Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

ST-ELEVATION MYOCARDIALL INFARCTION (STEMI)

Pembimbing :
dr. Teuku Bob Haykal, Sp.JP (K)

Oleh :
Hanifa Mutiara Nur Ainun 150100088
Zoga Pratantia Tohari 150100177
Sila Hisage 150100192

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :


Nilai :

Pimpinan Sidang

dr. Teuku Bob Haykal, Sp.JP (K)

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “STEMI”. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi persyaratan
Kepaniteraan. Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen
Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penulisan makalah ini
dapat diselesaikan karena adanya bimbingan, petunjuk, nasihat dan motivasi dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter
ruangan dan dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan
dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya. Untuk itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan makalah selanjutnya.
Semoga laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 23 Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan................................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................................... ii
Daftar Isi..................................................................................................................... ii
Daftar Gambar............................................................................................................ iv
Daftar Tabel............................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................................. 2
1.3 Manfaat................................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 3
2.1 Anatomi................................................................................................................ 3
2.2 Definisi................................................................................................................. 4
2.3 Epidemiologi........................................................................................................ 4
2.4 Etiologi................................................................................................................. 5
2.5 Klasifikasi........................................................................................................... 6
2.6 Faktor Risiko........................................................................................................ 6
2.7 Patofisiologi......................................................................................................... 7
2.8 Diagnosis.............................................................................................................. 10
2.8.1 Anamnesis.................................................................................................. 10
2.8.2 Pemeriksaan Fisik...................................................................................... 10
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang............................................................................. 10
2.9 Diagnosis Banding............................................................................................... 12
2.10 Tatalaksana......................................................................................................... 13
2.10.1 Terapi Awal.............................................................................................. 13
2.10.2 Terapi Reperfusi....................................................................................... 13
2.10.3 Terapi Jangka Panjang............................................................................. 15
2.11 Komplikasi......................................................................................................... 15
2.12 Prognosis............................................................................................................ 15
BAB III STATUS ORANG SAKIT........................................................................ 17
BAB IV FOLLOW-UP............................................................................................ 23
BAB V DISKUSI KASUS........................................................................................ 28
BAB VI KESIMPULAN.......................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 32

iii
DAFTAR GAMBAR

2.1 Anatomi pembulu darah koroner......................................................................... 3


2.2 Grafik ECG ST-elevasi myocardial infarction..................................................... 11
2.3 Grafik Evolusi Biomarker Jantung dalam Serum saat IMA................................ 12
2.4 Terai reperfusi pada pasien STEMI..................................................................... 14
2.5 Grafik Evolusi Biomarker Jantung dalam Serum saat IMA................................ 12

iv
DAFTAR GAMBAR

2.1 Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG................................ 11


2.2 TIMI risk score dinamik untuk STEMI............................................................... 16

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit kardiovaskular adalah istilah umum untuk penyakit yang


mempengaruhi jantung atau bagian lain dari sistem vaskular dalam tubuh. Contoh
penyakit kardiovaskular adalah penyakit jantung koroner, gagal jantung dan penyakit
arteri perifer. Penyakit kardiovaskuler adalah salah satu penyebab utama kematian
global. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 17,5 juta orang di
seluruh dunia meninggal karena penyakit jantung pada tahun 2012, yang merupakan
31 % dari jumlah total kematian.1 Penyakit kardiovaskular yang menyerang arteri
koroner jantung sering disebut Penyakit Jantung Koroner (PJK).1
Pembuluh darah koroner merupakan pembuluh darah yang mengantarkan
oksigen dan nutrisi untuk otot jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Infark
miokard adalah merupakan salah satu manifestasi utama dari Penyakit Jantung
Koroner (PJK). Infark miokard terjadi ketika aliran pembuluh darah koroner tiba-tiba
terganggu sampai dengan terhenti dan menyebabkan penurunan suplai darah ke otot
jantung sehingga berakibat kerusakan pada otot jantung.2
Pada tahun 2011, sekitar 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa dengan
penyakit jantung koroner. Berdasarkan RISKESDAS 2013, prevalensi penyakit
jantung koroner di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar
883.447 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis 1,5% atau diperkirakan sekitar
2.650.340 orang. Berdasarkan RISKESDAS 2013, estimasi jumlah penderita penyakit
jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang
(0,5%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit,
yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%). Berdasarkan diagnosis/gejala, estimasi jumlah
penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur
sebanyak 375.127 orang (1,3%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit
ditemukan di Provinsi Papua Barat, yaitu sebanyak 6.690 orang (1,2%).3
Infark miokard, yang umumnya dikenal sebagai serangan jantung, merupakan
nekrosis irreversible dari otot jantung yang terjadi akibat iskemik yang
berkepanjangan. Selanjutnya terjadi ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan jaringan, keadaan ini diakibatkan ruptur plak dan pembentukan trombus
yang menyebabkan berkurangnya suplai darah ke otot jantung.4

1
2

Sindroma koroner akut (SKA) lebih lanjut dapat di klasifikasikan menjadi ST-
Elevation Myocardial Infract (STEMI) dan Non ST-Elevation Myocardial Infract
(NSTEMI), dan Unstable Angina Pectoris (UAP). STEMI sering menimbulkan
kematian mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang
membutuhkan tindakan medis secepatnya. STEMI adalah sindroma yang
didefinisikan oleh gejala karateristik dari Iskemik miokard dimana pemeriksaan
Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan elevasi segmen ST dan peningkatan
biomarker yang merupakan hasil dari nekrosis miokard.5
Menurut American Heart Association’s 2015 faktor resiko Sindroma Koroner
Akut (SKA) dibagi menjadi 2. Faktor resiko yang tidak dapat diubah (nonmodifiable
risk factor) seperti ; Umur, jenis kelamin, ras dan keturunan. Sedangkan faktor resiko
yang dapat diubah (modifiable risk factor) seperti ; riwayat merokok, kolestrol,
hipertensi, obesitas.4

1.2 TUJUAN PENELITIAN

Penyusunan laporan kasus ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan


pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen
Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

1.3 MANFAAT PENELITIAN

Penyusunan laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan ilmu yang


bermanfaat bagi pembaca mengenai diagnosis dan manajemen kasus STEMI terutama
pada penyelenggara pelayanan kesehatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Gambar 2.1 Anatomi Pembuluh Darah Koroner 6

Pada gambar 2.1 dapat dilihat ada 2 arteri koroner utama yaitu arteri koroner
kanan dan kiri. Arteri koroner kiri, terbagi menjadi left anterior descending artery dan
circumflex artery, arteri - arteri ini mensuplai darah ke ventrikel kiri dan atrium kiri
jantung. Arteri koroner kanan, terbagi menjadi right posterior descending artery dan
acute marginal artery, arteri - arteri ini mensuplai darah ke ventrikel kanan, atrium
kanan jantung dan sinoatrial node (sekelompok sel di dinding atrium kanan yang
mengatur laju irama jantung).6

Adapun tambahan 2 cabang arteri koroner utama yang mensuplai darah ke


otot jantung, yaitu:6
1. Circumflex Artery Circumlex artery adalah cabang dari arteri koroner kiri dan
mengelilingi otot jantung. Arteri ini mensuplai darah ke bagian belakang jantung.
2. Left anterior descending artery Left anterior descending artery adalah cabang dari
arteri koroner kiri dan mensuplai darah ke bagian depan jantung.

