Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“STROKE HEMORAGIK”
Dosen Pengampu : Jamaludin, A.Kep, M, Kes

Disusun Oleh :

Nama : Ayuni Fatma Ningrum

NIM : 20181367

Kelas : 2A/Semester 4

AKADEMI KEPERAWATAN KRIDA HUSADA KUDUS


TAHUN AJARAN 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

A. DEFINISI

Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat
dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan
karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan
saja.

Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga
timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi,
pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.

B. KLASIFIKASI

1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:

a. Stroke Hemoragi,

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh


pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:

1) Perdarahan intraserebral

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan


darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.

2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah
ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar
parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah
serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)

b. Stroke Non Hemoragi

Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik.

2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:

a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa
menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna
dalam waktu kurang dari 24 jam.

b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.

c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen .
Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang

C. ETIOLOGI

1. Thrombosis Cerebral

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam
setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:

a. Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan


pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka.
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:

1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.

2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.

3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus


(embolus).

4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.

b. Hyperkoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan


aliran darah serebral.

c. Arteritis( radang pada arteri )

d. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:

1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).


2) Myokard infark

3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga


darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.

4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan


pada endocardium.

2. Haemorhagi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid


atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam
parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak
yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi
infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.

3. Hipoksia Umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:

a. Hipertensi yang parah.

b. Cardiac Pulmonary Arrest

c. Cardiac output turun akibat aritmia

4. Hipoksia Setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:

a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.

b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah jaringan
otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering selama
aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih
buruk dari waktu ke waktu. Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:

1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).

2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.

3. Kesulitan menelan.

4. Kesulitan menulis atau membaca.

5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau
kadang terjadi secara tiba-tiba.

6. Kehilangan koordinasi.

7. Kehilangan keseimbangan.

8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah
satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.

9. Mual atau muntah.

10. Kejang.

11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau
kesemutan.

12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

E. PATOFISIOLOGI

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.

Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah
yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien
mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema
dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh
darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan
dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang
otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika
sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh
anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi
otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah
yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka
resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar.
Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut :

a. Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena
atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskular.

b. Lumbal pungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan adanya
hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.

c. CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.

d. MRI

e. MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan


posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan EEG

Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

2. Pemeriksaan Laboratorium

a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu
hari-hari pertama.

b. Pemeriksaan darah rutin.

c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.

d. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita dengan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :

1. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring apabila muntah dan boleh mulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.

2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan oksigen
sesuai kebutuhan.
3. Tanda – tanda vital diusahakan stabil.

4. Bed rest.

5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.

6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.

8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa
murni atau cairan hipotonok.

9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK

10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila kesadaran menurun atau
ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.

11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor, antikoagulan,


trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang
tinggi.

H. KOMPLIKASI

1. Gangguan otak yang berat.

2. Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau kardiovaskular

3. Infark Serebri

4. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif

5. Fistula caroticocavernosum

6. Epistaksis

7. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal


I. FOKUS PENGKAJIAN

Anamnesa pada stroke meliputi:

1. Pengkajian psikososiospiritual

Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat
untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmarnpuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh).Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, rnudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola
penanganan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola rata nilai dan kepercayaan,
klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

2. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

a. B1 (Breathing)

Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan
otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan
seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya
tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

b. B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering
terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).

c. B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3
(Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.

d. B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan
kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

e. B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.

f. B6 (Bone)

Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.Adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

g. Pengkajian Tingkat Kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang
paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

h. Status Mental

Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik
klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

i. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak
begitu nyata.

j. Kemampuan Bahasa

Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral.
Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior
(area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan
atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab
dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.

k. Lobus Frontal

Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus
frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons
alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.

3. Pengkajian Saraf Kranial

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.


a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.

b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan
korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih
objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak
dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian
ke bagian tubuh.

c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, padasatu sisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.

d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.

e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.

f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.

h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.

