Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN HIV/AIDS DAN


INFEKSI OPORTUNISTIK TOXOPLASMOSIS ENCEPHALITIS

OLEH :

GUSTI AGUNG AYU DIVASYA SASMAYASWARI


(P07120217015)

KELAS III A/S.Tr. KEPERAWATAN/SEMESTER VI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN HIV/AIDS DAN
INFEKSI OPORTUNISTIK TOXOPLASMOSIS ENCEPHALITIS

A. PENGERTIAN
a. HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit kekurangan sistem imun
yang disebabkan oleh retrovirus HIV tipe 1 atau HIV tipe 2. Infeksi HIV adalah
infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih infeksi oleh
HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada
orang dewasa).
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV.
b. Toxoplasmosis encephalitis
Toxoplasmosis adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma
gondii. Ini dapat ditemukan di dalam kotoran kucing dan memasak daging yang
kurang matang, terutama daging rusa, domba, dan babi. Parasit ini juga dapat
ditularkan melalui air yang terkontaminasi. Sementara TE atau toxoplasmosis
encephalitis merupakan salah satu infeksi oportunistik yang paling sering pada sistem
saraf pusat pasien HIV.
B. TANDA DAN GEJALA

Manifestasi klinis infeksi HIV yaitu:


Stadiu Gambaran Klinis Skala Aktivitas
m
I 1. Asimptomatik Asimptomatik ,
2. Limfadenopati generalisata aktifitas normal
II 1. 1. Berat badan menurun < 10 % Simptomatik ,
2. Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti , aktifitas
dermatitis seboroik, prurigo, onikomikosis ,ulkus normal
oral yang rekuren ,kheilitis angularis
3. Herpes zoster dalam 5 tahun
4. terakhir
5. Infeksi saluran napas bagian atas seperti ,sinusitis
bakterialis
III 1. Berat badan menurun < 10% Pada umumnya
2. Diare kronis yang berlangsung lemah ,
3. lebih dari 1 bulan aktivitas
4. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan ditempat tidur
3. Kandidiasis orofaringeal kurang dari
4. Oral hairy leukoplakia 50%
5. TB paru dalam tahun terakhir
6. Infeksi bacterial yang berat seperti pneumonia,
piomiositis
IV 1. HIV wasting syndrome seperti yang didefinisikan Pada umumnya
oleh CDC sangat
2. Pnemonia Pneumocystis carinii lemah , aktivitas
3. Toksoplasmosis otak ditempat tidur
4. Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan lebih
5. Kriptokokosis ekstrapulmonal dari 5
6. Retinitis virus situmegalo
7. Herpes simpleks mukokutan >1 bulan
8. Leukoensefalopati multifocal  progresif
9. Mikosis diseminata seperti histoplasmosis
10. Kandidiasis di esophagus ,trakea , bronkus , dan
paru
11. Mikobakterisosis atipikal diseminata
12. Septisemia salmonelosis non tifoid
13. Tuberkulosis di luar paru
14. Limfoma
15. Sarkoma Kaposi
16.  Ensefalopati HIV

Sementara manifestasi klinis yang ditimbulkan dari toxoplasmosis encephalitis


yaitu:

Lebih dari 50% manifestasi klinis toksoplasmosis melibatkan kelainan intraserebral.


Kelainan ditandai lesi non fokal hingga disfungsi fokal. Kelainan pada system saraf pusat
termasuk ensefalopati, meningoensefalitis, dan lesi massa di otak. Kelaian klinis yang
sering terdapat adalah gangguan status mental (75%), demam (10-72%), kejang (33%),
sakit kepala (56%), gangguan neurologis fokal (60%). Gangguan neurologis fokal
termasuk deficit motoric, kelumpuhan saraf otak, gangguan gerak, dismetria, penurunan
visus dan afasia. Kondisi ini bukan saja akibat ensefalitis necrotizing akibat invasi
langsung toksoplasma tetapi juga akibat dampak sekunder akibat vasculitis, edema, dan
perdarahan.
Luma et al 2013, dari 97 pasien HIV dengan ET yang diteliti didapatkan sakit
kepala merupakan keluhan tersering (92.8%) diikuti oleh demam (87,6) dan kejang
(57,7%). Penelitian oleh Goita et al (2012) juga ditemukan hal yang sama yaitu kejang
merupakan gejala yang umum ditemukan pada toksoplasmosis cerebri.
C. POHON MASALAH

Fator penularan HIV


ditularkan oleh orang
dengan HIV positif

HIV menyerang T
Limfosit, sel saraf,
makrofag, monosit,
limfosit B

CD4

Immunocompromise

Invasi patogen oral:


toxoplasma gandii

Infeksi oportunistik
Toxoplasmosis
Encephalitis

Menyerang sistem
saraf pusat

Terjadi inflamasi di
otak

Proses inflamasi

Hipertermia Edema otak Nyeri akut

Tekanan intrakranium Kejang

Tekanan darah
Risiko cedera

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKRisiko perfusi


sebrebral tidak efektif

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk pasien dengan HIV yaitu:


1. Laboratorium
Tes laboratorium untuk menetapkan diagnosis infeksi HIV dapat dibagi dalam dua
kelompok yaitu tes yang mencari adanya virus tersebut dalam tubuh penderita :
a Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
1) ELISA
2) Western blot
3) P24 antigen test
4) Kultur HIV
b Tes untuk deteksi gangguan system imun.
1) Hematokrit.
2) LED
3) CD4 limfosit
4) Rasio CD4/CD limfosit
5) Serum mikroglobulin B2
6) Hemoglobulin
2. Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah :
a Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.
b Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
c Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait. Jangan
lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
d Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan
pemeriksaan Rontgen.

Sementara pemeriksaan diagnostik yang digunakan untuk memeriksa ET yaitu:


1 Pemeriksaan Serologi: didapatkan seropositif dari anti-T.gondii IgG dan IgM. Deteksi
juga dapat dilakukan dengan indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi, atau
enzymelinked immunosorbent assay (ELISA).Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2
bulan setelah terinfeksi kemudian bertahan seumur hidup.
2 Pemeriksaan cairan serebrospinal: menunjukkan adanya pleositosis ringan dari
mononuklear predominan dan elevasi protein.
3 Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR): mendeteksi DNA T.gondii. PCR untuk
T.gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos
humor dari penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada
jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama
berada di otak setelah infeksi akut.
4 CT scan: menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple disertai
dan biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai
edema vasogenik padajaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan
lesi tunggal atau tanpa lesi.
5 Biopsi otak: untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak.

E. PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat
ini dapat melalui sawar-darah otak. 
b. Toxoplasma gondii, membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin
menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Toxoplasma gondii. Sulfadiazin
menghambat penggunaannya.
c. Kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari yang dikombinasikan dengan sulfadiazin1-2 g
tiap 6 jam.
d. Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-100
mg perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam.
e. Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum tulang.
f. Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan Azitromycin
1200mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone 750 mg tiap 6 jam.
Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3 minggu setelah perbaikan gejala klinis.
g. Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIVdengan
CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit totalkurang dari 1200.
Pada pasien ini, CD4 42, sehingga diberikan ARV.
h. Pemberian antikonvulsan untuk menghentikan kejang
Toksoplasmosis ensephalitis merupakan salah satu kasus emergensi neurologi
pada HIV, oleh karena itu memerlukan penatalaksanaan yang serius. Terapi meliputi
penatalaksanaan infeksi aktif diikuti dengan terapi maintanance untuk mencegah rekuren
pada pasien dengan CD4 <200 sel/mm3. Terapi standar diberikan primetamin loading
dose 100 mg diikuti 50mg maintanance dan sulfadiazin 100 mg/hari. Untuk pasien yang
intoleran dengan sulfadiazin dapat diberikan klindamisin 600 mg setiap 6 jam.Terapi
maintanance diberikan minimal 6 minggu. Untuk mengurangi toksisitas pirimetamin
terhadap sumsum tulang dapat diberikan asam folat 2 sampai 4 mg/hari.Untuk
mengurangi edem cerebri dapat diberikan steroid intravena.

F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1) Subjektif
Data subjektif dapat diperoleh dengan teknik anamnesa yang meliputi :
a) Keluhan Utama
Keluhan utama berupa keluhan pasien saat pertama kali masuk rumah sakit.
(Contoh : sakit/nyeri di kepala, pandangan kabur atau penurunan kesadaran).
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Menceritakan bagaimana kondisi pasien secara kronologis dari sebelum dan
sampai di rawat di rumah sakit.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya seperti terinfeksi
HIV atau pernah mengalami infeksi oportunistik lain.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga adalah riwayat yang pernah dialami oleh keluarga
dari pasien tersebut, yang mungkin berkaitan dengan penyakit yang di derita
pasien saat ini.
2) Objektif
Survei Primer
1. Airway
a). Look  Benda-benda asing di jalan napas.
b). Listen  Dapat bicara/tidak.
c). Feel
2. Breathing
a). Pergerakan dinding dada (asimetris/simetris).
b). Frekuensi napas.
c). Bunyi napas (vesikuler/stridor/wheezing/ronchi).
d). Irama napas.
e). Pola napas.
f). Penggunaan otot bantu (retraksi dada) ada/tidak.
3. Ciculation
a). Akral (dingin/hangat)
b). Pucat
c). Pengisian kapiler
d). Nadi
e). Tekanan darah : biasanya pasien dengan tekanan intrakranial mengalami
hipertensi.
4. Disability
a) Dapat terjadi penurunan kesadaran

Survei Sekunder
a) Sistem Pernapasan
1. Inspeksi
2. Auskultasi
3. Palpasi
4. Perkusi
b) Sistem Kardiovaskuler
1. Tekanan darah meningkat.
c) Sistem Persarafan
2. Terjadi penurunan aktivitas neurologik
3. Dapat terjadi kejang
4. Terdapat tremor
5. Terjadi sakit kepala
6. Terjadi penurunan kesadaran
d) Sistem Perkemihan
e) Sistem Pencernaan
1. Terkadang disertai mual dan muntah
f) Sistem Muskuloskeletal – Integumen
1. Terkadang mengalami kaku kuduk jika sudah semakin parah
2. Kulit kering akibat kegagalan termoregulasi karena proses infeksi
g) Sistem Endokrin
h) Sistem Reproduksi

3) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Serologi: didapatkan seropositif dari anti-T.gondii IgG dan
IgM. Deteksi juga dapat dilakukan dengan indirect fluorescent antibody
(IFA), aglutinasi, atau enzymelinked immunosorbent assay (ELISA).Titer
IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah terinfeksi kemudian
bertahan seumur hidup.
b) Pemeriksaan cairan serebrospinal: menunjukkan adanya pleositosis ringan
dari mononuklear predominan dan elevasi protein.
c) Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR): mendeteksi DNA
T.gondii. PCR untuk T.gondii dapat juga positif pada cairan
bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita
toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada
jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat
bertahan lama berada di otak setelah infeksi akut.
d) CT scan: menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens
multiple disertai dan biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau
penyengatan homogen dan disertai edema vasogenik padajaringan
sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan lesi tunggal
atau tanpa lesi.
e) Biopsi otak: untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak.
f) Sebelumnya akan dilakukan tes laboratorium seperti kultur HIV, western
blot, CD4 untuk mendeteksi infeksi HIV.

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko perfusi sebrebral tidak efektif dibuktikan dengan hipertensi
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
4. Risiko cedera dibuktikan dengan kegagalan mekanisme pertahanan tubuh

H. PERENCANAAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional


Keperawatan
1 Risiko Setelah dilakukan asuhan Manajemen Peningkatan Manajemen Peningkatan
perfusi keperawatan selama …x… Tekanan Intrakranial Tekanan Intrakranial
sebrebral jam diharapkan masalah 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui penyebab
tidak efektif keperawatan teratasi peningkatan TIK peningkatan TIK
dibuktikan dengan: 2. Monitor tanda dan gejala 2. Mengetahui tanda dan
dengan Luaran: peningkatan TIK gejala peningkatan TIK
hipertensi 1) Perfusi serebral 3. Monitor cairan serebro- 3. Mengetahui adanya cairan
meningkat spinalis serebrospinalis yang
2) Status neurologi 4. Monitor CPP keluar
membaik 5. Berikan posisi semifowler 4. Mengetahui tekanan
Kriteria hasil: 6. Cegah terjadinya kejang perfusi serebral
1) Tingkat kesadaran 7. Pertahankan suhu tubuh 5. Mencegah terjadinya
meningkat normal peningkatan TIK
2) Sakit kepala 8. Kolaborasi pemberian 6. Mencegah terjadinya
menurun sedasi dan antikonvulsan kejang
3) Agitasi menurun jika perlu 7. Mencegah terjadinya
4) Demam menurun hipertemia/hipotermia
5) Tekanan intrakranial Pemantauan Tekanan 8. Meredakan kejang jika
membaik Intrakranial terjadi
6) Tekanan darah 1. Monitor peningkatan
sistolik membaik TD Pemantauan Tekanan
7) Tekanan darah 2. Monitor tekanan Intrakranial
diastolik membaik perfusi serebral 1. Mengetahui peningkatan
3. Ambil sampel drainase tekanan darah
cairan serebrospinal 2. Mengetahui jumlah
4. Pertahankan posisi tekanan perfusi serebral
kepala dan leher netral 3. Mengetahui kandungan
5. Jelaskan tujuan dan cairan serebrospinal
prosedur pemantauan 4. Mencegah terjadinya
6. Informasikan hasil peningkatan tekanan
pemantauan jika perlu intrakranial
5. Agar pasien dan keluarga
mengetahui prosedur dan
tujuan pemantauan
6. Agar pasien dan keluarga
mengetahui hasil
pemantauan
2 Hipertermia Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipertermia
berhubungan keperawatan selama …x… 9. Identifikasi peneybab
dengan jam diharapkan masalah hipertermia
proses keperawatan teratasi 10. Monitor suhu
penyakit dengan: 11. Monitor komplikasi
Luaran: akibat hipertermia
1) Termoregulasi 12. Longgarkan atau
membaik lepaskan pakaian
2) Status neurologis 13. Basahi dan kipasi
membaik permukaan tubuh
Kriteria hasil: 14. Berikan cairan oral
1) Pucat menurun 15. Anjurkan tirah baring
2) Takikardi menurun 16. Kolaborasi pemberian
3) Bradikardi cairan dan elektrolit
menurun intravena jika perlu
4) Suhu tubuh
membaik
5) Suhu kulit
membaik
6) Tekanan darah
membaik
3 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
berhubungan keperawatan selama …x… 1. Identifikasi lokasi, 1. Mengetahui lokasi,
dengan agen jam diharapkan masalah karakteristik, durasi, karakteristikm durasi,
cedera keperawatan teratasi frekuensi, kualitas, frekuensi, serta intensitas
biologis dengan: intensitas nyeri nyeri
Luaran: 2. Identifikasi skala 2. Mengetahui besar skala
1) Tingkat nyeri nyeri nyeri
menurun 3. Fasilitasi istirahat dan 3. Membantu meringankan
Kriteria hasil: tidur nyeri dan mempercepat
1) Keluhan nyeri 4. Pertimbangkan jenis penyembuhan
menurun dan sumber nyeri dalam 4. Membantu memilih
2) Meringis menurun pemilihan strategi strategi meredakan nyeri
3) Gelisah menurun meredakan nyeri dengan tepat sesuai
4) Mual menurun 5. Jelaskan penyebab, sumber nyeri
5) Muntah menurun periode, dan pemicu 5. Agar pasien dan keluarga
6) Frekuensi nadi nyeri mengetahu penyebab,
membaik 6. Kolaborasi pemberian periode, dan pemicu nyeri
7) Tekanan darah analgesik jika perlu 6. Menghilangkan/meredaka
membaik n nyeri dengan cepat
4 Risiko Setelah dilakukan asuhan Manajemen Kejang
cedera keperawatan selama …x… 1. Monitor terjadinya
dibuktikan jam diharapkan masalah kejang berulang
dengan keperawatan teratasi 2. Monitor karakteristik
kegagalan dengan: kejang
mekanisme Luaran: 3. Monitor status
pertahanan 1) Tingkat cedera neurologis
tubuh menurun 4. Monitor tanda-tanda
2) Kontrol kejang vital
meningkat 5. Baringkan pasien agar
Kriteria hasil: tidak terjatuh
1) Toleransi aktivitas 6. Berikan alas empuk di
meningkat bawah kepala
2) Kejadian cedera 7. Pertahankan
menurun kepatenan jalan napas
3) Ketegangan otot 8. Longgarkan pakaian
menurun terutama di bagian
4) Tekanan darah leher
membaik 9. Dampingi selama
5) Frekuensi nadi periode kejang
membaik 10. Jauhkan benda-benda
6) Frekuensi napas berbahaya terutama
membaik benda tajam
7) Kemampuan 11. Pasang akses IV jika
mengidentifikasi perlu
faktor 12. Berikan oksigen jika
kejang/pemicu perlu
kejang meningkat 13. Anjurkan keluarga
menghindari
memasukkan apapun
ke dalam mulut
pasien saat periode
kejang
14. Kolaborasi pemberian
antikonvulsan

