Anda di halaman 1dari 5

Tugas Rekayasa Ide

Nama Mahasiswa : Olivia Febriola Br Karo

Nim : 2183111055

Dosen Pengampu : Drs. Bayaruddin, M. Pd.

Mata Kuliah : Penilaian Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia

PROGARAM STUDI PENDIDIKAN S1 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI - UNIVERSITAS NEGRI MEDAN

DESEMBER 2019
Makna Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

A. Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Standar kompetensi yang harus dicapai melalui pembelajaran Bahasa Indonesia adalah meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomununikasi dalam Bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun
tulisan serta menimbulkan penghargaan terhadap hasil cipta manusia Indonesia. Standar kompetensi
tersebut dimaksudkan agar peserta didik siap mengakses situasi multiglobal lokal yang berorientasi pada
keterbukaan dan kemasadepanan. Untuk itu, maka guru harus dapat membantu mereka membangun
berbagai strategi komunikasi yang membuat mereka dapat menghadapi situasi kritis yang akan mereka
hadapi.

Terkait dengan kompetensi yang harus dicapai melalui pembelajaran bahasa Indonesia, secara khusus
pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar bertujuan mengembangkan kemampuan berbahasa
Indonesia siswa sesuai dengan fungsi bahasa sebagai wahana berpikir dan wahana berkomunikasi untuk
mengembangkan potensi intelektual, emosional, dan sosial. Bahasa sangat fungsional dalam kehidupan
manusia, karena selain merupakan alat komunikasi yang paling efektif, berpikir pun menggunakan
bahasa. Begitu pentingnya kemampuan berbahasa, sehingga masalah kemampuan berbahasa khususnya
kemampuan baca-tulis atau literasi (melek huruf) menurut Azies dan Alwasilah (1997: 12) dan Akhadiah
(1992: 18) di seluruh dunia masalah literasi atau melek huruf ini merupakan persoalan manusiawi
sepenting dan semendasar persoalan pangan dan papan. Untuk itu, maka menurut Gani (1995: 1) proses
pendidikan bahasa sejak di sekolah dasar harus mampu mewujudkan lulusan yang melek huruf dalam
arti yang lebih luas yaitu melek teknologi dan melek pikir yang keseluruhannya juga mengarah pada
melek kebudayaan.

B. Penilaian Pembelajaran Bahasa Indonesia

Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran ini, terdapat model-model penilaian pembelajaran


keterampilan berbahasa baik lisan maupun tulis. Menurut Sugito (Santosa, 2003) penilaian
pembelajaran keterampilan berbahasa lisan, meliputi penilaian menyimak dan berbicara, sementara
penilaian keterampilan berbahasa tulis meliputi penilaian keterampilan membaca dan menulis.
Sementara menurut Soegito (Santosa, 2003) dan menurut Oller ( Rofi’uddin, 1999) jenis-jenis tes yang
dapat digunakan untuk menilai kemamampuan berbahasa banyak ragamnya, seperti jenis tes untuk
penilaian pembelajaran menyimak, di antaranya tes respons terbatas, tes respons pilihan ganda, tes
komunikasi luas, dan dikte. Sementara dalam penilaian kemampuan berbicara terdapat jenis tes, yaitu
tes respon terbatas, tes terpadu, dan tes wawancara, tes kemampuan berbicara berdasarkan gambar,
bercerita, diskusi, dan tes ujaran terstruktur, seperti mengatakan kembali, membaca kutipan, mengubah
kalimat, dan membuat kalimat.

Adapun model penilaian dalam pembelajaran keterampilan berbahasa tulis mencakup penilaian
membaca dan menulis. Aspek penting dalam penilaian membaca adalah pemahaman. Jenis-jenis tes
yang dapat digunakan untuk menguji kemampuan membaca peserta didik SD, di antaranya adalah tes
pemahaman kalimat dan tes pemahaman wacana, tes cloze, menceritakan kembali, tes meringkas, tes
subjektif, dan tes objektif. Sementara penilaian menulis, di antaranya meliputi tes pratulis, tes menulis
terpadu, dan tes menulis bebas, tes menulis berdasarkan rangsangan gambar, tes menulis berdasarkan
rangsangan suara, tes menulis dengan rangsangan buku, tes menulis laporan. Dengan demikian, maka
penilaian dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan pengamatan (nontes) dan
pengukuran (tes). Kedua macam penilaian ini, dapat digunakan untuk saling melengkapi sehingga dapat
memberikan gambaran hasil belajar peserta didik secara lengkap dan holistik.

Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan salah satu komponen kurikulum yang memuat prinsip,
sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas
publik melalui identifikasi kompetensi/hasil belajar yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang
standar yang harus dan telah dicapai serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan. PBK dilakukan
untuk memberikan keseimbangan pada ketiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dengan
menggunakan berbagai bentuk dan model penilaian secara resmi maupun tidak resmi dengan
berkesinambungan.

PBK merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan dan penggunaan informasi tentang hasil
belajar peserta didik dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, bukti-
bukti otentik, akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik. PBK mengidentifikasi pencapaian
kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang
harus dan telah dicapai disertai dengan peta kemajuan belajar peserta didik dan pelaporan. PBK
menggunakan arti penilaian sebagai “assessment” yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh dan
mengefektifkan informasi tentang hasil belajar peserta didik pada tingkat kelas selama dan setelah
kegiatan belajar mengajar. Data atau informasi dari penilaian ini merupakan salah satu bukti yang dapat
digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu program pendidikan. Dengan demikian, maka PBK
merupakan penilaian yang dilaksanakan terpadu dengan kegiatan belajar mengajar di kelas (berbasis
kelas) melalui pengumpulan kerja peserta didik (portfolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek),
kinerja (performance), dan tertulis (paper and pen).

PBK yang dilakukan guru secara terpadu dengan kegiatan pembelajaran berguna untuk (a) umpan
balik bagi peserta didik dalam mengetahui kemampuan dan kekurangannya sehingga menimbulkan
motivasi untuk memperbaiki hasil belajarnya; (b) memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan
belajar peserta didik sehingga memungkinkan dilakukannya pengayaan dan remediasi untuk memenuhi
kebutuhan peserta didik sesuai dengan kemajuan dan kemampuannya; (c) memberikan masukan bagi
guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di kelas; (d) memungkinkan peserta didik mencapai
kompetensi yang telah ditentukan walaupun dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda; (e)
memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada masyarakat tentang efektivitas pendidikan
sehingga mereka dapat meningkatkan partisipasinya di bidang pendidikan.

Dilihat dari keterkaitan antara penilaian berbasis kelas dengan proses belajar mengajar bahasa
Indonesia, bahwa penilaian mempersyaratkan adanya keterkaitan langsung dengan aktivitas proses
pembelajaran. Demikian pula, proses belajar mengajar akan berjalan efektif apabila didukung oleh
penilaian berbasis kelas yang efektif oleh guru. Penilaian merupakan bagian integral dari proses belajar
mengajar. Kegiatan penilaian harus dipahami sebagai kegiatan untuk mengefektifkan proses belajar
mengajar agar sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Stigging
(Furqon, 2001) bahwa “Assessment as instruction”, maksudnya bahwa “Assessment and teaching can be
one and the same”. Dengan demikian penilaian pembelajaran bahasa Indonesia harus dilakukan guru
secara terencana, sistematik, dan berkesinambungan sebagai strategi dalam quality assurance.

Langkah yang guru lakukan dalam rangkaian aktivitas pengajaran meliputi rencana mengajar, proses
belajar mengajar, penilaian, analisis dan umpan balik. Dalam siklus pembelajaran, hal pertama yang
harus dilakukan oleh guru adalah menyusun rencana mengajar. Dalam menyusun rencana mengajar ini
hal-hal yang harus dipertimbangkan meliputi rincian komponen yang harus dicapai peserta didik,
cakupan dan kedalaman materi, indikator pencapaian kompetensi, pengalaman belajar yang harus
dialami peserta didik, persyaratan sarana belajar yang diperlukan, dan metode serta prosedur untuk
menilaian ketercapaian kompetensi.

Setelah rencana pengajaran tersusun dengan baik, guru melakukan kegiatan belajar mengajar sesuai
dengan rencana tersebut. Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam proses belajar mengajar ini
adalah adanya interaksi yang efektif antara guru, peserta didik dan sumber belajar lainnya sehingga
menjamin terjadinya pengalaman belajar yang mengarah ke pencapaian kompetensi oleh peserta didik.
Untuk mengetahui dengan pasti ketercapaian kompetensi dimaksud, guru melakukan penilaian secara
terarah dan terprogram. Penilaian harus digunakan sebagai proses untuk mengukur dan menentukan
tingkat ketercapaian kompetensi, dan sekaligus untuk mengukur efektivitas proses belajar mengajar.
Untuk itu, penilaian yang efektif harus diikuti oleh kegiatan analisis terhadap hasil penilaian dan
merumuskan umpan balik yang perlu dilakukan dalam perencanaan proses belajar mengajar berikutnya.
Dengan demikian, rencana mengajar yang disiapkan guru untuk siklus proses belajar mengajar
berikutnya harus didasarkan pada hasil dan umpan balik penilaian sebelumnya. Jika dilakukan, maka
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan sepanjang semester dan tahun pelajaran merupakan
rangkaian dari siklus proses belajar mengajar yang saling berkesinambungan.

Dilihat dari kesejarahannya, penilaian dalam pembelajaran bahasa dapat dipilah menjadi tiga
kategori, yangni penilaian yang menggunakan pendekatan diskrit, integratif, dan pragmatik/komunikatif.
Penilaian pembelajaran bahasa dengan pendekatan diskrit, menurut Oller (Rofi’uddin, 1994) merupakan
penilaian yang hanya menekankan atau menyangkut satu aspek kebahasaan. Jika dalam kebahasaan
dikenal adanya aspek fonologi, morfologi, sintaksis, maka akan dijumpai adanya penilaian tentang
fonologi, morfologi, dan sintaksis. Selain itu, dalam keterampilan berbahasa dikenal adanya
keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan keterampilan menulis. Oleh karena itu, juga dapat
dijumpai adanya penilaian menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Penilaian pembelajaran bahasa
dengan pendekatan integratif, kemunculannya sebagai reaksi terhadap penilaian diskrit yang dianggap
memiliki banyak kelemahan. Tes integratif merupakan penilaian kebahasaan yang digunakan untuk
mengukur beberapa aspek kemampuan atau keterampilan berbahasa. Dalam tes integratif, aspek-aspek
kebahasaan tidak dipisah-pisahkan, melainkan merupakan satu kesatuan yang padu. Penilaian
pembelajaran bahasa dengan pendekatan pragmatik, yaitu sebagai tes bahasa yang difungsikan untuk
mengukur kemampuan berbahasa sesuai dengan situasi dan konteks pemakaiannya. Oller (Rofi’uddin,
1994) mengemukakan beberapa tes yang dapat dikategorikan sebagai tes pragmatik, yakni, cloze test,
dikte, tanya jawab, wawancara, bercerita, mengarang, dan terjemahan

Anda mungkin juga menyukai