“STROKE HEMORAGIK”
Dosen Pengampu : Jamaludin, A.Kep, M, Kes
Disusun Oleh :
NIM : 20181367
Kelas : 2A/Semester 4
A. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat
dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan
karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan
saja.
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga
timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi,
pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
B. KLASIFIKASI
a. Stroke Hemoragi,
1) Perdarahan intraserebral
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah
ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar
parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah
serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik.
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa
menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna
dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen .
Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang
C. ETIOLOGI
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam
setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
2. Haemorhagi
3. Hipoksia Umum
4. Hipoksia Setempat
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah jaringan
otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering selama
aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih
buruk dari waktu ke waktu. Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
3. Kesulitan menelan.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau
kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah
satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau
kesemutan.
E. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah
yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien
mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema
dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh
darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan
dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang
otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika
sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh
anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi
otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah
yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka
resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar.
Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena
atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan adanya
hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
d. MRI
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu
hari-hari pertama.
c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
G. PENATALAKSANAAN
1. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring apabila muntah dan boleh mulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan oksigen
sesuai kebutuhan.
3. Tanda – tanda vital diusahakan stabil.
4. Bed rest.
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa
murni atau cairan hipotonok.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila kesadaran menurun atau
ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
H. KOMPLIKASI
3. Infark Serebri
5. Fistula caroticocavernosum
6. Epistaksis
1. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat
untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmarnpuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh).Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, rnudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola
penanganan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola rata nilai dan kepercayaan,
klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
2. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan
otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan
seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya
tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering
terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
c. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3
(Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan
kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.Adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang
paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
h. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik
klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
i. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak
begitu nyata.
j. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral.
Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior
(area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan
atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab
dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
k. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus
frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons
alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan
korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih
objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak
dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian
ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, padasatu sisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
a. Inspeksi Umum.Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi
otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang
lain.
K. FOKUS INTERVENSI
- Pantau tanda-tanda
perdarahan
- Anjurkan kunjungan
keluarga secara teratur untuk
memberi stimulus komunikasi
- Memindahkan barang-
barang yang membahayakan
L. DAFTAR PUSTAKA
Nurarif & Kusuma 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA
Nic-Noc, Yogyakarta:Mediaction.
Wijaya dan Putri 2013, Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Dewasa Teori dan
Contoh Askep, Yogyakatra:Nuha Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
“COMBUSTIO”
Dosen Pengampu : Jamaludin, A.Kep, M, Kes
Disusun Oleh :
NIM : 20181367
Kelas : 2A/Semester 4
COMBUSTIO
A. PENGERTIAN
Menurut Pierce dan Neil, (2013) Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan
subkutan terhadap trauma suhu atau termal (misal : api, uap panas, cairan panas).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan kimia
dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Kusumaningrum, 2013)
B. ETIOLOGI
1. Suhu tinggi
2. Api
3. Air panas
4. Listrik
5. Petir
c. Adanya hiperalgisia
2. Grade II
a. Grade II a
b. Grade II b
· Jaringan rusak sampai dermis dimana hanya kelenjar keringat saja yang masih utuh.
3. Grade III
D. KLASIFIKASI
Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak dan disebut
sebagai luka bakar superficial partial-thickness, deep partial-thickness dan full-thickness.
Epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut cedera.
Luka tersebut bisa terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari,
atau mengalami lepuh/bullae.
Meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian
dermis yang lebih dalam. Luka tersebut terasa nyeri, tampak merah dan mengalami
eksudasi cairan.
Meliputi destruksi total epidermis serta dermis. Warna luka bakar sangat bervariasi mulai
dari putih,bervariasi mulai dari putih,merah, cokelat atau hitam.
E. PATOFISIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh.
Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar dapat
dikelompokan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. Destruksi jaringan terjadi akibat
koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan
lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ visera, dapat mengalami
kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan agens penyebab (burning
agens). Nekrosis dan kegagalan organ dapat terjadi.
Dalamnya luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya
kontak dengan agen tersebut. Perawatan luka bakar harus direncanakan menurut luas dan
dalamnya luka bakar; kemudian perawatannya dilakukan melalui tiga fase luka bakar yaitu : fase
darurat / resusitasi, fase akut / intermediate dan fase rehabilitasi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap
2. Leukosit
4. Elektrolit Serum
5. Natrium Urin
6. Alkali Fosfat
7. Glukosa Serum
8. Albumin Serum
G. PENATALAKSANAAN
- Tulle.
c. Obat – obatan:
a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
c. Analgetik : kuat (morfin, petidine)
d. Antasida : kalau perlu
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta. Salemba Medika
Mansjoer, Arif. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : EGC
Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2013. At Glace Ilmu Bedah. Surabaya. Erlangga
Smeltzer, S.C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner andSudath, Edisi 8, Volume 3.
Jakarta : EGC