Anda di halaman 1dari 10

SALEP

Salep Tetrasiklina Hidroklorida

Nama : Resta Rizqi Dzulhijjah

Prodi : PSPA

Sekoah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada

Tasikmalaya

2020
1. Dasar Teori

1.1. Pengertian Salep

Menurut FI. IV, salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk

pemakaian topical pada kulit atau selaput lender. Salep tidak boleh berau tengik.

Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras

atau narkotika adalah 10%.

1.2. Persyaratan Salep

Persyaratan salep Menurut FI III, yaitu :

1. Pemerian tidak boleh berbau tengik.

2. Kadar, kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras

atau narkotik, kadar bahan obat adalah 10 %.

3. Dasar salep, kecuali dinyatakan lain dasar salep digunakan vaselin putih.

Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian salep.

4. Homogenitas, Jika salep dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan

lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.

5. Penandaan,pada etiket harus tertera “obat luar”.

1.3. Penggolongan

1. Dasar Salep

Menurut FI. IV, dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi

dalam 4 kelompok yaitu dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap,

dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap

salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut.

a. Dasar Salep Hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak, antara lain

vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair yang

dapat dicampurkan kedalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang

kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup.

Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, sukar dicuci,

tidak mongering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama.

b. Dasar Salep Serap

Dasar salep serap ini dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama

terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi

air dalam minyak (paraffin hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan kelompok

kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan

sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep ini juga berfungsi sebagai

emolien.

c. Dasar Salep yang dapat dicuci dengan air.

Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air, antara lain salep

hidrofilik (krim). Dasar salep ini dinyatakan juga sebagai dapat dicuci dengan

air, karena mudah dicuci dari kulit atau dilap basah sehingga lebih dapat

diterima untuk dasar kosmetika. Beberapa bahan obat dapat menjadi lebih

efektif menggunakan dasar salep ini dari pada dasar salep hidrokarbon.

Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan

mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik.

d. Dasar Salep Larut Dalam Air

Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari

konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungannya

seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan
tak larut dalam air, seperti paraffin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep

ini lebih tepat disebut gel (Ansel, 1995).

2. Kerja Farmakologi

a. Salep Epidermik

Salep ini dimaksudkan hanya bekerja dipermukaan kulit untuk

menghasilkan efek lokal. Diharapkan tidak diserap dan hanya berlaku sebagai

pelindung, antiseptik, astringen melawan rangsangan (yaitu sebagai anti

radang) dan parasitida. Dasar salep yang sering dipakai adalah vaselin.

b. Salep Endodermik

Dimaksudkan untuk melepaskan obat ke kulit tetapi tidak menembus

kulit, diserap sebagian saja. Salep ini dapat berlaku sebagai emolien, stimulan

dan lokal iritan Dasar salep terbaik yang digunakan adalah minyak tumbuhan

dan minyak alami.

c. Salep Diadermik

Salep ini dimaksudkan untuk melepaskan obat menembus kulit dan

menimbulkan efek konstitusi (efek terapi yang diinginkan). Namun hal ini

tidak lazim digunakan dan termasuk pemakaian khusus obat-obat seperti

senyawa raksa, iodida dan belladona. Dasar salep yang terbaik digunakan

adalah lanolin, adeps lanae dan oleum cacao (Art of Compounding, hal 339).

1.4. Aturan Umum Pembuatan Salep

Dalam membuat sediaan salep memiliki beberapa aturan mengenai

bahan pembuatnya, beberapa aturan salep yang harus diketahui yaitu:

1. Zat yang dilarutkan dalam dasar salep dilarutkan bila perlu dengan pemanasan

rendah. Pada umumnya kelarutan obat yang ditambahkan dalam salep lebih
besar dalam minyak lemak daripada dalam vaselin misalnya kamfora, mentol,

fenolum, timolum dan guayakolum dilarutkan dengan cara digerus dalam

mortir dengan minyak lemak. Bila dasar salep mengandung vaselin, zat-zat

digerus halus, dan ditambahkan sebagian (kira-kira sama banyak) vaselin

sampai homogen, baru ditambahkan sisa vaselin dan dasar salep yang lain.

Kamfora dilarutkan dalam spritus fortior secukupnya sampai larut baru

ditambah dasar salep sedikit demi sedikit.

2. Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu

mendukung/menyerap air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang tersedia,

setelah itu ditambahkan bagian dasar salep yang lain. Contoh zat yang melarut

dalam air adalah kalium iodide, tanin, natrium penisilin. Dasar salep yang

menyerap air adalah adeps lanae, unguentum simplex, dan dasar salep

hidrofilik. Dasar salep yang sudah mengandung air adalah lanolin (25% air),

unguentum liniens (25%), unguentum cetylicum hydrosum (40%).

3. Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebih dulu diserbuk dan diayak

dengan derajat ayakan 100. Contohnya : ZnO dan Acidum boricum. Zat yang

telah diserbuk dicampur dengan dasar salep (sama banyak), bila perlu dasar

salep dilelehkan dahulu (dalam mortir dan stamper panas), setelah itu

ditambahkan bahan-bahan lain sedikit demi sedikit sambil digerus, untuk

mencegah pengkristalan pada waktu pendinginan seperti Cera flava, Cera alba,

Cetylalcoholum dan Parafinumsolidum tidak tersisa dari dasar salep yang cair

dan lunak. Asam borat tidak boleh dengan pemanasan.

4. Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus

diaduk sampai dingin. Bila bahan-bahan dari salep mengandung kotoran,

maka masa salep yang meleleh perlu dikolir (disaring dengan kain kasa). Masa
kolatur ditampung dalam mortar panas dan diaduk sampai dingin. Pada

pengkoliran ini terjadi masa yang hilang, maka bahan-bahannya harus

dilebihkan 10-20%. (Van Duin, hal 115-122, Ilmu Meracik Obat, hal 55).

2. Formulasi

2.1. Formulasi Standar dari Formularium Nasional :

TETRACYCLINI HYDROCHLORIDI UNGUENTUM

Salep Tetrasiklina Hidroklorida

Komposisi. Tiap 10 g mengandung:

Tetracyclini Hydrochloridum 300 mg

Adeps Lanae 1g

Vaselinum album hingga 10 g

Penyimpanan. Dalam wadah tertutup rapat atau dalam tube.

Dosis. Setiap 2 sampai 3 jam, dioleskan.

Catatan.

1. Dapat juga digunakan Tetrasiklina.

2. Pada etiket harus juga tertera :

a. Daluwarsa

b. Kesetaraan Tetrasiklina Hidroklorida, jika yang digunakan

Tetrasiklina.

3. 1 g Tetrasiklina setara dengan lebih kurang 1 g Tetrasiklina Hidroklorida.

4. Sediaan berkekuatan lain: 100 mg.


2.2. Formula Akhir

Dr. Eki S Nugraha


SIP: 028/158/SIP-TU/II/2016
Praktek: Jl. Cikalang No. 44 Telepon 577165
Tasikmalaya
No. 21 Tanggal: 20 Januari
2019

R/ Salep Tetrasiklin Hidroklorida 5g


m.f. ungt
s.u.e

Pro: Ny. Aisyah

2.3. Monografi

1. Tetracyclini hydrochloridum

Sinonim: Tetrasiklin HCl

Struktur: C22H24N2O8, HCl

Pemerian: Serbuk hablur kuning,tidak berbau, rasa pahit, agak higroskopis

Kelarutan: Larut dalam air, dalam larutan alkali hidroksida dan dalam larutan

karbonat, sukar larut dalam ethanol (95%), praktis tidak larut dalam eter

Khasiat: Antimikroba (Antibakteri)

OTT: Dalam larutan alkali hidroksida, Na bikarbonat, CaCl2, Ca-glukonat

pH: 1,8-2,8

Stabilitas: Stabil di udara tetapi pada pemaparan terhadap cahaya matahari

yang kuat dalam udara lembab menjadi gelap. Adanya asam sitrat dapat

meningkatkan degradasi dari tetrasiklin HCl menjadi tetrasiklin anhidrat .

larutan dalam air tetrasiklin menjadi keruh karena mengalami hidrolisis dan

tetrasiklin mengendap
Penyimpanan : dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap, tidak tembus

cahaya (FI. IV hal: 779).

2. Adeps Lanae

Sinonim: Lemak bulu domba, adeps lanae anhydircus, gemuk domba, minyak

domba, wolfet, Lanilinum anydricum.

Pemrian: Massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas.

Kelarutan : Tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air kurang lebih 2x

beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas,

mudah larut dalam eter dan kloroform.

Khasiat: Zat tambahan

O.T.T: -

Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada suhu kamar

terkendali (FI. IV hal: 57-58)

3. Vaselinum album

Sinonim: Vaselin putih

Pemerian: Massa lunak, lengket, bening, putih, sifat ini tetap setelah zat

dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk.

Kelarutan: Tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzena, dalam karbon

disulfide, dalam kloroform, larut dalam heksana, dan dalam sebagian besar

minyak lemak dan minyak atsiri, sukar larut dalam etanol dingin dan etanol

panas dan dalam etanol mutlak dingin.

Bobot jenis: antara 0,815 dan 0,880

Jarak lebur: antara 38o dan 60o C

Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik

Khasiat: Zat tambahan (FI. IV hal: 822).


2.4. Perhitungan Bahan

1. Tetrasiklin HCl 5 g/10 g x 300 mg = 150 mg


2. Adeps lanae 5 g/10 g x 1 g = 0,5 gram
3. Vaselin album 5 g/10 g x 10 g = 5 gram

= 5 g – (0,15 g + 0,5

g)

= 5 g – 0,65 g

= 4,35 gram

2.5. Prosedur Pembuatan

1. Siapkan alat dan bahan

2. Setarakan timbangan

3. Timbang masing-masing bahan

4. Masukkan Adeps lanae dan Vaselin album kedalam mortar, gerus ad

homogeny

5. Tambahkan Tetrasiklin HCl, gerus ad homogeny

6. Masukkan kedalah pot salep 5 gram

7. Kemas, beri etiket

2.6. Etiket

APOTEK SEHAT ABADI


Jalan Purbaratu No. 19 Tasikmalaya
APOTEKER Resta Rizqi, Apt.
No. 21 Tgl. 21/01/20
Ny. Aisyah

Dioleskan pada bagian yang sakit


OBAT LUAR
2.7. Daftar Pustaka

Allen, L. V., 2002, The Art, Science and Technology of Pharmaceutical


Compounding, 301-323, American Pharmaceutical Association,
Washington D.C.

Anief, M., 1996, Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.

Ansel, C.H. 1989, Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah: Farida Ibrahim.


Cetakan Pertama. Edisi IV. Penerbit UI Press. Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978, Formularium Nasional


Edisi Kedua. Jakarta: Depkes RI.

Ditjen POM. 1979, Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.

Ditjen POM. 1995, Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan R.I.

Duin , C F Van . 1954, Ilmu resep dalam praktek dan teori. Soeroengan ;
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai