Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang mengenai satu atau beberapa
lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh
bakteri,virus, jamur dan benda asing.
Faktor predisposisi terjadinya bronkopneumonia antara lain aspirasi, gangguan imun,
malnutrisi, penyakit menahun dan gangguan lainnya.
Gejala yang timbul pada penyakit ini biasanya demam mendadak tetapi dapat didahului
dengan infeksi saluran napas akut bagian atas. Gejala penyerta lain yang dapat timbul adalah
batuk, gelisah, rewel, sesak, kebiruan disekitar mulut, kejang dan nyeri dada.
Diagnosa bronkopneumonia dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisik berupa dispnoe serta adanya inspiratory effort dan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan darah dan radiologi/foto thorax.
Tatalaksana yang diberikan pada penyakit ini berupa oksigen, cairan elektrolit, dan
antibiotic yang sesuai hasil biakan. Pada kasus berat, diperlukan perawatan di rumah sakit untuk
mencegah terjadinya komplikasi.
Memperbaiki kebersihan umum, hindari kontak dengan orang yang menderita infeksi
saluran napas, dan imunisasi dapat mencegah terjadinya bronkopneumonia.
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : An. W C
Tempat, tgl. Lahir : Jakarta, 14 Agustus 2000
Usia : 10 tahun
Status : Belum menikah
Alamat : Tunjung Raya No.26 , Tomang, Jakarta Barat
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 29 kg
Tinggi Badan : 140 cm
Agama : Kristen
Kebangsaan : Indonesia
3. ANAMNESIS (Alloanamnesis )
Pasien anak pertama dan merupakan anak kandung dari pasangan Tn. B K dan Ny.L R
a. KELUHAN UTAMA
Pasien sesak napas sejak 2 hari SMRS
Pasien mendadak sesak napas sejak 2 hari SMRS, namun bertambah sesak saat
ini. Sesak tidak tergantung perubahan pasien. Sesak napas yang dialami pasien ini terjadi
pertama kalinya. Pasien juga mengalami batuk sejak 3 hari SMRS dengan dahak yang
sulit untuk dikeluarkan, warna dari dahak agak kehijauan. Menurut keterangan dari ibu
pasien bahwa pada saat sesak napas, bibir pasien menjadi berwarna kebiruan.
Pada pasien ini juga terdapat demam, yang turun setelah pasien minum obat
panadol, kemudian pasien kembali demam. Ibu pasien mangatakan bahwa suhu anak
pada saat demam yaitu sekitar 39,5 ⁰C. Pasien tidak mengalami mual ataupun muntah
pada saat dirumah, tetapi pasien mengalami mual dan muntah sebanyak 2x pada saat
dirumah sakit serta tidak mengalami kejang pada saat demam berlangsung. BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Serta mimisan dan perdarahan gusi disangkal.
Pada pasien ini juga tidak terdapat adanya riwayat asma dan alergi obat. Pasien
belum pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya. Makan dan minum pasien
menjadi berkurang sejak pasien mengalami sesak napas, demam dan batuk.
c. ANTE NATAL
Lama kehamilan 9 bulan. Pasien lahir normal. Tidak ada masalah selama
kehamilan dan tidak ada komplikasi. Tidak ada masalah ketika pasien lahir. Pasien
melakukan kontrol rutin setelahnya. Berat badan lahir adalah 3100 gram, panjang badan
lahir adalah 47 cm.
g. RIWAYAT IMUNISASI
1. BCG :1
2. Hepatitis B : 1, 2, 3
3. Polio : 1, 2, 3
4. DPT : 1, 2, 3
5. Campak :1
h. IKHTISAR KETURUNAN
Keterangan:
: Pasien
i. RIWAYAT KELUARGA
- Menurut grafik, Berat badan yang seharusnya terdapat pada pasien ini (Berat badan ideal
menurut Tinggi badan) ialah sekitar 33 Kg, sehingga perhitungan berat badan pasien
menurut berat badan ideal terhadap tinggi badan pasien ialah BB/TB : 29/33 x 100 %
= 87,9 % (Gizi Kurang)
- Sedangkan Berat badan yang seharusnya terdapat pada pasien ini (Berat badan ideal
menurut umur) ialah sekitar 32 Kg, sehingga perhitungan berat badan pasien menurut
berat badan ideal terhadap umur pasien ialah BB/U : 29/32 x 100 % = 90, 6 % (Gizi
Baik)
- Dimana Tinggi badan yang seharusnya terdapat pada pasien ini (Tinggi badan ideal
menurut umur) ialah sekitar 139 cm, sehingga perhitungan tinggi badan pasien menurut
umur ialah TB/U : 140/139 x 100 % = 100, 71 % (Baik)
- Sedangkan untuk menghitung IMT digunakan grafik IMT dengan rumus (BB/(TB)2) =
29/(1,40)2 = 14,8 (underweight)
Hasil dari perhitungan status gizi diatas menunjukkan bahwa pasien ini merupakan Underweiht
dengan gizi kurang menurut BB/TB dan gizi baik menurut BB/U serta tinggi badan cukup.
5. PEMERIKSAAN PERTAMA
Tanggal : 10 April 2010
Umur : 10 tahun
Berat Badan : 29 kg
Panjang Badan : 145 cm
KEADAAN UMUM
1) Kesadaran : Compos mentis
2) GCS : 15 ( E4 V5 M6 )
3) Tekanan darah : tidak diukur
4) Nadi : 124 x/menit
5) Suhu : 37,8oC
6) Pernafasan : 36 x/menit
7) Berat badan : 29 kg.
8) Gizi : Sedang
9) Kejang : tidak ada
10) Saturasi O2 : 87 %
a) Kulit
Pigmentasi : Coklat.
Sianosis : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Jaringan parut : Tidak ada.
Lapisan lemak : Tidak diukur
Turgor : Kembali cepat
Tonus : Normal.
Edema : Tidak ada.
Petekie : Tidak ada.
Eritema : Tidak ada.
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tak tampak.
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba.
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : S1S2 murni, murmur (-), gallop (-).
k) Perut
Inspeksi : cembung.
Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), supel.
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : BU normal (+).
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Cor : Tak membesar, batas kanan dan kiri jelas, apex di kiri
Pulmo : Tampak bercak-bercak infiltrate pada kedua perihiler dan paracardial kanan
Kesan : Bronchopneumonia
6. DIAGNOSA
Bronchopneumonia
7. DIAGNOSA BANDING
Bronkitis
Asma
7. TATALAKSANA
Monitor
o Tanda-tanda vital
o Tanda-tanda klinis (adakah pembesaran hati, tanda perdarahan
saluran cerna, tanda ensefalopati)
o Monitor urin output
o Monitor hasil laboratorium (kadar hemoglobin, hematokrit, dan
trombosit setiap 6 jam, minimal tiap 12 jam
o Monitor cairan
8. PROGNOSA
- Ad Fungsionam : ad bonam
- Ad Sanationam : ad bonam
- Ad Vitam : ad bonam
RESUME MEDIS / SUMMARY LETTER
Sesak nafas
Pasien datang dari Emergency Trauma Centre (ETC) dengan keluhan sesak nafas yang sudah
dirasakan sejak 2 hari SMRS, namun bertambah sesak saat ini. Ada batuk dengan dahak sulit
dikeluarkan, dahak agak kehijauan. Badan ada panas, mual dan muntah disangkal. BAB dan BAK tidak
ada keluhan. Mimisan dan perdarahan gusi disangkal. Riwayat kejang demam dan asthma disangkal.
KU : sakit sedang, Kesadaran : CM, GCS 15, HR 121x/menit, RR 20 x/menit, S 37.8 oC, BB 29 kg,
Status generalis : CA -/-, SI -/-, Cor : S1S2 reguler, murmur -, gallop -, Pulmo : SN vesikuler, rh +/+, wh
+/+, Abdomen : soft, BU +, normal, Ekstremitas : akral panas
Hb 12.32 g/dL, Ht 37.84 %, WBC 9.960 /µL (monocyte 14), Platelet 331.900 /µL, ESR 9
mm/hours, CRPHs 13.66 mg/L
9. PERAWATAN/PENGOBATAN
I. 11 April 2010
S Pasien sesak (+) telah berkurang, panas (+), masih terdapat batuk tetapi telah
berkurang yang disertai sulit untuk mengeluarkan dahak.
O Kesadaran : CM, CVS S1S2, murmur (-), Napas cuping hidung (-), Retraksi substernal
(+), intercostae (+), subcostae (+), Sianosis (-), Ronkhi (+/+), GIT : supel, timpani, BU
(+), Ekstremitas : akral hangat, TD 90/60, Nadi : 110 kali/menit, Suhu : 36,2 oC, RR :
36 kali/menit
A Bronchopneumonia Duplex
P Terapi lanjutkan
Nebulizer : - ventolin ½ ampul, flixotide 1 ampul, NaCl 0.9 % 1 ml 4x/hari
(selang-seling)
- ventolin ½ ampul, bisolvon 10 tetes, NaCl 0.9 % 1 ml 4x/hari (selang-
seling)
Nasal O2 3 L/Menit
D5 1/4 NS 500mL/8 jam
Tripenem IV 3x500 mg (6) 10-20 mg/kg BB tiap 8 jam
Oradexon (dexamethasone) 3x1/2 amp IV 1 amp (6) 0.05-0.2 mg/kg BB
(diturunkan secara bertahap)
Tempra Forte (paracetamol) syr 7,5 ml (sediaan 250 mg/5 ml) x 60 ml 5-
20 ml 3x1 tiap 4 jam
Comtusi syr 1 cth sediaan 60 ml/100 ml (anak 10-12 thn, BB 30-40 kg
(10 ml 3-4x/hari)), (anak 6-10 thn, BB 20-30 kg (10 ml 2-3x/hari)) untuk
batuk produktif dan nonproduktif, batuk karena alergi
Inj Zantac (ranitidine HCl) 3x ½ gram IV (sediaan Amp 50 mg x 2 ml x 5)
untuk terapi tukak duodenum, tukak lambung, refluks esofagitis,
keadaan turunnya sekresi asam lambung
Inj Aminophylline 2 x 120 mg IV (3) pengobatan profilaksis spasme
bronkus yang berhubungan dengan asma, emfisema, dan bronchitis kronis
Tempra Forte (paracetamol) syr 4x5 ml (sediaan 250 mg/5 ml) x 60 ml
5-20 ml 3x1 tiap 4 jam
Percocyn forte syr 3x5 ml???....
A Bronchopneumonia Duplex
P Terapi lanjutkan
Hentikan Injeksi oradexon dan aminophyllin
Observasi dyspnea
Nebulizer 4x/hari
Rencana pulang besok
Kesadaran : CM, tenang, CVS S1S2, murmur (-), gallop (-), Pulmo : suara napas
vesikuler, Ronchi +/+, Wheezing -/-, Napas cuping hidung (-), Retraksi sela iga (-),
Sianosis (-), GIT : supel, soft, timpani, BU (+) Ekstremitas : akral hangat,
A Bronchopneumonia Duplex
P Terapi lanjutkan
Rawat Jalan
Starcef syr 2x1 7,5 ml (100mg/5ml-syr 30 ml)
Bronchophyllin (theophylline) -150 ml ½ sdm 3x1
Celestamine – 60 ml alergi pada saluran pernapasan (2,5 ml 3x1 max 20
ml/hari)
PEMBAHASAN
Pneumonia berdasarkan anatomis dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Pneumonia Lobaris
Bronchopneumonia biasanya terdapat pada bayi dan anak kecil. Misalnya infeksi intra
uteri karena inhalasi dini likuor yang septic, kontak dengan penderita infeksi saluran nafas atas
dan bisa oleh karena infeksi nosokomial pada bayi yang lahir di rumah sakit.
Definisi
Bronchopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia.
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari parenkim
paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan megurang dengan
meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumococus, ditemukan
pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada
anak kecil dan bayi.
Etiologi
a. Pneumonia Lobaris
e. Pneumonia hipostatik
f. Sindrom Loeffler
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh
yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan
antibiotik yang tidak sempurna. Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk
pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian
etiologis lebih rasional dari pada pembagian anatomis.
Patogenesis
Dalam keadaan sehat pada paru tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah
infeksi dan terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di naso-oro-faring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan secret liat yang
dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
4. Refleks batuk
5. Refleks epiglottis yang mencegah terjadinya aspirasi secret yang terinfeksi
6. Darinase system limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
7. Fagositosis, aksi enzimatik dan respon immuno-humoral terutama dari immunoglobilin A
(IgA)
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap ke paru perifer
melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman.
1. Stadium Kongesti : Kapiler melebar dan kongesti serta dalam alveolus terdapat eksudat
jernih, bakteri dalam jumlah banyak, bebrapa neutrophil dan makrophag
2. Stadium Hepatisasi Merah : Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat tidak
mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam
alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan
kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium Hepatisasi Kelabu : Lobus masih tetap padat dan warna merah berubah menjadi
pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin
dan leucosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus, kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium Resolusi : Eksudat berkurang. Dalam alveolus macrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin di resorbsi dan menghilang.
Proses kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan pemberian antibiotik sedini
mungkin agar system bronkopulmonal yang tidak terkena dapat di selamatkan.
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada
atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru
yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin
dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
D. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-
sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula.
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-
paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan
faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks
batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi
organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi
atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus
dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan
mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru
yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan
penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah.
Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan
aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis
(hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana
eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui
batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura
menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan,
Gangguan difusi
Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan dalam plasma Peningkatan Edema paru
nafas tidak meningkat peristaltik usus metabolisme
efektif
Gangguan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi pertukaran gas Evaporasi Pengerasan
sedap meningkat dinding paru
Intake kurang
Gangguan Suplai O2
keseimbangan menurun
cairan dan eletrolit
Nutrisi kurang dari
kebutuhan Hipoksia
Hiperventilasi
Metabolisme
anaeraob meningkat
Dispneu
Akumulasi asam
Retraksi dada / laktat
nafas cuping
hidung
Fatigue
Gangguan pola
nafas
Intoleransi
aktivitas
Gejala Klinis
Bronchopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran napas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39 – 40 0 C dan mungkin disertai kejang
demam yang tinggi. Anak megalami kegelisahan, kecemasan, menggigil, napas sesak, batuk non
produktif, dispnoe pernapasan. Kerusakan pernapasan diwujudkan dalam bentuk napas cepat dan
dangkal, pernapasan cuping hidung, retraksi pada daerah supraclavikular, ruang-ruang
intercostal, sianosis sekitar mulut dan hidung, kadang-kadang disertai muntah dan diare. Pada
awalnya batuk jarang ditemukan tetapi dapat dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut,
mula-mula batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada bronkopneumonia, pemeriksaan fisik tergantung dari pada luas daerah yang terkena.
Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi mungkin terdengar ronki
basah nyaring halus – sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens), mungkin pada perkusi terdengar
keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi,
ronki terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 – 3
minggu.
Pemeriksaan Fisik
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan
cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding
dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan
pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi
melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae
terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada
bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya
sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang
dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus
dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan
dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri
resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus
selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang
dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah
(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung
dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau
Pemeriksaan Penunjang
1. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung,
biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini
tidak rutin dilakukan karena sukar.
2. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m dengan
pergeseran LED meninggi.
3. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa
lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau
beberapa lobus.
Pemeriksaan Radiologi
bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan
Pemeriksaan Laboratorium
predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang
predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.
Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat
Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak
rutin dilakukan.
Dignosis
1. Gejala klinis
2. Pemeriksaan fisik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan
gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen
dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin
biasanya normal atau sedikit menurun.
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah
sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia :
Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu
diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
Kriteria Diagnosis
a. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. Panas badan
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit predominan, dan
Diagnosis Banding
1. Bronchiolitis
2. TBC Paru
3. Atelektasis
4. Abses Paru
Komplikasi
1. Empisema
Suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu
tempat atau seluruh rongga pleura.
2. Atelektasis
Pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat
kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
3. Perikarditis / Endokarditis
Peradangan pada setiap katup endokardial
4. Abses paru
Pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
5. Pleuritis
6. Otitis Media Akut (OMA)
7. Infeksi sistemik
8. Meningitis
Infeksi yang menyerang selaput otak
Terapi
1. Bed rest
2. Oksigen 1 – 2 L / menit
3. IVFD Dextrose 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, ditambah larutan KCL 10 mEq/500 ml botol
infus. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu.
4. Antibiotik
a. Ampicillin 100 – 200 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
b. Gentamycin 5 – 7 mg/kgBB/ hari dalam 2 kali pemberian
5. Antipiretik
a. Parasetamol 10 –15 mg / kgBB / kali beri
6. Mukolitik
7. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis
8. Gangguan keseimbangan asam – basa dan elektrolit.
Penatalaksanaan
a. Penatalaksaan umum
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
b. Penatalaksanaan khusus
- mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai
hari ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman
penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti
Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini pada
perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan masa kanak-kanak dapat di
turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan ini morbiditas yang berlangsung lama
juga menjadi rendah.
Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan
mortalitas yang lebih tinggi.
DISKUSI
Berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang terdapat
pada pasien, dapat ditegakkan diagnosa untuk pasien ini berupa Bronchopneumia.
Sedangkan berdasarkan gejala-gejala yang diperoleh dari anamnesa yang berupa sesak
napas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, demam yang mendadak tinggi disertai batuk-
batuk berdahak dimana hal ini sesuai dengan gejala yang terdapat pada broncopneumonia.
Hal ini dapat diperjelas dengan dilakukannya pemeriksaan fisik yang didapatkan tanda-
tanda sesak berupa retraksi suprasternal, retraksi subcostae dan retraksi intercostae dan juga pada
auskultasi didapatkan ronki basah yang dominan. Keadaan ini sesuai dengan tanda-tanda yang
terdapat pada bronchopneumonia dengan derajat yang berat sehingga memerlukan rawat inap.
Didukung pula dengan hasil dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi
thorax dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan X-Ray Thorax ditemukan adanya
bercak-bercak infiltrat pada kedua perihiler dan parakardial kanan, sesuai dengan gambaran
bronchopneumonia. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan kadar leukosit normal
dengan peningkatan pada eosinofil, monosit, dan CRP-Hs yang tinggi serta adanya penurunan
limfosit. Dari hasil pemeriksaan darah dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
bronchopneumonia yang bersifat akut dan disebabkan oleh virus.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini antara lain; antibiotika yang efektif
sesuai dengan biakan bakteri, mukolitik, antipiretik, dan nebulizer. Untuk maintenance
kebutuhan cairan dan kalori diberikan cairan intravena dekstrosa 5% dalam cairan fisiologis
500mL/8 jam.
Pada pasien ini perlu juga dilakukan pemeriksaan elektrolit untuk menilai ada atau
tidaknya ketidakseimbangan elektrolit, sehingga dapat diberikan koreksi bila terdapat gangguan
elektrolit.