3
4

2.2 DEFINISI

Sindrom koroner akut merupakan suatu keadaan yang mengancam jiwa yang
dapat menyebabkan beberapa manifestasi klinis akibat gangguan pada arteri
koronaria yang dapat terjadi dalam waktu kapanpun. Infark miokard akut dengan
elevasi segmen ST merupakan bagian dari spektrum SKA yang terdiri atas UAP,
NSTEMI, dan STEMI. STEMI adalah sindrom klinis yang didefiniskan sebagai
gejala iskemia infark khas yang dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi
segmen ST yang persisten dan diikuti pelepasan biomarker nekrosis miokard.7

2.3 EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, penyakit kardiovaskuler bertanggung jawab atas 801.000


kematian tiap tahunnya. Perkiraan insiden serangan jantung di Amerika Serikat
adalah sekitar 580.000 serangan baru dan 210.000 sisanya adalah serangan jantung
rekuren.8 Sindrom koroner akut bersamaan dengan penyakit jantung iskemik
merupakan penyebab kematian nomor satu di Amerika Serikat, Kanada, serta negara-
negara berkembang lainnya. Lebih dari 50% populasi kasus kematian akibat penyakit
kardiovaskuler merupakan populasi kaum wanita dan sindrom koroner akut masih
menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada wanita usia 50
tahunan.9 Setidaknya 1,2 juta penduduk di Amerika Serikat dirawat inap dengan
diagnosis sindrom Koroner akut, dan sekita 2/3 dari populasi tersebut adalah pasien
sindrom koroner akut tipe NSTEMI. Lebih dari setengah jumlah populasi NSTEMI
adalah penduduk usia 65 tahun ke atas, dan didominasi oleh wanita. NSTEMI sering
dijumpai pada individu dengan satu atau lebih faktor risiko aterosklerosis, penyakit
pembuluh darah perifer, atau gangguan inflamasi yang kronis sepertiartritis
reumatoid, psoriasis, atau infeksi.10
Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di
Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447 orang,
sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar
2.650.340 orang. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita penyakit
jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang
(0,5%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit,
yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%). Berdasarkan diagnosis/gejala, estimasi jumlah
penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur
sebanyak 375.127 orang (1,3%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit
ditemukan di Provinsi Papua Barat, yaitu sebanyak 6.690 orang (1,2%).3
5

2.4 ETIOLOGI

Peran plak aterosklerosis merupakan etiologi yang paling mendasar untuk


sindrom koroner akut. Ciri khasnya berupa plak aterosklerosis yang biasanya
memiliki jaringan parut yang tipis yang membentuk sumbatan dan inti sel-sel lemak
yang besar. Plak yang bersifat rentan ini akan ruptur, yang menginduksi aktivasi dan
agregasi trombosit, yang kemudian membentuk suatu trombus. Perbedaannya adalah
pada STEMI terjadi oklusi total trombus pada arteri koroner, sedangkan pada
NSTEMI, oklusi yang terjadi hanya sebagian saja.8
Infark miokard akut jarang sekali terjadi selain akibat formasi trombus akut
Penyebab sindrom koroner akut lain, selain formasi trombus harus dicurigai jika
sindrom koroner akut terjadi pada pasien muda atau seseorang tanpa faktor risiko
penyakit jantung koroner. Sebagai contoh, emboli koroner dari katup mekanik atau
katup jantung yang terinfeksi dapat terlepas ke sirkulasi koroner. Inflamasi dari
vaskulitis akut dapat menyebabkan oklusi koroner, atau pasien dengan kelainan
jaringan ikat, atau wanita peripartum dapat mengalami diseksi arteri koroner spontan
meskipun dalam kasus yang sangat jarang.

Berikut ini adalah berbagai penyebab terjadinya sindrom koroner akut:3


a. Ruptur plak aterosklerotik dengan trombus yang melapisi daerah diatasnya
b. Sindrom vaskulitis
c. Emboli koroner (misalnya dari endocarditis atau katup jantung buatan)
d. Anomali kongenital arteri koroner
e. Trauma atau aneurisma koroner
f. Diseksi arteri koroner spontan
g. Spasme arteri koroner yang berat (primer atau disebabkan kokain)
h. Peningkatan viskositas darah (polisitemia vera, trombositosis)
i. Peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang meningkat (misalnya stenosis
aorta berat)
6

2.5 KLASIFIKASI

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram


(EKG), dan pemeriksaan biomarka jantung, Sindrom koroner akut dibagi menjadi:12
1. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST)
2. Infark miokard akut non-elevasi segmen ST (IMA-NEST)
3. Angina pektoris tidak stabil (APTS)

Infark Miokard Skut dengan Elevasi segmen ST akut (IMA-EST) atau ST-
Elevation Myocardial Infarction (STEMI) merupakan indikator kejadian oklusi total
pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi
untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya, dimana secara
medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis melalui
intervensi koroner perkutan (Percutaneous Coronary Intervention). Diagnosis
STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen
ST yang persisten di 2 sadapan yang bersebelahan. Sedangkan diagnosis IMA-NEST
atau Non ST-Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) dan APTS atau Unstable
Angina Pectoris (UAP) ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa
elevasi segmen ST yang menetap di 2 sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG
saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T
yang datar, gelombang T pseudo-normalisasi, atau bahkan tanpa perubahan. Untuk
UA dan NSTEMI dibedakan berdasarkan hasil pemeriksaan biomarka jantung,
dimana biomarka yang lazim digunakan adalah high sensitivity Troponin, Troponin,
atau CK-MB.12

2.6 FAKTOR RISIKO

Hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, dan riwayat keluarga yang


pernah menderita penyakit jantung koroner pada usia sebelum 55 tahun (pada laki-
laki) dan 65 tahun (pada wanita) merupakan faktor risiko sindrom koroner akut.
Faktor-faktor ini akan meningkatkan risiko kerusakan endotel pembuluh darah dan
perkembangan plak aterosklerotik pada arteri koroner yang nantinya akan berujung
menjadi sindrom koroner akut.8
7