4. Pengkajian Sistem Motorik

a. Inspeksi Umum.Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi
otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang
lain.

b. Fasikulasi.Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.

c. Tonus Otot.Didapatkan meningkat.


5. Pengkajian Sistem Sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk


menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah,


perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi


lender.

3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak, kelemahan


umum

4. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan


neurovaskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan control otot, gangguan
kognitif

5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parestesia paralisis

6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik

7. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan suplai O2 inadekuat

8. Resiko jatuh berhubungan dengan mobilisasi fisik

K. FOKUS INTERVENSI

Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Setelah dilakukan tindakan Neurologic Monitoring (2620)


keperawatan selama ….. jam,
- Monitor
diharapkan perfusi jaringan
kesadaran,orientasi, GCS, dan
cerebral adekuat, dengan
K.H : memori

Tissue Perfusion : Cerebral - Monitor peningkatan


(0406) kemampuan motorik,
persepsi sensori
- Fungsi neurologis
meningkat - Monitor tanda-tanda vital

- Tidak ada kelemahan - Monitor keluhan nyeri


kepala, mual,dan muntah
- Tidak ada pusing
- Observasi kondisi fisik klien
- Tidak ada gelisah

Cerebral Perfusion Promotion


Neurological Status (0909)
(2550)
- Tanda vital stabil ( TD
- Konsultasi dengan dokter
120/80 mmHg)
untuk menentukan posisi
- Fungsi motorik meningkat kepala yang optimal dengan
penempatan tempat tidur
- Komunikasi baik
yang sesuai dan pantau
- Tidak ada sakit kepala respon pasien terhadap posisi
kepala
Neurological Status : Central
Motor Control (0911) - Beri terapi
vasopressin,sesuai yang
- Postur tubuh seimbang
dianjurkan

- Beri dan pantau terapi yang


mempengaruhi osmotic dan
loop-aktif diuretic dan
kortikosteroid
- Beri obat nyeri, jika perlu

- Beri dan pantau efek


samping pemberian terapi
antikoagulan, sesuai anjuran

- Beri terapi antiplatelet dan


thrombolitik, sesuai anjuran

- Pantau tanda-tanda
perdarahan

- Pantau status neurologi

- Hitung dan pantau tekanan


perfusi serebral

2 Setelah dilakukan tindakan a. Kaji dan pantau


keperawatan bersihan jalan pernapasan, reflek batuk dan
napas klien kembali efektif sekresi
dengan KH :
b. Posisikan tubuh dan
a. Pasien memperlihatkan kepala lebih tiinggi
kepatenan jalan napas menghindari obstruksi jalan
napas dan memberikan
b. Ekspansi dada simetris
pengeluaran sekresi yang
c. Bunyi napas bersih saat optimal
auskultasi
c. Lakukan penghisapan
d. Tidak terdapat tanda sekresi
distress pernapasan
d. Auskultasi dada untuk
GDS dan tanda vital dalam mendengarkan bunyi jalan
batas normal napas setiap 4 jam
e. Berikan oksigenasi sesuai
advis

f.Pantau BGA dan Hb sesuai


indikasi

Siapkan intubasi jika ada


indikasi

3 Setelah dilakukan tindakan Exercise Therapy : Joint


keperawatan selam …. jam, Mobility (0224)
diharapkan adanya
- Gambarkan keterbatasan
peningkatan mobilitas fisik,
pergerakan sendi dan efeknya
dengan K.H :
terhadap fungsi
Mobility (0208)
- Kolaborasi dengan
- Peningkatan fungsi dan fisioterapi untuk program
kekuatan otot latihan

- ROM aktif/pasif meningkat - Monitor lokasi nyeri selama


latihan
- Perubahan posisi adekuat
- Bantu pasien untuk
- Fungsi motorik meningkat
mengoptimalkan gerak sendi
Join Movement (0206) pasif/aktif

- Jari, pergelangan tangan, - Dorong latihan ROM aktif


siku, lengan kanan dapat sesuai program
digerakkan
- Beri reinforcement positif
- Jari, lutut dan pergelangan setiap kemajuan
kaki kanan dapat digerakkan
Exercise Therapy : Ambulation
Transfer Performance (0210) (0221)

- Memverbalisasikan - Monitoring vital sign


perasaan dalam sebelum/sesudah latihan
meningkatkan kekuatan dan
- Kaji kemampuan pasien
kemampuan berpindah
dalam mobilisasi
Self-care : Instrumental
- Latih pasien dalam
Activity of Daily Living (ADL)
pemenuhan kebutuhan ADL
(0306)
secara mandiri sesuai
- Aktifitas fisik meningkat kemampuan

- Damping dan bantu pasien


saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADL pasien

- Ajarkan pasien bagaimana


merubah posisi dan beri
bantuan jika diperlukan

4 Setelah dilakukan tindakan Communication Enhancement


keperawatan selama …. jam, : Speech Deficit (4978)
diharapkan dapat
- Gunakan penerjemah, jika
berkomunikasi kembali,
diperlukan
dengan K. H :
- Beri satu kalimat simple
setiap bertemu, jika
diperlukan

Anxiety Self Control (1402) - Konsultasikan dengan


dokter kebutuhan terapi
- Mampu mengontrol respon
ketakutan dan kecemasan wicara
terhadap ketidakmampuan
- Dorong pasien untuk
berbicara
berkomunikasi secara
Neurological Status : Cranial perlahan dan untuk
Sensory/Motor Function mengulangi permintaan
(0913)
- Dengarkan dengan penuh
- Bicara jelas perhatian

- Tidak ada pelo - Berdiri didepan pasien


ketika berbicara

- Gunakan kartu baca, kertas,


pensil, bahasa tubuh, gambar,
daftar kosakata bahasa asing,
dan lain-lain untuk
memfasilitasi komunikasi dua
arah yang optimal

- Anjurkan kunjungan
keluarga secara teratur untuk
memberi stimulus komunikasi

- Anjurkan ekspresi diri


dengan cara lain dalam
menyampaikan informasi
(bahasa isyarat)

Support System Enhancement


(5440)
- Identifikasi tingkat
dukungan keluarga

- Dorong pasien untuk


berpartisipasi dalam kegiatan
sosial dan masyarakat

- Nilai kecukupan sumber


daya masyarakat untuk
mengidentifikasi kekuatan
dan kelemahan

- Sediakan layanan dengan


cara yang penuh perhatian
dan mendukung

- Libatkan keluarga / orang


lain yang signifikan / teman
dalam perawatan dan
perencanaan

5 Setelah dilakukan tindakan Self-Care Assistence (1800)


keperawatan selama ….. jam,
- Bantu ADL klien selagi klien
diharapkan dapat melakukan
belum mampu berdiri
perawatan diri secara mandiri,
dengan K. H : - Pahami semua kebutuhan
ADL klien
Self-Care: Activities of Daily
living (ADL) (0300) - Pahami bahasa-bahasa
atau pengungkapan non
- Dapat melakukan aktivitas
verbal klien akan kebutuhan
dengan mandiri
ADL
(makan,berpakaian, toileting,
- Libatkan klien dalam
mandi, berhias, hygiene, pemenuhan ADL
kebersihan mulut, berpindah)
- Ajari klien untuk
melakukan self care secara
bertahap

- Evaluasi kemampuan klien


untuk melakukan self care di
RS

- Ajari penggunaan terapi


modalitas dan bantuan
mobilisasi secara aman

6 Setelah dilakukan tindakan Pressure Management (3500)


keperawatan selama ….. jam,
- Rubah posisi tiap 2 jam
diharapkan tidak ada risiko
kerusakan integritas kulit, - Gunakan bantal air atau
dengan K. H : pengganjal yang lunak di
bawah daerah-daerah yang
Tissue Integrity: Skin and
menonjol
Mucous Membranes (1101)
- Lakukan masase pada
- Klien mau berpartisipasi
daerah yang menonjol yang
terhadap pencegahan luka
baru mengalami tekanan pada
- Klien mengetahui penyebab waktu berubah posisi
dan cara pencegahan luka
- Observasi terhadap
- Tidak ada tanda-tanda eritema dan kepucatan dan
kemerahan atau luka palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan
jaringan tiap merubah posisi

- Jaga kebersihan kulit dan


seminimal mungkin hindari
trauma, panas terhadap kulit

7 Setelah dilakukan tindakan Airway Management (3140)


keperawatan selama ….. jam,
- Posisikan pasien untuk
diharapkan pola nafas
memaksimalkan ventilasi
kembali baik, dengan K. H :
- Keluarkan secret dengan
Respiratory status: Airway
batuk efektif atau suction
Patency (0410)
- Auskultasi suara nafas,
- Tidak ada sesak nafas
catat adanya suara tambahan
- RR dbn (16-20 x/menit)
- Monitor respirasi dan
- Suara nafas vesikuler status O2

- Tidak ada sesak nafas saat - Atur intake untuk cairan


istirahat mengoptimalkan
keseimbangan
- Bernafas normal (tidak
menggunakan otot bantu Oxygen Therapy (3320)
pernafasan)
- Pasang terapi oksigen
Respiratory status: Gas lengkap dengan tabung
exchange (0402) humidifier dan atur sesuai
dosis
- Tidak ada sianosis
- Monitor keefektifan
Vital sign (0802)
pemberian terapi oksigen
- TD dbn (120/80 mmHg)
Medication Administration:
inhalation (2311)

- Bantu pasien gunakan alat


pengisap (inhaler) sesuai dosis

- Bantu pasien cara


menggunakan inhaler pada
mulut atau hidung

8 Setelah dilakukan tindakan Environment Management


keperawatan selama ….. jam, (6480)
diharapkan tidak ada risiko
- Sediakan lingkungan yang
cidera, dengan K. H :
aman untuk pasien
Risk Control (1902)
- Identifikasi kebutuhan
- Pasien terbebas dari cidera keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan fungsi
- Pasien mampu menjelaskan
kognitif pasien dan riwayat
cara/ metode untuk
penyakit terdahulu pasien
mencegah cidera
- Menghindari lingkungan
- Pasien mampu menjelaskan
yang berbahaya
faktor risiko dari lingkungan
- Menempatkan saklar lampu
- Mampu memodifikasi gaya
di tempat yang mudah
hidup untuk mencegah cidera
dijangkau pasien

- Menyediakan tempat tidur


yang nyaman dan bersih

- Memindahkan barang-
barang yang membahayakan
L. DAFTAR PUSTAKA

Nurarif & Kusuma 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA
Nic-Noc, Yogyakarta:Mediaction.

Wijaya dan Putri 2013, Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Dewasa Teori dan
Contoh Askep, Yogyakatra:Nuha Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“COMBUSTIO”
Dosen Pengampu : Jamaludin, A.Kep, M, Kes

Disusun Oleh :

Nama : Ayuni Fatma Ningrum

NIM : 20181367

Kelas : 2A/Semester 4

AKADEMI KEPERAWATAN KRIDA HUSADA KUDUS


TAHUN AJARAN 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

COMBUSTIO

A. PENGERTIAN
Menurut Pierce dan Neil, (2013) Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan
subkutan terhadap trauma suhu atau termal (misal : api, uap panas, cairan panas).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan kimia
dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Kusumaningrum, 2013)
B. ETIOLOGI

a. Penyebab luka bakar yaitu:

1. Suhu tinggi

2. Api

3. Air panas

4. Listrik

5. Petir

6. Asam dan basa kuat

b. Penyebab luka bakar secara umum yaitu:

1. Kontak dengan nyala api;

2. Kontak dengan bahan cair/padat yang panas;

3. Kontak dengan bahan kimia;

4. Kontak dengan arus listrik yang voltasenya tinggi; dan

5. Sinar ultraviolet (sengatan matahari).

C. TANDA DAN GEJALA


Manifestasi klinis yang dapat dilihat berdasarkan derajat luka bakar (Mansjoer : 2011)
1. Grade I

a. Jaringan rusak hanya epidermis saja

b. Klinis ada rasa nyeri, warna kemerahan

c. Adanya hiperalgisia

2. Grade II

a. Grade II a

· Jaringan luka bakar sebagian dermis.

· Klinis nyeri, warna lesi merah / kuning.

· Klinis lanjutan terjadi bila basah

· Tes jarum hiper aligesia, kadang normal.

· Sumber memerlukan waktu 7 – 14 hari

b. Grade II b

· Jaringan rusak sampai dermis dimana hanya kelenjar keringat saja yang masih utuh.

· Klinis nyeri, warna lesi merah / kuning.

· Tes jarum hiper algisia .

· Waktu sembuh kurang lebih 14 – 12 hari

· Hasil kulit pucat, mengkilap, kadang ada sikatrik

3. Grade III

a. Jaringan yang seluruh dermis dan epidermis.

b. Klinis mirip dengan grade II hanya kulit bewarna hitam / kecoklatan.

c. Tes jarum tidak sakit.

d. Waktu sembuh lebih dari 21 hari.


e. Hasil kulit menjadi sikratrik hipertrofi

D. KLASIFIKASI

Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak dan disebut
sebagai luka bakar superficial partial-thickness, deep partial-thickness dan full-thickness.

a. Luka bakar derajat I (superficial partial-thickness)

Epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut cedera.
Luka tersebut bisa terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari,
atau mengalami lepuh/bullae.

b. Luka bakar derajat II (deep partial-thickness)

Meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian
dermis yang lebih dalam. Luka tersebut terasa nyeri, tampak merah dan mengalami
eksudasi cairan.

c. Luka bakar derajat III (full-thickness)

Meliputi destruksi total epidermis serta dermis. Warna luka bakar sangat bervariasi mulai
dari putih,bervariasi mulai dari putih,merah, cokelat atau hitam.

E. PATOFISIOLOGI

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh.
Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar dapat
dikelompokan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. Destruksi jaringan terjadi akibat
koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan
lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ visera, dapat mengalami
kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan agens penyebab (burning
agens). Nekrosis dan kegagalan organ dapat terjadi.

Dalamnya luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya
kontak dengan agen tersebut. Perawatan luka bakar harus direncanakan menurut luas dan
dalamnya luka bakar; kemudian perawatannya dilakukan melalui tiga fase luka bakar yaitu : fase
darurat / resusitasi, fase akut / intermediate dan fase rehabilitasi.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap

2. Leukosit

3. GDA (Gas Darah Arteri)

4. Elektrolit Serum

5. Natrium Urin

6. Alkali Fosfat

7. Glukosa Serum

8. Albumin Serum

9. BUN atau Kreatinin

10. Loop aliran volum

G. PENATALAKSANAAN

a. Monitor urine dan CVP.

b. Topikal dan tutup luka

- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.

- Tulle.

- Silver sulfa diazin tebal.

- Tutup kassa tebal.

- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

c. Obat – obatan:

a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
c. Analgetik : kuat (morfin, petidine)
d. Antasida : kalau perlu
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta. Salemba Medika

Mansjoer, Arif. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : EGC

Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2013. At Glace Ilmu Bedah. Surabaya. Erlangga

Smeltzer, S.C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner andSudath, Edisi 8, Volume 3.
Jakarta : EGC

R. Sjamsuhidajat. 2013. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai