Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

FORMULASI KRIM WAJAH UNTUK MENCEGAH SINAR UV


TEKNOLOGI KOSMETIKA

DISUSUN OLEH:
TUGAS 1 KELOMPOK 5 KELAS A

Made Hapri Dwi Artaning (18330713)

Dosen Mata Kuliah:


Prof. Dr.Teti Indrawati Msi, Apt.

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara tropis dimana dengan limpahan sinar matahari sepanjang
tahunnya. Sinar matahari sendiri merupakan sumber energi yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Matahari dapat memancarkan berbagai macam sinar baik yang dapat
dilihat (visibel) maupun yang tidak dapat dilihat. Sinar matahari yang dapat dilihat
adalah sinar yang dipancarkan dalam gelombang lebih dari 400nm, sedangkan sinar
matahari dengan panjang gelombang 10nm- 400nm yang disebut dengan sinar ultra
violet tidak dapat dilihat dengan mata. Ada dua jenis sinar UV, yaitu UVA dan UVB.
Sinar UV-A memiliki λ 320-400 nm, Sinar UVA dapat menembus ke jaringan kulit dan
merusak sel, memicu munculnya tanda-tanda penuaan kulit dan flek hitam karena
pelepasan melanin. Sedangkan sinar UVB memilki λ 290-320 nm juga dapat
menyebabkan tanning, kulit terbakar (sunburn), dan pembentukan kanker kulit (Poskitt et
al., 1979). Meskipun jumlah UV-A yang diterima bumi 10% lebih banyak daripada UV-
B, akan tetapi produksi eritema lebih banyak disebabkan oleh UV-B. Sebagian besar
sinar UV-B diabsorpsi oleh epidermis dan dapat menstimulasi melanogenesis yang
paling tinggi (Willis& Cylus, 1977).
Dalam beberapa hal sinar ultra violet bermanfaat untuk manusia yaitu diantaranya
untuk mensintesa Vitamin D dan juga berfungsi untuk membunuh bakteri. Namun
disamping manfaat tersebut sinar ultra violet dapat merugikan manusia apabila terpapar
pada kulit manusia terlalu lama. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan eritema
(kemerahan) pada kulit, pigmentasi yang berlebihan, penebalan sel tanduk, dan aging
(penuaan kulit). Hampir 50% sinar UV-A berpenetrasi sampai ke dermis sehingga dapat
menyebabkan penuaan kulit (Lee & Kaplan, 1992). Sengatan matahari yang berlebihan
juga dapat menyebabkan kelainan kulit mulai dari dermatitis ringan (biasanya ditandai
gejala ringan berupa sedikit memerah kering, bersisik, dapat menimbulkan gatal ataupun
tidak), sampai kanker kulit.
Salah satu upaya pencegahan terjadinya berbagai gangguan kulit akibat paparan sinar
(UV) adalah dengan menggunakan tabir surya. Tabir surya merupakan bahan-bahan
kosmetik yang secara fisik atau kimia dapat menghambat penetrasi sinar UV ke dalam
kulit. Khususnya penggunaan tabir surya untuk wajah. Penggunaan tabir surya pada
wajah harus khusus untuk kulit wajah  karena kulit wajah cenderung lebih tipis dan lebih
sensitif dibandingkan kulit bagian tubuh lainnya. Kondisi ini menyebabkan kulit
wajah lebih rentan mengalami gangguan kulit akibat efek buruk sinar matahari, seperti
kemerahan, iritasi dan muncul bercak atau flek hitam. Untuk itu sangat penting
menggunakan krim tabir surya saat aktivitas diluar ruangan agar terhindar dari efek
buruk sinar UV.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa karakteristik sediaan krim wajah untuk mencegah sinar UV yang baik yang baik?
2. Apa saja komponen sediaan krim wajah untuk mencegah sinar UV yang baik?
3. Metode apa saja yang dapat digunakan untuk membuat formula sediaan krim wajah
untuk mencegah sinar UV yang baik?
4. Evaluasi apa saja yang harus dilakukan dalam pembuatan krim wajah untuk mencegah
sinar UV?
5. Bagaimana rancangan formulasi yang saudara buat (formula, metode, evaluasi, dan
karakteristik)?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik sediaan krim wajah untuk mencegah
sinar UV yang baik
2. Untuk mengetahui dan memahami apa saja komponen sediaan krim wajah untuk
mencegah sinar UV
3. Untuk mengetahui dan memahami apa saja metode yang dapat digunakan untuk
membuat formula sediaan krim wajah untuk mencegah sinar UV
4. Untuk mengetahui dan memahami evaluasi apa saja yang harus dilakukan dalam
pembuatan krim wajah untuk mencegah sinar UV yang baik
5. Untuk mengetahui dan memahami merancang formula sediaan krim wajah untuk
mencegah sinar UV yang baik
1.4 Manfaat
Dengan tugas ini diharapkan mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu yang didapat
sehingga dapat menghasilkan suatu sediaan yang memenuhi standar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit
Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi
utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi
perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan
lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati),
respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan
pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai
peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono
dan Latifah, 2007).
2.2 Struktur Kulit
Struktur kulit Menurut Anief (1997), secara mikroskopik lapisan kulit terbagi menjadi
tiga, yaitu:
1. Epidermis merupakan lapisan kulit paling luar dan berfungsi sebagai sawar dasar dari
kulit terhadap kehilangan air, elektrolit, dan nutrisi dari badan dan sawar dasar
terhadap penetrasi air dan substansi asing dari luar badan, yang dapat dibagi menjadi 5
lapisan yaitu :
a. Stratum corneum (lapisan tanduk) merupakan lapisan paling luar yang tersusun dari
sel mati berkeratin dan merupakan sawar kulit terhadap kehilangan air. Bila air yang
dikandung stratum korneum hilang, kulit akan menjadi kering dan bersisik dan juga
apabila terjadi dehidrasi stratum korneum sampai kira-kira di bawah 10% air akan
menimbulkan celah, dan Universitas Sumatera Utara 7 membuka jalan bagi substansi
iritan dan mikroorganisme masuk ke dalam kulit. Hilangnya stratum korneum
memberi jalan penguapan (evaporasi), kekurangan komponen sel, dan terjadinya
penetrasi substansi asing tanpa ada halangan (Anief, 1997).
b. Stratum lucidium merupakan sel-sel permukaan bertanduk setelah mengalami
proses diferensiasi. Stratum lucidium terdapat di bawah lapisan tanduk dan bertindak
juga sebagai sawar, dapat dilihat jelas pada telapak kaki dan tangan (Anderson,1996).
c. Stratum granulosum (lapisan butir) merupakan dua atau tiga lapis sel gepeng
dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti sel di dalamnya (Wasitaatmadja,
1997). Sel-sel pada stratum granulosum ini pipih dan banyak mengandung partikel
berwarna gelap yang disebut granula keratohialin. Di dalam sitoplasma dari stratum
granulosum ini terdapat organel yang disebut granula lamela yang berfungsi sebagai
pertahanan bagi epidermis (Brown dan Burns, 2005).
d. Stratum spinosum (lapisan sel duri) merupakan sel yang berbentuk poligonal
(banyak sudut) dan mempunyai banyak tanduk atau spina. Stratum spinosum adalah
keratinosit yang membentuk keratin suatu protein fibrosa. Pada waktu keratinosit
meninggalkan stratum spinosum dan bergerak ke atas, sel sel ini akan mengalami
perubahan bentuk, orientasi, struktur sitoplasmik dan komposisi. Proses ini
mengakibatkan transformasi dari sel-sel hidup (aktif mensintesis) menjadi sel yang
mati dan bertanduk pada stratum corneum. Proses ini disebut keratinisasi (Syaifuddin,
2006). Di antara sel sel stratum spinosum terdapat sel Langerhans yang mempunyai
peran penting dalam sistem imun tubuh (Tranggono dan Latifah, 2007).
e. Stratum germinativum (lapisan sel basal) merupakan lapisan terbawah epidermis.
Di dalamnya terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel yang tidak mengalami keratinisasi
dan fungsinya hanya membentuk pigmen melanin dan melalui dendrit diberikan
kepada sel-sel keratinosit. Satu sel melanin untuk sekitar 36 sel keratinosit disebut
unit melanin epidermal (Tranggono dan Latifah, 2007). Melanin melindungi kulit dari
pengaruh matahari yang merugikan. Sebaliknya sinar matahari meningkatkan
pembentukan melanosom dan melanin (Price, 2002).
2. Dermis merupakan lapisan di bawah epidermis dan terdiri dari serabut-serabut kolagen
dan elastin, yang bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari kulit. Dermis
mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, gelembung rambut, kelenjar lemak
(sebasea), kelenjar keringat, otot dan serabut saraf dan corpus pacini (Anief, 1997).
Lapisan dermis termasuk bagian terpenting pada tubuh, bukan hanya menyediakan
gizi, memberi kekebalan dan menyangga epidermis, tetapi juga berperan dalam
mengatur suhu, tekanan dan rasa sakit (Walters, 2007).
3. Hipodermis merupakan lapisan di bawah dermis, tersusun dari lapisan sel adiposa dan
sebagai lambang “bantalan” dari lemak antara kulit dan organ yang berada di
bawahnya. Biasa disebut dengan lapisan subkutis, berperan sebagai isolator panas,
menyerap getaran dan untuk penyimpanan energi. Lapisan ini merupakan jaringan sel
lemak yang langsung berhubungan dengan dermis melalui hubungan kolagen dan
serat elastin. Selain sel lemak, lapisan ini terdiri dari fibroblas dan makrofag. Salah
satu peran utama dari hipodermis adalah menopang pembuluh darah dan sistem saraf
(Walters, 2007).
2.3 Warna Kulit
Warna kulit sangat beragam, dari yang berwarna putih mulus, kuning, cokelat,
kemerahan, atau hitam. Warna kulit terutama ditentukan oleh:
- Oxyhemoglobin yang berwarna merah
- Hemoglobin tereduksi yang berwarna merah kebiruan
- Melanin yang berwarna cokelat
- Keratohyalin yang memberikan penampakan opaque pada kulit
- Lapisan-lapisan stratum corneum yang memiliki warna putih kekuningan atau keabu-
abuan.
Dari semua bahan-bahan pembangun warna kulit, yang paling menentukan warna kulit
adalah pigmen melanin. Banyaknya pigmen melanin di dalam kulit ditentukan oleh
faktor-faktor ras, individu, dan lingkungan (Tranggono, 2007: 27).
2.3.1 Melanin dan mekanisme pigmentasi
Melanin adalah pigmen alamiah kulit yang memberikan warna cokelat. Melanin dibuat
dari tirosin sejenis asam amino dan dengan oksidasi tirosin diubah menjadi butiran-
butiran melanin yang berwarna coklat, serta untuk proses ini perlu adanya enzim
tirosinase dan oksigen. Oksidasi tirosin menjadi melanin berlangsung lebih lancar pada
suhu yang lebih tinggi atau dibawah sinar ultraviolet. Jumlah, tipe, ukuran dan distribusi
pigmen melanin kulit terjadi pada butir-butir melanosom yang dihasilkan oleh sel-sel
melanosit yang terdapat di antara sel-sel basal keratinosit di dalam lapisan-lapisan benih
(Kusantati, 2008: 82).
Pembentukan melanosom di dalam melanosit melalui 4 fase (Tranggono, 2007: 28)
yaitu:
Fase I : Permulaan pembentukan melanosom dari matriks protein dan tirosinase,
diliputi membran dan berbentuk vesikula bulat.
Fase II : Disebut pramelanosum, pembentukan belum sempurna belum terlihat adanya
pembentukan melanin.
Fase III : Mulai nampak adanya deposit melanin di dalam membran vesikula. Disini
mulai terjadi melanisasi melanosom.
Fase IV : Deposit melanin memenuhi melanosom yang merupakan partikelpartikel padat
dan berbentuk sama.
Proses melanisasi melanosom terjadi di fase III dan fase IV sebelum melanosom
dieksresikan ke keratinosit. Pembentukan melanin di dalam melanosit sangat kompleks.
Ada 2 macam pigmen melanin dengan variasi warna yang terjadi (Tranggono, 2007 :
29):
1) Eumelanin : memberikan warna gelap, terutama hitam, cokelat dan variasinya, serta
mengandung nitrogen.
2) Feomelanin : memberikan warna cerah, kuning sampai merah, mengandung nitrogen
dan sulfur.
Dampak buruk sinar UV untuk kulit yaitu :
- Kemerahan pada kulit, yang merupakan suatu bentuk iritasi kulit yang terpapar sinar
ultraviolet. Biasanya gejala ini juga disertai rasa gatal pada bagian kulit yang
memerah.
- Kulit terasa seperti terbakar
- Dapat menimbulkan eritema, Eritema merupakan kondisi dimana kulit kaki
mengalami kemerahan dan bengkak.
- Dapat memicu pertumbuhan sel kanker, Paparan sinar UV dapat menimbulkan
terjadinya kerusakan fotokimia pada DNA dari sel-sel yang berada di dalam tubuh.
Hal ini akan memicu terbentuknya kanker, terutama kanker kulit pada manusia.
- Kulit dapat kehilangan elastisitas, Paparan sinar UV A yang dapat menembus bagian
demis kulit dapat merusak sel-sel yang berada pada dermis. Hal ini membuat
elastisitas kulit menjadi berkurang. Kerutan pada kulit merupakan salah satu efek
samping dari hilangnya dan berkurangnya elastisitas kulit.
- Pigmentasi yang berlebihan, penebalan sel tanduk, dan aging (penuaan kulit).
Sengatan matahari yang berlebihan juga dapat menyebabkan kelainan kulit mulai dari
dermatitis ringan (biasanya ditandai gejala ringan berupa sedikit memerah kering,
bersisik, dapat menimbulkan gatal ataupun tidak)

2.4 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit


Secara alami, kulit sudah berusaha melindungi dirinya beserta organ-organ di
bawahnya dari bahaya sinar UV matahari, antara lain dengan membentuk butir-butir
pigmen kulit (melanin) yang sedikit banyak memantulkan balik sinar matahari. Jika
sinar matahari banyak mengenai kulit, misalnya pada orang yang berjemur, maka ada
dua tipe reaksi dengan melanin ini, yaitu penambahan melanin dengan cepat ke
permukaan kulit dan pembentukan tambahan melanin baru. Jika pembentukan
tambahan melanin itu berlebih-lebihan dan terusmenerus, dapat terjadi noda-noda
hitam pada kulit (Tranggono & Latifah, 2007). Semakin gelap warna kulit (tipe kulit
seperti yang dimiliki ras Asia dan Afrika), maka semakin banyak pigmen melanin
yang dimiliki, sehingga semakin besar perlindungan alami dalam kulit. Namun,
mekanisme perlindungan alami ini dapat ditembus oleh tingkat radiasi sinar UV yang
tinggi, sehingga kulit tetap membutuhkan perlindungan tambahan (Theresia, 2010).
2.5 Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai, dimaksudkan untuk pemakaian
luar. Krim adalah emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60%, merupakan suatu
system emulsi yang tidak stabil secara termodinamika dimana mengandung paling
sedikit dua fase yang tidak saling bercampur. Salah satu fase bersifat polar (air) dan fase
lainnya bersifat nonpolar (minyak). Krim dapat dibuat dengan beberapa jenis yaitu
emulsi air dalam minyak, dan emulsi minyak dalam air (Ansel, 1989). Ada dua tipe krim,
krim tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M) (Anief, 2005: 117).
a. Emulgator
Emulgator adalah surfaktan yang mengurangi tegangan antarmuka antara minyak dan
air dan mengelilingi tetesan-tetesan terdispersi dengan lapisan yang kuat sehingga
mencegah koalesensi dan pemecahan fase terdispersi (Parrot, 1971: 313).
Berdasarkan struktur kimianya emulgator diklasifikasikan menjadi (Gennaro, 1990:
738): Emulgator sintetik atau surfaktan yang membentuk film monomolekuler.
Kelompok bahan aktif permukaan ini dapt dibagi menjadi nonionik, kationik, dan
anionik tergantung dari muatan yang dimiliki oleh surfaktan.
Asam stearat digunakan dalam krim yang basisnya dapat dicuci dengan air, sebagai
zat pengemulsi untuk memperoleh efek yang tidak menyilaukan pada kulit. Jika sabun
stearat digunakan sebagai pengemulsi, maka umumnya kalium hidroksida atau
trietanolamin ditambahkan secukupnya agar bereaksi dengan 8-20 % asam stearat. Asam
lemak yang tidak bereaksi meningkatkan konsistensi krim. Krim ini bersifat lunak dan
menjadi mengkilap atau berkilau dan waktu penyimpanan, disebabkan oleh adanya
pembentukan kristal-kristal asam stearat. (Lachman, 1994: 1104). Biasanya 2-4 %
trietanolamin dikombinasikan dengan 5-15% asam stearat (Jenkins et al, 1957: 322).
b. Humektan dan emolien
Humektan yaitu bahan tambahan pada sediaan krim yang dapat menyerap lembab,
sehingga dapat mempertahankan kadar air dalam krim dan menjadikan krim tetap
lembut. Humektan juga membantu dalam proses pengabsorbsian senyawa aktif ke dalam
lapisan kulit (Gennaro, 1990: 1204). Sampai pada suhu dan derajat kelembapan relatif
tertentu, humektan dapat mempertahankan kadar air pada sediaan yang dioleskan di
permukaan kulit dan mendistribusikan kelembapan tersebut ke epidermis. Kemampuan
tersebut tergantung pada jenis humektan dan kelembapan lingkungan sekitarnya. Bahan-
bahan yang dapat digunakan sebagai humektan antara lain adalah sorbitol, propilenglikol
dan gliserol (Soeratri, 2004: 7).
c. Pengawet
Emulsi seringkali mengandung sejumlah bahan seperti karbohidrat, protein, sterol,
dan campuran lemak dan air yang menunjang pertumbuhan berbagai mikroorganisme,
akibatnya penambahan suatu pengawet merupakan hal yang sangat diperlukan dalam
proses formulasi. Golongan paraben merupakan salah satu pengawet yang paling umum
digunakan dan terbukti lebih efektif dalam berbagai sediaan farmasi maupun kosmetik.
Metil paraben 0,12-0,18 % dan propil paraben 0,02-0,05 % merupakan pilihan
pengawet yang umum digunakan dalam sediaan emulsi. Pemerian metil paraben berupa
serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, dan tidak berasa. Dapat larut dalam500
bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3
bagian aseton P, mudah larut dalam eter P dan dalam larutan alkali hidroksida, larut
dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika
didinginkan larutan tetap jernih. Mempunyai titik lebur 125- 128°C. Metil paraben
digunakan sebagai pengawet (Anonim, 1979: 551 ; Kibbe, 2000: 340).
Propil paraben berupa serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa. Sangat sukar
larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P,
dalam 140 bagian gliserol P dan dalam minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali
hidroksida. Memiliki titik lebur 95-98°C. Digunakan sebagai pengawet (Anonim, 1979:
713 ; Kibbe, 2000: 450).
Metode Pembuatan Krim :
Semua bahan ditimbang terlebih dahulu. Pertama-tama, dibuat fase minyak dengan
cara melelehkan bahan-bahan yang menjadi fase minyak ke dalam cawan porselen yang
kemudian dipanaskan di atas penangas air sambil diaduk hingga suhu kurang lebih 75°C.
Pada cawan porselen yang lain, dibuat fase air lalu dipanaskan di atas penangas air
hingga suhu 75°C. Selanjutnya campuran fase minyak dimasukkan ke dalam gelas beker
lalu ditambahkan zat aktif. Setelah tercampur, ditambahkan campuran fase air secara
perlahan sambil dilakukan pengadukan konstan sampai homogen dan terbentuk korpus
emulsi oleh alat pendispersi. Prinsip pembuatan krim yaitu mencampur fase minyak dan
fase air sehingga menghasilkan suatu emulsi yang homogen.
2.5 Krim Tabir surya
Krim tabir surya adalah sediaan setengah padat berupa emulsi yang berfungsi untuk
melindungi kulit dari pengaruh sinar UV-A dan UV-B yang dipancarkan oleh matahari
(Damogalad, dkk, 2013).
Ada dua macam jenis tabir surya, yaitu :
1. Tabir Surya Fisik
Tabir surya yang bekerja dengan cara memantulkan atau menghamburkan radiasi UV.
Tabir surya jenis ini mampu berfungsi sebagai pelindung fisik terhadap paparan UV dan
cahaya tampak. Ada dua jenis tabir surya fisik yaitu titanium dioksida dan zink oksida.
Namun penggunaan titanium dioksida dan zink oksida memerlukan konsentrasi yang
tinggi untuk mendapatkan efek yang diinginkan selain itu tabir surya ini tampak pada
permukaan kulit karena bersifat opaque sehingga kurang disukai oleh konsumen. Namun
keuntungan penggunaan tabir surya fisik adalah memiliki fotostabilitas yang tinggi dan
tingkat toksisitas yang rendah selain itu tabir surya fisik memiliki perlindungan terhadap
UVA dan UVB tidak seperti tabir surya kimia yang pada umumnya hanya efektif di
daerah UVA atau UVB saja (Barel, dkk., 2009).
2. Tabir Surya Kimia
Tabir surya kimia menyerap radiasi UV melalui struktur cincin aromatik terkonjugasi.
Reaksi yang diserap senyawa ini menyebabkan molekulnya tereksitasi ke bentuk yang
memiliki energi yang lebih besar daripada energi pada keadaan dasar (ground state). Dan