2.7 PATOFISIOLOGI

Infark miokard akut (IMA), baik STEMI maupun NSTEMI, terjadi ketika
iskemia miokard cukup berat hingga menyebabkan nekrosis miokard. Infark dapat
dideskripsikan secara patologis melalui luasnya nekrosis yang terjadi pada otot
miokardium. Infark transmural terjadi bila seluruh ketebalan dari miokard mengalami
nekrosis. Adanya oklusi total dan berkepanjangan pada arteri koroner epikardium
akan menyebabkan infark transmural tersebut. Di sisi yang lain, infark
subendokardium secara eksklusif melibatkan lapisan terdalam dari miokard.
Subendokardium merupakan daerah miokard yang rentan terhadap iskemia karena
zona ini terpapar dengan tekanan paling tinggi dari ruang ventrikel jantung,
mempunyai sedikit koneksi kolateral yang menyuplai daerah tersebut, dan
diperdarahi oleh pembuluh darah yang harus menembus lapisan-lapisan miokard yang
berkontraksi.
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-
faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami
fisur, ruptur atau ulserasi, dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak
koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan
inti kaya lipid. Pada STEMI, gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red
thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons
terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi
trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein Iib/IIIa. Setelah
mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen
asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand
(vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat
8

mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet
dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi
trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner
yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat
trombosit dan fibrin.Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh
oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital,
spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
Infark merepresentasikan kulminasi dari kaskade kejadian yang berbahaya, yang
diinisiasikan oleh iskemia, yang berkembang dari fase yang potensial reversibel ke
fase kematian sel yang irreversibel. Miokard yang disuplai secara langsung oleh
pembuluh darah yang tersumbat akan segera mati. Jaringan di sekitar daerah yang
nekrosis mungkin tidak akan segera nekrosis karena jaringan tersebut mungkin cukup
diperfusikan oleh pembuluh darah sekitar yang masih baik. Akan tetapi, sel-sel
sekitar lainnya dapat menjadi iskemik seiring waktu, akibat kebutuhan akan oksigen
tetap berlangsung meski suplai oksigen menurun, dan regio infark dapat meluas ke
arah luar.
Luas jaringan yang mengalami infark sangat berhubungan dengan (1) luasnya
miokard yang diperdarahi oleh pembuluh darah yang tersumbat, (2) intensitas dan
durasi gangguan aliran darah koroner, (3) kebutuhan oksigen dari regio miokard yang
bersangkutan, (4) jumlah pembuluh darah kolateral yang memberikan aliran darah
dari arteri koroner sekitar yang tidak tersumbat, dan (5) dan tingkat respon jaringan
yang memodifikasi proses iskemik. Perubahan patofisiologi yang terjadi selama
infark muncul dalam 2 tingkatan: perubahan awal pada saat infark akut dan
perubahan lambat selama penyembuhan dan remodeling miokard. Perubahan awal
mencakup evolusi histologik infark dan dampak fungsional penurunan oksigen
terhadap kontraktilitas miokard. Perubahan tersebut berkulminasi pada nekrosis
koagulatif miokard dalam 2 –4 hari. Akibat penurunan kadar oksigen pada miokard
(hipoksia miokard) yang diperdarahi oleh pembuluh darah koroner yang tersumbat
secara tiba-tiba, timbul perubahan yang cepat dari metabolisme aerob ke metabolisme
anaerob. Peningkatan metabolisme anaerob akan menyebabkan akumulasi asam
laktat. Kadar H+intraseluler akan meningkat. Hal ini akan menyebabkan
penggumpalan kromatin dan denaturasi sel otot jantung, dan akhirnya berujung pada
kematian sel otot jantung.
9

Keadaan hipoksia miokard juga akan menurunkan ATP. Penurunan ATP akan
mengganggu Na+-K+-ATPase sehingga terjadi peningkatan konsentrasi
Na+intraseluler dan K+ekstraseluler. Peningkatan Na+intraseluler akan menyebabkan
edema seluler. Kebocoran membran dan peningkatan konsentrasi K+ekstraseluler
akan menyebabkan perubahan pada potensial listrik transmembran, dan hal ini
menjadi predisposisi aritmia letal miokard. Ca++intraseluler berakumulasi pada
miosit yang rusak dan diduga berkontribusi pada jalur akhir destruksi sel melalui
aktivasi lipase dan protease yang mampu mendegradasi.
Secara kolektif, perubahan metabolik ini menurunkan fungsi miokard 2 menit
setelah trombus terbentuk. Tanpa intervensi, cedera sel yang irreversibel terjadi
dalam 20 menit dan ditandai dengan peningkatan defek membran. Enzim proteolitik
yang bocor melalui membran miosit yang berubah akan merusak miokard sekitarnya,
dan lepasnya makromolekul tertentu ke dalam sirkulasi dapat digunakan sebagai
penanda klinis dari infark akut. Edema miokard berkembang dalam 4 –12 jam akibat
peningkatan permeabilitas vaskuler dan peningkatan tekanan onkotik
interstisial(akibat kebocoran protein intraseluler). Perubahan histologik paling awal
dari cedera irreversibel adalah wavy myofibres, yang muncul sebagai edema
interseluler yang memisahkan sel miokard. Contraction bands dapat dilihat dekat
batas dari infark.
Suatu respon inflamasi akut, dengan infiltrasi neutrofil, terjadi sekitar 4 jam dan
mempercepat kerusakan jaringan lebih lanjut. Dalam 18 –24 jam, nekrosis koagulasi
jelas terjadi dengan inti piknotik dan sitoplasma eosinofilik yang lunak. Perubahan
morfologis yang besar belum akan muncul hingga 18 –24 jam setelah oklusi koroner.
Umumnya, iskemia dan infark dimulai dari subendokardium dan kemudian meluas ke
arah lateral dan luar menuju epikardium. Perubahan patologis lambat pada IMA
terdiri dari (1) pembersihan miokard yang nekrotik dan (2) deposisi kolagen untuk
membentuk jaringan parut.
Perubahan fungsional yang terjadi pada miokard akibat IMA antara lain (1)
gangguan kontraktilitas dan komplians jantung, (2) stunned myocardium, (3)
ischemic preconditioning, dan (4) remodeling ventrikel.13
10

2.8 DIAGNOSA

2.8.1 ANAMNESIS

Diagnosa STEMI menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada pasien
dengan ada penyakit arterosklerosis Non koroner, diketahui mempunyai PJK dan atas
dasar pernah mengalami infark miokard/bedah pintas koroner/IKP, mempunyai faktor
risiko (umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, DM, riwayat PJK dini dalam
keluarga). Keluhan pasien dengan iskemi dapat berupa nyeri dada yang tipikal seperti
rasa terbakar, tertekan atau berat pada daerah retrosternal, dan menjalar ke lengan
kiri, leher, rahang, area inters kapular, bahu atau epigastrium. Keluhan ini dapat
berlangsung intermiten atau persisten (lebih dari 20 menit). Keluhan sering disertai
mual atau muntah, nyeri abdominal, sesak napas, sinkop dan diaphoresis.14

2.8.2 PEMERIKSAAN FISIK

Pasien dengan gejala yang sedang berlangsung biasanya berbaring diam di


tempat tidur dan pucat dan mengeluarkan keringat.14

Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai :


Umum : kecemasan, sesak,keringat dingin, tekanan darah < 80 -90mmHg,
HR : takikardia, RR meningkat, suhu badan tinggi dalam 24 -48
jam.
Leher : normal atau sedikit peningkatan TVJ.
Jantung : S1 lemah, S4 dan S3 gallop, keterlambatan pengisian kapiler.
Paru : mengi dan rongki bila terdapat gagal jantung.
Ekstremitas : normal atau dingin.

2.8.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Elektrokardiografi.
Perubahan EKG pada STEMI meliputi hiperakut T, elevasi segmen-ST yang
diikuti terbentuknya gelombang Q patologis, kembalinya segmen-ST pada garis
isoelektris, dan inversi gelombang T. Terbentuknya bundle branch block baru
atau yang dianggap baru, yang menyertai nyeri dada yang khas merupakan juga
kriteria diagnostik IMA.
Pada penderita dengan EKG normal namun diduga kuat menderita IMA,
pemeriksaan EKG 12 sadapan harus diulang dengan jarak waktu yang dekat
11

dimana diperkirakan telah terjadi perubahan EKG.Pada keadaan seperti ini


perbandingan dengan EKG sebelumnya dapat membantu diagnosis.
Pada penderita dengan infark inferior, harus dicurigai kemungkinan infark
posterior dan infark ventrikel kanan. Karena itu, pemeriksaan EKG pada sadapan
V3R-V4R dan V7-V9 harus dikerjakan.

Tabel 2.1 Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG. 14


Lokasi Lead Perubahan EKG
Anterior V1-V4 ST elevasi, Gelombang Q
Anteroseptal V1-V3 ST elevasi, Gelombang Q
Anterior ekstensif V1-V6 ST elevasi, Gelombang Q
Posterior V1-V2 ST depresi, Gelombang R tinggi
Lateral I, aVL, V5-V6 ST elevasi, Gelombang Q
Inferior II, III, aVF ST elevasi, Gelombang Q
Ventrikel kanan V4R, V5R ST elevasi, Gelombang Q

Gambar 2.2 Grafik EKG ST-Elevasi Myocardial Infarction.14

2. Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung yang digunakan sebagai penanda IMA:
 Creatine Kinase-Myocardial Base(CK-MB)
 Troponin I dan Troponin T
 Creatine Kinase(CK)
 Aspartate amino-transferase(AST)
 Lactate dehydrogenase(LDH)
 Mioglobin

Enzim jantung yang paling spesifik adalah troponin dan CK-MB. Kadar
mioglobin serum meningkat segera setelah terjadi IMA, tetapi enzim ini tidak
spesifik. Peningkatan Troponin T atau I pada sekali pengukuran sudah merupakan
12

diagnosis IMA. Diagnosis IMA berdasarkan CK-MB harus didasarkan atas


peningkatan yang diikuti penurunan. Kadar enzim yang terus menerus meningkat
bukan merupakan diagnosis IMA.14

Gambar 2.3 Grafik Evolusi Biomarker Jantung dalam Serum saat IMA.14

2.9 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding nyeri dada pada STEMI adalah


1. Perikarditis akut
2. Emboli paru
3. Diseksi aorta akut
4. Kostokondritis dan
5. Gangguan gastrointestinal.

Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri dada lebih
sering dijumpai pada diabetes mellitus dan usia lanjut.
Pada pemeriksaan fisik, adanya kombinasi nyeri dada dan keringat dingin
dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar ¼ pasien infark anterior mempunyai
manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia) dan hampir ½ pasien infark
inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia).14
13

2.10 TATALAKSANA

2.10.1 TERAPI AWAL

Terapi awal yang dapat diberikan pada kasus sindroma koroner akut (SKA)
tanpa menunggu hasil EKG dan biomarka jantung adalah morfin, oksigen, nitrat,
aspirin (disingkat MONA).12
1. Tirah baring
2. Pada semua pasien STEMI direkomendasikan mengukur saturasi oksigen
perifer.
a. Oksigen diindikasikan pada pasien hipoksemia (SaO2<90% atau PaO2<60
mmHg)
b. Oksigen rutin tidak direkomendasikan pada pasien dengan SaO2 ≥90%
3. Aspirin 160-320 mg diberikan kepada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransi terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih dipilih sebagai terapi
karena absorpsi sublingual lebih cepat.
4. Penghambat reseptor adenosine difosfat (ADP)
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 2x90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang
direncanakan reperfusi menggunakan agen fibrinolitik.
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dosis pemeliharaan
75mg/hari (dianjurkan pada pasien yang direncanakan terapi reperfusi
menggunakan fibrinolitik).
5. Nitrogliserin (NTG) spray/sublingual untuk pasien nyeri dada yang masih
berlangsung saat tiba UGD. Jika nyeri dada tidak hilang dengan 1 kali
pemberian, dapat diulang setiap 5 menit dengan maksimal 3 kali pemberian.
Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan 3
dosis NTG sublingual. Isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai
pengganti.
6. Morfin sulfat 1-5 mg intravena dapat diulang setiap 10-30 menit bila tidak
responsif dengan 3 dosis NTG sublingual.

2.10.2 TERAPI REPERFUSI

Terapi reperfusi segera baik dengan intervensi koroner perkutan primer (IKP)
atau farmakologis diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul
dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau LBBB. Pada RBBB
14

dengan gejala iskemia yang persisten perlu dipertimbangkan IKP. IKP primer juga
harus dikerjakan pada pasien dengan gejala >12 jam disertai EKG yang menunjukkan
iskemia sedang berlangsung, nyeri sedang berlangsung dengan perubahan EKG yang
dinamis, nyeri sedang berlangsung/rekuren, gejala dan tanda gagal jantung, syok, atau
aritmia maligna. Jika strategi reperfusi yang dipilih fibrinolitik, maka terapi
sebaiknya dimulai dalam waktu 10 menit dari diagnosis STEMI. Waktu absolut dari
diagnosis STEMI ke reperfusi IKP adalah 120 menit.

Gam
15
bar 2.4 Terai reperfusi pada pasien STEMI.

Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapat antiplatelet


ganda berupa aspirin dan penghambat reseptor ADP sesegera mungkin sebelum
angiografi, disertai antikoagulan intravena (heparin yang tidak terfraksi, enoxaparin,
fondaprinux). Pada pilihan terapi berupa fibrinolitik dapat dipilih agen spesifik
terhadap fibrin (tenecteplase, alteplase, reteplase) daripada agen yang tidak spesifik
(streptokinase). Pada fibrinolitik, antikoagulan yang menjadi pilihan diantaranya:
enoxaparin subkutan, heparin tidak terfraksi diberikan bolus intravena selama 3 hari,
atau fondaparinux pada pasien yang mendapat streptokinase.
Statin dosis tinggi direkomendasikan sesegera mungkin, kecuali ada
kontraindikasi dan intoleransi. Target LDL ≤70 mg/dl atau reduksi minimal 50% jika
kadar awal 70-135mg/dl. 4
15
16

2.10.3 TERAPI JANGKA PANJANG

Terapi jangka panjang yang disarankan setelah pasien pulih dari STEMI
adalah:12
1. Kendalikan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, dan merokok
2. Terapi antiplatelet dengan aspirin dosis rendah (75-100 mg) diindikasikan
tanpa henti
3. DAPT (aspirin dengan penghambat reseptor ADP) diindikasikan hingga 12
bulan setelah STEMI
4. Pengobatan oral dengan penyekat beta diindikasikan untuk pasien dengan
gagal ginjal atau disfungsi ventrikel kiri
5. Profil lipid puasa harus didapatkan pada setiap pasien STEMI sesegera
mungkin sejak datang
6. Statin intensitas tinggi perlu diberikan atau dilanjutkan segera setelah pasien
masuk rumah sakit jika tidak ada kontraindikasi atau riwayat intoleransi
7. Penghambat ACE diindikasikan sejak 24 jam untuk pasien STEMI dengan
gagal ginjal, disfungsi sistolik ventrikel kiri, diabetes, atau infark anterior.
Dapat digunakan ARB sebagai alternative.
8. Antagonis aldosterone diindikasikan bila fraksi ejeksi ≤40% atau terdapat
gagal ginjal atau diabetes, bila tidak ada gagal ginjal atau hiperkalemia.

2.11 KOMPLIKASI
STEMI dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi baik gangguan
hemodinamik, gangguan irama jantung, maupun gangguan kardiak. Komplikasi
gangguan hemodinamik yang dapat ditemukan pada STEMI diantaranya yaitu gagal
jantung, hipotensi, kongesti paru, keadaan curah jantung rendah, dan syok
kardiogenik.12 Komplikasi gangguan irama jantung dapat berupa aritmia
supraventrikular, aritmia ventrikular, sinus bradikardia, dan blok jantung. Komplikasi
kardiak yang dapat terjadi diantaranya regurgitasi katup mitral, ruptur septum
ventrikel, infark ventrikel kanan, perikarditis, aneurisma ventrikel kiri, dan thrombus
ventrikel kiri.12

2.12 PROGNOSIS

Dengan luasnya penggunaan terapi reperfusi dan terapi kontemporer lainnya,


mortalitas 30 hari paska STEMI saat ini lebih kecil dari 6% dan rerata kematian
dalam 1 tahun menjadi 7-8%. Karena penurunan angka mortalitas berhubungan
17

langsung dengan bukti terapi yang diberikan, maka pasien yang dirawat di RS dengan
performa yang tinggi dapat hidup lebih lama 1 tahun daripada pasien di RS dengan
perfoma rendah.10
Penilaian risiko global memberikan kesempatan untuk mengintegrasikan berbagai
karakteristik pasien ke dalam skor semikuantitatif yang dapat menggambarkan
estimasi prognosis pasien, mempengaruhi keakuratan, intensitas, dan lokasi
penanganan, dan dapat memberikan informasi kepada pasien serta keluarganya terkait
hasil akhir yang potensial.15 risk score (hasil akhir 30 hari), dan GRACE (Global
Registry of Acute Coronary Events) merupakan model peniliaian risiko yang biasanya
digunakan. Pada TIMI score rerata mortalitas 30 hari ialah 6,7%. Mortalitas 30 hari
0,1% pada pasien dengan skor 0. Pada pasien dengan skor 5 menjadi 2,25% dan
>8.8% pada skor ≥8.8

Tabel 2.2 TIMI risk score dinamik untuk STEMI.16

Adapun klasifikasi Killip yang dimaksud terdiri dari:17


a. Killip kelas I yaitu tanpa tanda kongesti pulmoner atau hipoperfusi sistemik
b. Killip kelas II yaitu dijumpainya ronkhi pada lapangan paru bawah
c. Killip kelas III yaitu ronkhi pada lapangan paru atas
d. Killip kelas IV yaitu syok kardiogenik (hipotensi signifikan: TDS<90 mmHg
atau membutuhkan inotrop).
BAB III

STATUS PASIEN

Rekam medis: Tanggal: Hari:


79.94.68 15 Desember 2019 Minggu
Nama pasien: Umur: Jenis kelamin:
Edison Mandalahi 52 tahun Laki-laki
Pekerjaan: Alamat: Agama:
Wiraswasta Tigabaru Kristen Protestan

Keluhan utama : Nyeri dada


Anamnesa :
 Nyeri dada dialami pasien sejak ± 13 jam sebelum masuk rumah sakit.
Pasien menjabarkan nyeri dada yang dialaminya seperti tertimpa benda
berat. Nyeri juga dirasakan pada dada kiri dan menjalar sampai ke
punggung. Pasien mengatakan nyeri dirasakan secara tiba-tiba saat ia
sedang beristirahat. Nyeri berlangsung selama > 20 menit dan membaik
dengan istirahat. Nyeri dada disertai keringat dingin dijumpai. Keluhan
mual dan muntah disangkal pasien. Riwayat nyeri dada sebelumnya tidak
ada.
 Keluhan sesak napas saat ini tidak dikeluhkan. Riwayat sesak napas
sebelumnya disangkal. Riwayat sesak napas saat beraktivitas disangkal.
Riwayat tidur menggunakan 2-3 bantal untuk mengurangi sesak disangkal
pasien. Riwayat sesak pada malam hari sampai terbangun dari tidur
disangkal.
 Keluhan jantung berdebar-debar tidak dikeluhkan. Riwayat jantung
berdebar-debar disangkal.
 Keluhan kaki bengkak saat ini tidak dijumpai. Riwayat kaki bengkak
sebelumnya disangkal pasien.
 Riwayat hipertensi diakui pasien sejak ± 10 tahun terakhir dengan tekanan
darah tertinggi 200/100 mmHg. Pasien mengakui pernah mendapat obat
hipertensi namun pengobatannya tidak teratur.
 Riwayat merokok diakui pasien selama ± 40 tahun, dengan frekuensi
sebanyak ± 3 bungkus rokok dalam 1 hari. Sampai saat ini pasien
mengakui masih belum berhenti merokok.

17
18

 Riwayat diabetes melitus (kencing manis) disangkal. Riwayat konsumsi


alkohol disangkal pasien.
 Riwayat penyakit jantung sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit jantung
pada keluarga disangkal pasien.

Faktor risiko PJK : Laki-laki dengan usia > 45 tahun, hipertensi,


merokok.
Riwayat penyakit terdahulu : Hipertensi Stage II
Riwayat pemakaian obat : Tidak jelas

STATUS PRESENS
Pemeriksaan fisik:

KU: Baik Kesadaran: Compos mentis TD: 170/100 mmHg HR: 65x/i
RR: 20x/i Suhu : 37,2oC JVP: R+2 cmH2O.

Ortopnu: (-) Dispnu: (-) Ikterus: (-) Edema: (-)


Pucat : (-) Sianosis: (-)

Kepala:
Mata : Konjungtiva palpebral inferior anemis (-/-), ikterik (-/-).
Leher : TVJ R+2 cmH2O, trakea medial, pembesaran KGB (-), pembesaran struma (-)
Dinding toraks: Inspeksi : Simetris fusiformis, tidak ada ketinggalan bernapas.
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, iktus cordis tidak
teraba.
Perkusi
Batas paru-hati : Absolut : ICS V, Relatif : ICS VI
Batas Atas Jantung : ICS II linea parasternalis dextra
Batas Kiri Jantung : ICS V linea midaxillaris sinistra
Batas Kanan Jantung: ICS V linea parasternal sinistra
Auskultasi
Suara pernapasan : Vesikuler
Suara tambahan : (-)
19

Jantung : S1 (+) S2 (+) S3 (-) S4 (- ) Aktivitas : cukup.


Murmur : (-)
Paru : Suara pernapasan : vesikuler.
Suara tambahan : Ronkhi (-) Wheezing (-).
Abdomen : Palpasi : Hepar/Lien: tidak teraba.
Ascites (-)
Ekstremitas : Superior : Sianosis (-) Clubbing (-)
Inferior : Edema (-) Pulsasi arteri (+)
Akral : hangat.

ELEKTROKARDIOGRAFI:

Interpretasi rekaman EKG:


Irama : Sinus ritme
QRS Rate : 65 x/i
QRS Aksis : Normoaksis
P wave : Normal
P-R Interval : 0,16 second
QRS Duration : 0,08 second
QRS kompleks : Normal
Segmen ST : Elevasi pada II, III, AVF
T wave : Inversi pada II, III, AVF
RVH/LVH : LVH
Kesan EKG : Sinus Ritme + LVH + Iskemia Inferior
20

HASIL FOTO THORAX (PA)

Interpretasi Foto Thorax:


CTR : 50%
Segmen Aorta : Normal
Segmen Pulmonal : Normal
Pinggang Jantung : Mendatar
Apex : Upwards
Kongesti : Tidak dijumpai
Infiltrat : Tidak dijumpai
Kesimpulan : Cor dan Pulmo dalam batas normal
21

HASIL LABORATORIUM:
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
FAAL HEMOSTASIS
Waktu protrombin 12,7 Kontrol : 13,8
INR 0,92 0,8-1,3
APTT 33,1 Kontrol : 31,9
Waktu trombin 14,7 Kontrol : 18,0
ELEKTROLIT
 Natrium 132 135-155
 Kalium 3,4 3,6-5,5
 Klorida 96 96-106
GINJAL
 BUN 9 8-26
 Ureum 19 18-55
 Kreatinin 0,81 0.7-1,3
ENZIM JANTUNG
CK-MB 176 <= 24
Troponin I 3,36 <0,1

DIAGNOSA KERJA:
STEMI Inferior onset 13 jam KILLIP I TIMI 2/14 + Hipertensi Stage II
1. Fungsional: KILLIP I, TIMI 2/14
2. Anatomi : Arteri Koroner
3. Etiologi : Atherosklerosis

DIFFERENSIAL DIAGNOSA:
1. Perikarditis
2. Diseksi aorta

PENGOBATAN :
 Tirah baring
 IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
 Oksigen 2-4 L Nasal Canule
 Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam
 Klopidogrel 75 mg 1x1 PO
 Simvastatin 40 mg 1x1 PO
 Ramipril 2,5 mg 1x1 PO
 Concor 2,5 mg 1x1 PO
 Amlodipine 5 mg 1x1 PO
 ISDN 5 mg 1x1 PO
22

 Kompolax 1x4 PO
 KSR 600 mg 1x1
 Plavix 300 mg

RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN:


 Ekokardiografi
 KGD puasa, 2 jam PP, HbA1c
 Lipid profile
 Pemeriksaan ulang faal hemostasis
BAB IV

FOLLOW UP

Tanggal 16 - 17 Desember 2019


S Nyeri dada sudah tidak dikeluhkan
O 16 Desember 2019 17 Desember 2019
Sensorium: Compos Sensorium: Compos mentis
mentis TD: 130/60 mmHg
TD: 130/90 HR : 76x/i
mmHg RR : 20x/i
HR : 68x/i SpO2 : 97%
RR : 20x/i
SpO2 : 97%

Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), Sklera ikterik


(-/-)
Leher : TVJ : R+2 cm H2O
Thorax :
 Inspeksi : Simetris fusiformis
 Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, iktus kordis
tidak teraba
 Perkusi:
- Batas paru-hati : Absolute ICS V, Relative ICS VI
- Batas atas jantung : ICS II linea parasternalis dextra
- Batas kiri jantung : ICS V linea midaxillaris sinistra
- Batas kanan jantung : ICS V linea parasternalis sinistra
 Auskultasi
Suara pernapasan : Vesikuler
Suara tamahan : (-)
Suara jantung : S1(+), S2(+), S3(-), S4(-), Murmur (-),
Gallop(-)
Ekstremitas : akral hangat, edema pretibial (-/-)

Ekokardiografi (16 Desember 2019)


Irama sinus ritme; QRS rate 68x/i; QRS axis normoaxis; Gelombang
P 0,08 second; Interval PR 0,16 second; QRS duration 0,08 second;

23
24

QRS kompleks normal; ST elevasi pada lead II, III, AVF; T inverted
pada lead II, III, AFV; RVH (-); LVH (-); VES (-).
Kesimpulan : Sinus Ritme, STEMI Inferior
Echodinamika (16 Desember 2019)
LVOT VTI : 18 MAP : 103
LVOT Ø : 2,2 IVC : 22/18
SV : 0,785 x (2,2)2 x 18 = 68,38 TD : 130/90 (103)
CO : 68,38 x 66 = 4513 RAP : 15
SVR : 80(103-15)/4,5 = 1564

Hasil laboratorium (16 Desember 2019)


Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Glukosa Darah Puasa 116 70-105
HbA1c 5,4 4,0-6,0
Kolesterol total 183 <240 (low risk)
<200( moderate risk)
<160(high risk)
Trigliserida 200 <150
Kolesterol HDL 33 >40
Kolesterol LDL 123 <160 (low risk)
<130 (moderate risk)
<100 (high risk)
A - STEMI Inferior onset 13 jam KILLIP I TIMI 2/14
- Hipertensi Stage II
P - Tirah baring
- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
- Oksigen 2-4 L Nasal Canule
- Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam
- Klopidogrel 75 mg 1x1 PO
- Simvastatin 40 mg 1x1 PO
- Ramipril 2,5 mg 1x1 PO
- Concor 2,5 mg 1x1 PO
- Amlodipine 5 mg 1x1 PO
- ISDN 5 mg 1x1 PO
- Kompolax 1x4 PO
- KSR 600 mg 1x1
- Plavix 300 mg (Malam dan Pagi sebelum PCA/PCI)
R/
25

- PCA/PCI (18/12/2019)
- Persiapan pasien untuk PCA/PCI
1. SiO (+)
2. Loading Malam : Plavix 300 mg ; Pagi : Plavix 300
mg
3. Public Hygine
4. Puasa mulai pukul 06.00
5. Berdo'a
6. Pulsasi arteri femoralis (+)

Tanggal 18 Desember 2019


S Nyeri dada tidak dikeluhkan
O Sensorium: Compos mentis
TD: 90/60 mmHg
HR : 83x/i
RR : 20x/i

Hasil Angiografi Koroner (18/12/2019)


1. RCA : Total oklusi di proximal
2. LM : Normal
3. LAD : Normal
4. LCX : Stenosis 50% setelah OM 2, diffuse. Stenosis 90% di distal
Kesimpulan : CAD 2VD
Saran : PCI di RCA

Telah dilakukan PCI 1 stent di RCA. Durante tindakan diberikan


Integrilin 8 cc dan Actilase 5 cc. Hasil akhir TIMI flow III

Hasil Laboratorium (18/12/2019 17:50)


APTT
 Pasien : 31,1
 Kontrol : 33,2

Ekokardiografi (18 Desember 2019)


Irama sinus ritme; QRS rate 83x/i; QRS axis normoaxis; Gelombang P
0,08 second; Interval PR 0,16 second; QRS duration 0,08 second;
QRS kompleks normal; ST elevasi pada lead II, III, AVF; T inverted
26

pada lead II, III, AFV; RVH (-); LVH (-); VES (-).
Kesimpulan : Sinus Ritme, STEMI Inferior
A - STEMI Inferior onset 13 jam KILLIP I TIMI 2/14
- Hipertensi Stage II
P - Tirah baring
- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
- Oksigen 2-4 L Nasal Canule
- Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam
- Klopidogrel 75 mg 1x1 PO
- Simvastatin 40 mg 1x1 PO
- Ramipril 2,5 mg 1x1 PO
- Concor 2,5 mg 1x1 PO
- Amlodipine 5 mg 1x1 PO
- ISDN 5 mg 1x1 PO
- Kompolax 1x4 PO
- KSR 600 mg 1x1

R/
- Rawat CVCU
- Heparinisasi dengan Lovenox 0,8 cc/12 jam (3 hari)
- Cek APTT (12:10)

Tanggal 19 Desember 2019


S Nyeri dada dikeluhkan pasien
O Sensorium: Compos mentis
TD: 110/85 mmHg
HR : 76x/i
RR : 20x/i
SpO2 : 98%

Ekokardiografi (19 Desember 2019)


Irama sinus ritme; QRS rate 76x/i; QRS axis normoaxis; Gelombang P
0,08 second; Interval PR 0,16 second; QRS duration 0,08 second;
QRS kompleks normal; ST elevasi pada lead II, III, AVF; T inverted
pada lead II, III, AFV; RVH (-); LVH (-); VES (-).
Kesimpulan : Sinus Ritme, STEMI Inferior
27

Echodinamika (19 Desember 2019)


LVOT VTI : 17 MAP : 93
LVOT Ø : 2,2 IVC : 17/13
SV : 0,785 x (2,2)2 x 17 = 64,58 TD : 110/85 (93)
CO : 64,58 x 87 = 5618 RAP : 8
SVR : 80(93-8)/5,6 = 1214
A - CAD 2VD dengan post PCI 1 stent di RCA
- STEMI Inferior onset 13 jam KILLIP I TIMI 2/14
- Hipertensi Terkompensasi
P - Tirah baring
- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
- Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam
- Klopidogrel 75 mg 1x1 PO
- Simvastatin 40 mg 1x1 PO
- Ramipril 2,5 mg 1x1 PO
- Concor 2,5 mg 1x1 PO
- Amlodipine 5 mg 1x1 PO
- ISDN 5 mg 1x1 PO
- Kompolax 1x4 PO
- KSR 600 mg 1x1

R/
- Lanjut heparinisasi dengan Lovenox 0,8 cc/12 jam (3 hari)
BAB V

DISKUSI KASUS

TEORI PASIEN
Definisi
STEMI adalah sindroma yang didefinisikan Pada EKG pasien dijumpai elevasi
oleh gejala karateristik dari Iskemik miokard ST pada sadapan II,III dan aVF,
dimana pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) dan didapati biomarker hasil dari
menunjukkan elevasi segmen ST dan nekrosis miokard yaitu peningkatan
keluarnya biomarker yang merupakan hasil CK-MB dengan nilai 176 dan
dari nekrosis miokard.5 Troponin I dengan nilai 3,36.
Faktor risiko
Hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, Pada anamnesis pasien, didapati
merokok, dan riwayat keluarga yang pernah faktor risiko yakni jenis kelamin
menderita penyakit jantung koroner pada usia laki-laki dengan usia > 45 tahun,
sebelum 55 tahun (pada laki-laki) dan 65 tahun hipertensi, dan merokok.
(pada wanita) merupakan faktor risiko sindrom
koroner akut.8
Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemi dapat berupa Pada pasien dijumpai keluhan
nyeri dada yang tipikal seperti rasa terbakar, berupa nyeri dada sejak ± 13 jam
tertekan atau berat pada daerah retrosternal, sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
dan menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area dada seperti tertimpa benda berat.
inters kapular, bahu atau epigastrium. Keluhan Nyeri juga menjalar sampai ke
ini dapat berlangsung intermiten atau persisten punggung. Pasien mengatakan nyeri
(lebih dari 20 menit). Keluhan sering disertai dirasakan secara tiba-tiba saat ia
mual atau muntah, nyeri abdominal, sesak sedang beristirahat. Nyeri
napas, sinkop dan diaphoresis.14 berlangsung selama > 20 menit dan
membaik dengan istirahat. Nyeri
dada disertai keringat dingin
dijumpai. Keluhan mual dan
muntah disangkal pasien.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai14 : Pada pasien dijumpai:
Umum : Kecemasan, sesak, keringat Umum : Kecemasan dan
dingin, tekanan darah < 80-90 keringat dingin.
mmHg, takikardia, tachypnea, Leher : TVJ R+2 mmH2O

28
29

dan suhu badan tinggi dalam 24 Jantung : S1 (+), S2 (+).


-48 jam. Paru : Ronki (-)
Leher : Normal atau peningkatan TVJ. Ektremitas : Akral hangat
Jantung : S1 lemah, S4 dan S3 gallop,
keterlambatan pengisian kapiler.
Paru : Mengi dan ronki bila terdapat
gagal jantung.
Ekstremitas : normal atau dingin.
Pemeriksaan penunjang
Elektrokardiografi
Perubahan EKG pada STEMI meliputi Rekaman elektrokardiografi pada
hiperakut T, elevasi segmen-ST yang diikuti pasien menunjukkan elevasi
terbentuknya gelombang Q patologis, segmen ST pada sadapan II, III, dan
kembalinya segmen-ST pada garis isoelektris, AVF. Selain itu juga dijumpai
dan inversi gelombang T. Region anterior inversi gelombang T pada sadapan
ekstensif dinding ventrikel akan ditemukan II, III, AVF.
elevasi segmen ST di sadapan V1-V6. Regio
inferior akan ditemukan elevasi segmen ST di
sadapan II, III dan AVF. Region lateral
ditemukan elevasi segmen ST di sadapan I,
AVL, V5 dan V614.
Penatalaksanaan
Terapi Awal12  Tirah baring
 Tirah Baring  IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
 Oksigen (pada pasien dengan SaO2<90%)  Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam
 Aspirin 160-320 mg  Klopidogrel 75 mg 1x1 PO
 Clopidogrel 300 mg loading dose dengan  Simvastatin 40 mg 1x1 PO
maintenance dose 75 mg/hari  Ramipril 2,5 mg 1x1 PO
 Nitrogliserin seperti ISDN  Concor 2,5 mg 1x1 PO
 Amlodipine 5 mg 1x1 PO
4
Terapi Reperfusi  ISDN 5 mg 1x1 PO
Ada 2 jenis strategi reperfusi, pertama dengan
 Kompolax 1x4 PO
intervensi koroner perkutan primer (primary
 KSR 600 mg 1x1
PCI) dan kedua secara medikamentosa dengan
 Plavix 300 mg
obat fibrinolitik.
30

Terapi Jangka Panjang12


 Kendalikan faktor risiko seperti DM,
hipertensi, dan berhenti merokok.
 Terapi antiplatelet dengan aspirin dosis
rendah (75-100 mg)
 DAPT (aspirin dengan penghambat
reseptor ADP) diindikasikan hingga 12
bulan setelah STEMI
 Statin perlu diberikan atau dilanjutkan
segera setelah pasien masuk rumah sakit
jika tidak ada kontraindikasi atau riwayat
intoleransi
BAB VI

KESIMPULAN

Tn. E, usia 52 tahun, didiagnosa dengan STEMI Inferior onset 13 jam KILLIP I
TIMI 2/14 + Hipertensi Stage II. Pasien telah diterapi dengan terapi non-farmakologis
yaitu tirah baring, serta terapi farmakologis berupa IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i, IVFD
NaCl 0,9% 10 gtt/i, Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam, Klopidogrel 75 mg 1x1 PO,
Simvastatin 40 mg 1x1 PO, Ramipril 2,5 mg 1x1 PO, Concor 2,5 mg 1x1 PO,
Amlodipine 5 mg 1x1 PO, ISDN 5 mg 1x1 PO, Kompolax 1x4 PO, KSR 600 mg 1x1,
dan Plavix 300 mg. Pasien juga telah menjalani PCI 1 stent di RCA.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organisation, CardiovascularDisease, World Health Organisation;


2015.
2. Elizabeth G. Nabel, M.D., and Eugene Braunwald, M.D.N Engl J Med. A Tale of
Coronary Artery Disease and Myocardial Infarction. January 2012: DOI:
10.1056: 366:54-63.
3. Riset Kesehatan Dasar. Situasi kesehatan jantung. Riset Kesehatan Dasar; 2013..
4. Fuster,at al. Hurst, The Heart Disease. 13th, 2011, Mc Graw Hill Publisher.
5. American Heart Association. Older Americans and Cardiovascular
DiseasesStatistics. American Heart Association. 2015. Available from
:http://www.american heart.org/presenter.jhtml identifier_3000936.
6. GW Heart and Vascular Institute. Anatomy and Function of the Heart Valves.
GW Heart and Vascular Institute; 2016.
7. H.S, R. F., & Nasution, S. A. (2016). Pendekatan Diagnosis dan Tatalaksana
InfarkVentrikel Kanan. 2(4), 240-248.
8. Ferri FF. Ferri’s Clinical Advisor. United States: Elsevier; 2019, p: 30.
9. Walls RM, et al. Rosen’s Emergency Medicine: Concepts and Clinical Practice,
9th edition. United States: Elsevier; 2018, p: 891-2.
10. Goldman L dan Schafer AI. Goldman-Cecil Medicine, 25th edn, vol. I, United
States: Elsevier; 2015, p: 379.
11. Lily LS. Pathophysiology of Heart Disease: A Collaborative Project of Medical
Students and Faculty, 6e. Wolters Kluwer; 2015.
12. Juzar DA, et al. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Keempat.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia; 2018. hal:1-71.
13. Naik H, Sabatine MS, Lilly LS, 2007. Acute Coronary Syndrome. In: Lilly LS,
ed. Pathophysiology of Heart Disease 4th Edition. USA: Lippincott Williams &
Wilkins; 168-196.
14. Alwi I, 2009. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Dalam: Sudoyo A.W., et
al, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1741-1756.
15. Gara OP, et al. 2013 ACC/AHA guideline for the management of ST elevation
myocardial infarction. AHA journals.2012; p362-425.
16. Amin ST, et al. Dynamic TIMI risk score for STEMI. Journal of American Heart
Association. 2013;p1-9.

32
33

17. Vicent L, et al. Predictors o high Killip class after ST segment elevation
myocardial infarction in the era of primary reperusion. International journal of
cardiology. 2017; vol.248; p46-50.

Anda mungkin juga menyukai