Anda di halaman 1dari 5

PERISTIWA SITUJUAH 15 JANUARI 1949 DAN TAMBILUAK

Hampir semua orang minang tahu bahwa “tambiluak” adalah nama hama serangga
artona adalah salah satu hama penting bagi budidaya tanaman kelapa dan enau. Serangga
yang tergolong dalam family Zyganidae dan ordo Lepidoptera ini hidup dengan melewati 4
fase dalam siklus metamorfosisnya, yakni telur, larva (ulat), kepompong, dan imago
(serangga dewasa). Akan tetapi dalam tulisan ini bukanlah serangga tersebut.
Sebagaimana biasa , tepat pada tanggal 15 Januari , di Nagari Situjuah Batua,
Kecamatan Situjuah Limo Nagari Kabupaten Limapuluh Kota ,masyarakat bersama pelaku
sejarah selalu memperingati hari Peringatan Peristiwa Situjuah , hari  ini adalah peringatan
yang ke-66. Apabila kita tanya kepada yang tua-tua hampir semuanya menyatakan bahwa
Peristiwa Situjuah adalah sebuah peristiwa pengkhianatan  seorang Tambiluak.
Tambiluak nama aslinya ialah Kamaluddin yang berasal dari Padang Panjang.Ia
bertubuh pendek dan gempal dengan kulitnya agak hitam. Orang Minang menyebut ukuran
tubuh seperti itu dengan istilah ’Sabuku”. Dizaman Belanda sampai pendudukan Jepang
Kamaludin  bekerja sebagai tukang gunting di pangkas rambut Sutan Kerajaan Barbier, yang
terletak di Jalan Gajah Mada Payakumbuh ( terakhir jalan Gajah Mada ini dimasukan
kedalam Jalan Arisun ). Layaknya tukang gunting, Kamaluddin Tambiluak memiliki banyak
pelanggan. Salah satu pelanggannya adalah Dokter Anas. Menurut cerita HC Israr
(Singgalang 6 Februari 1996), Dokter Anas adalah Hoofd Bestuur Voetbal Vereniging
Horizon dimana Kamaluddin merupakan ”Sayap Kanan” paling kesohor dari Horizon yang
larinya kencang bagaikan kilat. Karena itu dia dijuluki ”Tambiluak” atau sejenis serangga
berwarna hitam kekuningan yang bisa terbang kencang dan hidup pada pohon kelapa atau
aren. Kesebelasan Horizon sendiri tercatat sebagai klub tangguh dari Payakumbuh yang
tergabung dalam Bond Eleftal (Bond Kesebalasan).
Dr.Anas tercatat sebagai bekas Kepala Rumah Sakit Payakumbuh. Dia asli pribumi
Indonesia, tapi gaya dan pola pikirnya, sangat kebelanda-belandaan. Dialah intelektual yang
pernah mempelopori berdirinya negara ”Minangkabau”. Ketika ide negara ”Minangkabau”
ini diusungnya, Dokter Anas mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Belanda. Bahkan,
dia dipersiapkan untuk menjadi calon Kepala Negara. Tapi ide negara ”Minangkabau” itu
kemudian ”mati dalam kandungan” menyusul dengan tercapainya persetujuaan antara
Indonesia-Belanda di Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949. Selepas persetujuan itu,
Dokter Anas langsung memboyong istrinya Jus Anas untuk bertolak ke negeri Kincir Angin
Belanda. Pasangan yang tidak mempunyai anak  itu meninggal disana.
Ketika dilaksanakan Kongres Pemuda Indonesia, 10 Nopember 1945 di Yogyakarta,
Payakumbuh mengirimkan 3 orang pemuda untuk menghadirinya> Mereka adalah Oesman
Sayoon, Bakri dan Kamaluddin Tambiluak. Waktu kembali pulang ke Payakumbuh, dari
Jakarta di atas kapal Kamaluddin bertemu seorang gadis remaja bernama Nur Cahaya yang
asli Payakumbuh. Gadis ini kemudian dipersunting Kamaluddin Tambiluak menjadi istrinya.
Setelah kemerdekaan Kamaluddin Tambiluak menjadi serdadu pada Bagian Perlengkapan
dan Pengangkutan (P&P) Batalyon Singa Harau pimpinan Mayor Makinuddin HS.
 
Ada yang bependapat bahwa Kamaluddin tambiluak adalah seorang Pengkhianat dan
ada juga yang berpendapat dia adalah Pahlawan. Betulkah dia seorang pengkianat,
sebagaimana cerita yang beredar dari mulut ke mulut.  Atau jangan-jangan Tambiluak cuma
seorang pahlawan bangsa yang menjadi korban hukum revolusi?  Dua pendapat ini memang
seperti mata uang berlainan. Selalu terjadi silang pendapat hebat dan mungkin tidak pernah
berkesudahan untuk dijawab. Satu sisi, banyak pejuang dan saksi sejarah dalam Peristiwa
Situjuah yang menyebut Tambiluak benarlah seorang pengkhianat bangsa. Bahkan, sebelum
insiden berdarah terjadi di Situjuah Batua tepatnya tanggal 13 Januari 1949, seorang anggota
Badan Penerangan bernama Syamsul Bahar yang menerima tugas darurat dari komandannya,
dilaporkan bertemu dengan Kamaluddin Tambiluak. Dalam pertemuan itu Kamaluddin
mengajak Syamsul Bahar, agar datang dalam rapat penting tanggal 15 Januari 1949. Karena
sudah pernah mengenal Tambiluak semasa ikut Kongres BKPRI di Yogyakarta, pada tanggal
14 Januari 1949, Syamsul Bahar ikut berangkat ke Situjuah dan sampai malam hari sekitar
pukul 19.00 WIB. Bersama rombongan, dia langsung masuk ke surau milik Mayor
Makinuddin HS. Rupanya, dalam surau itu sudah penuh dengan pejuang yang melepas lelah. 
Karena kondisi tersebut, Syamsul Bahar pindah ke sebuah bangunan yang merupakan surau
usang. Dia bermaksud istirahat sejenak, menjelang ikut rapat. Tak tahunya di halaman surau
yang gelap, ada seorang lelaki bermenung diri.  Awalnya, Syamsul Bahar dan kawan-
kawanya, tidak menghiraukan lelaki tersebut. Tapi ketika Syamsul Bahar hendak menjemput
barangnya yang masih ketinggalan di Surau Makinuddin, dia mencoba mendekati lelaki yang
bermenung diri. Ternyata orangnya adalah Kamaluddin Tambiluak. Merasa kaget dengan
prilaku Kamaluddin, Syamsul Bahar lalu menanyakan gerangan apa yang membuat
Kamaluddin bermenung diri. Tapi, Kamaluddi hanya menjawab dingin:”Ah, tidak ada apa-
apa!”.Perubahan sikap Kamaluddin yang sangat drastis ketika berada di Lurah Kincia,
ternyata tidak hanya dirasakan oleh Syamsul Bahar menjelang rapat di Situjuah. Ketika rapat
selesai, Tambiluak juga berpirilaku aneh dan ganji. Waktu itu para pejuang baru saja salam-
salaman dan bermaksud hendak istirahat di Surau Makinuddin. 
Ketika para pejuang mulai beristirahat, ada seseorang lelaki yang sangat antusias
bercerita tentang kemenangan Belanda dan kekalahan Indonesia. Dia bahkan tertawa
terbahak-bahak menceritakan itu. Syamsul Bahar yang sedang ”tidur-tidur ayam” kaget
bukan kepalang mendengar cerita tersebut. Entah serius, entah berkelakar, yang jelas seumur-
umur menjadi pejuang, baru kali itu Syamsul Bahar mendengar ada pemimpin dan tentara
yang dengan gembira memuji musuh bernama Belanda.
Maka, timbullah tanda tanya besar di hati Syamsul Bahar. ”Siapa orang yang bercerita
itu? Adakah sebuah keseriusan yang ia ucapkan?” Lalu, Syamsul yang tidur beralaskan tikar
usang dan berselimut kain sarung sendiri, mengintip orang tersebut. Di balik remangnya
lampu cogok (tradisionil), Syamsul bahar melihat dengan jelas wajah orang itu. Ternyata dia
adalah Kamaluddin Tambiluak.
Situjuh Batua adalah suatu tempat dalam Kabupaten Lima Puluh Kota, terletak dikaki
gunung Sago dengan sebuah lurah sempit ditepi padang lengang yang didalamnya
mempunyai sebuah kincia padi milik Makinuddin HS, letaknya ±12 km dari pos tentera
Belanda dari Kota Payakumbuh. Dimana peristiwa duka tersebut berawal dari adanya
pertemuan oleh pemerintahan Militer Sumatera Barat, yang akan direncanakan diadakan
dimulai pada tanggal 13 Januari 1949 bertempat di Situjuah Batua, yaitu suatu rapat
gabungan untuk menyusun pertahanan di Sumatera Barat secara menyeluruh. Dalam
pertemuan itu diharapkan hadir tokoh-tokoh Sumatera Barat mulai dari Gubernur Militer
sampai ke camat-camat Militer, dari Panglima Sub Terri-torium sampai kepada komandan-
komandan front, beserta tokoh-tokoh lainnya yang di anggap penting.
Beberapa masalah yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut antara lain adalah:

1. Koordinasi pemerintah dan kekuatan serta menentukan strategi dan siasat perjuangan
selanjutnya untuk melawan Belanda.
2. Karena Kota Payakumbuh dan Bukit Tinggi telah diduduki Belanda sejak Agresi II
Desember 1948 dan
3. Untuk membalas penyerangan Belanda pada pusat PDRI di Koto Tinggi pada tanggal
10 Januari 1949 yang telah mengorbankan 9 syuhada di Titian Dalam.

Sesuai dengan hasil keputusan rapat di Koto Kaciak telah menetapkan Nagari
Situjuah Batur sebagai tempat rapat bagi para pemimpin PDRI. Makinuddin HS setelah
kembali dari Koto Kaciak, bersama dengan pimpinan lain berusaha mempersiapkan segala
sesuatunya untuk keperluan rapat pemimpin Sumetera Barat yang akan di laksanakan pada
malam harinya. Persiapan dibantu oleh anaknya Khairuddin Makinuddin. Pada malam
tanggal 14 itu telah berkumpul disana para pemimpin pemerintahan, ketenteraan dan
organisasi-organisasi. Perundingan belum dimulai pada malam itu, karena harus beristirahat
karena lelah dari berjalan kaki puluhan km bahkan ada yang ratusan km.

Rapat yang dilaksanakan tersebut dihadiri oleh sekitar 50 orang, diantaranya Khatib
Sulaeman, Arisun St. Alamsyah , Letkol Dahlan Ibrahim, Major A. Thalib, Letkol Munir
Latif, Mayor Makinuddin, Mayor Mainuddin, Kapten Tantawi, Lettu Azinar. Pada tanggal 14
Januari 1949 , rapat dimulai tepat pukul 23.00 WIB, di pimpin oleh Chatib Sulaeman selaku
ketua MPRD. Rapat berjalan dengan lancar sekitar tiga setengah jam, rapat tersebut telah
dapat menghasilkan beberapa keputusan, antara lain:

Para pejuang harus menyerang kota Payakumbuh dari segala jurusan dan berusaha
mendudukinya. Aktifitas itu meyakinkan dunia luar bahwa bangsa Indonesia tetap berjuang
mengusir penjajah, karena pihak Belanda telah menyiarkan bahwa Indonesia telah
diamankan.Mengatur dan menyempurnakan persenjataan dan logistik di setiap komando
pertempuran. Mengorbankan semangat perang gerilya di dada masyarakat dan menanamkan
rasa benci terhadap penjajah . Setelah selesai rapat, sebagian ada yang meninggalkan tempat
rapat dengan segera karena banyak tugas yang harus diselenggarakan sedangkan sebagian
lainnya beristirahat sampai sembahyang subuh. Kebanyakan pemimpin tertidur dengan
nyenyaknya tanpa rasa khawatir karena pasukan pengawal telah disiapkan sebelumnya.
Tanpa disadari oleh mereka, rupa-rupanya Belanda telah mengetahui adanya rapat tersebut.
Dan hal itu merupakan kesempatan yang paling baik bagi Belanda untuk menangkap
pemimpin-pemimpin Republik Indonesia.

Pasukan Belanda itu bergerak dari Payakumbuh mengepung Lembah Situjuah dari
empat jurusan :

Melalui Limbukan – Situjuah Banda Dalam


Melalui Padang Jariang – Situjuah Gadang
Melalui Tangah Padang – Bumbung
Melalui Piladang – Tungka

Tentara kita yang ditugaskan untuk menjaga sekitar tempat itu tidak mengetahui
kedatangan Belanda karena para pengawal telah tertipu oleh seorang kaki tangan musuh yang
ada dalam tentara itu sendiri. Akhirnya peristiwa tragis yang tidak bisa kita lupakan itu
terjadilah. Diwaktu subuh  serombongan peserta yang terdiri dari Abdullah, Syamsul Bahar,
Arifin Alip, Dt. B. Gagok, Yahya Jalil, dan Sidi Bakaruddin, mendengar suara dari seorang
penjaga yang mengatakan adanya Belanda. Dengan cepat turunlah rombongan itu dari rumah
berjalan beriringan ditepi sebuah tebat dan berjumpa dengan Mayor Makinuddin HS, yang
sedang mengambil wuduk. Sementara itu rombongan melihat dua orang berpakaian seragam
tegak lurus seperti “ patung “. Serta merta rombongan memberi kode, dan dijawab oleh kedua
patung itu dengan gerakan yang berbeda. Melihat keadaan itu rombongan itu lari, kedua
patung itu mulai melepaskan tembakan dan terdengarlah letusan pertama di pagi subuh itu.
Pintu-pintu keluar dari lurah tempat pertemuan itu telah dijaga oleh pasukan Belanda.
Walaupun demikian sebagian dari peserta dapat meloloskan diri dengan melompat tebing
yang cukup tinggi. Diantaranya lolos adalah rombongan Abdullah, Makinuddin Hs. A.
Thalib, Dahlan Ibrahim dan lain-lain.
Waktu A. Thalib melompat ia ditembak oleh Belanda sehingga kena kakinya dan
tidak dapat lari lebih jauh. Untung ada semak-semak yang cukup rimbun sehingga ia dapat
bersembunyi dan berlindung dari peluru dan bayonet Belanda. Syamsul Bahar yang tidak
mungkin melompat lagi mencari perlindungan dibandar kincir yang tidak berair dengan
menutupi tubuhnya dengan tangkai-tangkai padi yang kebetulan teronggok di sana. Sebagin
besar dari peserta tidak dapat menyelamatkan diri. Karena tidak mungkin lari atau
bersembunyi lagi diputuskan untuk berjibaku dengan menggunakan apa yang ada. Yang
mempunyai pistol akan mempergunakan pistolnya, dan yang tidak bersenjata akan berkelahi
sampai titik darah yang penghabisan. Peristiwa Situjuah, 15 Januari 1949 menelan korban 69
orang, termasuk sejumlah pemimpin , pejabat sipil dan perwira, terjadi akibat penghianatan
Tambiluak.
Pada tanggal 23 Januari 1949, Ketika terjadi pertemuan di daerah bernama Aia
Randah, antara Let Kol. Dahlah Ibrahim, Komandan Sub Teritorial Sumatera Barat dengan
Syofyan Ibrahim, dan sejumlah para pejuang bangsa. Dalam pertemuan, Dahlan Ibrahim
mendengarkan laporan tentang peristiwa Situjuah. Dari semua laporan, diperoleh benang
merah, bahwa Letnan Satu Kamaluddin Tambiluak memang telah menjadi pengkhianat.
Karenanya, dia harus diadili! Let Kol. Dahlah Ibrahim mengeluarkan perintah untuk
menangkap Tambiluak hidup atau mati. Ketika pertemuan sedang dilangsungkan,
Kamaluddin Tambiluak berada di Gaduik. Karenanya, untuk mengorek keterangan
Tambiluak, peserta rapat sepakat, kalau dia harus dijeput. Sebagai dalih, dikatakan bahwa
rapat akan dilanjutkan ke daerah Padang Mangateh, dan Tambiluak diminta kehadirannya.
Rupanya, ide peserta rapat ini termakan pula oleh Tambiluak.
 
Namun Tambiluak dapat lolos dari usaha pembunuhan dari terhadap dirinya, disuatu
tempat disebuah rumah tempat tinggal seorang dokter hewan di Padang Mengatas. Dari
dalam rumah, Tambiluak akhirnya mulai diinterogasi. Ditanya ini dan itu. Namun dia justru
”dianggap” menjawab dengan bertele-tele. Tak lama kemudian, Tambiluak dipanggil ke luar
rumah oleh seseorang. Belum sampai di luar rumah atau baru tiba di pintu. Seorang bernama
Tobing, tiba-tiba tak bisa menaha emosi. Diserangnya Tambiluak dengan golok. Ditebasnya
bagian kepala itu hingga tinggal rambut di golok. Serangan untuk Tambiluak ternyata tidak
tepat sasaran ia melawan dan berhasil melarikan diri pada subuh 24  Januari tersebut ke arah
Koto Nan Ampek Kota Payakumbuh. Dalam catatan C.Israr bahwa sore harinya 24 januari 
Kamaluddin Tambiluak bertemu dengan Letnan I Nurmatias dan pembantu Letnan Syamsir
Rauf serta Amiruddin Hamidy dibawah pohon beringin dekat balai adat Balai Nan Duo.
Melihat luka dipundaknya yang cukup parah dan darah sudah membeku. Nurmatias
menyarankan kepada Tambiluak supaya berobat kedalam Kota Payakumbuh. Tetapi
Tambiluak menolak dan mengatakan akan pergi ke kampungnya. Kemudian Nurmatias
menasehatkan supaya tambiluak pergi ke Kamang menemui Letkol dahlan Djambek untuk
melaporkan peristiwanya. Nasehat itu diterimanya. Pada malamnya Tambiluak , Nurmatias ,
Syamsir Rauf dan Amiruddin Hamidy tidur disebuah rumah kecil di tepi jalan besar di dekat
Mesjid Ihsan. Besok paginya mereka berpisah dan tambiluak melanjutkan perjalanannya
menuju Kamang. Tidak beberapa hari kemudian terdengar berita bahwa dalam perjalannya
pelariannya, Tambiluak disergap dan dibunuh  oleh pasukan Panah Beracun yang merupakan
bekas anak buahnya sendiri, di kawasan Padang Tarok.
 
 Saiful Guci  - Pulutan 15 Januari 2015

Anda mungkin juga menyukai