ketika molekul tereksitasi kembali ke keadaan dasar, energi diemisikan dalam bentuk
energi yang lebih rendah daripada energi yang diserap (Wang, dkk., 2010). Beberapa
bahan aktif penyerap UV A yaitu avobenzon dan antranilat. Beberapa bahan aktif
penyerap UV B adalah PABA, ester-ester PABA seperti padimate-o dan gliseril PABA,
golongan sinamat, dan golongan salisilat. Benzofenon dapat menyerap UVA maupun
UVB (Helms, dkk., 2008).
Tabir surya yang baik adalah tabir surya dengan spektrum luas, memiliki perlindungan
terhadap UVA dan UVB untuk mencegah kerusakan kulit termasuk eritema, kulit
terbakar,dan penuaan dini hingga kanker kulit (Mitsui,1997). Untuk mengoptimalkan
kemampuan dari tabir surya sering dikombinasikan antara bahan tabir surya kimia dan
tabir surya fisik (Wasitaatmadja, 1997).
Beberapa syarat bahan aktif untuk preparat tabir surya antara lain:
1. Efektif menyerap sinar eritemogenik pada rentang panjang gelombang 290-320 nm
tanpa mengalami gangguan yang akan mengurangi efisiensinya atau yang akan
menimbulkan toksik atau iritasi
2. Tidak mudah menguap
3. Tidak menyebabkan toksik, tidak iritan, dan tidak menimbulkan sensitisasi
4. Bahan kimia tidak terdegradasi
5. Tidak memberikan noda pada pakaian (Ditjen POM, 1985).
Syarat-syarat yang diperlukan dalam krim tabir surya adalah (Wilkinson dan Moore,
1982):
1. Mempunyai nilai SPF yang tinggi sehingga dapat lebih lama menjaga kulit dari
sengatan sinar matahari.
2. Tidak berbau dan memiliki daya lengket yang baik.
3. Tidak menyebabkan toksik, tidak iritan, dan tidak menimbulkan sensitisasi.
4. Memiliki daya proteksi terhadap matahari selama beberapa jam.
5. Stabil dalam penggunaan.
6. Tidak memberikan noda pada pakaian.
2.6 Sun Protection Factor (SPF)
Salah satu parameter tabir surya yang baik adalah memiliki nilai SPF yang tinggi,
sehingga mampu melindungi kulit dalam jangka waktu cukup panjang (Caswell, 2001).
Nilai SPF menunjukkan tingkat lamanya tabir surya bisa melindungi kulit dari radiasi
sinar matahari (UV) atau berapa lama bisa berada di bawah sinar matahari tanpa
membuat kulit terbakar (sunburn). Semakin tinggi nilai SPF, semakin besar perlindungan
terhadap kulit. Kulit yang terpapar sinar matahari tanpa dilindungi tabir surya akan
menghitam setelah 10 menit. Krim dengan nilai SPF 2 artinya memiliki waktu 2x10
menit = 20 menit, bagi konsumen terlindung dari radiasi sinar matahari (Allen, 2010).
Pengukuran nilai SPF suatu sediaan tabir surya dapat dilakukan secara in vitro dan in
vivo. Metode pengukuran nilai SPF secara in vitro terbagi atas dua tipe. Tipe pertama
adalah dengan cara mengukur serapan atau transmisi radiasi UV melalui lapisan produk
tabir surya pada plat kuarsa atau biomembran (Gordon, 1993). Dan tipe yang kedua
adalah dengan menentukan karakteristik serapan tabir surya menggunakan analisis secara
spektrofotometri larutan hasil pengenceran dari tabir surya yang diuji dengan
menggunakan suatu persamaan matematis. Sedangkan secara in vivo, metode untuk
mendapatkan nilai SPF adalah dimana SPF artinya perbandingan antara jumlah energi
ultraviolet yang diperlukan untuk menghasilkan eritema (Minimal Erythemal Dose) pada
kulit yang dilindungi tabir surya dan dengan kulit yang tidak dilindungi tabir surya.

2.7 Evaluasi sediaan krim wajah untuk mencegah sinar UV


Terdapat 2 evaluasi dalam pembuatan sediaan ini yaitu evaluasi fisik dan evaluasi
efektifitas :
Evaluasi Fisik :
1. Pengujian organoleptis
Pengujian ini dilakukan dengan menguji warna, tekstur, dan aroma sediaan. Bentuk
sediaan yang diharapkan terdiri dari krim putih, berstruktur lembut, dan beraroma
tidak menyengat.
2. Pengujian jenis krim
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode pewarnaan menggunakan
metilen biru. Cara yang dilakukan untuk melakukan pengujian ini adalah dengan
menimbang krim sebanyak 0,1 gram yang lalu ditetesi metilen biru kemudian
menerima distribusi warnanya di bawah mikroskop. Metilena biru terlarut dalam fase
udara, jika warna biru terdispersi setara maka krim termasuk tipe o / w. Jenis krim
yang diharapkan adalah jenis krim minyak dalam air (o / w) (Agustin et al., 2013).
3. Pengujian homogenitas
Pengujian homogenitas krim dilakukan secara visual dengan cara sediaan krim
dioleskan pada gelas objek secara acak. Krim yang dioleskan harus memiliki susunan
yang homogen dan juga tidak terdapat bintik-bintik bahan penyusun formula (Depkes
RI, 1995).
4. Pengujian pH
Pengujian pH dilakukan untuk mengetahui pH besar dari sediaan menggunakan alat
pH meter digital. Pengujian pH diakukan dengan menimbang sampel krim sebanyak
1 gram kemudian larutkan dalam 10 ml akuades. Elektroda yang akan digunakan
dibilas menggunakan akuades, kemudian dikeringkan dan dilengkapi dengan larutan
standar pH 7, pH 9 dan pH 4. Elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel krim dan
ditunggu hingga mencapai angka pH yang stabil. pH yang diharapkan sama dengan
pH kulit yaitu 4,5 6,5 (Naibaho et al., 2013)
5. Pengujian viskositas
Pengujian viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viscotester VT-04. Krim
dimasukkan ke dalam gelas piala, spindel yang sesuai dipasang pada alat lalu
dicelupkan ke dalam krim. Alat viscotester dinyalakan dan dapat dilihat dari angka
yang dilihat oleh jarum yang sudah stabil (dalam satuan dPa., S). Indeks angka yang
dapat disesuaikan dengan spindel yang dipakai. Nilai viskositas yang sesuai untuk
sediaan semisolid adalah 50 dPa.S hingga 1000 dPa.S. (Lachman, 1994). Viskositas
krim tabir surya yang dibuat diharapkan memiliki viskositas dengan rentang 50 dPa.s
- 150 dPa.s (Purwaningsih et al., 2014)
6. Pengujian daya sebar
Pengujian daya sebar dilakukan menggunakan alat uji daya sebar ekstensometer.
Ditimbang krim sebanyak 1 gram dan diletakkan di tengah lempeng kaca bersekal lalu
ditempatkan lempeng kaca diletakkan diatasmya dan ditambahkan beban melebihi 5
gram didiamkan dan dicatat didistribusikannya. Setiap 1 menit beban ditambah
dengan interval 5 gram sampai diperoleh diameter sebar krim yang konstan. Sediaan
krim yang diinginkan memiliki diameter sebar 5 7 cm (Garg et al 2002)
7. Uji daya lekat
Seratus miligram krim diletakkan di antara dua obyek glass yang telah ditentukan
luasnya (2x2,5 cm). Di atasnya, ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit.
Kemudian, obyek glass dipasang pada alat tes, beban 21 gram dilepaskan dan dicatat
waktu hingga kedua obyek glass tersebut terlepas (Marchaban et al., 2016).
8. Cycling test
Metode cycling test dilakukan dengan cara sediaan disimpan pada 2 suhu yang
berbeda dalam 6 siklus. Sediaan krim dimasukkan ke dalam conical lalu disimpan
dalam kulkas pada suhu 4°C ± 2°C selama 24 jam lalu dipindahkan ke dalam oven
bersuhu 45°C ± 2°C selama 24 jam. Waktu penyimpanan dua suhu tersebut dalam 2
hari dianggap 1 siklus. Dilakukan pengamatan secara kualitatif terjadinya pemisahan
pada tabung conical. Pengamatan dilakukan selama 6 siklus. (Lachman et al., 1994).

Evaluasi Efektifitas :
1. Penentuan nilai SPF in vitro
Nilai SPF in vitro diperoleh dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis
dengan pelarut dan blanko isopropanol. Larutan dalam kuvet 2 cm yang akan
mengandung serapannya harus mengandung bahan aktif yang ekivalen dengan
0,001% atau 0,01 g / l yang berarti 10 mg / l atau 10 ppm. Dalam penelitian ini
dilakukan dalam kuvet 1 cm, sehingga bahan aktif yang dibutuhkan ekivalen dengan
0,002% atau 0,02 g / l (Petro 1981). Dari hasil penilaian, nilai yang diperoleh berubah
menjadi nilai serapan untuk konsentrasi, 20 ppm pada masing-masing panjang
gelombang.
2. Persen Transmisi Eritema (Windono, 1997: 39)
Dari data pengamatan nilai transmitan pada berbagai panjang gelombang dapat
dihitung persen transmisi eritema dengan cara sebagai berikut:
1. Nilai transmisi eritema adalah T.Fe Perhitungan nilai transmisi eritema tiap
panjang gelombang (panjang gelombang 292,5 – 372,5 nm).
2. Banyaknya fluks eritema yang diteruskan oleh bahan tabir matahari (Ee)
dihitung dengan rumus : Ee = ∑T.Fe
3. Kemudian % transmisi eritema dihitung dengan rumus :
% transmisi eritema = 𝐸𝑒 ∑Fe
Dimana :
T = nilai transmisi
Fe = fluks eritema
Ee = ∑T.Fe = banyaknya fluks eritema yang diteruskan oleh ekstrak pada
panjang gelombang 292,5 – 317,5 nm.
∑Fe = jumlah total energi sinar UV yang menyebabkan eritema.
3. Persen Transmisi Pigmentasi (Windono, 1997: 39)
Nilai persen transmisi pigmentasi dihitung dengan cara sebagai berikut:
1. Nilai transmisi pigmentasi adalah T.Fp Perhitungan nilai transmisi pigmentasi tiap
panjang gelombang (panjang gelombang 292,5 – 372,5 nm).
2. Banyaknya fluks pigmentasi yang diteruskan oleh bahan tabir surya (Ep) dihitung
dengan rumus : Ep = ∑T.Fp.
3. Kemudian % transmisi pigmentasi dihitung dengan rumus :
% transmisi pigmentasi = 𝐸𝑝 ∑Fp
Dimana :
T = nilai transmisi
Fp = fluks pigmentasi
Ep = ∑T.Fp = banyaknya fluks pigmentasi yang diteruskan oleh ekstrak pada
panjang gelombang 322,5 – 372,5 nm.
∑Fp = jumlah total energi sinar UV yang menyebabkan pigmentasi.
2.8 Praformulasi Bahan
1. Zat Aktif
a. Avobenzone
Avobenzone merupakan filter UV disetujui oleh FDA (Food and Drug
Administration).
Nama kimia : 1-(4-tert-butylphenyl)-3-(4-methoxyphenyl)propane-1,3-dione
Nama dagang : Avobenzone, Parsol 1789; Butyl methoxydibenzoylmethane; Escalol
517; Eusolex 9020
Berat Molekul : 310.393 g/mol Rumus bangun : C20H22O3
Pemerian : serbuk kristal berwarna putih kekuningan dan bau aromatis lemah
Kelarutan : Larut dalam minyak menunjukkan absorbsi yang besar pada UV-A
dengan panjang gelombang 360 nm (Barel, dkk., 2009).
Stabilitas : Avobenzone bersifat tidak stabil, yaitu terdegradasi dalam waktu
yang cepat saat terpapar UV, paparan selama 15 menit menyebabkan
36% avobenzone terdegradasi (Auerbach, 2011).
Konsentrasi : Konsentrasi penggunaan minimum telah ditetapkan sebesar 2% dan
maksimum 3% (Barel, dkk., 2009).
Penyimpanan : disimpan pada suhu 15-400c
Kegunaan : UV Protector

b. Oktil Metoksisinamat
Oktil metoksisinamat merupakan penyerap UV B yang bagus, dimana memiliki
panjang gelombang maksimum 311 nm. Merupakan bahan yang paling banyak
digunakan pada sediaan tabir surya di seluruh dunia. Oktil metoksisinamat termasuk
pada turunan sinamat, yang sekarang ini merupakan pengganti dari golongan asam p-
aminobenzoat.
Nama kimia : 2-ethilheksil-3-(4-metoksifenil)-2-propenoat
Nama dagang : Eusolex 2292, Escalol 557, NeoHolipan, Parsol MCX
Rumus bangun : C18H26O3
Berat Molekul : 290,40 g/mol
Pemerian : berwarna bening berupa cairan
Kelarutan : Oktil metoksisinamat memiliki kelarutan yang bagus pada minyak
dan paling efektif meningkatkan SPF jika dikombinasikan dengan
bahan lainnya (Harry, 2000).
Konsentrasi : Penggunaan berkisar antara 2- 7,5% (Walhberg, dkk., 1999).
Kegunaan : UV Protector

c. Oksibenzon
Okzibenzon merupakan turunan dari benzofenon. Tabir surya benzofenon memiliki
absorbansi pada panjang gelombang lebih besar dari 320 nm dan digolongkan sebagai
tabir surya UVA. Oksibenzon juga banyak digunakan dengan konsentrasi mencapai
10% dengan kombinasi tabir surya UVB untuk memberikan spektrum perlindungan
(Butler, 2000).
Pemerian : Kristal padat. Berbau seperti mawar.
Berat Molekul : 228,25 g/mol
Kelarutan : Larut dalam minyak (lipofilik)
Konsentrasi : Menurut FDA penggunaan oksibenzon mencapai konsentrasi
maksimal hanya 6%.
OTT : Tidak kompatibel dengan senyawa oksidator kuat
Kegunaan : UV Protector

d. Titanium Dioksida
Titanium dioksida atau anatase titanium dioxide memiliki rumus kimia TiO2
Pemerian : Serbuk putih, tidak berbau dan tidak berasa.
Berat Molekul : 79,866 g/mol
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam pelarut organik, larut dalam asam sulfat
pekat
Kegunaan : Titanium dioksida memiliki aktivitas fotokatalitik yang tinggi, stabil
dan tidak beracun. (UV Protector)

e. Zink oksida (ZnO)


ZnO adalah filter UV pektrum luas yang efektif meluas radiasi UV baik di UV A (320
- 400 nm) dan berbagai UV B (290 320 nm) dan ZnO juga dapat difoto. Kinerja
partikel ZnO untuk UV meredam tergantung pada ukuran partikel dengan ukuran
optimal 20 30 nm. 30 200 nm (Moezzi et al 2012). Studi menarik dari Zn di kulit
menunjukkan aplikas Zno pada ++ kulit utuh dan psoriatik tidak mengubah kadar zink
serum (Mitchnick et al 1998).
Berat molekul : 81,38 g/mol
Pemerian : ZnO adalah bubuk putih atau samar-samar kekuningan-putih,
lembut, amorf, dan tidak penuh.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam alkohol, tetapi larut dalam
asam encer.
Konsentrasi : Sebagai tabir surya adalah 25% (Wang et al., 2010).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : ZnO digunakan secara topikal sebagai pemblokir fisik (UV
Protector)
2. Zat Tambahan
a. Tween 80
Pemerian : Berupa larutan minyak berwarna kuning, memiliki nilai HLB 15.
Stabilitas : Polisorbat stabil pada elektrolit, asam lemah, dan basa.
Kegunaan : Surfaktan dan emulsifier non ionik.
Reaksi penyabunan bertahap dapat terjadi dalam lingkungan pH asam kuat dan basa.
Polisorbat biasa digunakan dalam kosmetik, produk makanan, formulasi oral,
parenteral, dan topikal dan umumnya dianggap sebagai material yang tidak toksik dan
tidak mengiritasi (Rowe, dkk., 2009).

b. Span 80
Pemerian : Cairan kental seperti minyak jernih, kuning, bau asam lemak khas
Kelarutan : Mudah larut dalam air, etanol 95%P, sukar larut dalam parafin cair
dan dalam minyak biji kapas.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai surfaktan

c. Setil Alkohol (Cetyl alcohol) (HOPE 6th Hal : 155)


Pemerian : Berbentuk sisik, butiran, kubus atau lempengan yang licin, warna
putih, bau khas lemah, rasa tawar.
Kelarutan : Larut dalam etanol (95%) P dan eter P, praktis tidak larut dalam air,
kelarutan bertambah dengan kenaikan suhu.
Suhu lebur : Antara 450C dan 500C
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Pengemulsi, penstabil, pemburam, perawatan kulit, emolien,
penambah viskositas air dan bukan air, pembusa.
OTT : OTT dengan bahan pengoksidasi kuat.

d. Mineral Oil
Pemerian : Cairan bening, mirip minyak; tidak berwarna; bebas atau praktis
bebas dari fluoresensi; jika dingin, tidak berbau dan tidak berasa;
jika dipanaskan berbau minyak tanah, lemah.

Kelarutan : Larut dalam minyak atsiri; dpt bercampur dengan sebagian


besar minyak lemak kecuali minyak jarak; tidak larut dalam air
dan etanol (95%) P.

Bobot jenis : Antara 0,845 dan 0,0905.


Keasaman dan kebasaan : Didihkan 10 ml dengan etanol (95%) P volume sama;
etanol (95%) P tetap bereaksi netral terhadap kertas lakmus P.
Viskositas kinematik : Tidak kurang dari 34,5 centistoke; penetapan dilakukan pada
suhu 40,00.
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah kedap udara, terlindung dari cahaya,
ditempat dingin dan kering.
Kegunaan : Sebagai emolien, pelarut, lubrikan pada tablet dan kapsul,
dan bahan terapeutik.
OTT :OTT dengan bahan pengoksidasi kuat.
e. Methylparaben (Rowe, 2009; FI IV, Hal : 551)
Nama kimia : 4-metil-hidroksibenzoat
Sinonim :Metil paraben = Nipagin M
Rumus molekul :C8H8O3
Bobot molekul :152,15
Pemerian : Serbuk hablur halus, warna putih, hampir tidak berbau, rasa
sedikit membakar dan diikuti rasa tebal
Kelarutan : Sukar larut dalam air, larut dalam air medidih, mudah larut
dalam etanol (95%) P, dalam aseton P, dalam eter P, dan
dalam larutan alkali hidroksida, agak sukar larut dalam
gliserol P, dan dalam lemak nabati panas, jika didinginkan
larutan tetap jernih.
Keasaman : Larutkan 200 mg dalam 250 ml air bebas karbondioksida P
panas, didinginkan, netralkan dengan natrium hidroksida 0,1
N menggunakan indikator merah metil LP, diperlukan tidak
lebih dari 0,1 ml.
Suhu lebur : 125-1280C
Sisa pemijaran : Tidak lebih dari 0,1%
Kegunaan : Sebagai pengawet
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

f. Gliserin (Rowe et al, 2003)


Pemerian : Gliserin berupa cairan bening, seperti sirup, tidak
berwarna, higroskopis, tidak berbau atau dengan rasamanis
diikuti dengan rasa pedas dan hangat. Mengandung sejumlah
kecil air
Kelarutan : Dapat melarut dengan air, alcohol dan propylenglikol.
Larutan mudah larut dalam Aceton, praktis tidak larut dalam
chloroform, eter dan campuran minyak lemak. Sejumlah 10%
b/v larutan dalam air menunjukan keadaan netral, sejumlah
2,6% larutan ialah iso-osmotik dengan serum dapat
disterilisasi dengan pemeliharaan pada 1500 selama 1 jam.
Penyimpanan : Simpan dalam wadah tertutup baik, jika disimpan pada
temperatur rendah, gliserin dalam kelarutannya menjadi masa
kristal. Kristal-kristal tidak mencair sampai temperature
dinaikkan menjadi kira-kira 200
Kegunaan : Emolient, humectan, plasticizer, solvent, swetting agent.
OTT : OTT dengan bahan pengoksidasi kuat seperti kromium
trioksida, potasium klorat atau potasium permanganat; dengan
zinc oksid dan besi.

g. Simetikon (FI IV)


Pemerian : Cairan kental tembus cahaya warna abu-abu
Berat Molekul : 238,461 g/mol
Kelarutan : Tidak larut dalam air dan dalam etanol, fase cair larut dalam
kloroform, dalam eter dan dalam benzen,.
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat
Kegunaan : Antifoaming agent

h. Aquadest
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan kebanyakan pelarut polar.
Berat Jenis : 0,9971 pada 250C.
Kegunaan : Pelarut.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
OTT : Dapat bereaksi dengan obat dan bahan tambahan lain yang
dapat menghidrolisis pada temperatur yang ditingkatkan. Air
dapat bereaksi dengan logam alkali dan oksida-oksida seperti
kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga dapat
bereaksi dengan gram-garam anhidrat untuk membentuk
hidrat-hidrat dari berbagai komposisi, dan dengan material
organik dan kalsium karbida.

i. TEA (Trietanolamin)
Bobot molekul : 149,19 (Rowe et al, 2003).
Pemeriaan : Trietanolamina tak berwarna, berwarna kuning pucat, cairan
kental, memiliki sedikit bau amoniak. Trietanolamina adalah
campuran basa terutama 2,20,200-nitrilotriethanol, meskipun
juga mengandung dietanolamina dan jumlah yang lebih kecil
dari monoetanolamina (Rowe et al, 2003).

Penggunaan : Trietanolamina banyak digunakan dalam formulasi farmasi


topikal, terutama dalam pembentukan emulsi sebagai agen
pengemulsi. (Rowe et al, 2003).

pH : 10,5 (larutan 0,1N) (Rowe et al, 2003).


Titik lebur : 20-21oC (Rowe et al, 2003).
Kelarutan : Dapat bercampur dengan aseton, metanol, air, dan karbon
tetraklorida, kelarutan 1:24 dalam benzen, kelarutan 1:63
dalam etil eter (Rowe et al, 2003).
Penyimpanan : Trietanolamin dapat berubah menjadi coklat apabila terpapar
udara atau cahaya. 85% trietanolamin cenderung akan
terbagi-bagi pada suhu di bawah 15oC, Homogenitas
trietanolamin dapat dipulihkan dengan penghangatan dan
pencampuran sebelum digunakan. Trietanolamin disimpan
pada wadah kedap udara, terlindung dari cahaya dan
ditempat kering (Rowe et al, 2003).
Inkompatibilitas : Trietanolamin akan bereaksi dengan asam mineral dan
membentuk garam kristalin dan ester. Dengan asam lemak
yang lebih tinggi, trietanolamin akan membentuk garam
yang larut dalam air dan mempunyai karakteristik sabun.
Trietanolamin juga akan bereaksi dengan tembaga dan
membentuk garam kompleks. Penghilangan warna dan
presipitasi dapat terjadi karena adanya garam logam berat.
Trietanolamin dapat bereaksi dengan reagen seperti
tionilklorda untuk menggantikan gugus hidroksi dengan
halogen, produk reaksi ini sangat toksik (Rowe et al, 2003).

j. Asam Stearat
Bobot molekul : 284.47 g/mol (Rowe et al, 2003).
Pemeriaan : Asam stearat berbentuk padat, berupa kristal padat atau
serbuk putih atau kekuningan, mengkilap, bau lemah (Rowe
et al, 2003).
Penggunaan : Pada penggunaan topikal, asam stearat digunakan sebagai
agen pengemulsi dan agen untuk meningkatkan kelarutan
(Rowe et al, 2003).
Titik lebur : 69-70oC (Rowe et al, 2003).
Koefisien partisi : Log (minyak : air) = 8,2 (Rowe et al, 2003).
Kelarutan : Sangat larut dalam benzen, karbon tetraklorida, kloroform,
dan eter; larut dalam etanol 95%, hexan, dan propilen glikol;
praktis tidak larut dalam air (Rowe et al, 2003).
Stabilitas : Asam stearat adalah material yang stabil, antioksidan juga
dapat ditambahkan pada asam stearat (Rowe et al, 2003).
Penyimpanan : Pada wadah tertutup rapat, ditempat yang sejuk dan kering
(Rowe et al, 2003).
Inkompatibilitas : Asam stearat tidak tercampurkan dengan kebanyakan logam
hidroksida dan basa, agen pereduksi, dan agen pengoksidasi.
Basis ointment yang dibuat dari asam stearat dapat
menunjukkan pengeringan atau penggumpalan berkaitan
dengan reaksi ketika dicampurkan dengan garam zink atau
garam kalsium. Asam stearat tidak tercampurkan dengan
obat naproxen (Rowe et al, 2003).

