Anda di halaman 1dari 14

Tugas Makalah

Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura

BUDIDAYA TANAMAN UBI KAYU

Nama : St. Nuralisa

Nim : G011181418

Kelas : Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura A

Dosen : Dr. Ir. Amir Yassir, M.Si

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya,
sehingga makalah ini dapat diselaikan tepat pada waktunya. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan
menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura yang berjudul “Budidaya Tanaman Ubi
Kayu”. Disamping itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua Dosen
Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura yang telah memberikan bimbingannya.
Saya menyadari bahwa Makalah yang penulis susun masih jauh dari kata
sempurna untuk itu penulis berharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca demi kesempurnaan Makalah ini.
Pinrang, 16 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3
2.1 Budidaya Tanaman Ubi Kayu..................................................................3
2.1.1 Klasifikasi Ubi Kayu..................................................................................3
2.1.2 Morfologi Tanaman Ubi Kayu...................................................................4
1.1.3 Teknik Budidaya Tanaman Ubi Kayu........................................................5
2.2 Varietas Ubi kayu......................................................................................7
BAB III PENUTUP..............................................................................................9
3.1 Kesimpulan..................................................................................................9
3.2 Saran............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ubi kayu (Manihot utilissima) merupakan komoditas pertanian yang memiliki
potensi sebagai bahan pangan, bahan baku industri dan pakan ternak. Di Indonesia, ubi
kayu menjadi salah satu tanaman yang banyak ditanam hampir diseluruh wilayah dan
menjadi sumber karbohidrat utama setelah beras dan jagung. Potensi produksi ubi kayu
di Indonesia begitu besar dengan luas lahan penanaman mencapai 1,4 juta hektar dan
rata-rata produksi ubi kayu mencapai 24,56 juta ton BPS (2017) dalam Laka (2018).
Ketahanan yang tinggi terhadap kondisi stress lingkungan menyebabkan ubi kayu
banyak ditanam pada skala kecil dan dengan sumber daya terbatas (El-Sharkawy, 2004)
dalam (Syamsir at al., 2011).
Permintaan ubi kayu dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik untuk
pemenuhan kebutuhan pangan maupun industri. Peran ubi kayu dalam bidang industry
akan terus mengalami peningkatan seiring dengan adanya program pemerintah untuk
menggunakan sumber energi alternatif yang berasal dari hasil pertanian (liquid biofuel),
seperti biodiesel dan bioetanol serta diversifikasi pangan berbasis pangan lokal. Untuk
dapat mendukung program pemerintah tersebut, maka produksi ubi kayu harus
ditingkatkan. Peningkatan produksi ubi kayu dapat dilakukan melalui peningkatan luas
panen dan penerapan teknik budidaya yang tepat (Sundari, 2010)
Ubi kayu dapat dimanfaatkan untuk keperluan pangan, pakan maupun bahan dasar
berbagai industri. Oleh karena itu pemilihan varietas ubi kayu harus disesuaikan untuk
peruntukannya. Di daerah dimana ubikayu dikonsumsi secara langsung untuk bahan
pangan diperlukan varietas ubi kayu yang rasanya enak dan pulen dan kandungan HCN
rendah. Berdasarkan kandungan HCN ubi kayu dibedakan menjadi ubi kayu manis/tidak
pahit, dengan kandungan HCN < 40 mg/kg umbi segar, dan ubikayu pahit dengan kadar
HCN ≥ 50 mg/kg umbi segar. Kandungan HCN yang tinggi dapat menyebabkan
keracunan bagi manusia maupun hewan, sehingga tidak dianjurkan untuk konsumsi
segar. Secara umum, jenis ubi kayu yang memiliki potensi hasil dan kadar pati tinggi,
dianggap paling sesuai untuk bahan baku industri. Sebagai bahan baku industri, kadar
HCN yang tinggi tidak menjadi masalah karena sebagian besar HCN akan hilang pada
proses pencucian, pemanasan maupun pengeringan (Sundari, 2010)

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara budidaya tanama ubi kayu
2. Varietas ubi kayu apa yang banyak dibudidayakan petani di indonesia
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah budidaya tanaman ubi kayu yaitu
1. Untuk mengetahui cara budidayaa tanaman ubi kayu
2. Untuk mengetahui varietas-varietas yang banyak dibudidayakan petani dindonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Budidaya Tanaman Ubi Kayu
2.1.1 Klasifikasi Ubi Kayu
Manihot esculenta Crantz mempunyai nama lain M. utilissima dan M. alpi. Semua
Genus Manihot berasal dari Amerika Selatan. Brazil merupakan pusat asal dan
sekaligus sebagai pusat keragaman ubi kayu. Manihot mempunyai 100 spesies yang
telah diklasifikasikan dan mayoritas ditemukan di daerah yang relatif kering. Ubi kayu
termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau mudah patah. Ubi kayu berbatang bulat
dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus.
Ubi kayu berdiameter 2-3 cm, panjang 50-80 cm, ketinggian mencapai 1-4 meter.
Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan (Gabriella, 2014).
Klasifikasi tanaman ubi kayu menurut Gabriella (2014), adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot Mill.
Spesies : Manihot esculenta Crantz
Ubi kayu merupakan salah satu tanaman pangan yang dapat tumbuh dan
berproduksi pada lingkungan dimana tanaman pangan yang lain seperti padi dan jagung
tidak dapat. Meskipun demikian, untuk dapat tumbuh, berkembang dan menghasilkan
umbi dengan baik, ubi kayu menghendaki kondisi lingkungan tertentu, baik kondisi
lingkungan di atas permukaan tanah (iklim) maupun di bawah permukaan tanah
(Sundari, 2010). Untuk dapat berproduksi optimal, ubikayu memerlukan curah hujan
150-200 mm pada umur 1-3 bulan, 250-300 mm pada umur 4-7 bulan, dan 100-150 mm
pada fase menjelang dan saat panen (Wargiono at al., 2006) dalam (Roja, 2009).
Ubi kayu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah. Pada daerah di mana jagung dan
padi tumbuh kurang baik, ubi kayu masih dapat tumbuh dengan baik dan mampu
berproduksi tinggi apabila ditanam dan dipupuk tepat pada waktunya. Sebagian besar
pertanaman ubi kayu terdapat di daerah dengan jenis tanah Aluvial, Latosol, Podsolik

3
dan sebagian kecil terdapat di daerah dengan jenis tanah Mediteran, Grumusol dan
Andosol. Tingkat kemasaman tanah (pH) untuk tanaman ubi kayu minimum 5.
Tanaman ubi kayu memerlukan struktur tanah yang gembur untuk pembentukan dan
perkembangan umbi. Pada tanah yang berat, perlu ditambahkan pupuk organik
Wargiono (1979) dalam Sundari (2010).
2.1.2 Morfologi Tanaman Ubi Kayu
Ubi kayu atau singkong termasuk tanaman dikotil berumah satu dan tanaman
semak belukar tahunan. Batang tanaman ubi kayu berkayu, beruas – ruas, dan panjang,
yang ketinggiannya dapat mencapai 3 meter atau lebih. Warna batang bervariasi,
tergantung kulit luar, tetapi batang yang masih muda umumnya berwana hijau dan
setelah tua menjadi keputih – putihan, kelabu, hijau kelabu, atau coklat kelabu. Empulur
batang berwarna putih, lunak, dan strukturnya empuk seperti gabus (Rubatzky, 1998)
dalam (Silalahi, 2018)
Daun ubi kayu mempunyai susunan berurat menjari dengan canggap 5-9 helai.
Daun ubi kayu biasanya mengandung racun asam sianida atau asam biru, terutama daun
yang masih muda (pucuk). Tanaman ubi kayu dapat beradaptasi luas di daerah beriklim
panas (tropis). Tanaman yang diperbanyak dengan biji menghasilkan akar tunggang
yang jelas. Pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif, akar serabut tumbuh dari
dasar lurus. Ubi berkembang dari penebalan sekunder akar serabut adventif. Bentuk
singkong bermacam-macam, dan walaupun kebanyakan berbentuk silinder dan
meruncing beberapa diantaranya bercabang (Rubatzky, 1998) dalam (Silalahi, 2018).
Tanaman ubi kayu bunganya berumah satu (monoecieus) dan proses
penyerbukannya bersifat silang. Penyerbukan menghasilkan buah yang bentuknya agak
bulat, di dalamnya berisi 3 butir biji. Bunga jantan mempunyai 10 buah benang sari
yang tersusun dalam 2 lingkaran, yang masing-masing berisi 5 benang sari.
Penyerbukan sendiri secara alamiah terjadi jika bunga jantan dan betina dari tangkai
bunga berbeda membuka bersamaan (Jennings, 2002) dalam (Silalahi, 2018).
Umbi terbentuk dari akar yang berubah bentuk dan berfungsi sebagai tempat
penyimpanan makanan cadangan. Bentuk ubi biasanya bulat memanjang, daging ubi
mengandung zat pati, berwarna putih gelap atau kuning gelap. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan proses pembentukan dan pertumbuhan umbi antara lain: cahaya
berhubungan dengan proses fotosintesis pada tanaman, aerasi tanah yang mendukung

4
respirasi akar , ketersediaan unsur hara, aktivitas hormon IAA oksidase di dalam akar,
kandungan air tanah, kepadatan tanah yang berhubungan dengan struktur tanah bagi
pertumbuhan dan perkembangan akar (Kamal, 2005) dalam (Silalahi, 2018).
2.1.3 Teknik Budidaya Tanaman Ubi Kayu
1. Penyiapan Bibit
Hasil yang tinggi dapat diperoleh bila tanaman tumbuh optimal dan seragam
dengan populasi yang penuh. Kondisi tersebut dapat dicapai bila bibit yang digunakan
memenuhi kriteria tujuh tepat, yaitu: waktu, kuantitas, kualitas, harga, tempat, dan
kontiniutas. Faktor penghambat penyediaan bibit dengan kriteria tersebut adalah:
Varietas unggul ubikayu sulit berkembang karena mahalnya biaya transportasi bibit.
Tingkat penggandaan bibit rendah sehingga insentif bagi penangkar juga rendah. Daya
tumbuh bibit cepat turun bila penyimpanan lama dan Sebagian besar petani belum
memerlukan bibit berlabel dari penangkar benih. Untuk mengatasai masalah tersebut
diperlukan sistem penangkaran benih secara insitu baik yang dikelola kelompok tani
maupun petani secara individu. Sumber bibit ubikayu berasal dari pembibitan
tradisional berupa stek yang diambil dari tanaman yang berumur lebih dari 8 bulan
dengan kebutuhan bibit untuk sistem budidaya ubikayu monokultur (Roja, 2009).
2. Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan berupa pengolahan tanah bertujuan untuk: Memperbaiki struktur
tanah, menekan pertumbuhan gulma dan menerapkan system konservasi tanah untuk
memperkecil peluang terjadinya erosi. Tanah yang baik untuk budidaya ubikayu adalah
memiliki struktur gembur atau remah yang dapat dipertahankan sejak fase awal
pertumbuhan sampai panen. Kondisi tersebut dapat menjamin sirkulasi O2 dan CO2 di
dalam tanah terutama pada lapisan olah sehingga aktivitas jasad renik dan fungsi akar
optimal dalam penyerapan hara (Roja, 2009)
Menurut Tim Prima Tani (2006) dalam Roja (2009), tanah sebaiknya diolah
dengan kedalaman sekitar 25 cm, kemudian dibuat bedengan dengan lebar bedengan
dan jarak antar bedengan disesuaikan dengan jarak tanam ubikayu, yaitu 80-130 cm x
60-100 cm. Pada lahan miring atau peka erosi, tanah perlu dikelola dengan sistem
konservasi, yaitu: tanpa olah tanah, olah tanah minimal dan olah tanah sempurna
system guludan kontur. Pengolahan minimal (secara larik atau individual) efektif
mengendalikanberosi tetapi hasil ubikayu seringkali rendah dan biaya pengendalian

5
gulma relatif tinggi. Dalam hal ini tanah dibajak (dengan traktor 3-7 singkal piring atau
hewan tradisional) dua kali atau satu kali yang diikuti dengan pembuatan guludan
(ridging). Untuk lahan peka erosi, guludan juga berperan sebagai pengendali erosi
sehingga guludan dibuat searah kontur
3. Penanaman
Ubi kayu dapat ditanam secara monokultur maupun tumpangsari. Pola
monokultur umumnya dikembangkan dalam usaha tani komersial atau usahatani
alternatif pada lahan marjinal, di mana komoditas lain tidak produktif atau usahatani
dengan input minimal bagi petani yang modalnya terbatas. Pola tumpangsari diusahakan
oleh petani berlahan sempit, baik secara komersial maupun subsisten. Jarak tanam yang
digunakan dalam pola monokultur ada beberapa macam, diantaranya adalah : 1 m x 1 m
(10.000 tanaman/ha), 1 m x 0,8 m (12.500 tanaman/ha), 1 m x 0,75 m (13.333
tanaman/ha),1 m x 0,5 m (20.000 tanaman/ha), 0,8 m x 0,7 m (17.850 tanaman/ha), dan
1 m x 0,7 m (14.285 tanaman/ha). Pemilihan jarak tanam ini tergantung dari jenis
varietas yang digunakan dan tingkat kesuburan tanah. Untuk tanah-tanah yang subur
digunakan jarak tanam 1 m x 1m; 1 m x 0,8 m; 1 m x 0,75 m maupun 1 m x 0,7 m.
Sedangkan untuk tanah-tanah miskin digunakan jarak tanam rapat yaitu 1 m x 0,5 m,
0,8 m x 0,7 m. Pola tumpangsari dilakukan dengan mengatur jarak tanam ubi kayu
sedemikian rupa sehingga barisan diantara ubi kayu dapat ditanami dengan tanaman
lain. Pengaturan jarak tanam ubi kayu diistilahkan dengan double row (baris ganda).
Ada tiga baris ganda pada ubi kayu, diantaranya adalah jarak tanam 0,6 m x 0,7 m x 2,6
m, Jarak tanam 0,5 m x 1 m x 2 m, jarak tanam 0,5 m x 0,5 m x 4 m (Sundari, 2010).
4. Pemupukan
Pemupukan sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan produksi
ubikayu.. Untuk mendapatkan hasil tinggi tanpa menurunkan tingkat kesuburan tanah,
hara yang terbawa panen tersebut harus diganti melalui pemupukan setiap musim.
Tanpa pemupukan akan terjadi pengurasan hara sehingga tingkat kesuburan tanah
menurun. Pemupukan yang tidak rasional dan tidak berimbang juga dapat merusak
kesuburan tanah Pemupukan harus dilakukan secara efisien sehingga didapatkan
prosuksi yang tinggi (Roja, 2009). Waktu tanam ubi kayu yang baik untuk lahan tegalan
adalah pada awal musim penghujan (MH I), sedangkan pada lahan sawah tadah hujan
adalah setelah panen padi (MH II), karena selama pertumbuhan vegetatif aktif (3-4

6
bulan pertama) ubi kayu membutuhkan air. Untuk pertumbuhan selanjutnya ubi kayu
tidak terlalu banyak membutuhkan air. Dilakukan dengan cara ditugal pada jarak 5-20
cm dari pangkal batang (Sundari, 2010).
5. Pemeliharaan Tanaman
Kelemahan ubi kayu pada fase pertumbuhan awal adalah tidak mampu
berkompetisi dengan gulma. Periode kritis atau periode tanaman harus bebas gangguan
gulma adalah antara 5-10 minggu setelah tanam. Bila pengendalian gulma tidak
dilakukan selama periode kritis tersebut, produktivitas dapat turun sampai 75%
dibandingkan kondisi bebas gulma. Untuk itu, penyiangan diperlukan hingga tanaman
bebas dari gulma sampai berumur sekitar 3 bulan Tim Prima Tani (2006) dalam Roja
(2009). Pada bulan ke-4 kanopi ubikayu mulai menutup permukaan tanah sehingga
pertumbuhan gulma mulai tertekan karena kecilnya penetrasi sinar matahari di antara
ubikayu. Pada saat penyiangan, juga dilakukan pembumbunan, yaitu umur 2-3 bulan.
hama dan penyakit (Wargiono, at al 2006) dalam (Roja, 2009).
Menurut Sundari (2010), Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan apabila
terjadi serangan. Hama yang biasa dijumpai pada tanaman ubi kayu adalah hama tungau
merah yang muncul pada musim kemarau. Pemberantasan terhadap hama ini dilakukan
dengan cara fumigasi menggunakan larutan belerang dicampur dengan larutan sabun.
Untuk penyakit yang biasa dijumpai adalah Xanthomonas manihotis (jenis bakteri),
gejala serangan: daun mengalami bercak-bercak seperti terkena air panas.
Pemberantasan dilakukan dengan menggunakan bakterisida dan penyakit bercak daun
(Cercospora henningsii) yang sering dijumpai menyerang daun yang sudah tua.
6. Panen
Panen tergantung dari umur masing-masing varietas. Varietas ubi kayu yang
berumur genjah panen dapat dilakukan pada umur 6-8 bulan, sedangkan varietas
berumur dalam dilakukan pada umur 9-12 bulan. Namun secara umum, panen dilakukan
pada umur antara 8-12 bulan (Sundari, 2010).
2.2 Varietas Ubi kayu
Secara umum, jenis ubi kayu yang memiliki potensi hasil dan kadar pati tinggi,
dianggap paling sesuai untuk bahan baku industri. Sebagai bahan baku industri, kadar
HCN yang tinggi tidak menjadi masalah karena sebagian besar HCN akan hilang pada
proses pencucian, pemanasan maupun pengeringan (Sundari, 2010). Kadar pati

7
merupakan parameter yang penting dan penting bagi petani dalam memilih varietas
yang akan ditanam. Beberapa perusahaan pati ubikayu memberikan harga yang lebih
tinggi pada ubi dengan kadar pati tinggi. Kadar pati berperan dalam menentukan hasil
pati. Kadar pati juga merupakan parameter yang menentukan nilai konversi ubi segar
menjadi etanol. Korelasi antara nilai konversi ubi segar menjadi etanol dengan kadar
pati bernilai negatif (Ginting et al, 2006) dalam (Solihin at al, 2015). Makin tinggi
kadar pati, makin rendah nilai konversi atau makin sedikit umbi ubi kayu yang
diperlukan untuk menghasilkan 1 liter etanol. Dengan demikian, makin tinggi kadar pati
berarti makin efisien ubi kayu sebagai bahan baku ndustri bioetanol. Kadar pati
ditentukan faktor genetik dan lingkungan, termasuk umur panen (Soenarjo dan 1986)
dalam (Solihin et al, 2015).
Untuk meningkatakan produksi maka, gunakan varietas unggul yang karena
mempunyai potensi hasil tinggi, disukai konsumen, dan sesuai untuk daerah
penanaman. Sebaiknya varietas unggul yang dibudidayakan memiliki sifat toleran
kekeringan, toleran lahan pH rendah dan/atau tinggi, toleran keracunan Al, dan efektif
memanfaatkan hara P yang terikat oleh Al dan Ca, seperti: varietas Adira-4, Malang-6,
UJ3, dan UJ5. Jika produksi ubi kayu ditujukan untuk bahan baku industri tapioka atau
tepung/serbuk ubi kayu atau dikonsumsi langsung dalam bentuk ubi kayu goreng atau
rebus, disarankan menggunakan varietas unggul yang dilepas tahun 1978 yang memiliki
rasa enak dan kualitas rebus yang baik, seperti: Adira-1, Malang-1, dan Darul Hidayah.
Sisanya, termasuk Adira-4 yang dilepas tahun 1987 dan sampai sekarang masih cukup
luas ditanam petani namun memiliki rasa pahit. Selain itu, yang dilepas terakhir yaitu:
Malang-4 dan Malang-6. Juga varietas UJ-3 dan UJ-5 yang dilepas kemudian. (Roja,
2009).
Jika produksi ubikayu ditujukan untuk bahan baku bioethanol, harus memenuhi
kriteria, yaitu: berkadar pati tinggi, Potensi hasil tinggi, Tahan cekaman biotik dan
abiotik dan Fleksibel dalam usahatani dan umur panen. Varietas ubi kayu Adira-4,
Malang-6, UJ-3, dan UJ-5 memiliki karakter yang sesuai dengan kriteria tersebut: Daun
tidak cepat gugur, Adaptif pada tanah ber-pH tinggi dan rendah, Adaptif pada kondisi
populasi tinggi sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma dan Dapat dikembangkan
pada pola tumpang sari (Wargiono, at al., 2006) dalam (Roja, 2009).

8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan makalah budidaya tanaman ubi kayu diatas dapat disimpulkan
bahwa:
1. Budidaya tanaman ubi kayu terdiri dari beberapa tahapan mulai dari Penyiapan
bibit dimana menggunakan bibit yang unggul angar dapatmeningkatkan produksi.
Penyiapan lahan dimana dilakukan mwngolah tanah agar dapat memperbaiki
struktur tanah. Penanaman dapat dilakukan dengan monokultur maupun tumpang
sari. Pemupukan dilakukan dengan cara ditugal pada jarak 5-20 cm dari pangkal
batang. Pemeliharaan tanaman dengan melakukan penyiangan, pembumbunan,
dan pemberantasan hama dan penyakit apabila diperlukan. Waktu panen
tergantung dari umur masing-masing varietas
2. Varietas unggul yang banyak dibudidayaka yaitu varietas Adira-4, Malang-6, UJ3,
dan UJ5 karena meiliki rasa enak, Adira-1, Malang-1, dan Darul Hidayah
diproduksi untuk bahan baku etanol.
3.2 Saran
Demikian makalah yang telah penulis buat semoga bermanfaat dan apabila
terdapat kesalahan mohon dimaafkan dan dimaklumi karenaa penulis merupakan hamba
allah yang tak lupuk dari kesalahan.

9
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik.2017. Luas panen ubi kayu menurut propinsi (ha) 1993-2015
El-Sharkawy M.A (2004). Cassava biology and physiology. Plant Molecular Biology
56:481-501.
Gabriella, Crhistine. 2014. Perencanaan Pabrik Asam Oksalat dari Ubi Kayu. Widya
Mandala Catholic Universitas Surabaya :Surabaya.
Ginting E., K. Hartojo, N. Saleh, Y. Widodo dan Suprapto. 2006. Identifikasi
Kesesuaian Klon-Klon Ubikayu untuk Bahan Baku Pembuatan Bioetanol.
Balitkabi, Malang.
Jennings, D.L. and C. Iglesias. 2002. Breeding for Crop Inprovement. In : Cassava:
Biology, Production and Utilization, eds. Hillocks, R.J., Thresh, J.M. and Belotti,
A.C., CAB International, p. 149-166.
Kamal, M. 2005. “Tuberisasi” Materi Perkuliahan Tanaman Ubi dan Sagu. Fakultas
Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 2 hlm.
Laka, Martinus dan Emilia S.A.Wangge. 2018. Uji Kandungan Pada Beberapa Varietas
Umbi Ubi kayu yang Dihasilkan di Desa Randotondo, Kecamatan Ende,
Kabupaten Ende. Agrica. 11 (1) : 43-50
Roja, Atman. 2009. Ubikayu: Varietas dan Teknologi Budidaya. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat.
Rubatzky, V.E dan Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia; Prinsip. Produksi dan Gizi Jilid
1. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 163-177.
Sholihin., K. Noerwijati., dan I M.J. Mejaya. 2015. Penampilan Tujuh Klon Harapan
Ubikayu di Lahan Kering Masam. 521-527.
Silalahi, Kronika July Artanta. 2018. Evaluasi Keragaman Karakter Morfologi dan
Agronomi Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) 13 Populasi F1 HALF-SIB di
Bandar Lampung. Universitas Lampung :Bandar Lampung
Soenarjo dan J. Hardono N. 1986. Pengaruh Umur Panen pada Kadar Tepung Beberapa
Klon Ubikayu. Seminar Balittan Bogor. Padi Palawija. Bogor Vol 1. 26‒33.
Sundari, Titik. 2010. Petunjuk Teknis Pengenalan Varietas Unggul dan Teknik
Budidaya Ubi kayu. Balai Penelitian Kacang Kacangan dan Umbi Umbian,
Malang.
Syamsir, Elvira., Purwiyatno Haryadi., Dedi Ferdiant., Nuru Andarwukan dan Feri
Kusnandar. 2011. Karakterisasi Tapioka dari Lima Varietas Ubikayu. JAgrotek
5(1) : 93-105
Tim Prima Tani. 2006. Inovasi Teknologi Unggulan Tanaman Pangan Berbasis
Agroekosistem Mendukung Prima Tani. Puslitbangtan Bogor.

10
Wargiono, J., A. Hasanuddin, dan Suyamto. 2006. Teknologi Produksi Ubikayu
Mendukung Industri Bioethanol. Puslitbangtan Bogor
Wargiono, J. 1979. Ubi kayu dan Cara Bercocok Tanam. Buletin Teknik 4 (36). Bogor:
Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor.

11

Anda mungkin juga menyukai