Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah vertigo yang timbul


bila kepala mengambil posisi atau sikap tertentu. Serangan vertigo dapat
dicetuskan oleh perubahan sikap, misalnya bila penderita berguling di tempat
tidur, menolehkan kepala, melihat ke bawah, menengadah.BPPV merupakan
vertigo yang berasal dari kelainan perifer terbanyak, paling sering dijumpai di
masyarakat, yaitu sekitar 30%. Wanita agak lebih sering daripada pria.1,2
Sekitar 50%, penyebab BPPV adalah idiopatik, selain idiopatik, penyebab
terbanyak adalah trauma kepala (17%) diikuti dengan neuritis vestibularis (15%),
migraine, implantasi gigi dan operasi telinga, dapat juga sebagai akibat dari
posisi tidur yang lama pada pasien post operasi atau bed rest total lama.5,6
Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem
keseimbangan tubuh. Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik,
vaskuler atau autoimun. Sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi dua yaitu
sistem vestibuler (pusat dan perifer) dan non vestibuler (visual : retina, otot bola
mata, dan somatokinetik : kulit, sendi, dan otot). Sistem vestibuler sentral terletak
pada batang otak, serebelum dan serebrum. Sebaliknya sistem vestibuler perifer
meliputi labirin dan saraf vestibular.5,6
BPPV bukanlah penyakit yang secara langsung membahayakan jiwa,
tetapi apabila gejalanya sering timbul dapat menimbulkan kecemasan pada pasien.
Penatalaksanaan BPPV salah satunya adalah Epley maneuver yang sering
dilakukan oleh dokter. Maneuver ini dapat dilakukan olh pasien bersama dokter
maupun di rumah. Tetapi memang untuk pertama kalinya akan lebih aman pada
pasien apabila melakukannya bersama dokter. Manuver Epley memiliki
keefektifan pada BPPV sekitar 80%.4,5

1
BAB II
BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

A. DEFINISI

Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada
sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang.Benign
Paroxysmal Positional Vertigo adalah gangguan vestibuler yang paling sering
ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual muntah dan keringat
dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa
adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat. 1,2
Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem
keseimbangan tubuh.Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik,
vaskuler atau autoimun. Sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi dua yaitu
sistem vestibuler (pusat dan perifer) dan non vestibuler (visual : retina, otot bola
mata, dan somatokinetik : kulit, sendi, dan otot). Sistem vestibuler sentral terletak
pada batang otak, serebelum dan serebrum. Sebaliknya sistem vestibuler perifer
meliputi labirin dan saraf vestibular.1,2

B. ANATOMI

Vestibulum memonitor pergerakan dan posisi kepala dengan mendeteksi


akselerasi linier dan angular. Bagian vestibular dari labirin terdiri dari tiga kanal
semisirkular, yakni kanal anterior, kanal posterior, dan kanal horizontal. Setiap
kanal semisirkular terisi oleh endolimfe dan pada bagian dasarnya terdapat
penggelembungan yang disebut ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, suatu
masa gelatin yang memiliki densitas yang sama dengan endolimfe, dan melekat
pada sel rambut. 2,3
Labirin terdiri dari dua struktur otolit, yaitu utrikulus dan sakulus yang
mendeteksi akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap gravitasi. Organ
reseptornya adalah makula. Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus kira-
kira dibidang kanalis semisirkularis horizontal. Makulus sakulus terletak di

2
dinding medial sakulus dan terutama terketak di bidang vertikal. Pada setiap
macula terdapat sel rambut yang mengandung endapan kalsium yang disebut
otolith (otokonia). Makula pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari
partikel kalsium yang menyebabkan BPPV.4,5
Kupula adalah sensor gerak untuk kanal semisirkular dan ini teraktivasi
oleh defleksi yang disebabkan oleh aliran endolimfe.1 Pergerakan kupula oleh
karena endolimfe dapat menyebabkan respon, baik berupa rangsangan atau
hambatan, tergantung pada arah dari gerakan dan kanal semisirkular yang
terkena.2 Kupula membentuk barier yang impermeabel yang melintasi lumen dari
ampula, sehingga partikel dalam kanal semisirkular hanya dapat masuk atau
keluar kanal melalui ujung yang tidak mengandung ampula.4,5
Ampulofugal berarti pergerakan yang menjauhi ampula, sedangkan
ampulapetal berarti gerakan mendekati ampula. Pada kanal semisirkular posterior
dan superior, defleksi utrikulofugal dari kupula bersifat merangsang (stimulatory)
dan defleksi utrikulopetal bersifat menghambat (inhibitory). Pada kanal
semisirkular lateral, terjadi yang sebaliknya.4,5
Nistagmus mengacu pada gerakan osilasi yang ritmik dan berulang dari
bola mata. Stimulasi pada kanal semisirkular paling sering menyebabkan “jerk
nystagmus”, yang memiliki karakteristik fase lambat (gerakan lambat pada satu
arah) diikuti oleh fase cepat (kembali dengan cepat ke posisi semula). Nistagmus
dinamakan sesuai arah dari fase cepat. Nistagmus dapat bersifat horizontal,
vertikal, oblik, rotatori, atau kombinas.4,5

Gambar 1.Anatomi Sistem Keseimbangan Tubuh.

3
C. EPIDEMIOLOGI

BPPV adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-


kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta
usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun
yang tidak memiliki riwayat cedera kepala.BPPV sangat jarang ditemukan pada
anak.5,7

D. ETIOLOGI
Pada sekitar 50% kasus penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa
kasus BPPV diketahui setelah mengalami jejas atau trauma kepala leher, infeksi
telinga tengah atau operasi stapedektomi. Banyak BPPV yang timbul spontan,
disebabkan kelainan di otokonial berupa deposit yang berada di kupula bejana
semisirkuler posterior. Deposit ini menyebabkan bejana menjadi sensitif terhadap
perubahan gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala yang berubah.
Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera
kepala.Pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem
vestibuler pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya
usia. Selain itu disebutkan juga bahwa BPPV dapat merupakan suatu komplikasi
dari operasi implant maksilaris.9,10

E. PATOFISIOLOGI

Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan oleh kalsium karbonat yang


berasal dari makula pada utrikulus lepas dan bergerak dalam lumen dari salah satu
kanal semisirkular. Kalsium karbonat sendiri dua kali lipat lebih padat
dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan
pergerakan akseleratif lain. Ketika kalsium karbonat tersebut bergerak dalam
kanal semisirkular,akan terjadi pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula
pada kanal yang terkena, sehingga menyebabkan vertigo. 10,11
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, yaitu
a. Teori Kupulolitiasis

4
Pada tahun 1962, Horald Schuknecht mengemukakan teori ini dimanaditemukan
partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen otokonia
(otolith) yang terlepas dari makula utrikulus yang berdegenerasi dan menempel
pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semiriskularis posterior
menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Sama
halnya seperti benda berat diletakkan pada puncak tiang, bobot ekstra itu akan
menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Begitu
halnya digambarkan olehnistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita
dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike).Kanalis
semi sirkularis posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak
secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing
(vertigo). Perpindahan partikel tersebut membutuhkan waktu, hal ini
menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.10,11

b. Teori Kanalitiasis
Pada 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel otolithbergerak bebas
didalam kanalis semi sirkularis. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan
partikel tersebut berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling
bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang, partikel ini berotasi ke atas di
sepanjang lengkung kanalis semi sirkularis. Hal ini menyebabkan cairan
endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok
(deflected), sehingga terjadilah nistagmus dan pusing. Saat terjadi pembalikan
rotasi saat kepala ditegakkan kembali, terjadi pula pembelokan kupula, muncul
pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Digambarkan layaknya
kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil akan terangkat
seberntar kemudian terjatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil
tersebut seolah-olah yang memicu organ saraf menimbulkan rasa
pusing.Dibanding dengan teori kupulolitiasis, teori ini dapat menerangkan
keterlambatan sementara nistagmus, karena partikel butuh waktu untuk mulai
bergerak. Ketika mengulangi maneuver kepala, otolith menjadi tersebar dan

5
semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal ini
menerangkan konsep kelelahan dari gejala pusing.10,11

F. KLASIFIKASI
Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu :
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling sering
terjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85 sampai 90% dari kasus BPPV.
Penyebab paling sering terjadi yaitu kanalitiasis. Hal ini dikarenakan debris
endolimfe yang terapung bebas cenderung jatuh ke kanal posterior karena kanal
ini adalah bagian vestibulum yang berada pada posisi yang paling bawah saat
kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring .7,8

b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral)


Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal pertama kali
diperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan karakteristik vertigo posisional
yang diikuti nistagmus horizontal berubah arah. Arah nistagmus horizontal yang
terjadi dapat berupa geotropik (arah gerakan fase cepat ke arah telinga di posisi
bawah) atau apogeotropik (arah gerakan fase cepat kearah telinga di posisi atas)
selama kepala dipalingkan ke salah satu sisi dalam posisi telentang. Nistagmus
geotropik terjadi karena adanya otokonia yang terlepas dari utrikulus dan masuk
ke dalam lumen posterior kanalis horizontal (kanalolitiasis), sedangkan nistagmus
apogeotropik terjadi karena otokonia yang terlepas dari utrikulus menempel pada
kupula kanalis horizontal (kupulolitiasis) atau karena adanya fragmen otokonia di
dalam lumen anterior kanalis horizontal (kanalolitiasis apogeotropik).7,8

6
G. MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala klinis dari BPPV adalah pusing, ketidakseimbangan, sulit untuk


berkonsentrasi, dan mual.Kegiatan yang dapat menyebabkan timbulnya gejala
dapat berbeda-beda pada tiap individu, tetapi gejala dapat dikurangi dengan
perubahanposisi kepala mengikuti arah gravitasi. Gejala dapat timbul dikarenakan
perubahanposisi kepala seperti saat melihat keatas, berguling, atau pun saat
bangkit dari tempat tidur.Benign Paroxysmal Positional Vertigo sendiri dapat
dialami dalam durasi yang cepat ataupun terjadi sepanjang hidup, disertai gejala
yang terjadi dengan pola sedang yang berbeda-beda tergantung pada durasi,
frekuensi, and intensitas.BPPV tidak dianggap sebagai sesuatu yang
membahayakan kehidupan penderita. Bagaimanapun, BPPV dapat mengganggu
perkerjaan dan kehidupan sosial penderita.12

H. DIAGNOSIS

a. Anamnesis.

Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20
detik akibat perubahan dari posisi kepala.Posisi yang memicu adalah berbalik di
tempat tidur dengan posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas
maupun ke belakang, dan membungkuk.Vertigo juga dapat disertai dengan
keluhan mual.9

Pada banyak kasus BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di


kemudian hari. Dalam anamnesa selain menanyakan tentang gejala klinis, juga
harus ditanyakan mengenai faktor-faktor yang merupakan etiologi atau yang dapat
mempengaruhi keberhasilan terapi seperti stroke, hipertensi, diabetes, trauma
kepala, migraine, dan riwayat gangguan keseimbangan sebulumnya maupun
riwayat gangguan saraf pusat.9

7
b. Pemeriksaan Fisik.

Benign Paroxysmal Positrional Vertigo kanalis posterior dapat di diagnosa


ketika pasien mengeluhkan adanya riwayat dari vertigo yang disebabkan
olehperubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi dan ketika dilakukan
pemeriksaan fisik ditemukan nistagmus yang muncul saat melakukan Dix-
Hallpike Test. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah: Dix-Hallpike, dan
tes kalori. Supine Roll Test dilakukan untuk pasien yang memiliki riwayat yang
sesuai dengan BPPV tetapi hasil tes Dix-Hallpike negatif untuk memeriksa ada
tidaknya BPPV kanal lateral.10

1) Dix-Hallpike Test
Nistagmus yang ditemukan saat dilakukan pemeriksaan tes Dix-
Hallpike biasanya menunjukkan dua karakteristik penting. Pertama,
terdapat periode laten antara akhir dari masa percobaan dan saat terjadi
serangan dari nistagmus. Periode laten tersebut terjadi selama 5 sampai 20
detik, tetapi dapat juga terjadi hingga 1 menit dalam kasus yang jarang
terjadi. Kedua, hal yang memperberat vertigo dan nistagmusnya sendiri
meningkat, dan hilang dalam periode waktu tertentu dalam 60 detik dari
waktu serangan nistagmus. Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa
harus memberitahu pasien tentang gerakan-gerakan yang akan dilakukan
dan mengingatkan pasien bahwa pasien akan merasakan serangan vertigo
secara tiba-tiba, yang mungkin saja disertai dengan rasa mual, yang akan
hilang dalam 60 detik. Karena pasien akan diposisikan dalam posisi
supinasi dengan kepala dibawah badan, pasien harus diberitahu agar saat
berada dalam posisi supinasi, kepala pasien akan menggantung dengan
bantuan meja percobaan hingga 20 derajat. Pemeriksa sebaiknya
meyakinkan pasien bahwa pemeriksa dapat menjaga kepala pasien dan

8
memandu pasien mendapatkan pemeriksaan yang aman dan terjamin tanpa
pemeriksa kehilangan keseimbangan dirinya sendiri.10
Cara melakukan pemeriksaan DixHallpike:
a) Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur
pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang
setelah beberapa detik.
b) Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga
ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o–40o,
penderita diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang
muncul.
c) Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau kanalis semisirkularis
posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi
otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis
semisirkularis posterior.
d) Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
e) Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
f) Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan
ipsilateral.
g) Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang
berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah
berlawanan.
h) Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi
kiri 45o dan seterusnya.

9
Gambar 2 Uji Dix-Hallpike
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.
Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya
lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila
sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu
menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.10
2) Tes kalori

Tes kalori ini dianjurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30oC, sedangkan suhu air
panas adalah 44oC.volume air yang dialirkan kedalam liang telinga masing-
masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama
nistagmus yang timbul.Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa
telinga kanan dengan air dingin juga.Kemudian telinga kiri dialirkan air panas,
lalu telinga dalam. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau

10
air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit ( untuk
menghilangkan pusingnya).8

3) Tes Supine Roll

Tes ini diperuntukkan jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV
tetapi hasil tes Dix-Hallpike negatif untuk memeriksa ada atau tidaknya BPPV
kanal lateral atau bisa kita sebut juga BPPV kanal horizontal. Pasien yang
memiliki riwayat BPPV tetapi bukan termasuk kriteria BPPV kanal posteriorharus
dicurigai sebagai BPPV kanal lateral. Pemeriksa harus menginformasikan pada
pasien bahwa pada pemeriksaan ini, pasien akan mengalami pusing berat selama
beberapa saat. Saat melakukan tes ini, pasien berada dalam posisi supinasi atau
berbaring telentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan rotasi kepala
90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan pemeriksa mengamati mata pasien untuk
melihat ada tidaknya nistagmus.Setelah nistagmus mereda, kepala kembali
menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Kemudiaan dimiringkan kembali 90
derajat ke sisi yang berlawanan dan mata pasien diamati untuk memeriksa ada
tidaknya nistagmus.8

c. Pemeriksaan Penunjang

Terdapat tiga jenis pemeriksaan tambahan yaitu:


1) Radiografi

Gambaran yang didapatkan tidak terlalu berguna untuk diagnosa rutin dari
BPPV karena BPPV sendiri tidak memiliki karakteristik tertentu dalam gambaran
radiologi. Tetapi radiografi ini memiliki peran dalam proses diagnosis jika gejala
yang muncul tidak khas, hasil yang diharapkan dari percobaan tidak sesuai, atau
jika ada gejala tambahan disamping dari kehadiran gejala-gejala BPPV, yang
mungkin merupakan gabungan dari central nervous system ataupun otological
disorder. 7,8

2) Vestibular Testing

11
Electronystagmography memiliki kegunaan yang terbatas dalam
mendiagnosa BPPV kanalis, karena komponen torsional dari nistagmus tidak bisa
diketahui dengan menggunakan teknik biasa. Di sisi lain, dalam mendiagnosa
BPPV kanalis horizontal, nistagmus hadir saat dilakukan tes. Tes vestibular ini
mampu memperlihatkan gejala yang tidak normal, yang berkaitan dengan BPPV,
tetapi tidak spesifik contohnya vestibular hypofunction (35% dari kasus BPPV)
yang umumnya ditemukan pada kasus trauma kapitis ataupun infeksi virus. 7,8

3) Audiometric Testing

Tes ini tidak digunakan untuk mendiagnosa BPPV, tapi dapat memberikan
informasi tambahan dimana diagnosa klinis untuk vertigo masih belum jelas.7,8

I. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
 Vestibular Neuritis
 Labirintitis
 Penyakit Meniere.5

J. PENATALAKSANAAN
1) Non-Farmakologi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit


yang ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah
banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver
reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif
menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada
bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan
manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi
karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang
lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah

12
melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal
10 menit untuk menghindari risiko jatuh.3,8
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan
partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang
dapat dilakukan tergantung dari varian BPPV nya.
a. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal.
Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 450,
lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2
menit. Lalu kepala ditolehkan 900 ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi
berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu
pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi
duduk secara perlahan.3,8

Gambar 3 Manuver Epley

b. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan
posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu
kepala dimiringkan 45derajat kesisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak
ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus

13
dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi
berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.3,8

Gambar 4. Manuver Semont


c. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral.
Pasien berguling 360 derajat, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien
menolehkan kepala 90 derajat ke sisi yang sehat, diikuti dengan
membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke
bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian
menoleh lagi 90 derajat dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu
kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama
15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon
terhadap gravitasi.3,8

Gambar 5. Manuver Lempert


d. Forced Prolonged Position

14
Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah
untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi
telinga yang sakit dan dipertahankan selama 12 jam.3,8
e. Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat
dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang
tetap simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga
dapat membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat
menjadi kebiasaan.3

Gambar 6 Brandt-Daroff Exercise

2) Farmakologi

Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin


dilakukan.Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk
gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien
BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM.Pengobatan untuk vertigo yang
disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah golongan
benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan antihistamine (meclizine,
dipenhidramin).Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer.Antihistamine

15
mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan
muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan
antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular
sehingga penggunaannya diminimalkan.5

K. PROGNOSIS

Pasien perlu untuk diedukasi tentang BPPV.Satu dari tiga pasien sembuh dalam
jangka waktu 3 minggu, tetapi kebanyakan sembuh setelah 6 bulan dari
serangan.Pasien harus diberitahu bahwa BPPV dapat dengan mudah ditangani,
tetapi harus diingatkan bahwa kekambuhan sering terjadi bahkan jika terapi
manuvernya berhasil, jadi terapi lainnya mungkin dibutuhkan. Beberapa studi
menunjukkan bahwa 15% terjadi kekambuhan pada tahun pertama, kemudian
50% kekambuhan terjadi pada 40 bulan setelah terapi.
Kekambuhan dari BPPV adalah masalah yang umum terjadi. Meniere’s
disease, CNS disease, migraine headaches,dan post-traumatic BPPV merupakan
faktor resiko yang lebih memungkinkan untuk terjadinya kekambuhan.6

16
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN

• Nama : Tn. A
• Umur : 70 tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Agama : Islam
• Status Perkawinan : Menikah
• Pekerjaan : Pensiun
• Suku : Bugis
• Alamat : Palu
• Tanggal Pemeriksaan : 07 Januari 2020

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pusing berputar

Anamnesis Terpimpin:
Pasien Laki-laki usia 70 tahun MRS diantar oleh keluarganya dengan keluhan
pusing berputar yang dirasakan ± 1 hari yang lalu. Pusing dirasakan timbul secara
tiba-tiba pada saat pasien berkendara. Pasien mengatakan merasa lingkungan
disekitar berputar-putar dan bertambah berat jika memalingkan wajah ke kanan
dan ke kiri. Mual (+),muntah (+)sebanyak 1 kali, pendengaran berdengung(+),
pendengaran berkurang (-), sebelumnya Pasien mengaku baru pertama kali
merasakan keluhan tersebut. Riwayat hipertensi, DM dan kolestrol disangkal.

17
C. PEMERIKSAAN FISIS
 Keadaan umum: sakit sedang
 Gizi: baik
 Kesadaran: Compes mentis
 Tanda-tanda vital:
 Tekanan darah: 130/80 mmHg
 Nadi: 74 x/menit
 Suhu: 36,5ºC
 Pernapasan: 20 x/menit
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
 GCS: E4M5V6
1. Kepala:
o Posisi : central
o Penonjolan: tidak ada
o Bentuk/ukuran : normocephal
2. N. cranialis:
o N. Olfactorius (I): Normosmia
o N.Optikus (II):
 Ketajaman penglihatan: 6/6 6/6
 Lapangan penglihatan: normal normal
 N. (III),(IV),(VI):
 Celah kelopak mata: tidak didapatkan
 Ptosis: tidak ada
 Exopthalmus: tidak ada
 Pupil: ukuran: 2,5 mm/ bulat 2,5 mm/bulat
Isokor/anisokor: isokor isokor
Reflex cahaya langsung/ tidak langsung: +/+ +/+
Reflex akomodasi: baik baik
 Gerakan bola mata:
Parese kearah - -

18
Nistagmus - -
 N. V (trigeminus):
o Sensibilitas: N.V1: baik baik
N.V2: baik baik
N.V3: baik baik
Motorik: Inspeksi: istirahat
o Refleks dagu/masseter : dalam batas normal
o Refleks cornea : dalam batas normal
 N. VII (Facialis):
o Motorik: M. Frontalis M. orbik.okuli M. orbik. Oris
Istirahat: simetris simetris simetris
Gerakan mimic : simetris simetris simetris
o Pengecap 2/3 lidah bagian depan: tidak dilakukan pemeriksaan
 N. VIII (Vestibulotroklearis):
o Pendengaran: Normal
o Tes rinne/weber: tidak dilakukan pemeriksaan
o Fungsi vestibularis: tidak dilakukan pemeriksaan
 N. IX/X: (Glossopharingeus/vagus):
o Posisi arkus pharinks: tidak dilakukan pemeriksaan
o Reflex telan/muntah: Dalam batas normal
o Pengecap 1/3 lidah bagian belakang: tidak dilakukan pemeriksaan
o Fonasi: Dalam batas normal
o Takikardi/bradikardi: Dalam batas normal
 N. XI (Accesorius):
o Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan: normal
o Angkat bahu: dalam batas normal
 N.XII (Hipoglossus):
o Deviasi lidah: tidak ada
o Fasciculasi: tidak ada

19
o Atrofi: tidak ada
o Tremor: tidak ada
o Ataxia: tidak ada
3. Leher:
 Tanda-tanda perangsangan selaput otak
o Kaku kuduk: tidak didapatkan
o Kernig’s sign: tidak didapatkan
 Kelenjar lympe : pembesaran (-)
 Arteri karotis:
o Palpasi: berdenyut
o Auskultasi: tidak ada bruit
 Kelenjar gondok: dalam batas normal
4. Abdomen:
 Reflex kulit dinding perut: dalam batas normal
5. Kolumna vertebralis:
 Inspeksi : Normal
 Palpasi : nyeri tekan (-)
 Perkusi : nyeri ketuk (-)
 Pergerakan : bebas
6. Ekstremitas:
Superior Inferior
D S D S
 Motorik:
Pergerakan Bebas Bebas Bebas Bebas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus otot Norma Normal Normal Normal
Bentuk otot Eutrofia Eutrofia Eutrofia Eutrofia
 Otot yang terganggu: tidak ada
 Reflex fisiologi
o Biceps ++ ++

20
o Triceps ++ ++
o Patella ++ ++
o Achiles ++ ++
 Klonus: Lutut: -/-
Kaki: -/-

 Reflex patologis:
Hoffman: -/-
Tromner: -/-
Babinski: -/-
Chaddock: -/-
Gordon: -/-
Schaefer: -/-
Oppenheim: -/-
 Sensibilitas:
o Ekstroseptif
Nyeri: Normal Normal
Suhu: Tidak dilakukan pemeriksaan
Rasa raba halus: Normal Normal
Propioseptif
Rasa sikap: Normal
Rasa nyeri dalam: Normal Normal
o Fungsi Kortikal Luhur:
Rasa diskriminasi: Normal
Stereognosis: Normal
7. Pergerakan abnormal yang spontan: dalam batas normal
8. Gangguan koordinasi: dalam batas normal
9. Gangguan keseimbangan: dalam batas normal
10. Pemeriksaan fungsi luhur:
o Reaksi emosi : baik

21
o Fungsi bicara : baik
o Intelegensia : baik
o Fungsi Psikosensorik (gnosis) : Tidak dilakukan pemeriksaan
o Fungsi Psikomotorik (praksia) : Tidak dilakukan pemeriksaan
D. RESUME

Pasien Laki-laki usia 70 tahun MRS diantar oleh keluarganya dengan keluhan
pusing berputar yang dirasakan ± 1 hari yang lalu. Pusing dirasakan timbul secara
tiba-tiba pada saat pasien berkendara. Pasien mengatakan merasa lingkungan
disekitar berputar-putar dan bertambah berat jika memalingkan wajah ke kanan
dan ke kiri. Mual (+),muntah (+)sebanyak 1 kali, pendengaran berdengung(+),
pendengaran berkurang (-), sebelumnya Pasien mengaku baru pertama kali
merasakan keluhan tersebut. Riwayat hipertensi, DM dan kolestrol disangkal.

E. DIAGNOSIS

Diagnosis klinis : Pusing berputar


Diagnosis topis : BPPV
Diagnosis etiologi : Vertigo Perifer

F. TERAPI
1. Farmakologi
 IVFD RL 20 TPM
 Ranitidin amp /8 jam
 Betahistine 3x1
 Atorvastatin 29 mg
 Acetylcysteine 3x1
 Na. Diclofenac 2x1

G. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
 Vestibular Neuritis

22
 Labirintitis
 Penyakit Meniere

H. PROGNOSA
Qua ad vitam : dubia ad bonam
Qua ad sanationem : dubia ad bonam

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Laki-laki usia 70 tahun MRS diantar oleh keluarganya dengan


keluhan pusing berputar yang dirasakan ± 1 hari yang lalu. Pusing dirasakan
timbul secara tiba-tiba pada saat pasien berkendara. Pasien mengatakan merasa
lingkungan disekitar berputar-putar dan bertambah berat jika memalingkan wajah
ke kanan dan ke kiri. Mual (+),muntah (+)sebanyak 1 kali, pendengaran
berdengung(+), pendengaran berkurang (-), sebelumnya Pasien mengaku baru
pertama kali merasakan keluhan tersebut. Riwayat hipertensi, DM dan kolestrol
disangkal.
Dari hasil anamnesis yang didapatkan pada pasien, menunjukkan adanya
gejala klinis dari BPPV yaitu dimana pasien merasa perasaan pusing berputar
dan pusing bertambah berat jika ada perpindahan posisi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD: 130/80 mmHg, Nadi 74 x/menit,
Suhu : 36,5˚C, Pernapasan : 20 x/menit. Kesadaran kompos mentis dengan
GCS E4M6V5. Pada pemeriksaan neurologis, tidak terdapat deficit neurologis ,
nervus kranialis dalam batas normal; reflex fisiologis dalam batas normal; reflex
patologis negatif.
Penatalaksanaan farmakologik pada BPPV diberikan obat Golongan
benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan golongan obat Antihistamine
(meclizine, dipenhidramin).

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [online] 2009 [cited 2009 May

30th]. Available from : URL:http://www.google.com/vertigo/cermin dunia

kedokteran .html

2. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2000. p.341-59

3. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar

N, Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2012.

4. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam :

Arsyad E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher.

Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2012.

5. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H,

Santoso R, Editor : Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta :

EGC. 1997.

6. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi

Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996.

7. Fife D.T. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Semin Neurol Journal.

2009;29:500-508.

8. Parnes et al. Diagnosis and Management of Benign Paroxysmal Positional

Vertigo (BPPV). CMAJ. 2003;169 (7): 681-93.

25
9. Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L. Clinical Practice Guideline: Benign

Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck

Surgery.2008;139: S47-S81.

10. Teixeira L.J., Pollonio J.N., Machado. Maneuvers for the treatment of

BenignPositional Paroxysmal Vertigo: a systemic review. Brazilian Journal

of Otorhinolaryngology. 2006;72(1): 130-8.

11. Bittar et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment.

International Tinnitus Journal. 2011;16(2): 135-45.

12. Leveque et al. Surgical Therapy in Intractable Benign Paroxysmal Positional

Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2007;136:693-698.

26

Anda mungkin juga menyukai