k. Dimethicone
Pemerian : Cairan tidak berwarna dan tersedia dalam berbagai macam
viskositas
Kelarutan : Larut dengan etil asetat , metil etil keton, minyak mineral,
eter, kloroform, dan toluene, larut dalam isopropil
miristat, sangat sedikit larut dalam etanol (95 %), praktis tidak
larut dalam gliserin, propilen glikol, dan air.
Pemakaian lazim : 10-30%
Kegunaan : Pelembab

l. Asam malat
Asam malat merupakan salah satu golongan alpha hydroxy acid (AHA) yang
memiliki empat rantai karbon (Barel et al., 2009). Memiliki rumus empiris C, H, O5
dengan berat molekul 134,09.
Pemerian : Merupakan serbuk berbentuk kristal, berbentuk bundar, memiliki
rasa asam kuat, dan tahan higroskopis.
Kelarutan : Asam malat larut dalam aston, dietil, metanol, propilen glikol dan
udara. Asam malat memiliki pH 2,35 biasanya digunakan sebagai
buffering agent, chelating agent, flavoring agent, dan agen
terapeutik (Rowe et al., 2009).
Kegunaan : Asam malat juga dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi yaitu
dengan cara menurunkan kohesi antara komposit pada stratum
korneum (Barel et al., 2009).
m. Sorbitol
Pemerian        : Serbuk, butiran atau kepingan; putih; rasa manis; higroskopik
Kelarutan       : Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%) P, dalam
methanol P dan dalam asam asetat P
Penyimpanan  : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Humektan

n. Propil Paraben (Nipasol)


Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan : Sangat larut dalam aseton, larut 1:1,1 dalam etanol, 1:3,9 dalam
propilen glikol, 1:2500 dalam air (Rowe, dkk., 2009).
Kegunaan : Propil paraben digunakan secara luas sebagai pengawet antimikroba
pada kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasetika. Dapat
digunakan tunggal, kombinasi dengan ester paraben lain umumnya
metil paraben, atau antimikroba lain. Pada kosmetik, propil paraben
merupakan pilihan kedua yang sering digunakan sebagai pengawet.
Penggunaan topikal propil paraben berkisar antara 0,01-0,6%.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Formulasi

3.1.1 Perbandinga Formulasi

Perbandinga formulasi krim wajah untuk mencegah sinar UV

Komponen Bahan Jumlah (%) Karakteristik


F1 F2 F3 Bahan
Bahan Aktif Avobenzone 3 - - Serbuk kristal
(UV
berwarna putih
Protector)
kekuningan dan bau
aromatis lemah, larut
dalam minyak
menunjukkan absorbsi
yang besar pada UV-A
dengan panjang
gelombang 360 nm

Octyl 4 - - Berwarna bening


methoxycinnamate
berupa cairan,
memiliki kelarutan
yang bagus pada
minyak dan paling
efektif meningkatkan
SPF jika
dikombinasikan
dengan bahan lainnya
Zink oksida 0,5 0,2 ZnO adalah bubuk
putih atau samar-samar
kekuningan-putih,
lembut, amorf, dan
tidak penuh.
Titanium Dioksida - 5 - Serbuk putih, tidak
berbau dan tidak
berasa
Oksibenzon - 6 - Kristal padat. Berbau
seperti mawar, larut
dalam minyak
(lipofilik)

Bahan Aquadest Ad 100 Ad 100 Ad 100 Cairan jernih, tidak


Tambahan : mL mL mL berwarna, tidak berbau
Pelarut dan tidak berasa.
Emulsifying Asam Stearat 13 6,25 - Asam stearat
agent berbentuk padat,
berupa kristal padat
atau serbuk putih atau
kekuningan,
mengkilap, bau lemah
TEA 2 1,25 - Trietanolamina tak
berwarna, berwarna
kuning pucat, cairan
kental, memiliki
sedikit bau amoniak
Surfaktan Tween 80 1 - 3 Berupa larutan minyak
berwarna kuning,
memiliki nilai HLB
15.
Span 80 - - 1,15 Cairan kental seperti
minyak jernih, kuning,
bau asam lemak khas
Humektan Sorbitol 6 - - Serbuk, butiran atau
kepingan; putih; rasa
manis; higroskopik
Gliserin - 1,8 10 Gliserin berupa cairan
bening, seperti sirup,
tidak berwarna,
higroskopis, tidak
berbau atau dengan
rasamanis diikuti
dengan rasa pedas dan
hangat.
Emolient Dimeticon - 4 - Cairan tidak berwarna
dan tersedia dalam
berbagai macam
viskositas
Mineral Oil - 2,2 29 Cairan bening, mirip
minyak; tidak
berwarna; bebas atau
praktis bebas dari
fluoresensi; jika
dingin, tidak berbau
dan tidak berasa; jika
dipanaskan berbau
minyak tanah, lemah.
Stiffening Setil Alkohol 2 3,5 3 Berbentuk sisik,
agent butiran, kubus atau
lempengan yang licin,
warna putih, bau khas
lemah, rasa tawar
Acidfying Asam Malat 0,5 - - Merupakan serbuk
agent berbentuk kristal,
berbentuk bundar,
memiliki rasa asam
kuat, dan tahan
higroskopis.
Antifoamin Simetikon 0,2 - - Cairan kental tembus
g agent cahaya warna abu-abu
Pengawet Metil Paraben - 0,2 0,2 Serbuk hablur halus,
warna putih, hampir
tidak berbau, rasa
sedikit membakar dan
diikuti rasa tebal, titik
lebur 125- 128°C
Propil Paraben - - 0,1 Serbuk hablur putih,
tidak berbau, tidak
berasa. titik lebur 95-
98°C

Karakteristik Krim wajah untuk mencegah sinar UV

Formula Karakteristik
F1 Krim dari formula ini memiliki krim tekstur lembut, berwarna putih dan tidak
beraroma. Memiliki perlindungan UV yang baik. Sediaan ini memiliki pH yang
sesuai dengan kulit wajah.
F2 Krim dari formula ini memiliki konsistensi kental, warna putih, tekstur lembut,
serta bau khas. Berwarna putih disebabkan oleh titanium dioksida yang berwarna
putih dan bersifat opak. Titanium dioksida memberikan perlindungan UVB yang
baik dan memiliki intensitas warna putih yang pekat. memiliki tipe emulsi oil in
water (o/w) atau minyak dalam air (m/a). pH sesuai dengan pH kulit dan wajah.
F3 Krim dari formula ini memiliki penampakan fisik berwarna putih, bersifat semi
padat, tekstur lembut serta homogenitas yang cukup baik. Nilai pH sediaan krim
sesuai dengan rentang pH normal kulit sehingga sediaan krim memenuhi
keamanan untuk digunakan pada kulit terutama wajah dan memiliki tingkat SPF
yang baik.

Komponen Sediaan

F1 F2 F3
Bahan Aktif Bahan Aktif Bahan Aktif
Emulsifying Agent Emulsifying Agent -
Surfaktan - Surfaktan
Humektan Humektan Humektan
Emollient Emollient Emollient
Siffening Agent Siffening Agent Siffening Agent
Acidfying agent - -
Antifoaming agent - -
- Pengawet Pengawet
Pelarut Pelarut Pelarut

Metode Pembuatan Krim

F1 F2 F3
Prinsip pembuatan krim Prinsip pembuatan krim Prinsip pembuatan krim
adalah pencampuran adalah pencampuran adalah pencampuran
beberapa bahan yang disertai beberapa bahan yang disertai beberapa bahan yang disertai
pengadukan dan pemanasan pengadukan dan pemanasan pengadukan dan pemanasan
yang sempurna. Bahan yang sempurna. Bahan yang sempurna. Bahan
dipisahkan menjadi dua dipisahkan menjadi dua dipisahkan menjadi dua
bagian, yaitu bahan yang bagian, yaitu bahan yang bagian, yaitu bahan yang
larut dalam minyak dan larut dalam minyak dan larut dalam minyak dan
bahan yang larut dalam air. bahan yang larut dalam air. bahan yang larut dalam air.
Pembuatan sediaan krim tabir Semua bahan ditimbang Fase minyak (minyak
surya dilakukan dengan terlebih dahulu. Pertama- mineral, propil paraben, Span
melebur pada hot plate pada tama, dibuat bagian minyak 80, dan setil alkohol) dan
suhu 70ᵒC sampai diperoleh dengan cara melelehkan fase air (air, metil paraben,
fase minyak avobenzone, dimethicone, mineral oil, Tween 80, gliserin, dan
octyl methoxycinnamate, asam stearat, dan setil propilen glikol) dipanaskan
asam stearat, setil alkohol, alkohol, dalam cawan di atas hot plate stirrer pada
dan simetikon. Fase air yaitu porselen (a) yang kemudian suhu 65- 75C secara
Sorbitol, tween 80, TEA, dan dipanaskan di atas penangas terpisah. Fase air
akuades dipanaskan di atas air sambil diaduk hingga ditambahkan ke dalam fase
hot plate pada suhu 70ᵒC suhu kurang lebih 75°C. Pada minyak sedikit demi sedikit
sampai melebur. Fase cawan porselen yang lain, sambil terus diaduk diatas hot
minyak dan fase air pada dibuat bagian air dengan plate stirrer. Sediaan krim
suhu yang sama dicampurkan mencampurkan TEA, didinginkan dengan terus
secara bersamaan pada mortir gliserin, dan metil paraben diaduk. Zat aktif
panas dan diaduk konstan kemudian ditambah sebagian ditambahkan ke dalam
hingga terbentuk masa krim akuades dan dipanaskan di sediaan krim sesuai formula
berwarna putih, lalu setelah atas penangas air hingga kemudian diaduk hingga
mortir dingin tambahkan suhu 75°C (b). Selanjutnya homogen. Setelah itu
ZnO yang telah diayak dan campuran (a) dimasukkan ke terbentuk krim wajah untuk
asam malat kemudian diaduk dalam gelas beker lalu mencegah sinar UV.
hingga homogen. ditambahkan oksibenzon.
Setelah tercampur,
ditambahkan campuran (b)
secara perlahan sambil
dilakukan pengadukan
konstan sampai homogen dan
terbentuk korpus emulsi oleh
alat pendispersi. Setelah
terbentuk korpus emulsi
minyak dalam air, titanium
dioksida dimasukkan ke
dalam campuran. Campuran
diaduk menggunakan stirer
berkecepatan 250 rpm selama
25 menit hingga homogen.

3.1.2 Evaluasi Formula

Formula 1 (Rosyidi et al)

Nama Zat Jumlah (%) Fungsi

Avobenzone 3 Zat aktif

Octyl 4 Zat aktif


methoxycinnamate

Zink oksida 0,5 Zat aktif

Asam malat 0,8 Acidfying agent

Asam stearat 13 Emulsifying agent

Setil alkohol 2 Stiffening agent

Tween 80 1 Surfaktan

TEA 2 Emulsifying agent

Sorbitol 6 Humectan

Simetikon 0,2 Antifoaming agent

Aquades (air suling) Ad 100 Pelarut


Evaluasi yang dilakukan meliputi beberapa pengujian sifat fisika kimia dari sediaan
tabir surya, pengujian tersebut meliputi uji organoleptis, pH, viskositas serta uji
efektivitas krim tabir surya yang terdiri atas pengujian SPF, transmisi eritema dan
transmisi pigmentasi. Uji organoleptis dilakukan dengan melakukan pengamatan secara
visual terhadap bentuk, aroma, dan warna sediaan krim tabir surya, sedangkan uji sifat
fisika kimia yang lain dilakukan dengan menggunakan alat yang sesuai dengan masing-
masing pengujian. Setiap pengujian diharpkan memberikan hasil sesuai rentang yang
ditetapkan.
Pengujian organoleptis dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik sediaan krim
tabir surya yang meliputi bentuk, tekstur, warna dan aroma krim sesuai dengan yang
diharapkan. Pengujian pH dilakukan untuk menjamin pH sediaan sesuai dengan pH kulit
sehingga tidak terjadi iritasi pada kulit dan nyaman digunakan pada pemakaian berulang.
pH yang dapat ditoleransi kulit untuk tidak mengiritasi yaitu 4,5-6,5. Uji pH dilakukan
menggunakan alat pH meter. Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui
kekentalan dari krim yang terbentuk dengan nilai viskositas yang diharapkan sebesar 50-
1500 dPa.s. Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan viskotester tipe VT-04.
Uji efektivitas sediaan krim tabir surya bertujuan untuk mengetahui efektivitas sedian
krim tabir surya, evaluasi efektivitas in vitro dilakukan dengan menggunakan metode
spekrofotometri UV-Vis. Evaluasi yang dilakukan meliputi nilai SPF in vitro, nilai
transmisi eritema, dan nilai transmisi pigmentasi krim tabir surya. Pelarut yang
digunakan dalam penentuan nilai efektivitas krim tabir surya yaitu isopropanol karena
isopropanol memiliki kemampuan dapat melarutkan sediaan krim tabir surya yang dibuat
dan tidak memberikan absorbansi pada panjang gelombang pengamatan. Evaluasi
terhadap efektivitas sediaan krim tabir surya bertujuan untuk mengetahui efektivitas
sedian krim tabir surya.
Nilai SPF berhubungan dengan lama perlindungan yang diberikan krim tabir surya,
semakin tinggi nilai SPF maka semakin tinggi pula tingkat perlindungan yang dapat
diberikan oleh sediaan tabir surya tersebut. Pada evaluasi transmisi eritema semakin kecil
persentase transmisi eritema yang diperoleh maka semakin kecil pula sinar UV yang
dapat menyebabkan eritema yang diteruskan ke kulit. Hasil nilai transmisi eritema dari
formula 1 krim tabir surya menunjukkan bahwa nilai transmisi eritema yang diberikan
<1% nilai tersebut dapat dikategorikan dalam sunblock. Pada evaluasi transmisi
pigmentasi dimana semakin kecil persentase transmisi pigmentasi yang diperoleh maka
semakin kecil pula sinar UV yang dapat menyebabkan pigmentasi yang diteruskan ke
kulit.
Efek tunggal ZnO dan asam malat dapat meningkatkan viskositas. Viskositas akan
meningkat seiring meningkatnya konsentrasi ZnO dan asam malat, hal ini disebabkan
karena ZnO merupakan bahan yang tidak larut dalam basis sediaan yang dapat
menyebabkan kekakuan pada sediaan krim, sehingga semakin kaku sediaan krim tabir
surya, maka akan semakin besar respon viskositasnya. ZnO merupakan physical blocker
yang dapat menyerap sedikit radiasi penyebab eritema (UVB) dan sebagian besar radiasi
penyebab pigmentasi (UVA). Hasil dari nilai pH behubungan dengan nilain transmisi
eritema dan transmisi pigmentasi yang diperoleh dimana semakin kecil nilai pH yang di
peroleh maka nilai transmisi eritema dan pigmentasi akan semakin kecil.
Formula 2 (Elcistia et al)

Nama Zat Jumlah (%) Fungsi

Oksibenzon 6 Zat aktif

Titanium Dioksid 5 Zat aktif

Dimethicone 4 Emollient

Mineral Oil 2,2 Emollient

Asam stearat 6,25 Emulsifying agent

Setil alkohol 3,5 Stiffening agent

Gliserin 1,8 Humectan

TEA 1,25 Emulsifying agent

Metil paraben 0,2 Pengawet

Aquades (air suling) Ad 100 Pelarut

Membuat formulasi sediaan topikal tidak hanya dengan optimasi penghantaran zat
aktif tetapi juga harus memenuhi persyaratan stabilitas fisika dan kimia, tidak toksik, dan
estetika (Smith et al., 2000). Pengujian organoleptis merupakan pengamatan secara
kualitatif meliputi konsistensi, warna, tekstur, dan bau terhadap sediaan krim o/w
kombinasi oksibenzon dan titanium dioksida yang dihasilkan. titanium dioksida
berwarna putih disebabkan oleh titanium dioksida yang berwarna putih dan bersifat opak.
Titanium dioksida memberikan perlindungan UVB yang baik dan memiliki intensitas
warna putih yang pekat. Viskositas, merupakan salah satu respon optimasi yang penting
untuk karakter emulsi yang berbasis krim. Viskositas merupakan parameter yang
menggambarkan tentang besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir. Semakin besar
tahanannya, maka viskositas juga akan semakin besar (Sinko, 2006). Krim dengan
viskositas yang terlalu tinggi maka akan sulit dituang ke dalam wadah, sedangkan krim
dengan viskositas yang terlalu rendah menghasilkan krim yang encer dan mudah menetes
saat diaplikasikan sehingga tidak tinggal seluruhnya pada permukaan kulit.
Viskositas krim ditetapkan dengan viscotester VT-04E (Rion Co, Ltd), rotor no 1.
Menurut (Langenbucher dan Lange 2007), viskositas yang dapat diterima untuk sediaan
semisolid yang menbutuhkan pemencetan dari tube adalah 50-1000 dPas dengan nilai
optimumnya 200 dPas. sediaan krim merupakan sediaan topikal yang diaplikasikan
dengan cara dioleskan. Daya sebar merupakan bagian dari psikoreologi yang dapat
dijadikan sebagai parameter aseptabilitas (Martin et al., 1993). Daya sebar yang optimum
akan memudahkan krim menyebar saat dioleskan pada permukaan kulit tanpa perlu
tekanan yang besar. Pada umumnya daya sebar memiliki kaitan dengan viskositas.
Apabila viskositas rendah, maka daya sebar krim akan semakin besar karena krim akan
semakin mudah mengalir dan menyebar pada permukaan kulit.

Daya lekat, krim berkaitan dengan seberapa lama kemampuan krim melekat pada
kulit. Krim tabir surya harus memiliki daya lekat yang optimum agar efektif dalam
melindungi kulit dari paparan sinar matahari namun tetap mudah dihilangkan dengan
pencucian menggunakan air. Krim yang terlalu lengket akan tidak nyaman digunakan
dan mudah mengabsorpsi debu, sedangkan krim yang tidak lengket memiliki daya
proteksi yang singkat sehingga perlu pengulangan pengaplikasian krim. Pengujian pH
bertujuan untuk mengevaluasi keamanan krim yang dihasilkan sehingga tidak
mengiritasi kulit. Sediaan krim yang dihasilkan sebaiknya memiliki pH yang mendekati
pH normal kulit, yaitu 4,5-6,5 (Draelos & Thaman, 2006). pH krim yang terlalu asam
dapat menyebabkan iritasi pada kulit, sedangkan pH krim yang terlalu basa dapat
menyebabkan kulit bersisik. Jumlah TEA yang ditambahkan mempengaruhi pH produk
yang dihasilkan (Swarbick & Boylan, 1996). TEA merupakan basa kuat, sehingga
dengan adanya konsentrasi TEA yang tinggi akan menyebabkan proses netralisasi
semakin cepat terjadi menghasilkan pH yang semakin mendekati basa. Dalam uji tipe
emulsi emulgator yang digunakan yaitu TEA Stearat merupakan emulgator yang larut
dalam air. Banchroft rule menyatakan fase dimana emulgator larut adalah fase eksternal
(Myers, 2006). Oleh sebab itu, terbukti bahwa krim yang dihasilkan memiliki tipe emulsi
oil in water (o/w) atau minyak dalam air (m/a).
Cycling test, uji stabilitas dipercepat cycling test dilakukan dengan mengondisikan
sediaan krim pada siklus panas (45°C) dan dingin (4°C) yang ekstrim secara bergantian
(Amnuaikit & Boonme, 2015). Dengan cara ini diperoleh gambaran stabilitas sediaan
krim pada kondisi penyimpanan jangka panjang dalam waktu uji yang dipercepat. Hasil
cycling test formula 2 krim o/w kombinasi oksibenzon dan titanium dioksida tidak
mengalami pemisahan fase setelah melewati 6 siklus cycling test. Emulgator TEA stearat
mampu menghasilkan lapisan antarmuka yang kompleks dan rapat yang tidak
dipengaruhi siklus suhu pada kondisi dipercepat menghasilkan krim yang stabil pada
cycling test.
Uji aktivitas tabir surya secara In Vivo, uji aktivitas formula optimum krim o/w
kombinasi oksibenzon dan titanium dioksida secara in vivo dilakukan dengan mengukur
aktivitas daya perlindungan krim tabir surya terhadap kelinci betina galur New Zealand
White. Nilai SPF dihitung dengan cara membandingkan Minimal Erythema Dose (MED)
pada kulit yang terlindung tabir surya dibandingkan MED yang sama pada kulit yang
tidak terlindungi. Banyaknya krim yang dioleskan yaitu 2mg/cm2 (Kim et al., 2010).
Banyak faktor yang mempengaruhi efek tabir surya, seperti kemampuan penyerapan
kulit, frekuensi aplikasi, kepadatan, basis tabir surya, serta terutama jumlah tabir surya
yang diaplikasikan (Kim et al., 2010). Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa nilai
SPF formula 2 krim o/w kombinasi oksibenzon dan titanium dioksida yaitu 12.
Formula 3

Merupakan formula penulis yang disusun berdasarkan formula 1 dan 2 dengan


penambahan-penambahan zat aktif untuk mencegah sinar UV. Dimana zat aktif yang
digunakan adalah Nano partikel zink oksida.

Nama Zat Jumlah (%) Fungsi

Nano partikel Zink 0,2 Zat aktif


Oksida

Mineral Oil 29 Emollient

Tween 80 3 Surfaktan

Span 80 1,15 Surfaktan

Setil alkohol 3 Stiffening agent

Gliserin 10 Humectan

Propil Paraben 0,1 Pengawet

Metil paraben 0,2 Pengawet

Aquades (air suling) Ad 100 Pelarut

Pemilihan zat aktif nano partikel zink oksida karena zink oksida yang berukuran nano
dapat meningkatkan daya hambur terhadap radiasi sinar UV, sehingga terjadipenurunan
nilai transmisi pigmentasi. Zat ini lebih efektif dari pada zink oksida yang berukuran
besar. Evaluasi stabilitas fisik yang dilakukan meliputi: pemgamatan organoleptik, uji
viskositas, penentuan pH, uji daya sebar, uji daya lekat, dan uji stabilitas. Pengujian
organoleptis dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik sediaan krim tabir surya
yang meliputi bentuk, tekstur, warna dan aroma krim sesuai dengan yang diharapkan.
Pengujian pH dilakukan untuk menjamin pH sediaan sesuai dengan pH kulit sehingga
tidak terjadi iritasi pada kulit dan nyaman digunakan pada pemakaian berulang. pH yang
dapat ditoleransi kulit untuk tidak mengiritasi yaitu 4,5-6,5. Nilai pH sediaan krim
formulasi 3 sesuai dengan rentang pH normal kulit wajah sehingga sediaan krim
memenuhi keamanan untuk digunakan pada kulit.
Pada emulsi semipadat, setil alkohol memiliki kelebihan jika dikombinasikan dengan
pengemulsi fase air karena dapat membentuk fase kontinu viskoelastis yang memberi
sifat semipadat sehingga dapat memperbaiki tekstur dan meningkatkan viskositas. Pada
uji daya sebar dapat dilihat bahwa Tween 80 dengan kadar tinggi dan kenaikan level setil
alkohol dapat menurunkan daya sebar. Penurununan daya sebar dipengaruhi oleh
viskositas yang semakin tinggi, begitu pula sebaliknya dengan penurunan viskositas
maka daya sebarnya semakin luas. Meningkatnya viskositas sediaan krim dipengaruhi
oleh kadar setil alkohol yang semakin tinggi. Pada uji daya lekat kombinasi setil alkohol
dan Tween 80 dapat meningkatkan viskositas sediaan krim sehingga konsistensinya akan
lebih kental. Peningkatan viskositas sediaan krim akan meningkatkan daya lekat begitu
pula sebaliknya. Daya lekat krim yang baik yaitu tidak kurang dari 4 detik (Genatrika et
al., 2016; Wasitaatmadja, 1997).
Pengujian stabilitas sediaan krim dilakukan dengan mengamati sediaan krim secara
organoleptis serta dilakukan pengukuran pH krim selama 4 minggu. Menurut Rowe 10 et
al., (2009) kombinasi setil alkohol dengan pengemulsi fase air dalam sediaan semisolid
dapat menghasilkan barrier monomolekuler yang rapat pada antar muka minyak dan air
sehingga membentuk penghalang mekanis mencegah koalesen droplet. Nilai SPF
berhubungan dengan lama perlindungan yang diberikan krim tabir surya, semakin tinggi
nilai SPF maka semakin tinggi pula tingkat perlindungan yang dapat diberikan oleh
sediaan tabir surya tersebut. Peningkatan nilai SPF disebabkan karena nanopartikel seng
oksida memiliki aktivitas sebagai tabir surya. Sediaan krim tabir surya yang mengandung
nanopartikel seng oksida memiliki nilai SPF sebesar 3,65. Kombinasi setil alkohol level
tinggi dan Tween 80 level tinggi memiliki nilai SPF yang tinggi. Zink oksida yang
berukuran nano dapat meningkatkan daya hambur terhadap radiasi sinar UV, sehingga
terjadi penurunan nilai transmisi pigmentasi.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Karakteristik sediaan krim wajah yang diharapkan adalah sediaan dapat
mencegah sinar UV yang memenuhi syarat dan evaluasi.
2. Komponen yang digunakan dalam sediaan krim wajah untuk mencegah sinar UV
adalah komponen yang dapat menangkal atau melindungi kulit wajah dari sinar
UV.
3. Metode pembuatan sediaan krim wajah untuk mencegah sinar UV dilakukan
dengan cara memisahkan dua fase antara fase yang larut air dan fase larut minyak
lalu dipanaskan sampai mencapai suhu yang sama dan mencapai massa yang
homogen. Prinsipnya adalah pencampuran beberapa bahan yang disertai
pengadukan dan pemanasan yang sempurna.
4. Sediaan krim wajah untuk mencegah sinar UV harus memenuhi syarat yaitu
mempunyai nilai SPF yang tinggi sehingga dapat lebih lama menjaga kulit dari
sengatan sinar matahari, tidak berbau dan memiliki daya lengket yang baik, tidak
menyebabkan toksik, tidak iritan, dan tidak menimbulkan sensitisasi, memiliki
daya proteksi terhadap matahari selama beberapa jam, stabil dalam penggunaan,
tidak memberikan noda pada pakaian.
5. Evaluasi yang perlu dilakukan pada sediaan krim wajah untuk mencegah sinar
UV yaitu evaluasi fisik meliputi organoleptis, pH, viskositas, jenis krim,
homogenitas, daya sebar, daya lekat dan cycling test. Evaluasi efektivitas
meliputi penentuan nilai SPF, persen transmisi eritema dan persen transmisi
pigmentasi.

4.2 Saran
Dibutuhkan penelitian dan pengujian lebih lanjut tentang evaluasi efektivitas
khususnya tentang transmisi eritema dan transmisi pigmentasi dalam setiap sediaan
krim wajah untuk mencegah sinar UV.

DAFTAR PUSTAKA

Agustian Rosyidi, Viddy., Ummah, Lisanul., Kristiningrum, Nia. 2018. Optimasi Zink
Oksida Dan Asam Malat dalam Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenzone dan
Octyl Methoxycinnamate dengan Desain Faktorial. Jember. e-Jurnal Pustaka
Kesehatan, vol. 6 (no. 3)

Alwan R.M., Kadhim Q.A., Sahan K.M., Ali R.A., Mahdi R.J., Kassim N.A. and Jassim
A.N., 2015, Synthesis of Zinc Oxide Nanoparticles via Sol – Gel Route and
Their Characterization, Nanoscience and Nanotechnology, 5 (1), 1–6.

Amnuaikit, T. & Boonme, P., 2015, Formulation and Characterization of Sunscreen


Creams with Synergistic Efficacy on SPF by Combination of UV Filters,
Journal of Applied Pharmaceutical Science, 3(8), 001- 005.

Ansel, H. C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, Penerbit UI, Jakarta.

Azad M., Nasrollahi S.A. and Firooz A., 2014, Zinc Oxide in Sunscreen Products,
Journal of Dermatology and Cosmetics, 5 (1), 41–48.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Elcistia, Ribka., Karim Zulkarnain, Abdul. 2018. Optimasi Formula Sediaan Krim o/w
Kombinasi Oksibenzon dan Titanium Dioksida Serta Uji Aktivitas Tabir
Suryanya Secara In Vivo. Yogjakarta. Majalah Farmaseutik Vol. 14 No. 2: 63-
78

Rowe, Raymond C., Paul J. S., Paul J. W. 2003. Handbook of Pharmaceutical Exipients.
London: Pharmaceutical Press.

Rowe, R. C., Sheskey, P.J., Weller., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipient, 6 th


Edition. The Pharmaceutical Press and The American Pharmaceutical
Association. London.

Wasitaatmadja, S. M., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, UI Press, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai