Anda di halaman 1dari 33

PENDAHULUAN

Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang mengenai satu atau beberapa
lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh
bakteri,virus, jamur dan benda asing.
Faktor predisposisi terjadinya bronkopneumonia antara lain aspirasi, gangguan imun,
malnutrisi, penyakit menahun dan gangguan lainnya.
Gejala yang timbul pada penyakit ini biasanya demam mendadak tetapi dapat didahului
dengan infeksi saluran napas akut bagian atas. Gejala penyerta lain yang dapat timbul adalah
batuk, gelisah, rewel, sesak, kebiruan disekitar mulut, kejang dan nyeri dada.
Diagnosa bronkopneumonia dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisik berupa dispnoe serta adanya inspiratory effort dan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan darah dan radiologi/foto thorax.
Tatalaksana yang diberikan pada penyakit ini berupa oksigen, cairan elektrolit, dan
antibiotic yang sesuai hasil biakan. Pada kasus berat, diperlukan perawatan di rumah sakit untuk
mencegah terjadinya komplikasi.
Memperbaiki kebersihan umum, hindari kontak dengan orang yang menderita infeksi
saluran napas, dan imunisasi dapat mencegah terjadinya bronkopneumonia.
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : An. W C
Tempat, tgl. Lahir : Jakarta, 14 Agustus 2000
Usia : 10 tahun
Status : Belum menikah
Alamat : Tunjung Raya No.26 , Tomang, Jakarta Barat
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 29 kg
Tinggi Badan : 140 cm
Agama : Kristen
Kebangsaan : Indonesia

2. STATUS ORANG TUA

Nama Ibu : Ny. L R Nama Ayah : Tn. B K


Umur : 30 tahun Umur : 34 tahun
Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga Pekerjaan Ayah : Wirausaha

3. ANAMNESIS (Alloanamnesis )
Pasien anak pertama dan merupakan anak kandung dari pasangan Tn. B K dan Ny.L R

a. KELUHAN UTAMA
Pasien sesak napas sejak 2 hari SMRS

b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien mendadak sesak napas sejak 2 hari SMRS, namun bertambah sesak saat
ini. Sesak tidak tergantung perubahan pasien. Sesak napas yang dialami pasien ini terjadi
pertama kalinya. Pasien juga mengalami batuk sejak 3 hari SMRS dengan dahak yang
sulit untuk dikeluarkan, warna dari dahak agak kehijauan. Menurut keterangan dari ibu
pasien bahwa pada saat sesak napas, bibir pasien menjadi berwarna kebiruan.
Pada pasien ini juga terdapat demam, yang turun setelah pasien minum obat
panadol, kemudian pasien kembali demam. Ibu pasien mangatakan bahwa suhu anak
pada saat demam yaitu sekitar 39,5 ⁰C. Pasien tidak mengalami mual ataupun muntah
pada saat dirumah, tetapi pasien mengalami mual dan muntah sebanyak 2x pada saat
dirumah sakit serta tidak mengalami kejang pada saat demam berlangsung. BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Serta mimisan dan perdarahan gusi disangkal.

Pada pasien ini juga tidak terdapat adanya riwayat asma dan alergi obat. Pasien
belum pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya. Makan dan minum pasien
menjadi berkurang sejak pasien mengalami sesak napas, demam dan batuk.

c. ANTE NATAL
Lama kehamilan 9 bulan. Pasien lahir normal. Tidak ada masalah selama
kehamilan dan tidak ada komplikasi. Tidak ada masalah ketika pasien lahir. Pasien
melakukan kontrol rutin setelahnya. Berat badan lahir adalah 3100 gram, panjang badan
lahir adalah 47 cm.

d. PENYAKIT YANG PERNAH DIALAMI


Pasien belum pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya. Serta pada pasien
ini juga tidak memiliki riwayat kejang demam.

e. KEPANDAIAN/ KEMAJUAN BAYI

NO Kegiatan Pertama Kali Pada Bulan Ke


1 Tengkurap 6
2 Duduk 8
3 Merangkak 10
4 Berdiri 15
5 Berjalan 18

f. MAKANAN TERPERINCI SEJAK BAYI S/D SEKARANG


Pasien hanya mendapatkan ASI hingga umur 1 bulan. Kemudian pasien
memberikan susu formula Enfamil sebagai pengganti ASI dan makanan tambahan pada
usia 6 bulan. Menurut pengakuan ibu, pasien mengikuti jadwal pemberian vaksin sesuai
yang ditentukan.

g. RIWAYAT IMUNISASI
1. BCG :1
2. Hepatitis B : 1, 2, 3
3. Polio : 1, 2, 3
4. DPT : 1, 2, 3
5. Campak :1

h. IKHTISAR KETURUNAN

Keterangan:

: Ayah : Adik perempuan I

: Ibu : Adik perempuan II

: Pasien
i. RIWAYAT KELUARGA

Pihak ibu : Riwayat asma (-)


Riwayat jantung (-)
Pihak ayah : Riwayat asma (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Pasien : Riwayat alergi (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat kejang demam (-)

j. KEADAAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIASAAN DAN LINGKUNGAN


Pasien dan keluarganya tinggal di tempat tinggal yang tidak padat penghuni.
Status ekonomi pasien dan keluarganya adalah menengah ke atas (ibu adalah ibu rumah
tangga dan ayah pasien adalah wiraswasta).

4. PERHITUNGAN DAN TABEL STATUS GIZI ANAK


Pada pasien ini diketahui bahwa berat badannya 29 Kg, Tinggi badannya 140 cm, Umur
: 10 tahun, Jenis kelamin laki-laki. Maka perhitungan status gizi anak menurut BB/TB, BB/U,
TB/U dan IMT (Indeks Massa Tubuh) dari pasien ini ialah :

- Menurut grafik, Berat badan yang seharusnya terdapat pada pasien ini (Berat badan ideal
menurut Tinggi badan) ialah sekitar 33 Kg, sehingga perhitungan berat badan pasien
menurut berat badan ideal terhadap tinggi badan pasien ialah  BB/TB : 29/33 x 100 %
= 87,9 % (Gizi Kurang)
- Sedangkan Berat badan yang seharusnya terdapat pada pasien ini (Berat badan ideal
menurut umur) ialah sekitar 32 Kg, sehingga perhitungan berat badan pasien menurut
berat badan ideal terhadap umur pasien ialah  BB/U : 29/32 x 100 % = 90, 6 % (Gizi
Baik)
- Dimana Tinggi badan yang seharusnya terdapat pada pasien ini (Tinggi badan ideal
menurut umur) ialah sekitar 139 cm, sehingga perhitungan tinggi badan pasien menurut
umur ialah  TB/U : 140/139 x 100 % = 100, 71 % (Baik)
- Sedangkan untuk menghitung IMT digunakan grafik IMT dengan rumus (BB/(TB)2) =
29/(1,40)2 = 14,8 (underweight)

Hasil dari perhitungan status gizi diatas menunjukkan bahwa pasien ini merupakan Underweiht
dengan gizi kurang menurut BB/TB dan gizi baik menurut BB/U serta tinggi badan cukup.

5. PEMERIKSAAN PERTAMA
Tanggal : 10 April 2010
Umur : 10 tahun
Berat Badan : 29 kg
Panjang Badan : 145 cm

KEADAAN UMUM
1) Kesadaran : Compos mentis
2) GCS : 15 ( E4 V5 M6 )
3) Tekanan darah : tidak diukur
4) Nadi : 124 x/menit
5) Suhu : 37,8oC
6) Pernafasan : 36 x/menit
7) Berat badan : 29 kg.

8) Gizi : Sedang
9) Kejang : tidak ada
10) Saturasi O2 : 87 %

a) Kulit
 Pigmentasi : Coklat.
 Sianosis : Tidak ada
 Ikterus : Tidak ada
 Jaringan parut : Tidak ada.
 Lapisan lemak : Tidak diukur
 Turgor : Kembali cepat
 Tonus : Normal.
 Edema : Tidak ada.
 Petekie : Tidak ada.
 Eritema : Tidak ada.

b) Kepala : Normosefali, hematoma (-), turgor baik, deformitas (-)


c) Rambut : Warna hitam
d) Mata : Strabismus (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor, reflek cahaya (+/+).
e) Telinga : Aurikula normal, sekret (-/-).
f) Hidung : Bentuk normal, napas cuping hidung (-), sekret (-/-), perdarahan
(-/-)
g) Tenggorok : Faring hiperemis (-), T1/T1.
h) Gigi dan mulut : Oral higiene (+), tumbuh pada tempatnya, lidah kotor (-),
perdarahan gusi (-/-), bibir merah muda.
i) Leher : Bentuk normal, pergerakan normal, pembesaran KGB (-), tiroid
tidak membesar,
j) Dada
 Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, Retraksi substernal (+), Retraksi
intercostae (+), Retraksi subcostae (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-/-), simetris
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikular (+/+), Ronki (+/+), Wheezing (-/-).

 Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tak tampak.
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba.
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : S1S2 murni, murmur (-), gallop (-).

k) Perut
Inspeksi : cembung.
Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), supel.
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : BU normal (+).

l) Punggung : Simetris, kelainan bentuk tulang belakang (-).

m) Anggota gerak : Akral hangat, edema (-).

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM (tanggal 10 April 2010) pukul 23.16

Test Result Unit Reference Range


HEMATOLOGY
Full Blood Count
Haemoglobin 12.32 g / dL 10.80 – 15.60
Hematocrit 37.84 % 33.00 – 45.00
Erythrocyte (RBC) 4.89 10^6 / µL 3.80 – 5.80
White Blood Cell (WBC) 9.96 10^3 / µL 4.50 – 13.50
Differential Count
Basophil 1 % 0–1
Eosinophil 7 % 1–3
Band Neutrophil 3 % 2–6
Segment Neutrophil 52 % 50 – 70
Lymphocyte 23 % 25 – 40
Monocyte 14 % 2–8
Platelet Count 331.90 10^3 / µL 150.00 – 440.00
ESR 9 mm/hours 0 – 15
IMMUNOLOGY/SEROLOGY
CRP-Hs H 13.66 mg/L 0.00 – 5.00

FOTO RONTGEN THORAX AP / PA 21 April 2010

HASIL FOTO THORAX AP/PA

Tak tampak pelebaran mediastinum superior


Kedua Sinus costophrenicus dan diafragma normal

Cor : Tak membesar, batas kanan dan kiri jelas, apex di kiri

Kedua Hilus : Kasar

Pulmo : Tampak bercak-bercak infiltrate pada kedua perihiler dan paracardial kanan

Tulang-tulang dada baik

Kesan : Bronchopneumonia

6. DIAGNOSA
Bronchopneumonia

7. DIAGNOSA BANDING
Bronkitis
Asma

7. TATALAKSANA

 Monitor
o Tanda-tanda vital
o Tanda-tanda klinis (adakah pembesaran hati, tanda perdarahan
saluran cerna, tanda ensefalopati)
o Monitor urin output
o Monitor hasil laboratorium (kadar hemoglobin, hematokrit, dan
trombosit setiap 6 jam, minimal tiap 12 jam
o Monitor cairan

8. PROGNOSA
- Ad Fungsionam : ad bonam
- Ad Sanationam : ad bonam
- Ad Vitam : ad bonam
RESUME MEDIS / SUMMARY LETTER

Anamnesis / Reason for Admission :

Sesak nafas

Riwayat Perjalanan Penyakit / History of Illness (es) :

Pasien datang dari Emergency Trauma Centre (ETC) dengan keluhan sesak nafas yang sudah
dirasakan sejak 2 hari SMRS, namun bertambah sesak saat ini. Ada batuk dengan dahak sulit
dikeluarkan, dahak agak kehijauan. Badan ada panas, mual dan muntah disangkal. BAB dan BAK tidak
ada keluhan. Mimisan dan perdarahan gusi disangkal. Riwayat kejang demam dan asthma disangkal.

Pemeriksaan Fisik / Physical Examination :

KU : sakit sedang, Kesadaran : CM, GCS 15, HR 121x/menit, RR 20 x/menit, S 37.8 oC, BB 29 kg,
Status generalis : CA -/-, SI -/-, Cor : S1S2 reguler, murmur -, gallop -, Pulmo : SN vesikuler, rh +/+, wh
+/+, Abdomen : soft, BU +, normal, Ekstremitas : akral panas

Penemuan Klinik / Clinical Finding :

Hb 12.32 g/dL, Ht 37.84 %, WBC 9.960 /µL (monocyte 14), Platelet 331.900 /µL, ESR 9
mm/hours, CRPHs 13.66 mg/L
9. PERAWATAN/PENGOBATAN
I. 11 April 2010

S Pasien sesak (+) telah berkurang, panas (+), masih terdapat batuk tetapi telah
berkurang yang disertai sulit untuk mengeluarkan dahak.
O Kesadaran : CM, CVS S1S2, murmur (-), Napas cuping hidung (-), Retraksi substernal
(+), intercostae (+), subcostae (+), Sianosis (-), Ronkhi (+/+), GIT : supel, timpani, BU
(+), Ekstremitas : akral hangat, TD 90/60, Nadi : 110 kali/menit, Suhu : 36,2 oC, RR :
36 kali/menit
A Bronchopneumonia Duplex
P Terapi lanjutkan
Nebulizer : - ventolin ½ ampul, flixotide 1 ampul, NaCl 0.9 % 1 ml 4x/hari
(selang-seling)
- ventolin ½ ampul, bisolvon 10 tetes, NaCl 0.9 % 1 ml 4x/hari (selang-
seling)
Nasal O2 3 L/Menit
D5 1/4 NS 500mL/8 jam
 Tripenem IV 3x500 mg (6) 10-20 mg/kg BB tiap 8 jam
 Oradexon (dexamethasone) 3x1/2 amp IV 1 amp (6) 0.05-0.2 mg/kg BB
(diturunkan secara bertahap)
 Tempra Forte (paracetamol) syr 7,5 ml (sediaan 250 mg/5 ml) x 60 ml 5-
20 ml 3x1 tiap 4 jam
 Comtusi syr 1 cth sediaan 60 ml/100 ml (anak 10-12 thn, BB 30-40 kg
(10 ml 3-4x/hari)), (anak 6-10 thn, BB 20-30 kg (10 ml 2-3x/hari)) untuk
batuk produktif dan nonproduktif, batuk karena alergi
 Inj Zantac (ranitidine HCl) 3x ½ gram IV (sediaan Amp 50 mg x 2 ml x 5)
 untuk terapi tukak duodenum, tukak lambung, refluks esofagitis,
keadaan turunnya sekresi asam lambung
Inj Aminophylline 2 x 120 mg IV (3) pengobatan profilaksis spasme
bronkus yang berhubungan dengan asma, emfisema, dan bronchitis kronis
 Tempra Forte (paracetamol) syr 4x5 ml (sediaan 250 mg/5 ml) x 60 ml
5-20 ml 3x1 tiap 4 jam
 Percocyn forte syr 3x5 ml???....

II. 12 April 2010


S Panas (-), Sesak (-), Batuk (+) berkurang dengan dahak lebih gampang
dikeluarkan (dahak kehijauan), mual dan muntah (-)
O Kesadaran : CM, tenang, CVS S1S2, murmur (-), gallop (-), Pulmo : suara napas
vesikuler, Ronchi +/+, Wheezing -/-, Napas cuping hidung (-),Retraksi sela iga (-),
Sianosis (-), GIT : supel, soft, timpani, BU (+) Ekstremitas : akral hangat, TD tidak
diukur, Nadi : 90 kali/menit, Suhu : 35,7oC, RR : 20 kali/menit

A Bronchopneumonia Duplex
P Terapi lanjutkan
Hentikan Injeksi oradexon dan aminophyllin
Observasi dyspnea
Nebulizer 4x/hari
Rencana pulang besok

III. 13 April 2010

S Panas (-), Sesak (+) berkurang, Batuk (+) berkurang.


O Nadi : 90 kali/menit, Suhu : 36oC, RR : 22 kali/menit

Kesadaran : CM, tenang, CVS S1S2, murmur (-), gallop (-), Pulmo : suara napas
vesikuler, Ronchi +/+, Wheezing -/-, Napas cuping hidung (-), Retraksi sela iga (-),
Sianosis (-), GIT : supel, soft, timpani, BU (+) Ekstremitas : akral hangat,

A Bronchopneumonia Duplex
P Terapi lanjutkan
Rawat Jalan
Starcef syr 2x1 7,5 ml (100mg/5ml-syr 30 ml)
Bronchophyllin (theophylline) -150 ml ½ sdm 3x1
Celestamine – 60 ml alergi pada saluran pernapasan (2,5 ml 3x1 max 20
ml/hari)

PEMBAHASAN
Pneumonia berdasarkan anatomis dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Pneumonia Lobaris

2. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia)

3. Pneumonia Interstitialis (Bronkiolitis)

Bronchopneumonia biasanya terdapat pada bayi dan anak kecil. Misalnya infeksi intra
uteri karena inhalasi dini likuor yang septic, kontak dengan penderita infeksi saluran nafas atas
dan bisa oleh karena infeksi nosokomial pada bayi yang lahir di rumah sakit.

Definisi
Bronchopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia.
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari parenkim
paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.

Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).

Bronchopneumina adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama,


tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne
G. Bare, 1993).

Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang


disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa


Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru
yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur
dan benda asing.
Epidemiologi

Pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus dengan serotipe 1


sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak
ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9.

Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan megurang dengan
meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumococus, ditemukan
pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada
anak kecil dan bayi.

Etiologi

Berbagai bentuk klinis pneumonia sering kali di klasifikasikan berdasarkan pembagian


serta penyebaran anatomis dan etiologinya.

1. Berdasarkan anatominya pneumonia di bagi atas :

a. Pneumonia Lobaris

b. Pneumonia Lobularis (Bronchopneumonia)

c. Pneuminia Interstitialis (Bronkiolitis)

2. Berdasarkan etiologinya dibagi atas :

a. Bakteri : Diplococcus Pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus


Hemolyticus, Streptococcus Aureus, Hemophilus Influenza, Bacillus Friedlander
(Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis

b. Virus : Respiratory Syncytial Virus, Virus Influenza, Adenovirus, Virus


Sitomegalik

c. Jamur : Histoplasma Capsulatum, Cryptococcus Neoformis, Blastomyces


Dermalitides, Coccidiodes Limmitis, Aspergylus sp, Candida Albicans,
Mycoplasma Pneumonia.
d. Aspirasi : Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing.

e. Pneumonia hipostatik

f. Sindrom Loeffler

Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh
yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan
antibiotik yang tidak sempurna. Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk
pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian
etiologis lebih rasional dari pada pembagian anatomis.

Patogenesis

Dalam keadaan sehat pada paru tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.

Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus


penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan
broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi
demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai
alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.

Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus


penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan
broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi
demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai
alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah
infeksi dan terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di naso-oro-faring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan secret liat yang
dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
4. Refleks batuk
5. Refleks epiglottis yang mencegah terjadinya aspirasi secret yang terinfeksi
6. Darinase system limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
7. Fagositosis, aksi enzimatik dan respon immuno-humoral terutama dari immunoglobilin A
(IgA)

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap ke paru perifer
melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman.

1. Stadium Kongesti : Kapiler melebar dan kongesti serta dalam alveolus terdapat eksudat
jernih, bakteri dalam jumlah banyak, bebrapa neutrophil dan makrophag
2. Stadium Hepatisasi Merah : Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat tidak
mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam
alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan
kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium Hepatisasi Kelabu : Lobus masih tetap padat dan warna merah berubah menjadi
pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin
dan leucosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus, kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium Resolusi : Eksudat berkurang. Dalam alveolus macrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin di resorbsi dan menghilang.

Proses kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan pemberian antibiotik sedini
mungkin agar system bronkopulmonal yang tidak terkena dapat di selamatkan.

Suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

A. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah
baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler
di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

B. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada
atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.

C. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru
yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin
dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.

D. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-
sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula.

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-

paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan

faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks

batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan

respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag

alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi

organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi

atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus

dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan

mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak

dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru

yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan

terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar,

penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah.

Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan

aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis

(ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia.

Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya


terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi

(hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana

eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui

batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura

menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan,

namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan.

Bakteri Stafilokokus aureus/Bakteri Haemofilus influezae

 Penderita sakit berat yang dirawat di RS


 Penderita yang mengalami supresi
sistem pertahanan tubuh
 Kontaminasi peralatan RS
Saluran Pernafasan Atas

Kuman berlebih di Kuman terbawa di Infeksi Saluran Pernafasan Bawah


bronkus saluran pencernaan
Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi Peningkatan Edema antara
pencernaan pembuluh darah suhu kaplier dan
alveoli
Akumulasi sekret
di bronkus Peningkatan flora
Eksudat plasma Septikimia Iritasi PMN
normal dalam usus
masuk alveoli eritrosit pecah

Gangguan difusi
Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan dalam plasma Peningkatan Edema paru
nafas tidak meningkat peristaltik usus metabolisme
efektif
Gangguan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi pertukaran gas Evaporasi Pengerasan
sedap meningkat dinding paru

Anoreksia Diare Penurunan


compliance paru

Intake kurang
Gangguan Suplai O2
keseimbangan menurun
cairan dan eletrolit
Nutrisi kurang dari
kebutuhan Hipoksia

Hiperventilasi
Metabolisme
anaeraob meningkat
Dispneu

Akumulasi asam
Retraksi dada / laktat
nafas cuping
hidung
Fatigue

Gangguan pola
nafas
Intoleransi
aktivitas

Gejala Klinis

Bronchopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran napas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39 – 40 0 C dan mungkin disertai kejang
demam yang tinggi. Anak megalami kegelisahan, kecemasan, menggigil, napas sesak, batuk non
produktif, dispnoe pernapasan. Kerusakan pernapasan diwujudkan dalam bentuk napas cepat dan
dangkal, pernapasan cuping hidung, retraksi pada daerah supraclavikular, ruang-ruang
intercostal, sianosis sekitar mulut dan hidung, kadang-kadang disertai muntah dan diare. Pada
awalnya batuk jarang ditemukan tetapi dapat dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut,
mula-mula batuk kering kemudian menjadi produktif.

Pada bronkopneumonia, pemeriksaan fisik tergantung dari pada luas daerah yang terkena.
Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi mungkin terdengar ronki
basah nyaring halus – sedang.

Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens), mungkin pada perkusi terdengar
keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi,
ronki terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 – 3
minggu.

Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut :

a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan

cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding

dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan

pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi

melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah

terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae

supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat

terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada
bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak

yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae

supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya

sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang

dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus

dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head

bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan

dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri

dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan

resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas

atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.

b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus

selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps

paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang

dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah

(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung
dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau

kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).

Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan


napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung,
biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini
tidak rutin dilakukan karena sukar.
2. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m dengan
pergeseran LED meninggi.
3. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa
lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau
beberapa lobus.

Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan

bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan

bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit

dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.


Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit

predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang

predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.

Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat

terjadi asidosis respiratorik.

Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak

rutin dilakukan.

Dignosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

1. Gejala klinis

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan laboratorium dan gambaran radiologis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan
gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen
dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin
biasanya normal atau sedikit menurun.

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan


mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat
ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih
sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
Bronkopneumonia sangat berat :

Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah
sakit dan diberi antibiotika.

Bronkopneumonia berat :

Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Bronkopneumonia :

Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :

> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun

> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

Bukan bronkopenumonia :

Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu
diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:

1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung

2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus

3. deteksi antigen bakteri

Kriteria Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :

a. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada

b. Panas badan

c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)


d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus

e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit predominan, dan

bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

Diagnosis Banding

1. Bronchiolitis
2. TBC Paru
3. Atelektasis
4. Abses Paru

Komplikasi

1. Empisema
Suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu
tempat atau seluruh rongga pleura.
2. Atelektasis
Pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat
kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
3. Perikarditis / Endokarditis
Peradangan pada setiap katup endokardial
4. Abses paru
Pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
5. Pleuritis
6. Otitis Media Akut (OMA)
7. Infeksi sistemik
8. Meningitis
Infeksi yang menyerang selaput otak
Terapi

Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg


sehari atau Tetrasiklin 3 – 4 mg sehari. Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat
penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin
Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid.

1. Bed rest
2. Oksigen 1 – 2 L / menit
3. IVFD Dextrose 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, ditambah larutan KCL 10 mEq/500 ml botol
infus. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu.
4. Antibiotik
a. Ampicillin 100 – 200 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
b. Gentamycin 5 – 7 mg/kgBB/ hari dalam 2 kali pemberian
5. Antipiretik
a. Parasetamol 10 –15 mg / kgBB / kali beri
6. Mukolitik
7. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis
8. Gangguan keseimbangan asam – basa dan elektrolit.

Penatalaksanaan

a. Penatalaksaan umum

- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada

analisis gas darah ≥ 60 torr

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

b. Penatalaksanaan khusus
- mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam

pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.

Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau

penderita kelainan jantung

- pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis

Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka

resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

b. Berat ringan penyakit

c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Antibiotik :

Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)

menurut kelompok usia.

a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

- ampicillin + aminoglikosid

- amoksisillin-asam klavulanat

- amoksisillin + aminoglikosid

- sefalosporin generasi ke-3

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)


- beta laktam amoksisillin

- amoksisillin-amoksisillin klavulanat

- golongan sefalosporin

- kotrimoksazol

- makrolid (eritromisin)

c. Anak usia sekolah (> 5 thn)

- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka

harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai

hari ketiga.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata

dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman

penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti

empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif)

Prognosis

Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini pada
perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan masa kanak-kanak dapat di
turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan ini morbiditas yang berlangsung lama
juga menjadi rendah.

Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan
mortalitas yang lebih tinggi.

DISKUSI
Berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang terdapat
pada pasien, dapat ditegakkan diagnosa untuk pasien ini berupa Bronchopneumia.

Sedangkan berdasarkan gejala-gejala yang diperoleh dari anamnesa yang berupa sesak
napas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, demam yang mendadak tinggi disertai batuk-
batuk berdahak dimana hal ini sesuai dengan gejala yang terdapat pada broncopneumonia.

Hal ini dapat diperjelas dengan dilakukannya pemeriksaan fisik yang didapatkan tanda-
tanda sesak berupa retraksi suprasternal, retraksi subcostae dan retraksi intercostae dan juga pada
auskultasi didapatkan ronki basah yang dominan. Keadaan ini sesuai dengan tanda-tanda yang
terdapat pada bronchopneumonia dengan derajat yang berat sehingga memerlukan rawat inap.     

Didukung pula dengan hasil dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi
thorax dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan X-Ray Thorax ditemukan adanya
bercak-bercak infiltrat pada kedua perihiler dan parakardial kanan, sesuai dengan gambaran
bronchopneumonia. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan kadar leukosit normal
dengan peningkatan pada eosinofil, monosit, dan CRP-Hs yang tinggi serta adanya penurunan
limfosit. Dari hasil pemeriksaan darah dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
bronchopneumonia yang bersifat akut dan disebabkan oleh virus.

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini antara lain; antibiotika yang efektif
sesuai dengan biakan bakteri, mukolitik, antipiretik, dan nebulizer. Untuk maintenance
kebutuhan cairan dan kalori diberikan cairan intravena dekstrosa 5% dalam cairan fisiologis
500mL/8 jam.

Pada pasien ini perlu juga dilakukan pemeriksaan elektrolit untuk menilai ada atau
tidaknya ketidakseimbangan elektrolit, sehingga dapat diberikan koreksi bila terdapat gangguan
elektrolit.

Anda mungkin juga menyukai