lain yang tidak kalah
pentingnya namun tidak dikuasai, tidak akan tersampaikan. Cara untuk mengatasi
miskonsepsi yang berasal dari guru atau pengajar ialah sebaiknya seorang guru
pengajar hendaknya merupakan berasal dari prodi yang linear dengan mata pelajaran
yang diampu dengan tujuan guru tersebut dapat menyampaikan konsep-konsep
Fisika dengan benar. Apabila guru tersebut memiliki kemampuan yang kurang maka
guru harus lebih banyak belajar lagi. Serta dalam proses pembelajaran, sebaiknya
guru menjelaskan materi Fisika dimulai dari contoh-contoh yang konkret terlebih
dahulu, tidak langsung pada rumus-rumus matematis serta tidak menghilangkan
unsur-unsur yang penting dalam berbagai konsep Fisika.
3. Buku Teks
Buku Teks Buku teks yang digunakan siswa kadang memiliki bahasa yang sulit
dipahami atau penjelasannya kurang benar sehingga siswa cenderung mengalami
miskonsepsi yang ditimbulkan dari buku teks tersebut. Selain itu, buku panduan
yang tidak relevan yang berisikan suatu konsep-konsep yang tidak sesuai dengan
fakta juga berpotensi untuk menyebabkan miskonsepsi. Terdapat buku teks yang
berjudul "Fisika untuk SMA/MA kelas X" yang dikarang oleh Marthen Kanginan
dan yang diterbitkan oleh Erlangga pada Tahun 2013 pada Halaman 413
mengandung kesalahan tentang Alat Optik yang berpotensi miskonsepsi pada diri
siswa.
4. Metode Mengajar
Metode Mengajar Beberapa metode mengajar yang digunakan oleh gun dapat
menimbulkan miskonsepsi pada diri siswa, Misalnya seorang guru memberi
pekerjaan rumah dengan tujuan agar siswa belajar di rumah, namun seringkali guru
tidak mengoreksi pekerjaan siswa atau terkadang guru tidak menyerahkan hasil dari
pekerjaan siswa yang sudah dikoreksinya kembali kepada siswa. Tidak
dikembalikkannya hasil pekerjaan rumah siswa oleh guru tersebut berpotensi
menyebabkan siswa yang memiliki miskonsepsi akan tetap memiliki konsep yang
salah karena tidak ada klarifikasi untuk kebenaran konsep tersebut. Oleh karena itu,
guru harus mengembalikkan hasil pekerjaan rumah siswa, atau apabila guru
menganggap tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengoreksinya sendiri
pekerjaan rumah siswa maka dapat dilakukan dengan cara mengoreksi silang antar
siswa di kelas. Pendekatan seperti itu jauh lebih baik karena dengan dikoreksi silang
di kelas maka siswa yang selama ini masih salah atau tidak paham, masih ragu-ragu
dengan jawabannya dan yang mengalami miskonsepsi otomatis akan memahami
salahnya dimana dan benarnya seperti apa. Miskonsepsi akan terkikis dengan
sendirinya dengan melihat jawaban yang benar yang ditunjukkan oleh guru tersebut.

Konsepsi atau kesalahan konsep yang dialami siswa, Tes diagnostik miskonsepsi
terdapat tiga jenis yaitu (1) interview atau wawancara, (2) pertanyaan terbuka dan (3)
tes pilihan ganda (Dedah, dkk., 2017). Setiap bentuk tes tersebut memiliki kelebihan
dan kekurangan masing-masing. Bentuk interview atau wawancara memiliki peran yang
sangat penting diantara ketiga jenis dari tes diagnostik tersebut dikarenakan
penyelidikan dilakukan lebih mendalam guna mendapatkan deskripsi secara rinci
tentang struktur kognitif siswa (Gurel, et al 2015), selain itu tes bentuk interview juga
dapat mengetahui lebih dalam kemampuan siswa karena lebih personal, santai, tidak
terstruktur, namun tes bentuk interview memerlukan waktu yang lama karena harus
melakukan wawancara pada setiap individu, responden yang digunakan tidak bisa
dalam jumlah besar dan guru harus mempunyai keahlian agar siswa yang akan
diwawancarai mau buka mulut untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Penulis.
Kemudian pertanyaan terbuka memiliki beberapa kelebihan yaitu memberikan
kesempatan siswa untuk menuangkan apapun yang ada pada pikirannya namun bentuk
tes ini juga memiliki kekurangan diantaranya yaitu guru mengalami kesulitan dan
membutuhkan waktu yang lama untuk mengoreksi jawaban. Yang terakhir ialah tes
diagnostik berupa pilihan ganda yang memiliki kelebihan yaitu dapat digunakan dengan
jumlah responden yang banyak, bersifat, praktis, terstruktur, dan mudah dalam
mengoreksi jawaban. Tes diagnostik juga memiliki kelemahan yaitu tidak semua opsi
pilihan, jawaban dan alasan sesuai dengan pemikiran siswa, sehingga apa yang
diharapkan dari Penulis untuk menjaring jawaban siswa kemungkinan dapat meleset.
Seperti situasi kasus Penulis, untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi menggunakan
metode wawancara dan pertanyaan terbuka guna memastikan konsepsi siswa dan
mengetahui potensi miskonsepsi pada siswa MAN yaitu dengan menggunakan tes
diagnostik pilihan ganda karena bentuk tes tersebut dapat dinilai secara langsung dan
dapat diterapkan dengan jumlah responden yang banyak (Gurel, et ol 2015). Fungsi tes
diagnostik adalah:
1. Menentukan apakah bahan prasyarat telah dikuasai atau belum.
2. Menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap bahan dipelajari.
3. Memisahkan kemampuan dalam menerima pelajaran yang akan dipelajari.
4. Menentukan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami untuk menentukan cara yang
khusus untuk mengatasi atau memberikan bimbingan.

Menurut Abbas (2016) Tes diagnostik digunakan untuk menilai pemahaman


konsep siswa terhadap konsep-konsep kunci (key concepts) pada suatu topik tertentu.
Berdasarkan pendapat ini, dapat didefinisikan ciri-ciri tes diagnostik antara lain: (1)
mendiagnosis kelemahan penguasaan konsep siswa berdasarkan analisis jawaban siswa;
(2) memberikan umpan balik secara cepat dan individual sesuai penguasaan konsep tiap
butir soal; (3) membantu siswa meningkatkan pemahaman konsep tertentu.

Anda mungkin juga menyukai