Pencegahan Kejang
1. Monitor status
neurologis
2. Monitor tanda-tanda
vital
3. Baringkan pasien agar
tidak terjatuh
4. Rendahkan ketinggian
tempat tidur
5. Pasang side-rail tempat
tidur
6. Berikan alas empuk di
bawah kepala Jauhkan
benda-benda berbahaya
terutama benda tajam
7. Anjurkan segera melapor
jika merasakan aura
8. Kolaborasi pemberian
antikonvulsan jika perlu

I. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi atau perencanaan yang telah
ditetapkan
J. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan sesuai dengan respons dan metode penulisan SOAP.

DAFTAR PUSTAKA

Goita D, Karambe M, Dembele J, Sogoba D D, Sidibe A, Diaby S. Cerebral toxoplasmosis


during AIDS in the infectious diseases department of point-G teaching hospital, Bamako,
Mali. Le Mali medica. 2012; 27(1): 47-50

Luma H, Tchaleu BN, Mapoure N, Temfack, Doualla S, Halle P, et al. Toxoplasma encephalitis
in HIV/AIDS patients admitted to the Douala general hospital between 2004 and 2009: a
cross sectional study. BMC Research Notes. 2013; 6(146):1-5.

Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius

Neki N. Cerebral Toxoplasmosis in HIV/AIDS Patient- A Case Report. Bangladesh Journal


Medicine. 2014 June; 25;76-7

Ronaldo A. Steroids in neuroinfection. Arq. NeuroPsiquiatr. 2013; 71(9B): 717-21.

Swami A, Thakuria R, Kharat S. Cerebral Toxoplasmosis in a Treatment Naive HIV Patient with
High CD4 Count Responding to Treatment with a Regime of Cotrimoxazole and
Pyrimethamine: Do We Need to Start Prophylaxis for Toxoplasmosis at a Higher CD4
Count? HIV/AIDS Research and Treatment. 2015 August; 2(3):72-5

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1.
Jakartaː Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Edisi 1.
Jakartaː Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Edisi 1.
Jakartaː Persatuan Perawat Indonesia

Denpasar, 6 Mei 2020

Nama Pembimbing/ CI Mahasiswa

……………………………………. Gusti Agung Ayu Divasya Sasmayaswari

NIP NIM P07120217015

Nama Pembimbing/ CT

…………………………………….
NIP

Anda mungkin juga menyukai